22

Masalah Perkebunan di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Masalah Perkebunan di Indonesia
Page 2: Masalah Perkebunan di Indonesia

ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI PERKEBUNAN(UU No.18 Tahun 2004 Pasal 2, 3, dan 4 tentang Perkebunan)

ASASPerkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas :Manfaat dan berkelanjutan,Keterpaduan, Kebersamaan,Keterbukaan, serta Berkeadilan

FUNGSIEKONOMI, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional.EKOLOGI, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyediaan oksigen, dan penyangga kawasan lindung.SOSIAL BUDAYA, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

TUJUANMeningkatkan pendapatan masyarakatMeningkatkan penerimaan negaraMeningkatkan penerimaan devisa negaraMenyediakan lapangan kerjaMeningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saingMemenuhi kebutuhan dan bahan baku industri dalam negeriMengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan

Page 3: Masalah Perkebunan di Indonesia

Masalah yang berkaitan dengan kepentingan rakyat dan nasional

Orientasi kebijakan perkebunan sejauh ini membedakan secara tajam antara perkebunan besar (BUMN dan swasta) dengan perkebunan rakyat. Implikasi kebijakan dualistik ini telah memberi kemudahan bagi yang “besar” dan tekanan bagi yang “kecil”, dengan gambaran sebagai berikut :

1)   Perkebunan Indonesia masih diliputi oleh dualisme ekonomi, yaitu antara perkebunan besar yang menggunakan modal dan teknologi secara intensif dan menggunakan lahan secara ekstensif serta manajemen eksploitatif terhadap SDA dan SDM, dan perkebunan rakyat yang susbsisten dan tradisional serta luas lahan terbatas. Kedua sistem ini menguasai bagian tertentu dari masyarakat dan keduanya hidup berdampingan. Perbedaan keduanya tidak jarang menimbulkan konflik ekonomi yang berkembang menjadi konflik sosial.2)   Perkebunan Rakyat (PR) yang luasnya sekitar 80% dari perkebunan nasional masih belum mendapatkan fasilitas dan perlindungan yang memadai dari pemerintah. Masalah ini menjadi penting antara lain karena jumlah KK yang tergantung pada perkebunan rakyat sekitar 15 juta.

Page 4: Masalah Perkebunan di Indonesia

3)   Hak menguasai oleh negara atas tanah yang kemudian diberikan kepada badan hukum sebagai Hak Guna Usaha untuk usaha perkebunan sangat dominan, sementara itu ketidak-pastian hak masyarakat (lokal dan adat) atas sumberdaya lahan untuk perkebunan belum kunjung diselesaikan.

4)   Masuknya pemodal besar ke usaha perkebunan masih belum memberikan kontribusi pada kesejahteraan rakyat setempat. Hingga saat ini masih belum ada re-distribusi aset dan manfaat yang adil (proporsional) kepada masyarakat dari usaha perkebunan.

5)   Kebijakan pengembangan perkebunan lebih berpihak pada perkebunan besar yang ditunjukkan oleh alokasi pemanfaatan kredit, dukungan penelitian dan pengembangan, serta pelatihan sumberdaya manusia.

6)   Pengembangan perkebunan besar lebih dilandasi pada pembukaan lahan hutan dalam skala besar yang dilakukan dengan mengabaikan hak-hak masyarakat di dalamnya. Pada beberapa daerah kondisi demikian ini telah menimbulkan konflik sosial serta dampak negatif terhadap lingkungan.

7)   Organisasi-organisasi usaha perkebunan yang menghimpun diri dalam asosiasi pengusaha perkebunan bersifat eksklusif dan powerful dengan tingkat kepedulian terhadap pemberdayaan organisasi-organisasi petani/pekebun rendah.

Page 5: Masalah Perkebunan di Indonesia

Masalah Manajemen Pengelolaan Perkebunan

Kebijakan pengembangan perkebunan yang ekstentif, sejauh ini telah mengesampingkan produktivitas, efisiensi, dan product development . Dengan berbagai upaya pembangunan, secara umum beberapa komoditas mengalami kenaikan produktivitas, namun secara umum produktivitas komoditas perkebunan masih rendah dan masih dapat ditingkatkan. Masih rendahnya produktivitas komoditas perkebunan tersebut merupakan tantangan bagi pengembangan perkebunan kedepan.

Produktivitas perkebunan nasional masih tertinggal dari perkebunan negara tetangga, khususnya Malaysia dan Thailand . Produktivitas kelapa sawit misalnya di Malaysia rata-rata berkisar antara 18 – 21 ton Tandan Buah Segar (TBS)/ha/tahun. Sementara produktivitas kelapa sawit di Indonesia baru berkisar 14 – 16 ton/ha/tahun. Produktivitas rata-rata karet di Thailand mencapai 1 – 2 ton/ha, sementara di Indonesia berkisar antara 0,6 – 1 ton/ha.

Page 6: Masalah Perkebunan di Indonesia

Masalah Pemasaran dan EkonomiMasalah Pemasaran dan EkonomiProduk perkebunan merupakan produk yang diperdagangkan secara internasional sehingga mekanisme pasar terjadi di pasar internasional. Dengan keterbatasan aksesnya, pekebun pada Perkebunan Rakyat tidak mendapatkan informasi pasar secara efektif. Informasi pasar (harga, mutu, jumlah yang dibutuhkan, dan lain-lain) yang diperoleh secara efektif berasal dari pedagang atau industri pengolahan. Akibatnya, pekebun memperoleh informasi pasar yang bersifat tidak simetris.

Secara nasional perkembangan pangsa pasar beberapa produk perkebunan utama menunjukkan adanya kecenderungan penurunan dari waktu ke waktu, tergeser oleh beberapa negara pesaing, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, India dan Sri Lanka. Hal ini mengindikasikan daya saing industri dan produk perkebunan Indonesia masih sangat lemah. Perekonomian perkebunan juga masih didominasi oleh produk primer perkebunan. Padahal, potensi untuk mengembangkan industri hilir perkebunan masih terbuka dan pasar produk hilir perkebunan lebih prospektif. Malaysia merupakan salah satu contoh negara produsen produk perkebunan, baik primer maupun hilir.

Produk perkebunan merupakan produk yang diperdagangkan secara internasional sehingga mekanisme pasar terjadi di pasar internasional. Dengan keterbatasan aksesnya, pekebun pada Perkebunan Rakyat tidak mendapatkan informasi pasar secara efektif. Informasi pasar (harga, mutu, jumlah yang dibutuhkan, dan lain-lain) yang diperoleh secara efektif berasal dari pedagang atau industri pengolahan. Akibatnya, pekebun memperoleh informasi pasar yang bersifat tidak simetris.

Secara nasional perkembangan pangsa pasar beberapa produk perkebunan utama menunjukkan adanya kecenderungan penurunan dari waktu ke waktu, tergeser oleh beberapa negara pesaing, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, India dan Sri Lanka. Hal ini mengindikasikan daya saing industri dan produk perkebunan Indonesia masih sangat lemah. Perekonomian perkebunan juga masih didominasi oleh produk primer perkebunan. Padahal, potensi untuk mengembangkan industri hilir perkebunan masih terbuka dan pasar produk hilir perkebunan lebih prospektif. Malaysia merupakan salah satu contoh negara produsen produk perkebunan, baik primer maupun hilir.

Page 7: Masalah Perkebunan di Indonesia

Masalah Lingkungan

Metode paling efisien dalam kegiatan pembukaan lahan perkebunan adalah pembakaran. Namun dampak lingkungan yang ditimbulkannya sangat merugikan. Pembakaran dalam kegiatan pembukaan lahan masih dijalankan, baik di perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. UU tentang pengelolaan lingkungan hidup masih memberi toleransi adanya pembakaran terkendali untuk perkebunan rakyat dan pelarangan untuk perkebunan besar dan limbah padat, cair dan gas masih menjadi masalah penting di perkebunan

Masalah Lingkungan

Metode paling efisien dalam kegiatan pembukaan lahan perkebunan adalah pembakaran. Namun dampak lingkungan yang ditimbulkannya sangat merugikan. Pembakaran dalam kegiatan pembukaan lahan masih dijalankan, baik di perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. UU tentang pengelolaan lingkungan hidup masih memberi toleransi adanya pembakaran terkendali untuk perkebunan rakyat dan pelarangan untuk perkebunan besar dan limbah padat, cair dan gas masih menjadi masalah penting di perkebunan

Masalah Iptek

Apresiasi dan perhatian terhadap hasil Iptek masih rendah. Manajemen feodalistik perkebunan besar menganggap penggunaan dana untuk kebutuhan Iptek sebagai pemborosan. Iptek dianggap belum menjadi bagian integral dari pengembangan usaha perkebunan. Penyediaan dana penelitian dan pengembangan perkebunan masih mengandalkan pemerintah dan sebagian kecil dari BUMN.

Masalah Iptek

Apresiasi dan perhatian terhadap hasil Iptek masih rendah. Manajemen feodalistik perkebunan besar menganggap penggunaan dana untuk kebutuhan Iptek sebagai pemborosan. Iptek dianggap belum menjadi bagian integral dari pengembangan usaha perkebunan. Penyediaan dana penelitian dan pengembangan perkebunan masih mengandalkan pemerintah dan sebagian kecil dari BUMN.

Page 8: Masalah Perkebunan di Indonesia

Masalah SDM (Sumber Daya Manusia)Permasalahan perkebunan lainnya terkait dengan masalah kualitas sumber daya manusia perkebunan, baik dari kalangan petani, pengusaha maupun aparat pemerintah. Sampai saat ini masih dijumpai berbagai permasalahan sebagai berikut:1. Mentalitas yang hidup dan berkembang di masyarakat belum mendukung berkembangnya nilai-nilai yang dibutuhkan untuk kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, pada sebagian masyarakat masih sangat tergantung kepada proyek-proyek pemerintah.2. Daya asimilasi dan absorbsi terhadap teknologi masih lemah. Hal ini terlihat dengan masih terbatasnya (sekitar 20%) dari masyarakat petani yang menggunakan klon unggul dalam usaha kebunnya.3. Kemampuan teknis, wira usaha dan manajemen masih rendah. Dengan kondisi ini, petani ataupun kelembagaan ekonomi petani belum mampu memanfaatkan peluang bisnis yang ada di lingkungannya.4. Kemampuan lobby yang masih rendah. Kemampuan lobby ini dibutuhkan untuk dapat memperluas peluang usaha, baik petani mapun dunia usaha.

Permasalahan perkebunan lainnya terkait dengan masalah kualitas sumber daya manusia perkebunan, baik dari kalangan petani, pengusaha maupun aparat pemerintah. Sampai saat ini masih dijumpai berbagai permasalahan sebagai berikut:1. Mentalitas yang hidup dan berkembang di masyarakat belum mendukung berkembangnya nilai-nilai yang dibutuhkan untuk kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, pada sebagian masyarakat masih sangat tergantung kepada proyek-proyek pemerintah.2. Daya asimilasi dan absorbsi terhadap teknologi masih lemah. Hal ini terlihat dengan masih terbatasnya (sekitar 20%) dari masyarakat petani yang menggunakan klon unggul dalam usaha kebunnya.3. Kemampuan teknis, wira usaha dan manajemen masih rendah. Dengan kondisi ini, petani ataupun kelembagaan ekonomi petani belum mampu memanfaatkan peluang bisnis yang ada di lingkungannya.4. Kemampuan lobby yang masih rendah. Kemampuan lobby ini dibutuhkan untuk dapat memperluas peluang usaha, baik petani mapun dunia usaha.

Page 9: Masalah Perkebunan di Indonesia

JENIS GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN

I. SENGKETA LAHAN (terdapat 18 jenis):

1. Penggunaan tanah adat/ulayat tanpa persetujuan pemuka adat/ masyarakat

2. Penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Provinsi/Kabupaten/Kota belum selesai

3. Okupasi/penyerobotan lahan oleh masyarakat

4. Tumpang tindih lahan antara perkebunan dengan kawasan hutan

5. Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan

6. Tumpang tindih lahan karena izin baru

7. Proses penerbitan HGU tidak mengikuti ketentuan yang berlaku

8. Tuntutan pengembalian lahan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses perpanjangan HGU

9. Ganti rugi lahan dan tanam tumbuh belum selesai tetapi perusahaan sudah operasional

10.Tanah masyarakat diambil alih perusahaan

Page 10: Masalah Perkebunan di Indonesia

Lanjutan ...

SENGKETA LAHAN :

11.Kebun plasma yang menjadi agunan kredit diperjualbelikan oleh petani tanpa sepengetahuan perusahaan/bank

12.Tuntutan masyarakat terhadap kebun plasma yang telah dijanjikan tidak dipenuhi perusahaan

13.Masyarakat menuntut pengembalian tanah yang sudah dilakukan ganti rugi oleh perusahaan

14.Izin Lokasi sudah berakhir dan tidak dilakukan pembaharuan/ perpanjangan

15.Masyarakat menuntut lahan perusahaan untuk dimiliki/dikuasai

16.Luas lahan plasma tidak sesuai dengan penetapan jumlah calon petani peserta oleh Bupati

17.Tuntutan masyarakat atas pembangunan kebun plasma minimal 20 % dari areal yang diusahakan oleh perusahaan (Permentan No.98 Th.2013)

18.Lahan ditelantarkan oleh perusahaan

Page 11: Masalah Perkebunan di Indonesia

Lanjutan ...

II. SENGKETA NON LAHAN (terdapat 12 jenis) :1. Petani tidak mampu dan atau tidak ada keinginan membayar/melunasi

kredit2. Penetapan harga pembelian produksi kebun plasma tidak sesuai

ketentuan

3. Masyarakat menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit karena dipengaruhi oleh LSM dan pihak ketiga lainnya (oknum)

4. Penetapan plafond kredit kebun plasma tidak sesuai ketentuan

5. Penjarahan dan pencurian produksi

6. Petani ingin ikut sebagai peserta plasma

7. Keterlambatan konversi kebun plasma

8. Perusahaan tidak secara rutin menyampaikan informasi sisa hutang kepada petani

9. Pelaku usaha perkebunan tidak memiliki perizinan usaha perkebunan

10. Wanprestasi/ingkar janji kemitraan perusahaan dengan masyarakat

11. Penerbitan Izin Usaha Perkebunan yang belum/tidak sesuai ketentuan

12. Pembangunan kebun melebihi luas areal perizinan

Page 12: Masalah Perkebunan di Indonesia

Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 2012*)

Jumlah Kasus 475 596 508 694 822 739

Penyelesaian 123 64 196 57 49 83

PERKEMBANGAN KASUS GUKP NASIONAL(2007 S/D 2012)

*) GUKP yang tercatat/terlaporkan di Ditjen Perkebunan sebanyak 739 kasus, terdiri atas :

Sengketa lahan sebanyak : 539 kasus (72,25%)

Sengketa non lahan sebanyak : 185 kasus (25,05%) Sengketa dengan Kehutanan : 15 kasus ( 2,00%)

Page 13: Masalah Perkebunan di Indonesia

Kasus Lahan Yang Banyak Terjadi Tahun 2012

1. Okupasi Lahan, 116 Kasus (15,5%);

2. Tumpang tindih Lahan, 78 Kasus (10,45%);

3. Ganti Rugi Lahan, 61 Kasus (8,17%);

4. Masyarakat Menuntut Lahan, 51 Kasus (6,84%);

5.Tanah Masyarakat Diambil Alih Perusahaan, 29 Kasus (3,88%).

Page 14: Masalah Perkebunan di Indonesia

23,86 %

5 Provinsi Dengan Kasus GUKP TerbanyakTahun 2012

Kalimantan Tengah

178 KasusSumatera

Utara88 kasus

Riau 43

Kasus

Kalimantan Barat

54 Kasus

Kalimantan Timur

74 Kasus

9,9 %

6,9 %

5,9 %

11 %

Page 15: Masalah Perkebunan di Indonesia

Mempercepat penyelesaian permasalahan konflik melalui :1. Musyawarah untuk mufakat (win-win solution);2. Penyelesaian ganti rugi lahan/ganti rugi tanam tumbuh;3. Komunikasi intensif dan persuasif antara pihak yang

bersengketa dengan instansi terkait;4. Fasilitasi melalui pertemuan;5. Pembinaan Kemitraan Usaha;6. Mempercepat pembangunan kebun plasma sesuai

peraturan dan ketentuan yang berlaku; 7. Penilaian Usaha Perkebunan;8. Penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO); 9. Pemberdayaan PPNS;10. Penerapan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

KEBIJAKAN PENANGANAN KONFLIK LAHAN PERKEBUNAN

Page 16: Masalah Perkebunan di Indonesia

KENDALA PENANGANAN MASALAH

1. Sulitnya koordinasi dalam penyelesaian masalah karena melibatkan banyak pihak dan instansi terkait.

2. Adanya provokator, LSM dan pihak ketiga (oknum) yang memanfaatkan situasi konflik antara masyarakat dengan perusahaan.

3. Lemahnya penegakan hukum.

4. Perbedaan persepsi terhadap peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan pembangunan perkebunan.

5. Terjadinya pergantian pimpinan/pejabat yang menangani usaha perkebunan.

Page 17: Masalah Perkebunan di Indonesia

PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNANPERKEBUNAN

1. UU No.5 Thn 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

2. UU No.18 Thn 2004 tentang Perkebunan;

3. UU No.12 Thn 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;

4. UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara;

5. UU No.41 Tahun 2009 tentang Kehutanan;

6. UU No.7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial;

7. PP No. 40 Thn 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah;

8. PP No. 4 Thn 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan;

9. PP No.10 Thn 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional;

10. PP No.11 Thn 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaaan Tanah Terlantar;

11. PP No.10 Thn 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;

Page 18: Masalah Perkebunan di Indonesia

Lanjutan ...Lanjutan ...

12.Peraturan Menteri Pertanian No. 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan;

13.Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO);

14.Peraturan Menteri Pertanian No. 14/Permentan/PL.110/2/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit;

15.Peraturan Menteri Pertanian No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Izin Usaha Perkebunan;

16.Surat Keputusan Dirjenbun No. 38 Thn. 1995 tentang Petunjuk Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Bakar untuk Pengembangan Perkebunan.

17.Peraturan-peraturan di daerah yang terkait di bidang usaha perkebunan.

Page 19: Masalah Perkebunan di Indonesia

Usulan Penyelesaian Masalah PerkebunanPenyelesaian masalah dan konflik yang terjadi di perkebunan meliputi tahap

pencegahan dan penyelesaian. Selain itu, kerangka kebijakan dan aksi untuk penyelesaian konflik perlu memperhatikan durasi kerja jangka pendek maupun jangka panjang.1. Perbaikan peraturan, kebijakan dan perizinanPelaksanaan TAP MPR No. IX/MPR/2001 oleh Pemerintah dan DPR;Revisi PP 40/1996 terkait dengan syarat perpanjangan HGU agar memasukkan prasyarat konsultasi pada masyarakat;Moratorium izin usaha perkebunan dan izin lokasi;Moratorium pemberian HGU baru dan perpanjangan HGU lama;Pembentukan peraturan/ketentuan terkait batas maksimum HGU oleh perusahaan dan kelompok perusahaan;Evaluasi terhadap kebijakan reforma agraria BPN; Percepatan pembentukan dasar hukum yang kuat bagi Reforma Agraria (pengesahan RPP Reforma Agraria secepatnya); Revisi peraturan tentang hak masyarakat hukum adat (Permen Agraria No. 5/1999 terutama terkait dengan kejelasan objek tanah ulayat); persyaratan prioritas penyelesaian konflik melalui mekanisme ADR.2. Kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflikEvaluasi terhadap kinerja dan kemampuan Kedeputian V BPN dalam percepatan penyelesaian konflik dan sengketa pertanahan;Pembentukan komite independen penyelesaian konflik agraria oleh Presiden atau pembentukan Peradilan Agraria.Pembentukan unit pengaduan dan penanganan konflik di instansi terkait.Pembentukan Menteri Koordinator Sumber Daya Agraria/Sumber Daya Alam.Kebijakan pemerintah daerah untuk mediasi konflik tanah.Membentuk dewan/komite land reform.

Penyelesaian masalah dan konflik yang terjadi di perkebunan meliputi tahap pencegahan dan penyelesaian. Selain itu, kerangka kebijakan dan aksi untuk penyelesaian konflik perlu memperhatikan durasi kerja jangka pendek maupun jangka panjang.1. Perbaikan peraturan, kebijakan dan perizinanPelaksanaan TAP MPR No. IX/MPR/2001 oleh Pemerintah dan DPR;Revisi PP 40/1996 terkait dengan syarat perpanjangan HGU agar memasukkan prasyarat konsultasi pada masyarakat;Moratorium izin usaha perkebunan dan izin lokasi;Moratorium pemberian HGU baru dan perpanjangan HGU lama;Pembentukan peraturan/ketentuan terkait batas maksimum HGU oleh perusahaan dan kelompok perusahaan;Evaluasi terhadap kebijakan reforma agraria BPN; Percepatan pembentukan dasar hukum yang kuat bagi Reforma Agraria (pengesahan RPP Reforma Agraria secepatnya); Revisi peraturan tentang hak masyarakat hukum adat (Permen Agraria No. 5/1999 terutama terkait dengan kejelasan objek tanah ulayat); persyaratan prioritas penyelesaian konflik melalui mekanisme ADR.2. Kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflikEvaluasi terhadap kinerja dan kemampuan Kedeputian V BPN dalam percepatan penyelesaian konflik dan sengketa pertanahan;Pembentukan komite independen penyelesaian konflik agraria oleh Presiden atau pembentukan Peradilan Agraria.Pembentukan unit pengaduan dan penanganan konflik di instansi terkait.Pembentukan Menteri Koordinator Sumber Daya Agraria/Sumber Daya Alam.Kebijakan pemerintah daerah untuk mediasi konflik tanah.Membentuk dewan/komite land reform.

Page 20: Masalah Perkebunan di Indonesia

3. Penguatan dan pemberdayaan petani dan masyarakat adatPenguatan organisasi tani dan masyarakat adat;Perluasan jaringan organisasi tani dan masyarakat adat;Konsolidasi gerakan tani dan masyarakat adat untuk menghadapi konflik perkebunan;Pendampingan hukum dan ekonomi bagi petani dan masyarakat adat.4. Penguatan jaringan kelompok masyarakat sipil (LSM, akademisi)Pembentukan/penguatan jejaring LSM dan akademisi agraria di tingkat lokal dan nasional.5. Upaya-upaya lain untuk pencegahan konflik:Pengamanan fisik terhadap tanah perkebunan dengan cara menciptakan batas areal perkebunan yang jelas.Perlindungan bagi pemegang sertipikat yang diperoleh dengan proses yang benar.6. Usulan Tindak LanjutMengembangkan suatu konsepsi Konstitusi Agraria dan Kerangka Umum Reforma Agraria yang siap dipromosikan oleh ahli-ahli Agraria untuk dipergunakan sebagai rujukan bagipembuatan kebijakan dalam rangka pemerintahan baru 2014;pengajaran, kursus-kursus, latihan-latihan, seminar dan lokakarya;kegiatan-kegiatan gerakan sosial;studi-studi lanjutan; Membuat jaringan antar simpul-simpul pelaku studi agraria yang beragam fokus tematik maupun geografis, termasuk untuk para pengajar mata kuliah agraria di perguruan tinggi, pestudi agraria di badan-badan penbelitian pemerintah, dan organisasi gerakan sosial; Menggunakan Mahkamah Konstitusi dan MPR sebagai tempat berangkat sekaligus muara dari upaya pengembangan Konstitusi Agraria, dan Kerangka Umum Reforma Agraria

Page 21: Masalah Perkebunan di Indonesia

1. Pembentukan Tim Terpadu Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan.

2. Surat Menteri Pertanian No. 120/HK.410/M/5/2013 perihal Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Lahan yang ditujukan kepada Kepala BPN dan Menteri Kehutanan.

3. Penyusunan Pedoman Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan (GUKP).

4. Memfasilitasi penyelesaian GUKP melalui klarifikasi dan mediasi permasalahan dengan pihak-pihak yang bersengketa.

UPAYA PENANGANAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN

Page 22: Masalah Perkebunan di Indonesia