22
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Mengenai Pajak dan pungutan lainnya, amandemen ketiga UUD1945 memberikan ketentuan baru pada Pasal 23A UUD 1945 bahwa“ Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”, yang sebelumnya diatur dalam Pasal 23 ayat (2)UUD1945 bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.Disamping itu,seiring dengan meluasnya tugas-tugas administrasi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan, semakin besar pula kekuasaan administrasi negara. Dalam melakukan tindakannya Administrasi Negara memerlukan keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakannya. Akan tetapi setiap tindakan administrasi haruslah berdasarkan hukum, artinya sikap tindak administrasi tersebut haruslah dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum. Lord Acton mengatakan bahwa setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya bidang perpajakan, kadang-kadang dapat menimbulkan ii

Makalah peradilan pajak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah peradilan pajak

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk

pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu,

sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa.

Mengenai Pajak dan pungutan lainnya, amandemen ketiga UUD1945 memberikan ketentuan

baru pada Pasal 23A UUD 1945 bahwa“ Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa

untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”, yang sebelumnya diatur dalam Pasal

23 ayat (2)UUD1945 bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-

undang”.Disamping itu,seiring dengan meluasnya tugas-tugas administrasi negara dalam

menyelenggarakan pemerintahan, semakin besar pula kekuasaan administrasi negara.

Dalam melakukan tindakannya Administrasi Negara memerlukan keleluasaan dalam

menentukan kebijakan-kebijakannya. Akan tetapi setiap tindakan administrasi haruslah

berdasarkan hukum, artinya sikap tindak administrasi tersebut haruslah dapat

dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum. Lord Acton mengatakan

bahwa setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu

dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang memasuki semua sektor

kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya bidang perpajakan, kadang-kadang dapat

menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Wajarlah kemudian adanya keinginan

yang menghendaki adanya jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjurus diktator

tanpa batas, yang bertentangan dengan ciri negara hukum. sehingga perlindungan terhadap

warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian

terhadapnya.

2. Tujuan

Untuk mengetahui Peradilan pajak di Indonesia

ii

Page 2: Makalah peradilan pajak

BAB II

PEMBAHASAN

A. Peradilan dan Keadilan di Bidang perpajakan

1. Keadilan

Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai

dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakuai dan diperlakukan sesuai

dengan harkat dan martabatnya, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya,

tanpa membedakan suku, keurunan, dan agamanya. Keadilan berasal dari kata adil.

Menurut W.J.S. Poerwodarminto kata adil berarti tidak berat sebelah, sepatutnya tidak

sewenang-wenang dan tidak memihak. Hakikat keadilan dalam Pancasila, UUD 1945,

kata adil terdapat pada:

1. Pancasila yaitu sila kedua dan kelima

2. Pembukaan UUD 1945 yaitu alinea II dan IV

2. Pembagian keadilan menurut Aristoteles:

Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya

nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean

ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat umum

Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa

ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”

Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan

korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan

pidana. Kedailan distributif dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau

kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif,

hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama

rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan

oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan,

dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan

mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles

ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan

ii

Page 3: Makalah peradilan pajak

warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai

kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.

Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu

pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berusaha

memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah

dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku.

Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah

mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan

tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan

sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah.

3. Keadilan sosial menurut John Rawls

Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih

menekankan pada keadilan sosial.2 Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara

kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama

keadilan adalah jaminan stabilitas hidup manusia, dan keseimbangan antara kehidupan

pribadi dan kehidupan bersama.

Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar

masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan,

kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini

digunakan untuk:

1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak

2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.

Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga

perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk

membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan

cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original

position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original

agreement) anggota masyarakat secara sederajat.

Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:

1. Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi

tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya,

kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.

ii

Page 4: Makalah peradilan pajak

2. Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang

pilihannya tersebut.

3. Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian

kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan

dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan.3

Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:

1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;

2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.

Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas

kesempatan.

Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:

1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas.

2. perbedaan

3. persamaan yang adil atas kesempatan.

Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai

kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah

untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka

harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat

menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan

kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan

bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus

memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya

memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan

dan titik berangkat yang sama.

4. Keadilan di Bidang Perpajakan

Keadilan dalam perpajakan sudah diungkapkan oleh Adam Smith sejak lama. Pada Abad ke

18 Adam Smith mengidentifikasi aturan perpajakan (canons of taxation) dalam bukunya,

“An Inquiry into the Nature and cause of the wealth of nations” diantaranya :

1. Equality On Taxation, mensyaratkan bahwa hukum pajak haruslah adil, merata, dan tidak

diskriminasi dalam menetapkan objek pajak, dan pembebanan kepada masing-masing

subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya. Dalam perkembangannya

perkembangan prinsip keadilan dalam sistem pajak diukur dengan prinsip manfaat (benefit

principle) yang diterima oleh masyarakat wajib pajak. Berdasarkan kedua prinsip keadilan

ii

Page 5: Makalah peradilan pajak

dalam pembebanan pajak tersebut, keadilan pajak diperinci lebih lanjut menjadi keadilan

horizontal dan keadilan vertikal. Keadilan horizontal menganjurkan bahwa terhadap objek

pajak yang sama dan terhadap WP yang mempunyai keampuan sama harus dibebani pajak

yang sama pula. Sedangkan keadilan vertikal memandang suatu pembebanan pajak yang

adil bilamana terhadap Wp yang mempunyai kemampuan dan kekayaaan yang lebih besar

harus dibebani pajak lebih besar dari pada WP pada umumnya. Proporsi keadilan pajak

yang pertama menghasilkan kebijakan tarif proporsional (single flat rate), dan Proporsi

keadilan pajak yang kedua menghasilkan kebijakan tarif progresif (differential progresive

rate).

2. Cetainty of Taxation, asas kepastian hukum dalam perpajakan dalam perpajakan

sebenarnya berlaku pula secaa universal dalam bidang hukum lainnya. Aturan hukum

pajak harus secara jelas dan pasti mengatur apa yang menjadi objek pajak, siapa yang

menjadi subjek pajak, dan berapa tarif yang berlaku, bagaimana cara menghitung dan

membayarnya, kapan batas waktu jatuh tempo pembayaran dan pelaporannya, dan regulasi

lain yang diperlukan, sehingga tidak ada celah dan peluang untuk mengelakkan diri dari

membayar pajak, serta tiak mengenal kompromi.

Dari ungkapan diatas dapat kita ketahui bahwa masalah kepastian hukum dan transparansi

dalam regulasi perpajakan menjadi sangat penting bagi seluruh pelaku ekonomi sesuai

dengan prinsip self assessment dalam perpajakan. Namun, dalam kenyataan masih

terdapat beberapa grey are dalam undang-undang perpajakan yang dapat digunakan wajib

pajak untuk menghindari pajak. Selain itu, WP juga beranggapan bahwa fiskus terkadang

hanya mementingkan unsur penerimaan negara untuk mencapai target tanpa

memperhatikan asas keadilan. Karenanya masyarakat, dalam hal ini para wajib pajak,

seringkali merasakan bahwa peningkatan kewajiban perpajakan/bea tidak memenuhi asas

keadilan, sehingga menimbulkan berbagai sengketa antara instansi perpajakan dan pihak

Wajib Pajak. Untuk mempermudah penyelesaian sengketa perpajakan, dirasakan adanya

suatu kebutuhan untuk mendirikan suatu badan peradilan khusus untuk menanganinya.

Walaupun sebelumnya telah didirikan lembaga khusus penyelesai sengketa pajak yang

dikenal dengan nama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) sejak Tahun 1998,

kebutuhan untuk didirikan badan peradilan seperti Pengadilan Pajak yang sekarang, tetap

ada. Dalam butir-butir pertimbangan pada Undang-undang Pengadilan Pajak Nomor 14

Tahun 2002 dikatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan

peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung, karena itulah diperlukan suatu pengadilan

pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu

ii

Page 6: Makalah peradilan pajak

menciptakan keadilan dan kepastian hukum di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan

dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.

Kehadiran Pengadilan Pajak diharapkan dapat lebih memberikan keadilan dan kepastian

hukum yang tidak didapatkan dari institusi penyelesai sengketa pajak sebelumnya.

Ekspektasi ini yang dicoba hendak dijawab oleh Pengadilan Pajak. Sejak bedirinya

memang Pengadilan Pajak cukup diminati oleh para pihak yang bersengkata masalah pajak

dan dianggap cukup menjanjikan sebagai suatu badan peradilan yang baru dibentuk dalam

hal kepastian hukum.

Dalam proses perjalanannya guna mewujudkan keadilan di bidang perpajakan, pengadilan

pajak banyak mengalami dianmika yang cukup banyak. Pengadilan pajak bergerak terus

seiring perjalanan bangsa. Dalam dinamikanya mencapai keadilan, Pengadilan pajak sangat

dipengaruhi dinamika politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia.Perjalanan sejarah

yang syarat dengan upaya sungguh-sungguh guna mewujudkan keadilan. Keadilan di

bidang perpajakan.

B. Sejarah Peradilan pajak Indonesia

1. Raad van Beroep in Belastingzaken (Zaman Belanda)

Ketika Pemerintah Hindia Belanda mulai memungut pajak secara hukum, pada saat

hampir bersamaan dengan itu, ditetapkan suatu ordonansi tentang keadilan (Billijk heid

ordonantie, stbld 1929 Nomor 187 diubah dengan stbld 1940 no 266). Maksudnya dalam

pemungutan pajak meskipun dapat dipaksakan, masih juga diberikan rasa keadilan, yaitu

maksudnya Jika pemeintah hindia belanda dalam menghitung pajak terlalu memberatkan

Rakyat, Rakyat atau WP dapat mengajukan persoalannya kepada badan yang di beri nama

Raad van Beroep in Belastingzaken atau dalam bahasa Indonesia berarti Majelis

Pertimbangan Pajak. Badan ini merupakan badan keadilan pajak yang pertama kali

dibentuk di Indonesia. Raad van Beroep in Belastingzaken dibentuk pada tahun 1915 (stbl

no. 707) yang kemudian disempurnakan dengan stbl No. 29 tahun 1927 tentang

Ordonantie tot regeling van het Beroep in Belasting Zaken dan berkedudukan di Jakarta.

Tepatnya di Jl. Cut Meutia Jakarta Pusat yang sekarang menjadi Kantor Pelayanan Pajak

Jakarta Menteng satu .

Raad van Beroep in Belastingzaken merupakan Majelis pertimbangan Pajak yang eksis saat

itu. Nama Raad van Beroep in Belastingzaken kemudian terus digunakan sampai lima

tahun setelah kemerdekaan bangsa Indonesia.

ii

Page 7: Makalah peradilan pajak

2. Majelis Pertimbangan Pajak

Dalam sejarahnya, baik ketika masih bernama Raad van Beroep in Belastingzaken

sampai kemudian berubah nama menjadi Majelis Pertimbangan Pajak pada tahun 1950-

an, penyelesaian sengketa tingkat banding (keputusan) MPP bersifat final dan mengikat

kedua belah pihak, baik DJP maupun WP. Namun, setelah diberlakukannya Undang-

undang (UU) Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) tanggal

29 Desember 1986, timbul kontroversi baru mengenai status MPP. Keputusan MPP yang

sebelumnya bersifat final dan mengikat WP serta DJP, diberi peluang untuk digugat

kembali oleh WP melalui PTUN. Ketentuan mengenai hal tersebut sebenarnya hanya

tercantum dalam penjelasan pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 yang mengelompokkan

keputusan MPP sebagai contoh keputusan administrasi yang dapat dibanding secara

administratif ke PTUN.

Namun, pencantuman keputusan MPP sebagai salah satu contoh keputusan

administrasi mengandung konsekuensi yang luas. Sejak saat itu, pengadilan di lingkungan

PTUN berpendapat bahwa MPP adalah badan Tata Usaha Negara, sehingga mereka

merasa berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara gugatan atas keputusan

MPP.

Sebagaimana pernah dikemukakan oleh pejabat DJP, Drs Abroni Nasution (Direktur

Peraturan Perpajakan pada saat itu), dalam sebuah seminar yang diadakan Centre for

Fiscal and Monetary Studies tahun 1993, penjelasan pasal 48 UU No 5 Tahun 1986

tersebut telah menambah kompleksitas permasalahan peradilan pajak di Indonesia.

Penjelasan pasal tersebut telah menciptakan dualisme, bahkan lebih tepat disebut

pluralisme lembaga yang menangani masalah perpajakan di Indonesia. Pluralisme itu

timbul karena secara yuridis, sengketa perpajakan di Indonesia ditangani oleh berbagai

lembaga yang berbeda. Lembaga yang menangani sengketa perpajakan terdiri dari satu

lembaga peradilan administrasi tidak murni, dan dua lembaga administrasi murni yaitu

MPP dan PTUN.

Sengketa pajak yang menjadi wewenang MPP antara lain permohonan banding

mengenai Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak dan

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang. Kemudian, sengketa yang menjadi wewenang

ii

Page 8: Makalah peradilan pajak

PTUN menurut UU No 5 Tahun 1986 yakni semua sengketa perpajakan yang tidak dapat

diajukan banding kepada MPP dan semua keputusan banding MPP yang tidak

memuaskan WP. Sementara itu, masih ada sengketa perpajakan yang berkenan dengan

pelaksanaan Surat Paksa Penagihan Pajak (UU No 19 Tahun 1959) dan semua gugatan

atas keputusan administrasi pajak berdasarkan ketentuan pasal 1356 KUHPerdata.

Dengan dikelompokkannya keputusan MPP sebagai putusan administratif, ternyata

telah mengaburkan status MPP itu sendiri sebagai badan peradilan yang berwenang

menangani perkara banding perpajakan. Keputusan DJP dan MPP menjadi sama-sama

dapat digugat ke PTUN. hal ini telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak (WP) tertentu untuk

menolak kewajiban perpajakannya. Beberapa WP yang permohonan bandingnya ditolah

MPP kemudian mengajukan banding ke PTUN dengan menggugat MPP sebagai Tergugat

I dan DJP sebagai Tergugat II.

3. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

Pendirian Badan Peradilan Pajak menjadi kenyataan setelah Pemerintah dengan

persetujuan DPR membentuk dan men-syahkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997

tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang diundangkan pada tanggal 23 Mei 1997

ke dalam Lembaran Negara Nomor 40 Tahun 1997 dan mulai efektif belaku sejak tanggal

1 Januari 1998. PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

berdasarkan Keputusan Presiden : 41 TAHUN 1997 Tanggal : 7-Oct-1997

Dengan kehadiran badan baru ( Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ) maka pada

bulan Oktober 1997 seluruh pejabat dan karyawan Majelis Pertimbangan Pajak (MPP)

menjadi karyawan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan alamat kantor pindah ke

Gedung Jasindo di Jl.Menteng Raya Jakarta Pusat.

Namun, dalam pelaksanaan penyelesaian Sengketa Pajak melalui BPSP masih

terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Penyelesaian

Sengketa Pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat,

murah, dan sederhana. Oleh karena itu masih diperlukan penyempurnaan dalam BPSP.

4. Pengadilan Pajak

Karen masih dirasa banyak kekurangn dalam Badan Penyelesaian Sengketa Pajak,

Maka di tetapkanlah UU baru tentang pengadilan pajak yaitu UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 yang selanjutnya disebut UU

ii

Page 9: Makalah peradilan pajak

Pengadilan Pajak. Dalam Undang-undang tentang Pengadilan Pajak (UU.14/02) ini

ditentukan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang mempunyai

kekuatan hukum tetap. Meskipun demikian, masih dimungkinkan untuk mengajukan

Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Peninjauan ke Mahkamah Agung merupakan

upaya hukum luar biasa, disamping akan mengurangi jenjang pemeriksaan ulang vertikal,

juga penilaian terhadap kedua aspek pemeriksaan yang meliputi aspek penerapan hukum

dan aspek fakta-fakta yang mendasari terjadinya sengketa perpajakan, akan dilakukan

sekaligus oleh Mahakamah Agung. Proses peninjauan kembali melalui Pengadilan Pajak

hanya sebatas prosedur pelayanan administrasi yang perlu dilakukan secara cepat, oleh

karena itu dalam Undang-undang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di

tinggat Pengadilan Pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung.

ii

Page 10: Makalah peradilan pajak

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

- Di dalam proses pemungutan pajak mungkin tidak akan selalu beerjalan dengan

lancar. Di dalam proses ini sering terjadi benturan antara kepentingan negara dan

kepentingan WP ditambah lagi pasti adanya kesalahan dalam proses pemungutan

pajak. Kondisi tersebut sering menimbulkan sengketa pajak karena salah satu

pihak merasa proses pemungutan mengabaikan keadilan. Keadilan yang

merupakan salah satu prinsip dasar pemungutan pajak wajib ditegakkan dalam

proses pemungutan pajak. Oleh karena itu guna mencari keadilan dari sengketa

tersebut perlu adanya pengadilan pajak.

- Pengadilan pajak Indonesia yang sekarang merupakan hasil dar proses

penyempurnaan dari Raad van Beroep in Belastingzaken (MPP zaman Belanda).

Awalnya Raad van Beroep in Belastingzaken setelah kemerdekaan di rubah

menjadi MPP. Dalam perkembangannya MPP dalam memutus suatu sengketa

terdapat dualisme dengan PTUN. Disini timbul ketidakpastian hukum yang

cenderung merugikan negara. Baru pada tahun 1997 muncul BPSP melalui UU

no 17 tahun 1997. Di sini sudah ada kepastiaan hukum. Keputusan BPSP sudah

merupakan keputusan akhir yang bersifat tetap dan tidak bisa lagi dilakukan

upaya ke PTUN. BPSP ternyata masih ada kekurangan dan kemudian

disempurnakan dengan UU nomor 14 tahun 2002. BPSP diubah Menjadi

Pengadilan Pajak.

2. Saran

- Karena Pentingya sebuah kepastian hukum dalam penyelenggaraan

pemungutan pajak, maka sebaiknya eksekutif dan legislatif lebih cermat dalam

menyusun perangkat hukum (UU). Lebih berdasrkan kondisi yang benar-benar

terjadi dan bukan hanya teori.

- Melihat banyaknya kasus mafia pajak saat ini, mereka terutama bermain di

pengadilan pajak. Pengadilan pajak seakan jadi peluang guna melakukan

tindakan busuk yang merugikan negara. Integritas, Integritas, dan sekali

Integritas terhadap korps Depkeu harus ditingkatkan. Tingkatkan kinerja dan

profesionalisme.

ii

Page 11: Makalah peradilan pajak

DAFTAR PUSTAKA

http://www.kompas.com/9612/11/EKONOMI/bada.htm

"http://www.setpp.depkeu.go.id/Ind/default.asp"

"http://tcmediaonline.blogspot.com/2008/02/kedudukan-dan-kewenangan-

pengadilan.html"

ii

Page 12: Makalah peradilan pajak

MAKALAH

PERADILAN PAJAK

DISUSUN OLEH :

NAMA : LA ODE JULHIJANI

STAMBUK : 21209325

FAKULTAS : HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2014

ii

Page 13: Makalah peradilan pajak

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2 Tujuan.............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2

A. Peradilan dan Keadilan di Bidang perpajakan................................................. 2

B. Sejarah Peradilan pajak Indonesia..................................................................... 6

BAB III PENUTUP................................................................................................. 10

A. KESIMPULAN................................................................................................... 10

B. SARAN.............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 11

KATA PENGANTAR

ii

Page 14: Makalah peradilan pajak

            Puji dan syukur saya panjatkan atas rahmat dan hidayah yang telah Allah

berikan kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu

yang telah diberikan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang

“PERADILAN PAJAK”

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat membantu. mahasiswa dalam proses

pembelajaran.

            Saya menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab

itu keritik dan saran dari saudara atau saudari sangat saya harapkan untuk kesempurnaan

makalah pada kemudian hari.

                                                                                               

Raha, Juni 2014

Penulis

ii