24
BAB I PENDAHULUAN I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang Dalam perkembangannya, kondisi penegakan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia semakin memprihatinkan dikarenakan semakin maraknya pelanggaran HAM berat yang terjadi. Dalam artikel yang ditulis oleh Agung Yudhawiranata disebutkan bahwa kasus Tanjung Priok, DOM Aceh, Irian, dan pelanggaran HAM di Timor- Timur sampai saat ini belum terselesaikan dikarenkan belum adanya instrumen perlindungan hukum yang memadai untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM tersebut. Kejahatan atau pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dikarenakan pelanggaran yang dilakukan berkaitan dengan hak-hak yang dimiliki oleh individu, maka dari sini diperlukan sebuah pengadilan yang berfungsi untuk mengadili perkara-perkara tertentu, dalam hal ini yaitu Hak Asasi Manusia. Pengadilan yang dimaksud adalah pengadilan HAM, pengadilan HAM merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan terhadap sauatu kelompok tertentu dan terhadap kejahatan kemanusiaan. Pengadilan HAM dikatakan khusus 1

Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dibawah peradilan umum, dan merupakan lex specialis dari Kitab Undang Hukum Pidana. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah Pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili kejahatan-kejahatan tertentu.

Citation preview

Page 1: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

I. Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Dalam perkembangannya, kondisi penegakan dan perlindungan Hak Asasi

Manusia di Indonesia semakin memprihatinkan dikarenakan semakin maraknya

pelanggaran HAM berat yang terjadi. Dalam artikel yang ditulis oleh Agung

Yudhawiranata disebutkan bahwa kasus Tanjung Priok, DOM Aceh, Irian, dan

pelanggaran HAM di Timor-Timur sampai saat ini belum terselesaikan

dikarenkan belum adanya instrumen perlindungan hukum yang memadai untuk

mengadili para pelaku pelanggaran HAM tersebut.

Kejahatan atau pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah kejahatan genosida

dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dikarenakan pelanggaran yang dilakukan

berkaitan dengan hak-hak yang dimiliki oleh individu, maka dari sini diperlukan

sebuah pengadilan yang berfungsi untuk mengadili perkara-perkara tertentu,

dalam hal ini yaitu Hak Asasi Manusia. Pengadilan yang dimaksud adalah

pengadilan HAM, pengadilan HAM merupakan jenis pengadilan yang khusus

untuk mengadili kejahatan terhadap sauatu kelompok tertentu dan terhadap

kejahatan kemanusiaan. Pengadilan HAM dikatakan khusus karena dari segi

penamaannya sudah spesifik menggunakan istilah pengadilan HAM.

Pengertian dari perlunya peradilan yang bersifat khusus inilah yang menjadi

landasan pemikiran untuk adanya pengadilan khusus yang dikenal dengan

pengadilan HAM. Oleh sebab itu, dengan adanya makalah ini penulis bermaksud

untuk membahas secara detail berkenaan dengan pengadilan HAM di Indonesia,

yang meliputi latar belakang lahirnya pengadilan HAM di Indonesia, landasan

yuridis pengadilan HAM di Indonesia, serta bagaimana penerapan dari pengadilan

HAM di Indonesia.

I.2 Rumusan Masalah

1

Page 2: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Dalam makalah ini penulis akan membahas beberapa pokok bahasan, antara

lain:

1. Bagaimana latar belakang terbentuknya pengadilan HAM di Indonesia?

2. Apa yang dimaksud dengan pengadilan HAM?

3. Apa landasan yuridis dari pengadilan HAM di Indonesia?

4. Bagaimana prosedur pengadilan HAM di Indonesia?

I.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan makalah ini yang pertama yaitu untuk memenuhi

tugas dari mata kuliah Hak Asasi Manusia, kemudian yang kedua yaitu untuk

memberikan pengetahuan kepada pembaca seputar pengadilan HAM di Indonesia.

Selain itu, dengan adanya makalah ini penulis berharap agar para pencari literatur

dapat menggunakan makalah ini sebagai sumber atau bahan bacaan yang dapat

dijadikan referensi.

2

Page 3: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

II. Pembahasan

II.1 Latar Belakang Pembentukan Pengadilan HAM di Indonesia

Seperti yang sudah penulis kemukaan di atas bahwasannya kondisi

penegakan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia semakin

memprihatinkan dikarenakan semakin maraknya pelanggaran HAM berat yang

terjadi. Kasus Tanjung Priok, DOM Aceh, Irian, dan pelanggaran HAM di Timor-

Timur sampai saat ini belum terselesaikan dikarenkan belum adanya instrumen

perlindungan hukum yang memadai untuk mengadili para pelaku pelanggaran

HAM tersebut. Hal inilah yang pada dasarnya menjadi dasar pertama dari

pembentukan pengadilan HAM di Indonesia

Pada masa orde baru (1965-1998), telah banyak kasus-kasus pelanggaran

HAM yang terjadi. Pemerintahan otoriter yang memerintah selama 30 tahun telah

banyak melakukan tindakan kejahatan HAM yang dilakukan karena perilaku

negara dan aparatur negaranya (Haryanto, 1999:31). Pelanggaran HAM pun juga

terjadi pasca pemerintahan orde baru. Kejahatan berupa kekerasan massa, konflik

antar etnis dan pembumihangusan Timor-Timur pasca jejak pendapat telah

menjadi penanda bahwa pelanggaran HAM di Indinesia semakin marak terjadi.

Dari kasus pembumihangusan di Timor-Timur mendorong dunia untuk

membentuk sebuah peradilan internasional (international tribunal) bagi para

pelakunya. Dorongan ini juga didasarkan atas ketidakpercayaan dunia

internasional terhadap sistem peradilan yang ada di Indonesia. Pelanggaran HAM

di Timor-Timur mempunyai nuansa khusus dikarenakan terdapat

penyalahggunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai fasilitator

sehingga akan sulit untuk mendapat keadilan di pengadilan bagi pelaku kejahatan.

Hal ini sejalan dengan praktik sistem peradilan pidana yang ada di

Indonesia. Sistem peradilan pidana Indonesia belum mampu memberikan keadilan

yang substansial. Peradilan pidana Indonesia masih sering memberikan toleransi

terhadap kejahatan-kejahatan tertentu, dengan konsekuensi yuridis pelaku

3

Page 4: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

kejahatannya harus dibebaskan. Termasuk terhadap kejahatan atau pelanggaran

HAM berat ini.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga diatur tentang

pelanggaran HAM berat seperti kejahatan yang berupa pembunuhan, perampasan

kemerdekaan, penyiksaan/ penganiayaan, dan pemerkosaan. Akan tetapi, jenis

kejahatan tersebut adalah jenis kejahatan yang sifatnya biasa, sehingga ketika

dibandingkan dengan pelanggaran HAM yang berat harus memenuhi beberapa

unsur atau karakteristik tertentu sesuai dengan Statuta Roma (1999) agar bisa

diklasifikasikan sebagai pelanggaran HAM yang berat.

Selain itu, sesuai dengan prinsip International Criminal Court, prinsip

universal yang tidak mungkin memperlakukan pelanggaran HAM berat sebagai

ordinary crimes dan adanya kualifikasi universal tentang crimes against humanity

masyarakat mengharuskan didayagunakannya pengadilan HAM yang bersifat

khusus, yang mengandung pula acara pidana yang bersifat khusus.

Pengertian tentang perlunya peradilan yang secara khusus dengan aturan

yang bersifat khusus pula inilah yang menjadi landasan pemikiran untuk adanya

pengadilan khusus yang dikenal dengan pengadilan HAM. Alasan yuridis lainnya

yang bisa menjadi landasan berdirinya pengadilan nasional adalah bahwa

pengadilan nasional merupakan “the primary forum” untuk mengadili para

pelanggar HAM berat (Abidin, 2005:3).

II.2 Pengertian Pengadilan HAM

II.2.1Gambaran Umum

Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dibawah

peradilan umum, dan merupakan lex specialis dari Kitab Undang Hukum

Pidana. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk

pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah Pengadilan HAM

dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili kejahatan-kejahatan tertentu.

Kejahatan yang termasuk dalam pengadilan HAM ini adalah kejahatan

genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang keduanya merupakan

pelanggaran HAM berat. Penamaan Pengadilan HAM yang mengadili

kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida ini dianggap tidak

4

Page 5: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

tepat, karena pelanggaran HAM yang berat dengan dua jenis kejahatan

tersebut adalah kejahatan yang merupakan bagian dari hukum pidana

internasional sehingga yang digunakan adalah seharusnya terminologi

“pengadilan pidana”.

Lepas dari penamaan Pengadilan HAM yang kurang tepat tersebut,

pembentuk Undang-Undang menyadari bahwa bahwa penanganan kejahatan

terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida adalah kejahatan luar biasa

yang tidak bisa ditangani dengan sistem peradilan pidana biasa. Pengaturan

yang sifatnya khusus ini didasarkan atas kerakteristik kejahatan yang

sifatnya khusus sehingga memerlukan pengaturan dan mekanisme yang juga

sifatnya khusus.

Pengaturan khusus ini dimulai sejak tahap penyelidikan dimana yang

berwenang adalah Komnas HAM sampai pengaturan tentang majelis hakim

dimana komposisinya berbeda dengan pengadilan pidana biasa. Dalam

pengadilan HAM ini komposisi hakim adalah lima orang yang mewajibkan

tiga orang diantaranya adalah hakim ad hoc. Namun, meskipun terdapat

kekhususan dalam penangannya, hukum acara yang digunakan, masih

menggunakan hukum acara pidana terutama prosedur pembuktiannya.

II.2.2Pengadilan HAM Setelah Disahkannya UU No. 26 Tahun 2000

Dalam makalah yang ditulis oleh Zainal Abidin (2011) dijelaskan

bahwa berdasarkan ketentuan UU No. 26 tahun 2000, pengadilan HAM

mengatur tentang yuridiksi atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat baik

setelah disahkanya UU ini maupun kasus-kasus pelanggaran HAM berat

sebelum disahkannya UU ini. Prosedur pembentukan pengadilan ini

mempunyai perbedaaan yang cukup mendasar. Dalam penanganan kasus-

kasus pelanggaran HAM berat setelah disahkannya UU ini tanpa melalui

rekomendasi dan keputusan presiden sebagaimana dalam pembentukan

pengadilan HAM ad hoc.

Prosedur pembentukan pengadilan HAM adalah berdasarkan adanya

dugaan telah terjadi kasus pelanggaran HAM yang berat. Dugaan adanya

kasus pelanggaran yang berat ini kemudian diselidiki oleh Komnas HAM

5

Page 6: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

dengan membentuk komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM (KPP HAM).

Hasil penyelidikan, jika ditemukan bukti bahwa terdapat dugaan adanya

pelanggaran HAM yang berat maka akan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung

untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan, dalam tahap ini kalau dari hasil

penyidikan menunjukkan adanya pelanggaran HAM yang berat maka

diteruskan untuk tahap penuntutan yang juga di lakukan oleh Kejaksaan

Agung. Berdasarkan bukti-bukti dan penuntutan yang diwujudkan dalam

surat dakwaan, kemudian digelar pengadilan HAM berdasarkan kompetensi

relatif pengadilan. Tempat pengadilan ini berada di pengadilan negeri

dimana locus dan tempos delictie terjadinya pelanggaran HAM yang berat.

II.2.3Pengadilan HAM Sebelum Disahkannya UU No. 26 Tahun 2000

Pengadilan HAM ad hoc adalah pengadilan yang dibentuk khusus

untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran HAM yang berat yang

dilakukan sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2000, berbeda dengan

Pengadilan HAM (permanen) yang dapat memeriksa dan mengadili perkara

pelanggaran HAM yang berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No.

26 Tahun 2000.

II.3 Landasan Yuridis Pengadilan HAM di Indonesia

Landasan yuridis dari pengadilan HAM di Indonesia diawalai ketika terjadi

penolakan penerbitan Perpu Nomor 1 Tahun 1999 dari pemerintah oleh DPR.

Setelah adanya penolakan Perpu oleh DPR maka pemerintah mengajukan

rancangan undang-undang tentang pengadilan HAM. Dalam penjelasannya

pengajuan RUU tentang Pengadilan HAM adalah pertama, merupakan

perwujudan tanggung jawab bangsa indonesia sebagai salah satu anggota PBB.

Dengan demikian merupakan salah satu misi yang mengembangkan tanggung

jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan deklarasi

HAM yang ditetapkan oleh perserikatan bangsa-bangsa, serta yang terdapat dalam

berbagai instrumen hukum lainnya yang mengatur mengenai HAM yang telah dan

atau diterima oleh negara Indonesia. Kedua, dalam rangka melaksanakan Tap

6

Page 7: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan sebagai tindak lanjut dari pasal 104

ayat 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999. Ketiga, untuk mengatasi keadaan

yang tidak menentu dibidang keamanan dan ketertiban umum, termasuk

perekonomian nasional. Keberadaan pengadilan HAM ini sekaligus diharapkan

dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap

penegakan hukum dan jaminan kepastian hukum mengenai penegakan HAM di

Indonesia.

Dari ketiga alasan di atas, landasan hukum dari pembentukan pengadilan

HAM untuk mengadili pelanggaran HAM berat adalah alasan yang ketiga dimana

terbentuknya pengadilan HAM ini adalah pelaksanaan dari TAP MPR No.

XVII/MPR/1998 tentang HAM dan sebagai tindak lanjut dari Pasal 104 ayat 1

Undangundang No. 39 Tahun 1999. Pasal 104 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia dan Komnas HAM menyatakan bahwa untuk

mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk pengadilan HAM di lingkungan

peradilan umum. Ayat 2 menyatakan pengadilan sebagaimana dimaksud ayat

dalam ayat 1 dibentuk dengan udang-undang dalam jangka waktu paling lama 4

tahun. Tidak sampai 4 tahun, undang-undang yang khusus mengatur tentang

Pengadilan HAM adalah Undangundang Nomor 26 Tahun 2000. UU No. 26

Tahun 2000 ini disahkan pada tanggal.

II.4 Perosedur Penerapan Pengadilan HAM di Indonesia

II.4.1Pengaturan Pengadilan HAM di Indonesia

Pengadilan HAM di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor

26 Tahun 2000. Pokok-pokok Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa

untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan

Hak Asasi Manusia serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan

perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu segera

dibentuk suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat sesuai dengan ketentuan Pasal

104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia; Bahwa pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk

menyelesaikan. pelanggaran hak asasi manusia yang berat telah diupayakan

7

Page 8: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang

dinilai tidak memadai, sehingga tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia menjadi undang-undang, dan oleh karena itu

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut perlu dicabut.

Berdasarkan pertimbangan diatas maka pengadilan HAM perlu dibentuk..

UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM ini juga dianggap

mempunyai banyak kelemahan yang mendasar dalam pengaturannya.

Kelamahan-kelemahan ini karena proses pengadopsian dari instrumen

internasional yang tidak lengkap dan mengalami banyak kesalahan.

Pengadopsian atas konsep kejahatan terhadap kemanusiaan dan tentang

delik tanggung jawab komando tidak memadai sehingga banyak

menimbulkan interpretasi dalam aplikasinya. Kelemahan lainnya adalah

tidak ada hukum acara dan pembuktian secara khusus dan masih banyak

menggunkan ketentuan yang berdasarkan KUHP.

II.4.2Kedudukan Pengadilan HAM

Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus yang berada di

lingkungan peradilan umum. Kedudukannya di daerah kabupaten atau

daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan

Negeri yang bersangkutan, sedangkan daerah khusus ibukota pengadilan

HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang

bersangkutan. pada saat undang-undang ini berlaku pertama kali maka

pengadilan HAM dibentuk di Jakarta Pusat, Surabaya, Medan, dan

Makassar.

Kedudukan dalam pengadilan HAM mengikuti Pengadilan Umum

atau Pengadilan Negeri termasuk dukungan administrasinya. Hal ini

membawa konsekuensi bahwa pengadilan HAM ini akan sangat tergantung

dengan dukungan dari pengadilan negeri tersebut. Dukungan administratif

itu adalah :

a. Ruangan Pengadilan

8

Page 9: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Ruangan pengadilan yang juga merupakan ruangan pengadilan untuk

kasus lainnya dan tidak ada ruangan yang khusus untuk pengadilan

HAM;

b. Staf Administrasi

Staf administrasi adalah staf yang menangani perkara pengadilan

HAM selain panitera yang juga bertugas untuk membantu para hakim

yang mengadili perkara pelanggaran HAM yang berat;

c. Panitera

Panitera ini adalah panitera biasa dan bukan panitera yang dibentuk

khusus untuk menangani kasus pelanggaran HAM yang berat.

Panitera ini juga menangani kasus lainnya; dan

d. Ruangan Hakim

Ruangan hakim untuk hakim ad hoc adalah ruangan tersendiri namun

untuk hakim karir yang merupakan hakim pengadilan setempat maka

mereka mempunyai ruangan tersendiri (Abidin, 2005:8).

II.4.3Ruang Lingkup Kewenangan Pengadilan HAM

Pengadilan HAM mempunyai wewenang untuk memeriksa dan

mengadili. Pengadilan HAM berwenang untuk memeriksa dan memutus

perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan di luar teritorial wilayah

NKRI oleh Warga Negara Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk

melindungi WNI yang melakukan pelanggaran HAM berat yang dilakukan

di luar batas teritorial, dalam arti tetap dihukum sesuai dengan Undang-

Undang tentang pengadilan Hak Asasi Manusia.

UU No. 26 Tahun 2000 memberikan larangan atau membatasi

kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi

manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah

18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan. Disini diartikan

bahwa seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang melakukan

pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus dalam Pengadilan

Negeri. Ketentuan tentang pembatasan perkecualian yurisdiksi terhadap

mereka yang berumur dibawah 18 tahun pada saat tindak pidana dilakukan

9

Page 10: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

(exclusion of jurisdiction over person under eighteen) sesuai dengan norma

yang diatur dalam Statuta Roma 1998.

Jenis-Jenis Kejahatan Yang Dapat Diadili

Jenis kejahatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat

yang dapat diperiksa atau diputus oleh pengadilan HAM adalah:

1. Kejahatan Genosida

Yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk

menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok

bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:

a. Membunuh anggota kelompok;

b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat

terhadap suatu kelompok;

c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan

mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau

sebagian;

d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah

kelahiran di dalam kelompok; dan

e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke

kelompok lain (Abidin, 2005:9).

2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari

serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa

serangan itu ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil yang

berupa:

a. Pembunuhan;

b. Pemusnahan;

c. Perbudakan;

d. Pengusiran dan pemindahan;

e. Perampasan kemerdekaan;

f. Penyiksaan;

g. Perkosaan;

10

Page 11: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok;

i. Penghilangan orang secara paksa; dan

j. Kejahatan apartheid (Yudhawiranata, yyyy:5)

2.4.4 Hukum Acara Pengadilan HAM

Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa hukum acara

yang digunakan adalah hukum acara yang berdasarkan hukum acara pidana

kecuali ditentukan lain dalam undangundang ini. Hal ini berarti hukum

acara yang akan digunakan untuk proses pemeriksaan dipengadilan

menggunakan hukum acara dengan mekanisme sesuai dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

UU No. 26 Tahun 2000 mengatur Kekhususan pengadilan HAM

diluar ketentuan KUHAP untuk pelanggaran HAM yang berat. Kekhususan

dalam penanganan pelanggaran HAM yang berat dalam UU No. 26 Tahun

2000 adalah:

1. Diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad

hoc, penuntut ad hoc, dan hakim ad hoc.

2. Diperlukan penegasan bahwa penyelidik hanya dilakukan oleh komisi

nasional hak asasi manusia sedangkan penyidik tidak berwenang

menerima laporan atau pengaduan sebagai mana diatur dalam

KUHAP.

3. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk

melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dipengadilan.

4. Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi.

5. Diperlukan ketentuan mengenai tidak ada kedaluarsa pelanggaran ham

yang berat.

Kekhususan ini kemudian dijabarkan dalam pasal demi pasal dalam

UU No. 26/2000 yang merupakan pengecualian dari pengaturan dalam

KUHAP yaitu:

1. Penangkapan

11

Page 12: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Kewenangan untuk melakukan penangkapan di tingkat penyidikan

dalam pengadilan HAM ini adalah Jaksa Agung terhadap seseorang

yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM berat berdasarkan

bukti yang cukup. Prosedur untuk pelaksanaan penangkapan

dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas dan

menunjukkan surat perintah penangkapan yang mencantumkan

identitas tersangka dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat

dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat perkara pelanggaran HAM

yang berat yang dipersangkakan.

2. Penahanan

Dalam buku yang berjudul Pendidikan Kewarganegaraan Dalam

Konteks Indonesia karangan Suparlan Al Hakim (2012), dijelaskan

bahwa tujuan penahanan adalah agar tersangka/ terdakwa tidak

melarikan diri, merusak barang bukti, menghilangkan barang bukti

dan tidak mengulangi pelanggatan Hak Asasi Manusia berat, selain itu

juga untuk memudahkan dilakukannya penyelidikan dan penyidikan.

3. Penyelidikan

Dalam UU No. 26 Tahun 2000 dijelaskan bahwa penyelidikan

diartikan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan

pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan

penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-

Undang ini. Dalam UU ini yang berhak melakukan penyelidikan

adalah Komnas HAM, kewenangan ini dimaksudkan untuk menjaga

objektivitas hasil penyelidikan karena lembaga Komnas HAM adalah

lembaga yang bersifat independen.

4. Penyidikan

Dalam UU No. 26 Tahun 2000, pihak yang berwenang melakukan

penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat adalah Jaksa

Agung. Penyidikan ini tidak termasuk untuk menerima pengaduan dan

laporan karena pengaduan dan laporan tersebut merupakan

kewenangan Komnas HAM. Dalam upaya penyidikan ini Jaksa

12

Page 13: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Agung dapat mengangkat penyelidik ad hoc dari unsur masyarakat

dan pemerintah. Penyidikan yang dilakukan wajib diselesaikan paling

lambat 90 hari terhitumg sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan

dinyatakan lengkap oleh penyidik. Perpanjangan dapat dilakukuan

selama 90 hari berikutnya jika selama 90 hari pertama penyidikan

belum dapat diselesaikan. Perpanjangan yang kedua selama 60 hari,

baik perpanjangan yang pertama maupun kedua dilakukan oleh ketua

pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya masing-masing.

5. Penuntutan

UU No. 26 Tahun 2000 mengatur tentang ketentuan penuntutan dalam

pasal 23 dan 24. Pasal 23 menyatakan Penuntutan mengenai

pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan dalam

melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat menganggat jaksa penuntut

umum ad hoc. Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc

harus memenuhi syarat tertentu. Pasal 24 mengatur tentang jangka

waktu penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak tanggal hasil

penyelidikan diterima. Ketentuan mengenai jangka waktu ini berbeda

dengan ketentuan dalam KUHAP dimana tidak diatur mengenai

adanya jangka waktu penuntutan.

Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

1. Komposisi Hakim dan Hakim Ad Hoc

Pasal 27 UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa kasus

pelanggaran HAM yang berat diperiksa oleh majelis hakim yang

jumlahnya 5 orang yang terdiri dari 2 orang hakim pengadilan HAM

yang bersangkutan dan 3 orang hakim HAM ad hoc. Majelis hakim

tersebut diketuai oleh hakim dari pengadilan HAM yang

bersangkutan. Pada tingkat banding majelis hakimnya berjumlah 5

orang yang terdiri dari 2 orang hakim dari pengadilan setempat dan 3

orang hakim ad hoc. Demikian juga komposisi mengenai majelis

hakim dalam tingkat kasasi.

2. Prosedur Pembuktian

13

Page 14: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Prosedur pembuktian dalam pengadilan HAM tidak diatur tersendiri

yang berarti bahwa mekanisme pembuktian di sidang pengadilan

HAM menggunakan mekanisme yang diatur dalam KUHAP.

Pengecualian terhadap mekanisme KUHAP untuk prosedur

pembuktian adalah mengenai proses kesaksian di pengadilan. Dalam

rangka melindungi saksi dan korban pelanggaran HAM yang berat

proses pemeriksaan saksi dapat dilakukan dengan tanpa hadirnya

terdakwa. Ketentuan ini terdapat dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang

perlindungan terhadap korban dan saksi pelanggaran HAM yang

berat.

Ketentuan Pemidanaan

Ketentuan pidana diatur dalam Bab VII dari pasal 36 sampai dengan pasal

42 UU No. 2 Tahun 2000 . Ketentuan pidana dalam UU No. 26 Tahun 2000

ini menggunakan ketentuan pidana minimal yang dianggap sebagai

ketentuan yang sangat progresif untuk menjaminbahwa pelaku pelanggaran

HAM yang berat ini tidak akan mendapatkan hukuman yang ringan. Pasal

36 mengatur tentang ketentuan pidana untuk kejahatan genosida yakni

dengab ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling lama 25 tahun dan pidana paling singkat 10 tahun.

Pengadilan HAM Ad Hoc

Pengadilan HAM ad hoc adalah pengadilan yang dibentuk khusus untuk

memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang

dilakukan sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2000. Hal inilah yang

membedakan dengan pengadilan HAM permanen yang dapat memutus dan

mengadili perkara pelanggaran HAM yang berat yang terjadi setelah

diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000. Kasus pelanggaran HAM yang

berat yang terjadi di Indonesia misalnya untuk kasus pelanggaran HAM di

Tanjung Priok dan Timur-timur dapat diselesaikan melalui pengadilan

HAM ad hoc ini.

14

Page 15: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

BAB III

PENUTUP

III. Penutup

III.1 Kesimpulan

Dalam makalah ini, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan

diantaranya:

1. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia di bentuk atas dasar

dorongan untuk mengadili pelanggar kejahatan Hak Asasi Manusia

yang berat;

2. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus yang berada di

lingkungan peradilan umum;

3. Pengadilan HAM di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor

26 Tahun 2000;

4. Pengadilan HAM ad hoc adalah pengadilan yang dibentuk khusus

untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat

yang dilakukan sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2000;

5. Pengadilan HAM mempunyai wewenang untuk memeriksa dan

mengadili. Pengadilan HAM berwenang untuk memeriksa dan

memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan di luar

teritorial wilayah NKRI oleh Warga Negara Indonesia. Hal ini

dimaksudkan untuk melindungi WNI yang melakukan pelanggaran

HAM berat yang dilakukan di luar batas teritorial, dalam arti tetap

dihukum sesuai dengan Undang-Undang tentang pengadilan Hak

Asasi Manusia;

6. Alur prosesn pengadilan terhadap pelanggaran HAM yaitu:

a. Penangkapan; e. Penuntutan.

b. Penahanan;

c. Penyelidikan;

d. Penyidikan; dan

15

Page 16: Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2005. Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia. (Jurnal).

Jakarta : Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat – Seri bacaan kursus

HAM Untuk Pengacara Tahun 2005

Abidin, Zainal. 2011. Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia: Regulasi,

Penerapan dan Perkembangannya. (Jurnal). Disampaikan ketika Training

Lanjutan Untuk Dosen Hukum dan HAM di Jogjakarta

Al Hakim, Suparlan. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks

Indonesia. Malang : UM Press

16