43
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA DIBUAT OLEH : RAYMOND BENARDUS MUNTHE, ST NIM. 21010113420049 TUGAS PERENCANAAN DAN MANAJEMEN INFRASTRUKTUR Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN REKAYASA INFRASTRUKTUR TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Publish Knowledge

Citation preview

Page 1: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

DIBUAT OLEH :

RAYMOND BENARDUS MUNTHE, ST

NIM. 21010113420049

TUGAS

PERENCANAAN DAN MANAJEMEN INFRASTRUKTUR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng

PROGRAM PASCA SARJANA

MAGISTER MANAJEMEN REKAYASA INFRASTRUKTUR

TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 2: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana alam merupakan peristiwa alam yang dapat terjadi setiap saat

dimana saja dan kapan saja, yang menimbulkan kerugian material dan imaterial

bagi kehidupan masyarakat. Tanah longsor merupakan salah satu bencana

alam yang umumnya terjadi di wilayah pegunungan (mountainous area),

terutama di musim hujan, yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda

maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya

seperti perumahan, industri, dan lahan pertanian yang berdampak pada kondisi

sosialmasyarakatnya dan menurunnya perekonomian di suatu daerah. Menurut

Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006), faktor penyebab tanah longsor

secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi,

struktur geologi, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh

faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan

pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan. Bencana

tanah longsor dampaknya bersifat lokal (dibandingkan dengan gempa bumi dan

letusan gunung api), sering terjadi dan dapat mematikan manusia karena

kejadiannya yang tiba-tiba.

Kejadian tanah longsor di Indonesia sejak tahun 1994-1998 terjadi di

410 lokasi, tersebar di beberapa propinsi. Kejadian tersebut mengakibatkan 597

korban jiwa, 3400 rumah rusak sampai hancur, 1003 ha lahan pertanian, dan

7483,5 m jalan rusak dan terancamnya saluran irigasi. Lokasi yang tertimpa

bencana umumnya tergolong sebagai desa tertinggal. (Sutikno, 1997).

Sedangkan sejak tahun 2003-2005 sedikitnya telah terjadi 103 kejadian longsor

yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat,

Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua. Kejadian tersebut mengakibatkan

411 korban meninggal, 149 korban luka-luka, 4608 rumah rusak dan hancur, 751

ha lahan pertanian rusak, dan 920 m jalan rusak. (DVMBG, 2007).

Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang paling rawan tanah longsor di

Indonesia.

Selain kondisi alamnya yang rusak, banyaknya gunung api dan posisi

Propinsi Jawa Barat yang berada di sekitar tumbukan Lempeng Australia dan

Eurasia menjadikan Pulau Jawa sebagai wilayah yang rawan tanah longsor

dan gempa bumi. Menurut Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Tahun 2005

diketahui bahwa kawasan rawan longsor di Provinsi Jawa Barat menyebar di

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 3: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

2

sepuluh kabupaten/kota antara lain Bandung, Cianjur, Bogor, Sukabumi,

Majalengka, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, Kuningan dan Purwakarta. Di Jawa

Barat, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang merupakan titik

rawan longsor. Bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Babakan Madang

Kabupaten Bogor pada awal Februari 2007 telah menyita banyak perhatian dan

menyebabkan banyak kerugian. Jumlah korban mengungsi dalam peristiwa longsor

ini sebanyak 7.200 jiwa terdiri dari 3.912 jiwa dari Desa Bojong Koneng dan 3.288

jiwa dari Desa Karang Tengah. Di Desa Bojong Koneng kerusakan bangunan

yang tergolong berat sejumlah 161 unit, kerusakan sedang 216 unit, dan kerusakan

ringan 546 unit yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, pondok pesantren,

dan bangunan sekolah (SD/MI). Sedangkan di Desa Karang Tengah kerusakan

bangunan yang tergolong berat 187 unit, sedang 124 unit, dan ringan 420 unit

yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, dan pondok pesantren.

Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh bencana tanah longsor

tersebut, maka identifikasi daerah kejadian tanah longsor penting untuk dilakukan

agar dapat diketahui penyebab utama longsor dan karakteristik dari tiap kejadian

longsor pada daerah-daerah di Indonesia serta sebagai langkah awal pencegahan

kejadian longsor nantinya dan merupakan langkah pertama dalam upaya

meminimalkan kerugian akibat bencana tanah longsor. Identifikasi daerah

kejadian longsor juga penting untuk mengetahui hubungan antara lokasi kejadian

longsor dengan faktor persebaran geologi (batuan, patahan, lipatan) dan

penggunaan lahan di daerah terjadinya longsor, sehingga dapat diketahui

penggunaan lahan apa yang sesuai pada setiap karakteristik lahan dan geologinya.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 4: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tanah Longsor

Menurut Suripin (2002) tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana

pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang

relatif besar. Peristiwa tanah longsor dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan

atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan

sebenarnya merupakan fenomena alam yaitu alam mencari keseimbangan baru

akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan

terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Kamus

Wikipidea menambahkan bahwa tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi

dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan

besar tanah. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

(2005) menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan

tanah. Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil,

pasir, dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng

atau keluar lereng karena faktor gravitasi bumi. Gerakan tanah (tanah longsor)

adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang

menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah.

Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh

sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di

sepanjang lereng.

Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam

maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh

gempa bumi, erosi, kelembaban lereng akibat penyerapan air hujan, dan perubahan

aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya antara lain

adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian tanah di

tepi lereng, dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk yang

banyak mengalihfungsikan tanah-tanah berlereng menjadi pemukiman atau lahan

budidaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko longsor.

Menurut Sitorus (2006), longsor (landslide) merupakan suatu bentuk erosi

yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif

pendek dalam volume (jumlah) yang sangat besar. Berbeda halnya dengan

bentukbentuk erosi lainnya (erosi lembar, erosi alur, erosi parit) pada longsor

pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam periode yang sangat pendek.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 5: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

4

Sedangkan menurut Dwiyanto (2002), tanah longsor adalah suatu jenis

gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor bahan

rombakan (debris avalanches) dan nendatan (slumps/rotational slides). Gaya-gaya

gravitasi dan rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan

(instability) pada lereng alami maupun lereng yang di bentuk dengan cara

penggalian atau penimbunan.

Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan

mass wasting yang sering juga disebut gerakan massa (mass movement),

merupakan perpindahan massa batuan, regolith, dan tanah dari tempat yang tinggi

ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi

akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah. Meskipun

gravitasi merupakan faktor utama terjadinya gerakan massa, ada beberapa faktor

lain yang juga berpengaruh terhadap terjadinya proses tersebut antara lain

kemiringan lereng dan air. Apabila pori-pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi

antarmineral akan semakin lemah, sehingga memungkinkan partikelpartikel tersebut

dengan mudah untuk bergeser. Selain itu air juga akan menambah berat

massa material, sehingga kemungkinan cukup untuk menyebabkan material untuk

meluncur ke bawah. Tabel 1. Klasifikasi longsoran (Stewart Sharpe, 1938, dalam Hansen, 1984)

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 6: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

5

2.2 Tipe longsor Menurut Naryanto (2002), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan

gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis yaitu :

a. Aliran; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi.

b. Longsoran; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran

berbentuk tapal kuda.

c. Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah

bergerak cepat sampai sangat cepat pada suatu tebing.

d. Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan

berkembang lebih lanjut menjadi aliran.

e. Amblesan (penurunan tanah); terjadi pada penambangan bawah tanah,

penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada

daerah yang dilakukan proses pemadatan tanah.

Penurunan tanah (subsidence) dapat terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu

penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses pemadatan atau

perubahan volume suatu lapisan tanah. Proses ini dapat berlangsung lebih cepat bila

terjadi pembebanan yang melebihi faktor daya dukung tanahnya ataupun

pengambilan air tanah yang berlebihan dan berlangsung relatif cepat.

Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka air

tanah (pada sistem akifer air tanah dalam) dan turunnya tekanan hidrolik,

sedangkan tekanan antar batu bertambah. Akibat beban di atasnya menurun.

Penurunan tanah pada umumnya terjadi pada daerah dataran yang dibangun oleh

batuan/tanah yang bersifat lunak (Sangadji, 2003).

Gambar 1. Tipe Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 7: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

6

Gambar 2. Tipe Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

gelincir berbentuk cekung.

Gambar 3. Tipe Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir

berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

Gambar 4. Tipe Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke

bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga

menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat

menyebabkan kerusakan yang parah.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 8: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

7

Gambar 5. Tipe Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya

berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat

dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan

tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

Gambar 6. Tipe Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.

Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air,

dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu

mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter

seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat

menelan korban cukup banyak.

Ditinjau dari kenampakan jenis gerakan tanah longsor dapat dibedakan

menjadi beberapa macam/tipe antara lain :

1. Jenis jatuhan

Material batu atau tanah dalam longsor jenis ini jatuh bebas dari atas

tebing. Material yang jatuh umumnya tidak banyak dan terjadi pada lereng terjal.

2. Longsoran

Longsoran yaitu massa tanah yang bergerak sepanjang lereng dengan

bidang longsoran melengkung (memutar) dan mendatar. Longsoran dengan

bidang longsoran melengkung, biasanya gerakannya cepat dan mematikan

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 9: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

8

karena tertimbun material longsoran. Sedangkan longsoran dengan bidang

longsoran mendatar gerakannya perlahan-lahan, merayap tetapi dapat

merusakkan dan meruntuhkan bangunan di atasnya.

3. Jenis aliran

Jenis aliran yaitu massa tanah bergerak yang didorong oleh air. Kecepatan

aliran bergantung pada sudut lereng, tekanan air, dan jenis materialnya.

Umumnya gerakannya di sepanjang lembah dan biasanya panjang

gerakannya sampai ratusan meter, di beberapa tempat bahkan sampai

ribuan meter seperti di daerah aliran sungai daerah gunung api. Aliran

tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

4. Gerakan tanah gabungan

Gerakan tanah gabungan yaitu gerakan tanah gabungan antara longsoran

dengan aliran atau jatuhan dengan aliran. Gerakan tanah jenis gabungan ini

yang banyak terjadi di beberapa tempat akhir-akhir ini dengan menelan

korban cukup tinggi.

Menurut Dwiyanto (2002), dilihat dari kenampakan bidang gelincirnya

terdapat beberapa tipe longsoran yang sering terjadi diantaranya :

a. Kelongsoran rotasi (rotational slip).

b. Kelongsoran translasi (translational slip).

c. Kelongsoran gabungan (compound slip).

2.3 Penyebab Tanah Longsor

Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada

kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi

penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis

besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia.

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005),

tanah longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu

terjadinya tanah longsor, yaitu :

a. Faktor alam

Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:

a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu

lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan

kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api,

lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang

longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik).

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 10: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

9

b. Keadaan tanah : erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama,

ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena

air hujan.

c. Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan. di atas normal)

d. Keadaan topografi: lereng yang curam.

e. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air,

erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir,

aliran bawah tanah pada sungai lama).

f. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak

belukar di tanah kritis.

b. Faktor manusia

Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam antara lain :

a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.

b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.

c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah.

d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah

yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan

menyebabkan tanah menjadi lembek

e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng.

f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.

g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran

masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.

h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng

semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing

i. Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang

bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat

karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing

j. Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran

Arsyad (1989) mengemukakan bahwa tanah longsor ditandai dengan

bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi sebagai akibat

meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air.

Lapisan yang terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi setelah

jenuh air akan bertindak sebagai peluncur. Longsoran akan terjadi jika

terpenuhi tiga keadaan sebagai berikut :

a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat

bergerak atau meluncur ke bawah,

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 11: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

10

b. Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan

lunak, yang akan menjadi bidang luncur, dan

c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang tepat di

atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.

Lapisan kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat

tinggi, atau dapat juga berupa lapisan batuan. Penyebab terjadinya tanah longsor

dapat bersifat statis dan dinamis. Statis merupakan kondisi alam seperti sifat

batuan (geologi) dan lereng dengan kemiringan sedang hingga terjal, sedangkan

dinamis adalah ulah manusia. Ulah manusia banyak sekali jenisnya dari

perubahan tata guna lahan hingga pembentukan gawir yang terjal tanpa

memperhatikan stabilitas lereng. (Surono, 2003). Sedangkan menurut Sutikno

(1997), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain :

tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi, keadaan vegetasi, curah

hujan/hidrologi, dan aktivitas manusia di wilayah tersebut.

Tabel 2. Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor

NO FAKTOR PENYEBAB PARAMETER

1.

2.

Faktor Pemicu Dinamis

Faktor Pemicu Statis

1. Kemiringan Lereng

2. Curah Hujan

3. Penggunan Lahan (aktivitas manusia)

1. Jenis Batuan dan Struktur Geologi

2. Kedalaman Solum Tanah

3. Permeabilitas Tanah

4. Tekstur Tanah Sumber : Goenadi et. Al (2003) dalam Alhasanah (2006)

Menurut Barus (1999), gerakan tanah berkaitan langsung dengan

berbagai sifat fisik alami seperti struktur geologi, bahan induk, tanah, pola

drainase, lereng/bentuk lahan, hujan, maupun sifat-sifat non-alami yang bersifat

dinamis seperti penggunaan lahan dan infrastruktur.

Berbagai tipe dan jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya dapat terjadi

bersamaan dengan terjadinya gempa. Pada dasarnya getaran gempa lebih bersifat

sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah (Noor, 2006). Karnawati

(2004) dalam Alhasanah (2006) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena

adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya geomorfologi, tanah,

geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-proses pemicu

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 12: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

11

gerakan seperti : infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, aktivitas manusia/

perubahan dan gangguan lahan.

Faktor-faktor pengontrol gerakan tanah meliputi kondisi morfologi, geologi,

struktur geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Faktor-faktor tersebut saling

berinteraksi sehingga mewujudkan suatu kondisi lereng yang cenderung atau

berpotensi untuk bergerak. Kondisi lereng yang demikian disebut sebagai kondisi

rentan untuk bergerak. Gerakan pada lereng baru benar-benar dapat terjadi apabila

ada pemicu gerakan. Pemicu gerakan merupakan proses-proses alamiah ataupun

non alamiah yang dapat mengubah kondisi lereng dari rentan (siap bergerak)

menjadi mulai bergerak.

Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat beberapa

ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu :

a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batu vulkanik yang

umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan

melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang,

gembur, dan mudah meresapkan air.

b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah

pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin

dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang

kompak dan bidang luncuran tersebut miring kea rah lereng yang terjal.

c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada

daerah jalur patahan/sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan

dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan

sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat.

d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan

lereng menjadi terjal akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila

daerah tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan

yang bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor.

e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di

lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok,

persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau

bila turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan

mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat

massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat

tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang

dapat mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 13: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

12

Menurut Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1981) faktor-faktor

penyebab terjadinya tanah longsor antara lain adalah sebagai berikut :

a. Topografi atau lereng,

b. Keadaan tanah/ batuan,

c. Curah hujan atau keairan,

d. Gempa /gempa bumi, dan

e. Keadaan vegetasi/hutan dan penggunaan lahan.

Faktor-faktor penyebab tersebut satu sama lain saling mempengaruhi

dan menentukan besar dan luasnya bencana tanah longsor. Kepekaan suatu

daerah terhadap bencana tanah longsor ditentukan pula oleh pengaruh dan kaitan

faktor-faktor ini satu sama lainnya.

2.3.1 Kelerengan (Slope)

Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting

dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait

dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º perlu

mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan

tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada

dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan

atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau

lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi terjadinya gerakan

pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun

lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan penggunaan

lahan pada lereng tersebut.

Lebih jauh Karnawati (2001) menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang

rentan untuk bergerak/ longsor, yaitu :

Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan

atau tanah yang lebih kompak.

Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng.

Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

Kemantapan suatu lereng tergantung kapada gaya penggerak dan gaya

penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang

berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah

gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya

penahan ini lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan

mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993;

Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003).

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 14: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

13

Faktor-faktor yang menyebabkan longsor secara umum diklasifikasikan

sebagai berikut (Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003) :

1) Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan geser, yaitu : naiknya berat

unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal seperti

bangunan, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau karena

penggalian, dan bekerjanya beban goncangan.

2) Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan geser, yaitu : adanya

absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban guncangan atau beban berulang,

pengaruh pembekuan atau pencairan, hilangnya sementasi material, proses

pelapukan, dan hilangnya kekuatan karena regangan berlebihan pada

lempung sensitif.

Sitorus (2006) menjelaskan bahwa peningkatan tegangan geser dapat

disebabkan oleh banyak faktor lain :

a. Hilangnya penahan lateral; karena aktifitas erosi, pelapukan, penambahan

kemiringan lereng, dan pemotongan lereng.

b. Kelebihan beban; karena air hujan yang meresap ke tanah, pembangunan di

atas lereng; karena pengikisan air, penambangan batuan, pembuatan

terowongan, dan eksploitasi air tanah berlebihan.

c. Getaran; karena gempa bumi atau mesin kendaraan.

d. Hilangnya tahanan bagian bawah lereng; karena pengikisan air,

e. Tekanan lateral; karena pengisian air di pori-pori antarbutiran tanah dan

pengembangan tanah.

f. Stuktur geologi yang berpotensi mendorong terjadinya longsor adalah

kontak antarbatuan dasar dengan pelapukan batuan, adanya retakan,

patahan, rekahan, sesar,dan perlapisan batuan yang terlampau miring.

g. Sifat batuan; pada umumnya komposisi mineral dari pelapukan batuan

vulkanis yang berupa lempung akan mudah mengembang dan bergerak.

Tanah dengan ukuran batuan yang halus dan seragam, kurang padat atau

kurang kompak.

h. Air; adanya genangan air, kolam ikan, rembesan, susut air cepat. Saluran air

yang terhambat pada lereng menjadi salah satu sebab yang mendorong

munculnya pergerakan tanah atau longsor.

i. Vegetasi/tutupan lahan; peranan vegetasi pada kasus longsor sangat

kompleks. Jika tumbuhan tersebut memiliki perakaran yang mampu

menembus sampai lapisan batuan dasar maka tubuhan tersebut akan sangat

berfungsi sebagai penahan massa lereng. Di sisi ain meskipun tumbuhan

memiliki perakaran yang dangkal tetapi tumbuh pada lapisan tanah yang

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 15: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

14

memiliki daya kohesi yang kuat sehingga menambah kestabilan lereng.

Pada kadud tertentu tumbuhan yang hidup pada lereng dengan kemiringan

tertentu justru berperan sebagai penambah beban lereng yang mendorong

terjadinya longsor.

Secara umum bentuk penampang keruntuhan lereng dibedakan atas :

(1) berbentuk rotasi lingkaran (circular rotational slips) untuk kondisi tanah

homogen,

(2) tidak berbentuk lingkaran (non-circular) untuk kondisi tanah tidak homogen,

(3) bentuk translasi (translational slip) untuk kondisi tanah yang mempunyai

perbedaan kekuatan antara lapisan permukaan dengan lapisan dasar

longsoran dan pada umumnya terletak pada lapisan tanah dangkal (shallow

depth) serta longsoran yang terjadi berupa bidang datar dan sejajar dengan

lereng, dan

(4) bentuk kombinasi (compound slip) biasanya terjadi pada lapisan tanah

dengan dalam yang besar (greater depth) dan bentuk keruntuhan

penampangnya terdiri dari lengkung dan datar (Peck dan Terzaghi, 1987;

McKyes, 1989; Craig, 1992; Bhandari, 1995, dalam Mustafril, 2003).

Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah

perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Lereng atau lahan

yang kemiringannya melampaui 20 derajat (40%), umumnya berbakat untuk

bergerak atau longsor. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring

berpotensi untuk longsor.

Menurut Anwar et al (2001), dari berbagai kejadian longsor, dapat

didentifikasi 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak yaitu:

a. Lereng timbunan tanah residual yang dialasi oleh batuan kompak.

b. Lereng batuan yang berlapis searah lereng topografi.

c. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

2.3.2 Penutupan Vegetasi

Menurut Sitorus (2006), vegetasai berpengaruh terhadap aliran permukaan,

erosi, dan longsor melalui (1) Intersepsi hujan oleh tajuk vegetasi/tanaman, (2)

Batang mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kanopi mengurangi kekuatan

merusak butir hujan, (3) Akar meningkatkan stabilitas struktur tanah dan

pergerakan tanah, (4) Transpirasi mengakibatkan kandungan air tanah berkurang.

Keseluruhan hal ini dapat mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan

longsor.Tanaman mampu menahan air hujan agar tidak merembes untuk sementara,

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 16: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

15

sehingga bila dikombinasikan dengan saluran drainase dapat mencegah

penjenuhan material lereng dan erosi buluh (Rusli, 2007). Selanjutnya menurut Rusli

(1997), keberadaan vegetasi juga mencegah erosi dan pelapukan lebih lanjut batuan

lereng, sehingga lereng tidak bertambah labil. Dalam batasan tertentu, akar tanaman

juga mampu membantu kestabilan lereng. Namun, terdapat fungsi-fungsi yang

tidak dapat dilakukan sendiri oleh tanaman dalam mencegah longsor. Pola tanam

yang tidak tepat justru berpotensi meningkatkan bahaya longsor. Jenis tanaman apa

pun yang ditanam saat rehabilitasi harus sesuai dengan kondisi geofisik dan sejalan

dengan tujuan akhir rehabilitasi lahan. Pohon yang cocok ditanam di lereng

curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan akar yang luas

sebagai pengikat tanah (Surono, 2003).

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis

kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer, 1993). Penutupan

menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan

(Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara

langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup

dalam penutupan lahan, yaitu :

1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia.

2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan

binatang

3. Tipe pembangunan

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang

lahan tertentu. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung

dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat, sedangkan informasi

tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir

secara langsung dari penutupan lahannya (Lillesand & Kiefer, 1993).

2.3.3 Faktor Tanah Jenis tanah sangat menentukan terhadap potensi erosi dan longsor.

Tanah yang gembur karena mudah melalukan air masuk ke dalam penampang tanah

akan lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang padat (massive)

seperti tanah bertekstur liat (clay). Hal ini dapat terlihat juga dari kepekaan erosi

tanah. Nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah

mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Makin

kecil nilai K makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi. (Sitorus, 2006).

Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar

kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 17: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

16

bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian

besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air

limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan

penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan

sebagian besar menjadi aliran permukaan. (Litbang Departemen Pertanian,

2006).

Dalam hal kekritisan stabilisasi lereng menurut Saptohartono (2007)

pada intensitas hujan yang sama (127,4 mm/jam), tekstur tanah pasir cenderung

lebih cepat mencapai kondisi kritis sekitar 0,023 jam, dibandingkan tekstur

tanah lempung, 0,03 jam dan tanah liat sekitar 0,08 jam setelah terjadi hujan.

Tabel 3. Klasifikasi Kedalaman Tanah NO KRITERIA NILAI (cm)

1

2

3

4

Sangat Dangkal

Dangkal

Sedang

Dalam

<25

25 - 50

50 – 90

>90 Sumber : Arsyad, 1989

2.3.4 Curah Hujan

Karnawati (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya

bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam

tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan

lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin

meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin

menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk

bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air

dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan

sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut.

Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin

cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah

tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin

tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yang

longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah

menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara

gemuruh. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban lereng

dan menurunkan kuat geser tanah.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 18: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

17

Selanjutnya, menurut Suryolelono (2005), pengaruh hujan dapat terjadi

di bagian-bagian lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama

berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan

dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola

yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak

diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng

dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi

rawan longsor.

Air permukaan yang membuat tanah menjadi basah dan jenuh akan sangat

rawan terhadap longsor. Hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi berjalan

berkepanjangan lebih dari 1 atau 2 hari, akan berpeluang untuk menimbulkan

tanah longsor (Soedrajat, 2007). Selanjutnya, (Litbang Departemen Pertanian,

2006) hujan dengan curahan dan intensitas tinggi, misalnya 50 mm yang

berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan longsor, karena pada kondisi

tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah.

Ada dua tipe hujan, yaitu tipe hujan deras yang dapat mencapai 70 mm/jam

atau lebih dari 100 mm/hari. Tipe hujan deras sangat efektif memicu

longsoran pada lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air, misalnya

pada tanah lempung pasiran dan tanah pasir. Sedangkan tipe hujan normal,

curah hujan kurang dari 20 mm/hari. Tipe ini dapat menyebabkan longsor pada

lereng yang tersusun tanah kedap air apabila hujan berlangsung selama

beberapa minggu hingga lebih satu bulan (Anonim, 2007).

2.3.5 Faktor Geologi

Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah struktur

geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami (pelarutan), dan

gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah

kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan,

dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan

batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan

air meresap (Surono, 2003).

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 19: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

18

Tabel 4. Rangkuman Karakteristik Tanah Longsor NO PERIHAL RANGKUMAN 1

2

3

4

5

6

Fenomena Sebab Akibat

Karakteristik

umum

Bisa diramalkan

Faktor-faktor yang memberikan

kontribusi terhadap kerentanan

Pengaruh-pengaruh umum

yang merugikan

Tindakan pengurangan resiko yang memungkinkan

Meluncurnya tanah pada lereng dan bebatuan sebgai

akibat getaran-getaran yang terjadi secara alami,

perubahan-perubahan secara langsung kandungan air,

hilangnya dukungan yang berdekatan, pengisian beban,

pelapukan, atau manipulasi manusia terhadap jalur-jalur air

dan komposisi lereng. Tanah longsor berbeda-beda dalam tipe gerakannya (jatuh,

meluncur, tumbang, menyebar ke samping, mengalir), dan

mungkin pengaruh-pengaruh sekundernya adalah badai

yang kencang, gempa umi dan letusan gunung berapi.

Tanah longsor lebih menyebar dibandingkan dengan

kejadian geologi lainnya.

Frekuensi kemunculannya, tingkat, dan konsekuensi dari

tanah longsor bisa diperkirakan dan daerah-daerah yang beresiko tinggi ditetapkan dengan penggunaan informasi

pada area geolog, geomorphologi, hidrologi, & klimatologi

dan vegetasi.

Tempat tinggal yang dibangun pada lereng terjal,

tanah yang lembek, puncak batu karang.

Tempat hunian yang dibangun pada dasar lereng

yang terjal, pada mulutmulut sungai dari lembah-

lembah gunung. Jalan-jalan, jalur-jalur komunikasi di daerah-daerah

pegunungan. Bangunan dengan pondasi lemah.

Jalur-jalur pipa yang ditanam, pipa-pipa yang mudah

patah.

Kurangnya pemahaman akan bahaya tanah longsor.

Kerusakan fisik- Segala sesuatu yang berada di atas atau

pada jalur tanah longsor akan menderita kerusakan. Puing-puing bisa menutup jalan-jalan, jalur komunikasi atau jalan-

jalan air. Pengaruh-pengaruh tidak langsung bisa

mencakup kerugian produktifitas pertanian atau lahan-

lahan hutan, banjir, berkurangnya nilai property. Korban –

kematian terjadi karena runtuhnya lereng. Luncuran

puingpuing yang hebat atau aliran Lumpur telah membunuh

beribu-ribu orang.

Pemetaan bahaya Legislasi dan peraturan penggunaan bahaya

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 20: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

19

7

8

9

Tindakan kesiapan khusus

Kebutuhan khusus pasca bencana

Alat-alat penilaian dampak

Asuransi

Pendidikan komunitas

Monitoring sistem peringatan dan sistem evakuasi

SAR (penggunaan peralatan untuk memindahkan

tanah) Bantuan medis, emergensi tempat berlindung bagi

yang tidak memiliki tempat tinggal.

Formulir-formulir pengkajian kerusakan

Sumber : UNDP 1992

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng

Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari

tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain:

kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi

setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat

kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti

patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991).

Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993,

dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :

Pelapukan (fisika, kimia dan biologi),

Erosi,

Penurunan tanah (ground subsidence),

Deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah),

Getaran dan aktivitas seismik,

Jatuhan tepra

Perubahan rejim air.

Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh

kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %)

dan kejenuhan air (saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus longsor, hujan

sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang

menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan

kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor

Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991).

Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan

bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di

puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian juga

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 21: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

20

pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat

menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng. Letak atau posisi

tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng

(Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup menyebabkan alur-alur pada

beberapa daerah tertentu. Penghanyutan yang semakin meningkat akhirnya

mengakibatkan terjadinya longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi ini erosi

tentunya memegang peranan penting. Penyebab lain dari kejadian longsor adalah

gangguan-gangguan internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri

terutama karena ikutsertanya peranan air dalam tubuh lereng; Kondisi ini tak

lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang

meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar airtanah, derajat kejenuhan, atau

muka air tanah.

Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan

meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari

massa lereng (lihat rumus Faktor Keamanan). Debit air tanah juga membesar

dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion) meningkat.

Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan,

lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan,

1993). Kejadian di Sodonghilir dan Taraju (1992); Bukit Lantiak, Padang dan

Sagalaherang, Ciamis (1999), dan kejadian di beberapa tempat lainnya

umumnya disebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik tanah karena kehadiran air

dalam tubuh lereng (Tabel 5). Tabel 5. Penyebab Longsor Di Berbagai Tempat

Sumber : Kompas (2001)

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 22: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

21

2.4.1. Gempa atau Getaran. Banyak kejadian longsor terjadi akibat gempa bumi. Gempa bumi Tes di

Sumatera Selatan tahun 1952 dan di Wonosobo tahun 1924, juga di Assam

27 Maret 1964 menyebabkan timbulnya tanah longsor (Pangular, 1985).

Demikian juga di Jayawijaya, Irian Jaya tahun 1987 (Siagian, 1989, dalam

Tadjudin, 1996) dan di Sindangwanggu, Majalengka tahun 1990 (Soehaimi,

et.al., 1990). Di jalur keretaapi Jakarta-Yogyakarta dekat Purwokerto tahun 1947

(Pangular, 1985) akibat getaran dan di Cadas Pangeran, Sumedang bulan April;

1995, selain morfologi dan sifat fisik/mekanik material tanah lapukan breksi,

getaran kendaraan pun ikut ambil bagian dalam kejadian longsor. Gempa di

India dan Peru (2000) juga menyebabkan longsor.

2.4.2 Cuaca / Iklim

Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi

kadar air (water content; w, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %). Pada

beberapa kasus longsor di Jawa Barat, air hujan seringkali menjadi pemicu

terjadinya longsor. Hujan dapat meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih

jauh akan menyebabkan kondisi fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan

kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah (mempengaruhi

kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan Faktor Kemanan lereng

(Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zufialdi, 1993). Kondisi

lingkungan geologi fisik sangat berperan dalam kejadian gerakan tanah selain

kurangnya kepedulian masyarakat karena kurang informasi ataupun karena

semakin merebaknya pengembangan wilayah yang mengambil tempat di daerah

yang mempunyai masalah lereng rawan longsor.

2.4.3 Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng

Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak)

mengikutsertakan peranan aktifitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan,

terutama memandang aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat

perumahan (real estate) atau villa di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit

merupakan tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi

tersebut menyebabkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam tubuh

lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan

lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak

menurunkan Faktor Keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng,

makin besar pula penurunan Faktor Keamanan lerengnya, sehingga lereng

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 23: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

22

makin labil atau makin rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi

seperti ini. Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas

penambangan bahan galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan,

jalan dan lainlain, atau erosi (Hirnawan, 1993). Kasus longsor yang disebabkan oleh

kondisi ketidakseimbangan beban pada lereng antara lain:

1) longsor di tempat penggalian trass di tepi jalan raya Lembang akibat

penggalian bahan baku bangunan dengan cara membuat tebing yang hampir

tegak lurus;

2) longsor sekitar jalan di Bandung Utara akibat pemangkasan untuk kawasan

perumahan (real estate);

3) longsoran di tepi sungai Cipeles (Jalan raya Bandung-Cirebon) juga

diakibatkan oleh kondisi ketidakseimbangan beban.

2.4.4. Vegetasi / Tumbuh-tumbuhan

Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada

beberapa daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah

longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor erosi.

Letak atau posisi penutup tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi

Faktor Keamanan Lereng. Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng

akan memperkuat kestabilan lereng, sebaliknya penanaman tanaman keras di

puncak lereng justru akan menurunkan Faktor Keamanan Lereng sehingga

memperlemah kestabilan lereng (Hirnawan, 1993). Penyebab lain dari kejadian

longsor adalah gangguan internal yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri

terutama karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng;

2.4.5. Naiknya Muka Air Tanah

Kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi

kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili

oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan,

atau muka airtanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan

mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang

berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material

tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan

meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion).

Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan,

ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 24: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

23

BAB III METODE PENANGGULANGAN KELONGSORAN

3.1 Penanggulangan Longsor

Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran adalah adalah tindakan

yang bersifat pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dimaksudkan

untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsor, sedangkan tindakan korektif

dilakukan setelah longsor terjadi. Menurut umur kestabilannya, tindakan korektif

dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu penanggulangan darurat dan

penanggulangan permanen.

3.1.1 Pencegahan

Pencegahan adalah tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya

kerusakan-kerusakan yang lebih parah pada daerah-daerah yang berpotensi

longsor. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Menghindari penambahan gaya pada bagian atas lereng, misalnya tidak

melakukan penimbunan dan pembuatan bangunan di atas lereng.

Menghindari pemotongan/penggalian pada kaki lereng.

Mencegah terjadinya penggerusan sungai yang berakibat terganggunya

kemantapan lereng.

Mengeringkan genangan air pada bagian atas lereng.

Menutup cekungan-cekungan yang berpotensi menimbulkan genangan air.

Penghijauan pada lereng yang gundul.

Mengendalikan air permukaan pada lereng sehingga tidak terjadi erosi yang

menimbulkan alur dalam.

Penggunaan bangunan penambat, misalnya tiang pancang, tembok penahan, bored pile, bronjong, dan lain-lain.

Pengaturan tata guna lahan.

3.1.2 Penanggulangan Darurat

Penanggulangan darurat adalah tindakan korektif yang sifatnya sementara

dan umumnya dilakukan sebelum penanggulangan permanen dilaksanakan.

Penanggulangan darurat dapat dilaksanakan dengan tindakan-tindakan sebagai

berikut:

Mencegah masuknya air permukaan ke dalam area longsoran dengan cara

membuat saluran terbuka.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 25: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

24

Mengeringkan genangan air yang berada pada bagian atas longsoran.

Mengalirkan genangan air dan mata air yang tertimbun maupun yang terbuka.

Menutup rekahan dengan tanah liat.

Membuat beban kontra (counter weight) pada kaki longsoran, misalnya dengan

bronjong ataupun karung yang berisi tanah.

Pelebaran ke arah tebing.

Pemotongan bagian kepala longsoran.

3.1.3 Penanggulangan Permanen

Penanggulangan permanen memerlukan waktu untuk penyelidikan, analisis,

dan perencanaan yang matang. Metode penanggulangan longsoran dibedakan

menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:

a. Mengurangi gaya-gaya yang menimbulkan gerakan tanah dengan cara:

Mengubah geometri lereng

Mengendalikan air permukaan

b. Menambah gaya-gaya yang menahan gerakan tanah dengan cara:

Mengendalikan air rembesan

Penambatan

Beban kontra (counter weight)

c. Jika kedua metode di atas tidak dapat mengatasi longsoran yang terjadi maka

dilakukan penanggulangan dengan tindakan lain, misalnya:

Stabilisasi

Relokasi

Bangunan silang

Bangunan bahan ringan

3.2 Pemilihan Tipe Penanggulangan

Pemilihan tipe penanggulangan gerakan tanah disesuaikan dengan tipe gerakan, faktor penyebab, dan kemungkinan untuk dapat dikerjakan (work ability).

Pemilihan tipe penanggulangan juga harus memperhatikan faktor-faktor yang

berkaitan dengan pelaksanaan, yaitu tingkat kepentingan, aspek sosial, dan

ketersediaan material di sekitar lokasi longsoran.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 26: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

25

3.2.1 Mengubah Geometri Lereng Pengubahan geometri lereng dapat dilakukan dengan pemotongan dan

penimbunan (cut and fill). Bagian yang dipotong disesuaikan dengan geometri

daerah longsoran, sedangkan penimbunan dilakukan di kaki lereng. Pemotongan

geometri terdiri dari:

Pemotongan kepala (bagian atas) lereng.

Pelandaian.

Penanggaan.

Pemotongan habis.

Pengupasan tebing.

Pengupasan lereng.

Pada prinsipnya pemotongan lereng bertujuan untuk mengurangi tegangan.

Jadi pemotongan harus dilakukan pada bagian yang banyak menimbulkan tegangan

tangensial. Tebing yang rawan longsor dan memiliki sudut kemiringan lebih besar

dari sudut geser dalam tanahnya sebaiknya dilandaikan sampai mencapai sudut

lereng yang aman, yaitu mendekati sudut geser dalam tanahnya. Penetapan metode

ini perlu mempertimbangkan mekanisme longsoran yang terjadi. Pemotongan tidak

efektif untuk tipe longsoran berantai yang gerakannya dimulai dari bagian kaki

lereng. Cara pemotongan juga tidak disarankan untuk gerakan tanah tipe aliran,

kecuali disertai dengan tata salir yang memadai.

Mengubah geometri lereng dengan cara penimbunan dilakukan dengan

memberikan beban berupa timbunan pada area kaki lereng yang berfungsi untuk

menambah momen perlawanan. Penanggulangan ini hanya cocok untuk longsoran

rotasi tunggal yang massa tanahnya relatif utuh di mana bidang rotasinya terletak di

dalam area longsoran.

Pemilihan metode penimbunan diperkenankan dengan memperhatikan hal-

hal sebagai berikut:

Timbunan tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya

Timbunan tidak mengganggu drainase permukaan dan tidak membentuk

cekungan yang memungkinkan terjadinya genangan air.

Timbunan terletak di antara bidang netral dan ujung kaki longsoran.

Metode pengubahan geometri harus memperhatikan keberadaan bangunan

di sekitar lokasi longsoran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

Pemotongan kepala longsoran tidak diperkenankan jika terdapat bangunan di

dekatnya.

Pelandaian dapat dilakukan jika bangunan terletak di kaki longsoran.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 27: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

26

Pemotongan seluruhnya hanya boleh dilakukan bila bangunan terletak di ujung

kaki longsoran.

Penanggan umumnya dapat dilakukan jika bangunan berada di dekat kepala, di

tengah, maupun di kaki longsoran.

Penimbunan tidak diperkenankan bila bangunan terletak pada kaki longsoran.

3.2.2 Mengendalikan Air Permukaan

Mengendalikan air permukaan merupakan langkah awal dari setiap rencana

penanggulangan longsoran. Pengendalian air permukaan ini bertujuan untuk

mengurangi berat massa tanah yang bergerak dan menambah kekuatan material

pembentuk lereng. Dua hal yang harus diperhatikan adalah air permukaan yang

akan mengalir pada permukaan lereng dan yang akan meresap ke dalam tanah. Air

permukaan harus dicegah agar tidak mengalir menuju area longsoran, sedangkan

mata air, rembesan, dan genangan di area longsoran harus dialirkan ke luar.

Mengendalikan air permukaan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai

berikut:

a. Menanam Tumbuhan

Penanaman tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah erosi tanah permukaan.

b. Tata Salir

Tata salir/saluran permukaan sebaiknya dibuat pada bagian luar longsoran dan

mengelilingi longsoran sehingga mencegah air limpasan yang datang dari

tempat yang lebih tinggi mengalir masuk ke area longsoran.

Jika terpaksa membuat saluran terbuka di badan longsoran, maka harus

diperhatikan hal-hal berikut:

Dasar saluran harus kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup sehingga

air bisa mengalir dengan cepat dan tidak meresap ke badan longsoran.

Dimensi saluran juga harus diperhitungkan terhadap debit dan kecepatan

aliran yang dikehendaki.

c. Menutup Rekahan

Penutupan rekahan dapat memperbaiki kondisi pengaliran air permukaan pada

lereng. Penutupan rekahan mencegah masuknya air permukaan sehingga tidak

menimbulkan tekanan hidrostatis dan tidak membuat tanah yang bergerak

menjadi lembek.

d. Perbaikan Permukaan Lereng

Perbaikan permukaan lereng dapat dilakukan dengan meratakan

permukaannya, misalanya dengan memotong gundukan dan menutup cekungan

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 28: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

27

sehingga dapat mempercepat aliran air limpasan dan mengurangi terjadinya

resapan. Metode ini bisa dikombinasikan dengan metode lain.

3.2.3 Mengendalikan Air Rembesan (Drainase Bawah Permukaan)

Mengeringkan atau menurunkan muka air tanah dengan mengendalikan air

tanah merupakan usaha yang sulit dan membutuhkan penyelidikan yang cermat.

Metode pengendalian air rembesan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

a. Sumur Dalam

Digunakan untuk menanggulangi longsoran yang bidang longsornya relatif

dalam dan efektif digunakan pada daerah longsoran yang bermaterial lulus

air. Cara ini dinilai cukup mahal karena harus melakukan pemompaan secara

terus-menerus.

b. Penyalir Tegak (Saluran Tegak)

Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan air tanah sementara ke

lapisan lulus air di bawahnya, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik.

Efektifitas dari metode ini tergantung pada kondisi air tanah dan

perlapisannya.

c. Penyalir Mendatar (Saluran Mendatar)

Penyalir mendatar dibuat untuk mengalirkan air atau menurunkan muka air

tanah pada daerah longsoran. Metode ini dapat digunakan pada longsoran

besar yang bidang longsornya dalam dengan membuat lubang setengah

mendatar hingga mencapai sumber airnya. Air dialirkan melalui pipa dengan

diameter 5 cm atau lebih yang berlubang-lubang pada

dindingnya.Penempatan pipa penyalir tergantung pada jenis material yang

akan diturunkan muka air tanahnya. Untuk material berbutir halus jarak antar

pipa 3-8 meter, sedangkan untuk material kasar berjarak 8–15 meter.

Efektifitas cara ini tergantung dari permeabilitas tanah yang mempengaruhi

banyaknya air yang bisa dialirkan keluar.

d. Pelantar

Pelantar sangat efektif untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran

yang besar, tapi pengerjaannya sangat sulit dan mahal. Cara ini lebih banyak

dipakai pada lapisan batu, karena umumnya memerlukan penyangga yang

lebih sedikit dibandingkan bila dilakukan pada tanah. Agar berfungsi

maksimal, pelantar digali di bawah bidang longsor. Kemudian dari atas dibuat

lubang yang berhubungan dengan pelantar untuk mempercepat aliran air

dalam material yang longsor.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 29: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

28

e. Sumur Pelega

Sumur pelega efektif untuk menanggulangi longsoran berskala kecil yang

disebabkan oleh rembesan. Sumur tersebut dibuat dengan menggali kaki

longsoran, dan galian ini harus segera diisi dengan batu. Hal ini untuk

menjaga agar tidak kehilangan gaya penahan yang dapat mengakibatkan

longsoran yang lebih besar.

f. Penyalir Parit Pencegat (Saluran Pemotong)

Penyalir parit pencegat dibuat untuk memotong aliran air tanah yang masuk

ke dalam longsoran. Parit ini dibuat di bagian atas mahkota longsoran sampai

ke lapisan kedap air, sehingga aliran air tanah tercegat oleh parit tersebut.

Pada dasar galian dipasang pipa dengan dinding berlubang untuk

mengalirkan air tanah. Pipa ini kemudian ditimbun dengan material yang bisa

berfungsi sebagai penyalir filter. Cara ini dapat dilakukan bila kedalaman

lapisan kedap air tidak lebih dari 5 meter. Efektifitas cara ini tergantung pada

kondisi air tanah dan perlapisannya.

g. Penyalir Liput

Penyalir liput dipasang di antara lereng alam dan timbunan yang sebaiknya

dilakukan pengupasan pada lereng alam sampai tanah keras. Sebelum

penyalir liput dipasang, material berbutir dari penyalir ini dihamparkan

menutupi seluruh lereng yang akan ditimbun. Air yang mengalir melalui

penyalir liput ini ditampung pada penyalir terbuka yang digali di bawah

timbunan.

h. Elektro Osmosis

Elektro osmosis merupakan salah satu cara penanggulangan longsoran

khususnya pada lanau dan lempung kelanauan. Cara ini jarang digunakan

karena relatif mahal dan tidak menyelesaikan masalah dengan tuntas bila

proses elektro osmosis tidak berjalan dengan baik. Metode ini dilakukan

dengan cara menempatkan 2 (dua) elektroda sampai pada kedalaman

lapisan jenuh air yang akan dikeringkan, kemudian arus listrik searah

dialirkan. Arus listrik terimbas menyebabkan air pori mengalir dari anoda ke

katoda. Elektroda diatur agar tekanan air menjauhi lereng yang berfungsi

mengurangi kadar air dan tekanan air pori sehingga meningkatkan

kemantapan lereng.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 30: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

29

3.2.4 Penambatan Metode penambatan ini terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu penambatan

tanah dan penambatan batuan. Penambatan tanah terdiri dari:

Tembok penahan

Sumuran

Tiang pancang

Turap baja

Bored pile

Sedangkan penambatan batuan terdiri dari:

Tumpuan beton

Baut batuan

Pengikat beton

Jangkar kabel

Jala kawat

Tembok penahan batu

Beton semprot

Dinding tipis

Penjelasan dari metode penambatan adalah sebagai berikut.

a. Tembok Penahan

Gambar 7. Tembok Penahan

Tembok penahan dibuat dari pasangan batu, beton, atau beton bertulang.

Keberhasilan tembok penahan tergantung dari kemampuan menahan geseran

dan stabilitas terhadap guling. Selain untuk menahan gerakan tanah, juga

berfungsi melindungi bangunan dari runtuhan. Tembok penahan harus diberi

fasilitas drainase dan pipa salir sehingga tidak terjadi tekanan hidrostatis yang

besar.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 31: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

30

b. Sumuran

Gambar 8. Sumuran

Cincin-cincin (gorong-gorong) beton pracetak dengan diameter 0,1 - 2,0 meter

dimasukkan ke dalam sumuran yang digali dengan kedalaman melebihi bidang

longsoran. Kemudian gorong-gorong diisi dengan beton tumbuk, beton cyclop,

atau material berbutir tergantung dari kekuatan geser yang dikehendaki.

Pelaksanaan penanggulangan dengan metode ini sebaiknya dilakukan pada

musim kemarau, pada saat tidak terjadi gerakan. Cara ini bisa dilakukan sampai

dengan kedalaman 15 meter.

c. Tiang Pancang

Gambar 9. Tiang Pancang

Tiang pancang cocok digunakan untuk pencegahan maupun penanggulangan

longsoran yang bidang longsornya tidak terlalu dalam, namun tidak cocok untuk

jenis tanah yang sensitif karena getaran yang terjadi pada saat pemancangan

dapat mencairkan massa tanah. Efektifitasnya juga tergantung pada

kemampuannya menembus lapisan tanah. Pada umumnya semua metode tiang

tidak cocok untuk gerakan tanah tipe aliran, karena tanahnya bersifat lembek

dan dapat lolos melalui sela-sela tiang.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 32: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

31

d. Bored Pile

Gambar 10. Bored Pile

e. Turap Baja

Gambar 11. Turap Baja

Untuk lapisan keras disarankan menggunakan tiang baja terbuka pada ujung-

ujungnya. Turap baja tidak efektif untuk menahan massa longsoran yang besar,

karena modulus perlawanannya yang kecil. Namun masalah ini dapat diatasi

dengan pemasangan ganda. Sedangkan tiang baja yang berbentuk pipa dapat

diisi beton atau komposit beton dengan baja profil untuk memperbesar modulus

perlawanannya.

f. Tumpuan Beton

Tumpuan beton digunakan untuk menyangga batuan yang menggantung akibat

tererosi atau pelapukan.

g. Baut Batuan

Baut batuan dipasang untuk memperkuat massa batu yang terbentuk oleh

adanya diskontinuitas kekar dan retakan agar lereng menjadi stabil.

h. Pengikat Beton

Umumnya dikombinasikan dengan baut batuan agar mengurangi penggunaan

baut batuan.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 33: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

32

i. Jangkar Kabel

Metode ini dilakukan bila massa batuan yang bergerak berukuran besar.

j. Jala Kawat

Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menjaga agar runtuhan batuan bisa

ditahan di satu tempat.

k. Tembok Penahan Batu

Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menahan fragmen batuan yang runtuh

dari atas.

l. Beton Semprot

Digunakan untuk memperkuat permukaan batu yang bersifat kekar, meluruh,

atau batuan lapuk.

m. Dinding tipis

Beberapa jenis batuan seperti serpih atau batuan lempung sangat mudah lapuk

bila tersingkap (terbuka). Untuk melindungi batuan tersebut, maka dipasang

dinding tipis dari batu bata, batu, atau beton pada permukaannya.

3.2.5 Beban Kontra (Counter Weight)

a. Bronjong

Gambar 12. Bronjong

Bronjong adalah bangunan berupa anyaman kawat yang diisi dengan batu

belah. Struktur bangunannya berbentuk persegi dengan ukuran sekitar (2 x 1 x

0,5) m³ yang disusun secara bertangga.

Keuntungan penggunaan bronjong antara lain sebagai berikut:

Bronjong adalah struktur yang tidak kaku sehingga dapat menahan gerak

vertikal maupun horisontal.

Bila runtuh masih bisa dimanfaatkan lagi.

Bersifat lulus air sehingga tidak menyebabkan terjadinya genangan air

permukaan.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 34: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

33

Pelaksanannya mudah.

Material mudah didapat.

Biayanya relatif lebih ekonomis.

Bronjong umumnya dipasang di kaki lereng yang juga berfungsi mencegah

penggerusan. Keberhasilan penggunaan bronjong sangat tergantung dari

kemampuannya dalam menahan geseran pada tanah di bawah alasnya. Oleh

karena itu bronjong harus diletakkan dengan mantap di bawah bidang longsoran.

Bronjong efektif bila digunakan untuk longsoran dangkal, namun tidak efektif untuk longsoran berantai (multiple slide).

b. Tanah Bertulang

Tanah bertulang berfungsi menambah tahanan geser. Konstruksi ini terdiri dari

timbunan tanah berbutir yang diberi tulangan berupa pelat-pelat baja strip dan

panel untuk menahan material berbutir. Bangunan ini pada umumnya

ditempatkan di ujung kaki lereng dan dipasang pada dasar yang kuat di bawah

bidang longsoran.

c. Dinding Penopang Isian Batu

Cara penanggulangan ini dilakukan dengan penimbunan pada bagian kaki

longsoran dengan material berbutir kasar yang dipadatkan dan berfungsi

menambah tahanan geser. Penanggulangan ini bisa digunakan untuk longsoran

rotasi maupun translasi.

Dalam pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya.

Alas isian batu harus diletakkan di bawah bidang longsoran sedalam 1,5 –

3,0 meter.

3.2.6 Tindakan Lain

Tindakan ini diambil bila penanggulangan dengan metode-metode yang telah

diuraikan di atas tidak bisa diterapkan. Tindakan ini meliputi penggunaan bahan

ringan, penggantian material, stabilisasi, bangunan silang, dan relokasi.

a. Penggunaan Bahan Ringan

Penanggulangan dengan metode ini dilakukan dengan mengganti material yang

longsor dengan bahan yang lebih ringan untuk mengurangi gaya dorong. Cara

ini hanya digunakan pada longsoran rotasi yang berskala kecil. Bahan ringan

yang umum digunakan adalah batu apung, abu sekam, polisterin, serbuk gergaji,

dan lain-lain.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 35: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

34

b. Penggantian Material

Penanggulangan ini dilakukan dengan cara mengganti material yang longsor

dengan material berbutir yang mempunyai kuat geser lebih tinggi atau dengan

memadatkan kembali material yang ada secara berlapis. Cara ini hanya

digunakan untuk longsoran rotasi tunggal yang berskala kecil. Cara ini bertujuan

menambah tahanan sepanjang bidang longsoran dan sekaligus sebagai

drainase bila menggunakan material berbutir.

Dalam pemilihan metode ini, harus diperhatikan:

Hanya digunakan untuk longsoran pada lereng yang tidak terlalu terjal.

Harus ada ikatan antara material pengganti dengan bagian yang mantap di

bawah bidang longsoran.

c. Stabilisasi

Stabilisasi bertujuan meningkatkan kuat geser dari material longsor. Proses

stabilisasi lereng bisa dilakukan secara menyeluruh, pada bagiankaki, atau berupa tiang-tiang. Stabilisasi dilakukan dengan cara grouting atau injeksi

melalui retakan, celah-celah, atau lubang-lubang buatan. Material yang

digunakan untuk stabilisasi antara lain kapur dan semen yang efektif pada

material berbutir kasar. Keberhasilan metode ini tergantung dari peningkatan

kuat geser material, terutama sepanjang bidang longsorannya. Stabilisasi

kurang efektif dan sulit pelaksanaannya bila dilakukan pada tanah lempung.

Pemilihan metode ini harus mempertimabangkan hal-hal berikut ini:

Letak/kedalaman bidang longsoran

Gradasi material yang distabilisasi

Adanya lapisan rembes air yang harus dikeringkan atau diberi drainase agar

tidak menimbulkan tekanan hidrostatik.

Stabilisasi lebih efektif dilakukan pada musim kemarau, saat longsoran

relatif diam.

d. Bangunan Silang

Bangunan silang adalah jembatan atau talang yang dibuat melintasi lokasi

longsoran. Cara ini jarang dilakukan karena relatif mahal.

Penggunaan bangunan silang harus mempertimbangkan hal-hal berikut:

Pennggulangan ini hanya efektif untuk longsoran yang kecil dan lereng

dengan kecuraman lebih dari 2 : 1.

Jika menggunakan pilar di tengah-tengah area longsoran harus dibuat

sedemikian rupa sehingga aman.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 36: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

35

e. Relokasi

Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan bangunan, misalnya jalan,

saluran, atau pemukiman ke tempat lain yang lebih aman.

Penanggulangan ini merupakan pilihan terakhir yang dapat diambil jika cara-cara

lain tidak bisa diterapkan.

Pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal berikut:

Lokasi yang baru harus relatif lebih aman dan tidak akan menimbulkan

masalah baru dari sudut kemiringan, drainase, dan lain-lain.

Lokasi yang baru tidak menimbulkan dampak sosial yang buruk bagi

masyarakat.

Hanya boleh dilakukan bila cara-cara yang lain tidak memungkinkan untuk

dilaksanakan.

3.2.7 Upaya Pengelolaan Lingkungan

Pengelolan lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi, mencegah dan

menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif. Kajiannya

didasari pula oleh studi kelayakan teknik atau studi geologi yang mencakup

geologi teknik, mekanika tanah dan hidrogeologi. Dengan demikian pendekatan

dalam menangani lereng rawan longsor selain didasari oleh hasil rekomendasi

studi kelayakan teknik atau studi geologi, juga didasari pula oleh pengelolaan

lingkungannya. Diharapkan mengenai lereng rawan longsor dapat dikenal lebih

jauh lagi sehingga dapat mengantisipasi kekuatan dan keruntuhan suatu lereng.

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kondisi fisik dan

mekanik perlu diketahui pula. Pengaruh kenaikan kadar air, peletakan beban,

penanaman vegetasi dan kondisi kegempaan/getaran terhadap tubuh lereng,

merupakan kajian yang paling baik untuk mengenal kondisi suatu lereng.

Secara umum pencegahan/penanggulangan lereng longsor adalah

mencoba mengendalikan faktor-faktor penyebab maupun pemicunya. Kendati

demikian, tidak semua faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan kecuali dikurangi.

Beberapa cara pencegahan atau upaya stabilitas lereng adalah sebagai berikut :

(1) Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara :

Pemangkasan lereng;

Pemotongan lereng atau cut; biasanya digabungkan dengan

pengisian/pengurugan atau fill di kaki lereng;

Pembuatan undak-undak, dan sebagainya

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 37: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

36

(2) Menambah beban di kaki lereng dengan cara :

Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup lama).

Membuat dinding penahan (bisa dilakukan relatif cepat; dinding penahan

atau retaining wall harus didesain terlebih dahulu)

Membuat ‘bronjong’, batu-batu bentuk menyudut diikatkan dengan kawat;

bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama dibandingkan

dengan bentuk bulat, dan sebagainya

(3) Mencegah lereng jenuh dengan air tanah atau mengurangi kenaikan kadar air

tanah di dalam tubuh lereng Kadar air tanah dan muka air tanah biasanya

muncul pada musim hujan, pencegahan dengan cara :

Membuat beberapa penyalir air (dari bambu atau pipa paralon) di

kemiringan lereng dekat ke kaki lereng. Gunanya adalah supaya muka air

tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar, sehingga

muka air tanah turun

Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak lereng sehingga

evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang jatuh akan masuk ke tubuh

lereng (infiltrasi). Infiltrasi dikendalikan dengan cara tersebut.

Peliputan rerumputan. Cara yang sama untuk mengurangi pemasukan

atau infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu peliputan rerumputan

jika disertai dengan desain drainase juga akan mengendalikan run-off.

(4) Mengendalikan air permukaan dengan cara:

Membuat desain drainase yang memadai sehingga air permukaan dari

puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar dan infiltrasi berkurang.

Penanaman vegetasi dan peliputan rerumputan juga mengurangi air

larian (run-off) sehingga erosi permukaan dapat dikurangi.

Gambar 13. Beberapa Upaya Peningkatan Stabilitas Lereng

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 38: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

37

BAB II KESIMPULAN

Pada suatu lereng bekerja gaya-gaya yang terdiri dari gaya pendorong dan juga

penahan. Gaya pendorong adalah gaya tangensial. dari berat massa tanah, sedangkan

gaya penahan berupa tahanan geser tanah. Analisa kemantapan suatu lereng harus

dilakukan dengan memperhitungkan besarnya gaya pendorong dan gaya penahan. Suatu

lereng akan longsor bila keseimbangan gaya-gaya yang bekerja terganggu, yaitu gaya

pendorong melampaui gaya penahan. Oleh karena itu prinsip penanggulangan longsoran

adalah mengurangi gaya pendorong atau menambah gaya penahan. Penanggulangan yang

baik adalah penanggulangan yang dapat mengatasi masalah secara tuntas dengan biaya

yang relatif murah dan mudah pelaksanaannya. Penanggulangan sangat tergantung pada

tipe dan sifat gerakan tanah, kondisi lapangan dan geologi. Penanggulangan yang hanya

didasarkan coba-coba umumnya kurang berhasil.

Kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya penanggulangan yang belum tepat dan

memadai. Disamping itu longsoran-longsoran yang tidak sederhana / kompleks,

penanggulangannya memerlukan analisa yang lebih teliti berdasarkan data yang lebih

lengkap. Cara-cara penanggulangan longsoran dengan mengurangi gaya pendorong dapat

dilakukan antara lain dengan pemotongan dan pengendalian air permukaan, sedangkan

penanggulangan yang menambah gaya penahan antara lain dengan pengendalian air

rembesan dan penambatan. Dalam hal ini akan dibahas beberapa metoda penanggulangan

yang terdiri dari mengubah geometri lereng, pengendalian air permukaan, mengendalikan

air rembesan, penambatan dan tindakan lainnya.

Dengan adanya penanggulangan akan longsor atau bergeraknya tanah, infrastruktur

yang akan atau telah dilaksanakan dapat dijaga dengan baik sehingga dapat berfungsi

dengan baik dalam menjaga lalu lintas atau transportasi yang digunakan oleh masyarakat.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 39: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

38

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F., 2010, Tinjauan Longsoran pada Ruas Jalan Akses - Pelabuhan

Gorontalo, Prosiding Simposium Nasional XIII FSTPT, Universitas Katolik

Soegijapranata, Semarang, hal 1 – 10.

Aliu, S. W., 2010, Tinjauan Debit Rancangan Kanal Tamalate, Tugas Akhir D3

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNG (tidak dipublikasikan

Cornforth, D. H., 2005, Landslides in Practice Investigation, Analysis, and

Remedial/Preventative Options in Soils, John Wiley and Sons, Inc., Hoboken,

New Jersey.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Bidang Pelayanan IPTEK Puslitbang

Prasarana Transportasi Balitbang, 2004, Advis Teknik Longsoran dan

Penggunaan Geosintetik untuk Penanganan Longsoran Studi Kasus Jalan Akses

Pelabuhan, P3JJ, Gorontalo.

Hardiyatmo, H. C., 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.Hardiyatmo, H. C., 2007, Pemeliharaan Jalan Raya

Perkerasan, Drainase, Longsoran, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Karnawati, D., 2005, Geologi Umum dan Teknik, Program Studi S2 Teknik Sipil

UGM, Yogyakarta.

Rahardjo, P. P., 2002, Risiko Geoteknik dan Investigasi Forensik Pada Longsoran, Prosiding

Seminar Nasional Slope2002, HMJ-Teknik Sipil Universitas Parahyangan, Bandung,

hal. 197-203.

Suryolelono, K. B., 2003, Bencana Alam Tanah Longsor, Perspektif Ilmu Geoteknik, Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta (tidak dipublikasikan)

Agus Setyawan, Wahyu Wilopo, Supriyanto Suparno. 2006. Mengenal Bencana Alam

Tanah Longsor dan Mitigasinya. http://www.io.ppijepang.org/article.php?1d=196

[10 Jul 2007]

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 40: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

39

Alhasanah, Fauziah. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta

Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Tesis. Program

Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2007. Pencegahan Gerakan Tanah Dengan Identifikasi Zona Rentan.

http://www.d-infokom-jatim.go.id/news.php?id=11029 [26 Juli 2007]

Anwar,H.Z., Suwiyanto, E. Subowo, Karnawati, D., Sudaryanto, Ruslan, M. 2001.

Aplikasi Citra Satelit Dalam Penentuan Dareah Rawan Bencana Longsor. Pusat

Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Asdak, S. 1995. Hidrologi & Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

_______.2003. Faktor Hutan Geomorfologi, dan Anomali Iklim pada Bencana Longsor

di Hulu DAS Cimanuk. Hal 39-52 dalam Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana

Longsor di Kabupaten Garut. H. Ramdan (Ed.) Alqaprint Jatinangor. Sumedang.

Pemerintah Kabupaten Garut.

Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah

Tunggal Menggunakan SIG Studi Kasus Daerah Ciawi-PuncakPacet Jawa Barat.

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2: 7-16 Jurusan Ilmu Tanah, In Press (April

1999).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2007. Bogor. Humas

Kabupaten Bogor.

____________________. 2003. Kecamatan Babakan Madang Dalam Angka 2003.

Kerjasama Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor.

Dahlan, Endes N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota.

Bogor.

Darsoatmojo, A. Dan Soedradjat, G. M. 2002. Bencana Tanah Longsor Tahun 2001.

Year Book Mitigasi Bencana Tahun 2001.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 41: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

40

Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis).

Diterjemahkan : Endah, N. M. Dan I. B. M. Surya. Jakarta : Erlangga.

Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 1981. Gerakan Tanah di Indonesia. Direktorat

Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta.

[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Manajemen

Bencana Tanah Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005/0305/22/0802.

htm [14 Juli 2007]

[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2007. Pengenalan

Gerakan Tanah. http://www.merapi.vsi.esdm.go.id/?static/gerakantanah/

pengenalan.htm [18 Mei 2007]

Dwiyanto, JS. 2002. Penanggulangan Tanah Longsor dengan Grouting. Pusdi

Kebumian LEMLIT UNDIP, Semarang.

Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. Hermawan dan

Tri Endah Utami. 2003. Proses Soil Softening pada Bidang Diskontinuitas:

Faktor Utama Longsoran Besar. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1

Mei 2003. Hal 44-51.

Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000 (Evaluasi

dan Rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

Karnawati, Dwikorita. 2006. Wilayah yang Tak Pernah Luput Bencana oleh Madina

Nusrat. Artikel Internet. http://www.kompas.com/kompascetak/0601/14/Fokus/

2360408.htm [13 Jul 2007]

Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Tim Longsoran

Teknik Geologi UGM Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.

Lillesand, T. M. & R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 42: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

41

Litbang Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian di Lahan

Pegunungan. http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-II.pdf

[13 Juli 2007]

Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta.

Mustafril, 2003. Analisis Stabilitas Lereng Untuk Konservasi Tanah dan Air di

Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut. Tesis. Program Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor.

Naryanto, N.S. 2002. Evaluasi dan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Pulau

Jawa Tahun 2001. BPPT. Jakarta.

Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Paripurno, ET. 2006. Pengenalan Longsor Untuk Penanggulangan Bencana. Di dalam:

[UNDP] United Nation Development Program. Pustaka Pelajar dan Oxfam

B.G.,penerjemah;

Purwowidodo. 2003. Panduan Praktikum Ilmu Tanah Hutan : Mengenal Tanah.

Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

IPB.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Sumberdaya Lahan

Indonesia dan Pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Departemen Pertanian, Jakarta.

Rejekiningrum, Popi. 2007. Teknologi Inderaja dan SIG untuk Identifikasi Potensi Bencana

Kekeringan, Banjir, dan Longsor. Paper Mata Kuliah Teknik Analisis Citra Dijital

Untuk Kehutanan. Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Rusli, Salim ST. 2007. Waspada Hujan dan Longsor. Jakarta

Sangadji, Ismail. 2003. Formasi Geologi, Penggunaan Lahan, dan Pola Sebaran

Aktivitas Penduduk di Jabodetabek. Skripsi. Departemen Tanah Fakultas Pertanian

IPB.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 43: Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada

METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

42

Saptohartono, Endri. 2007. Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat

Kerawanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bandung.

Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. Institut Teknologi Bandung.

Sitorus, Santun R. P. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai

Kontrol Terhadap Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat

Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

Sudrajat, Adjat. 2007. Menunggu Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/

112007/16/0901.htm [15 Jan 2008].

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi.

Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi

Bencana Longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.

Suryolelono, K. B. 2005. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik.

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Teknik UGM. UGM Press. 96

Sutikno. 1997. Penanggulangan Tanah Longsor. Bahan Penyuluhan Bencana Alam

Gerakan Tanah. Jakarta.

_______. 2001. Tanah Longsor Goyang Pulau Jawa. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi. Bandung.

[UNDP] United Nation Development Program. 1992. Introduction of Hazard.Pustaka

Pelajar dan Oxfam B.G., penerjemah; Paripurno ET, editor.

Wahyono.2003. Evaluasi Geologi Teknik Atas kejadian Gerakan Tanah di Kompleks

Perumahan Lereng Bukit Gombel-Semarang. Kasus Longsoran Gombel, 8 Februari

2002. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 Mei 2003. Hal 32-43

Wahyu Wilopo, Priyono Suryanto. 2005. Agroforestri Alternatif Model Rekayasa Vegetasi

Pada Kawasan Rawan Longsor. J Hutan Rakyat 7 (1) : 1-15

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)