Transcript
Page 1: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

MencintaimuMencintaimudengandengan

Segenap BahasaSegenap Bahasa

Page 2: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Pengantar

MEMBUAT pengantar untuk sekumpulan puisi ini lebih berat dari apapun yang pernah kami tulis. Meski begitu, kami membuatnya dengan sepenuh hati dan kesungguhan!

Sekumpulan sajak ini merupakan rekam jejak kami dari ta-hun 2008 hingga 2012. Terlihat masa produktif dari masing-masing mempelai dalam menulis puisi. Pemilihan puisi pun terasa tidak meyakinkan. Meski begitu, keyakinan cinta tak tergoyahkan hingga kini.

Banyak hal yang tak mampu kami komunikasikan secara langsung, baik dengan bahasa verbal maupun fisik. Ketika tak mampu mendiskusikan apa yang kami pikirkan, entah karena waktu, perbedaan ideologi, maupun ketika ego ma-sing-masing bermain, menulis menjadi jalan menyenangkan untuk bertutur. Dan puisi adalah salah satunya.

Perjalanan selama empat tahun itu, tentu tak selalu berjalan mulus. Pada setiap pergesekan, kami coba untuk tetap mawas diri agar tak pecah kapal yang kami tumpangi. Per-

Yogyakarta, Oktober 2012

PenyusunFairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tata LetakYE Saputra

FotografiWahyu Purwantoro (ND artstudio)

Dicetak olehDiandra Creative Publishing

Fairuzul Mumtaz & Tikah KumalaMencintaimu dengan Segenap Bahasa

Page 3: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Pengantar

MEMBUAT pengantar untuk sekumpulan puisi ini lebih berat dari apapun yang pernah kami tulis. Meski begitu, kami membuatnya dengan sepenuh hati dan kesungguhan!

Sekumpulan sajak ini merupakan rekam jejak kami dari ta-hun 2008 hingga 2012. Terlihat masa produktif dari masing-masing mempelai dalam menulis puisi. Pemilihan puisi pun terasa tidak meyakinkan. Meski begitu, keyakinan cinta tak tergoyahkan hingga kini.

Banyak hal yang tak mampu kami komunikasikan secara langsung, baik dengan bahasa verbal maupun fisik. Ketika tak mampu mendiskusikan apa yang kami pikirkan, entah karena waktu, perbedaan ideologi, maupun ketika ego ma-sing-masing bermain, menulis menjadi jalan menyenangkan untuk bertutur. Dan puisi adalah salah satunya.

Perjalanan selama empat tahun itu, tentu tak selalu berjalan mulus. Pada setiap pergesekan, kami coba untuk tetap mawas diri agar tak pecah kapal yang kami tumpangi. Per-

Yogyakarta, Oktober 2012

PenyusunFairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tata LetakYE Saputra

FotografiWahyu Purwantoro (ND artstudio)

Dicetak olehDiandra Creative Publishing

Fairuzul Mumtaz & Tikah KumalaMencintaimu dengan Segenap Bahasa

Page 4: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah KumalaMencintaimu dengan Segenap Bahasa

arga Besar Romo Sapto Center, Keluarga Besar Tanda Baca, Keluarga Besar Diandra, Keluarga Besar Satu Arah, Keluar-ga Besar Incheap, Genk Nero, Genk Error Girl, kami hatur-kan terima kasih.

Kepada Bapak Eka Yulwhinar Saputra, Ibu Komang Ira Puspitaningsih sekeluarga, Bapak Agung Santosa sekeluar-ga, Bapak Fadlan Sekeluarga, Ibu Swastika Palupi, Bapak M. Abdul Aziz, Bapak M. Ulil Albab dan teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu, kami haturkan terima kasih.

Terima kasih kepada Anda yang telah menghadiri acara pernikahan kami. Semoga Allah SWT memberikan kebaikan sebagaimana kebaikan yang diberikan kepada Nabi Muhammad dan hamba-hambaNya yang sholeh.

Djogjakarta, 8 Oktober 2012.

gesekan itu tak hanya datang dari kami sendiri, melainkan juga wilayah organisasi, kesenian, kebudayaan, serta peker-jaan, melanggar wilayahnya dengan memasuki ranah cinta kami. Kami menyikapinya sebagai upaya pematangan cinta. Sebab itulah, sajak-sajak dalam kumpulan ini tak melulu persoalan cinta, meski dengan tegas judul yang dipilih sarat cinta dan momentum yang berlebihan cinta.

Dengan momentum ini, teruji kematangan cinta kami. Seba-gaimana manusia dewasa, semakin dewasa maka semakin banyak pula ujian yang datang dan tanggung jawab sema-kin besar. Dan kami telah mempersiapkannya.

Selanjutnya, atas segala yang terlibat dalam perjalanan ka-mi yang telah lalu dan akan datang, kami penghaturkan rasa syukur kepada Allah SWT beserta Nabinya, terima kasih ke-pada orangtua kandung kami; Bapak H. Mas'ad Masjhur dan Ibu Hj. As'adah (Demak), Bapak Puryanto dan Ibu Karmi (Cilacap).

Rasa terima kasih kami sampaikan pula kepada K.H. Baidlowi Syamsuri sekeluarga (Brabo – Grobogan) dan K.H. Hilmi Muhammad sekeluarga (Krapyak – Jogja) atas segala bimbingannya, Romo Sapto (Tambakbayan – Jogja).

Kepada keluarga besar di Demak dan Cilacap, Keluarga Be-sar Sanggar Suto, Keluarga Besar Sanggar Kemanusiaan, Keluarga Besar Yayasan Indonesia Buku, Keluarga Kecil Stilleto Book, Keluarga Besar Paguyuban Tri Tunggal, Kelu-

Page 5: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah KumalaMencintaimu dengan Segenap Bahasa

arga Besar Romo Sapto Center, Keluarga Besar Tanda Baca, Keluarga Besar Diandra, Keluarga Besar Satu Arah, Keluar-ga Besar Incheap, Genk Nero, Genk Error Girl, kami hatur-kan terima kasih.

Kepada Bapak Eka Yulwhinar Saputra, Ibu Komang Ira Puspitaningsih sekeluarga, Bapak Agung Santosa sekeluar-ga, Bapak Fadlan Sekeluarga, Ibu Swastika Palupi, Bapak M. Abdul Aziz, Bapak M. Ulil Albab dan teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu, kami haturkan terima kasih.

Terima kasih kepada Anda yang telah menghadiri acara pernikahan kami. Semoga Allah SWT memberikan kebaikan sebagaimana kebaikan yang diberikan kepada Nabi Muhammad dan hamba-hambaNya yang sholeh.

Djogjakarta, 8 Oktober 2012.

gesekan itu tak hanya datang dari kami sendiri, melainkan juga wilayah organisasi, kesenian, kebudayaan, serta peker-jaan, melanggar wilayahnya dengan memasuki ranah cinta kami. Kami menyikapinya sebagai upaya pematangan cinta. Sebab itulah, sajak-sajak dalam kumpulan ini tak melulu persoalan cinta, meski dengan tegas judul yang dipilih sarat cinta dan momentum yang berlebihan cinta.

Dengan momentum ini, teruji kematangan cinta kami. Seba-gaimana manusia dewasa, semakin dewasa maka semakin banyak pula ujian yang datang dan tanggung jawab sema-kin besar. Dan kami telah mempersiapkannya.

Selanjutnya, atas segala yang terlibat dalam perjalanan ka-mi yang telah lalu dan akan datang, kami penghaturkan rasa syukur kepada Allah SWT beserta Nabinya, terima kasih ke-pada orangtua kandung kami; Bapak H. Mas'ad Masjhur dan Ibu Hj. As'adah (Demak), Bapak Puryanto dan Ibu Karmi (Cilacap).

Rasa terima kasih kami sampaikan pula kepada K.H. Baidlowi Syamsuri sekeluarga (Brabo – Grobogan) dan K.H. Hilmi Muhammad sekeluarga (Krapyak – Jogja) atas segala bimbingannya, Romo Sapto (Tambakbayan – Jogja).

Kepada keluarga besar di Demak dan Cilacap, Keluarga Be-sar Sanggar Suto, Keluarga Besar Sanggar Kemanusiaan, Keluarga Besar Yayasan Indonesia Buku, Keluarga Kecil Stilleto Book, Keluarga Besar Paguyuban Tri Tunggal, Kelu-

Page 6: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2008Tahun 2008

Page 7: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2008Tahun 2008

Page 8: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Aku Mengingatmu Sebagai Prasasti

Aku mengingatmu sebagai prasastiJika nanti kau lupa tentang dawaiYang ragu-ragu berderit kau gesek

di belakang rumahSaat purnama telah pulangDan aku sibuk mengajarimuMengeja kalimat-kalimat yang semakin tuaPada daftar alamat yang kita lupa

mengiriminya doa

Aku mengingatmu sebagai prasastiHari lahirmu yang merekah

pada sebuah batuIsyarat yang kubiarkan mengerasNamun pada lekuknyaSuatu hari akan kau pahamiSebagai gerimisku atasmu

yang tak pernah reda.

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Episode Pertemuan

Masih hijau saat perjumpaan kita

di tebing-tebing luka lalu tergelincir. Merah dadamu menjadi adegan pada

bibir-bibir yang akrab bau busuk perjanjian

Lagi-lagi tentang cinta

perempuanmu yang hilang dan lelakiku yang kawin lagi.

Kemudian luka sekejab mengantar kita pada percakapan

Djogjakarta, Juni 2008

Page 9: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Aku Mengingatmu Sebagai Prasasti

Aku mengingatmu sebagai prasastiJika nanti kau lupa tentang dawaiYang ragu-ragu berderit kau gesek

di belakang rumahSaat purnama telah pulangDan aku sibuk mengajarimuMengeja kalimat-kalimat yang semakin tuaPada daftar alamat yang kita lupa

mengiriminya doa

Aku mengingatmu sebagai prasastiHari lahirmu yang merekah

pada sebuah batuIsyarat yang kubiarkan mengerasNamun pada lekuknyaSuatu hari akan kau pahamiSebagai gerimisku atasmu

yang tak pernah reda.

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Episode Pertemuan

Masih hijau saat perjumpaan kita

di tebing-tebing luka lalu tergelincir. Merah dadamu menjadi adegan pada

bibir-bibir yang akrab bau busuk perjanjian

Lagi-lagi tentang cinta

perempuanmu yang hilang dan lelakiku yang kawin lagi.

Kemudian luka sekejab mengantar kita pada percakapan

Djogjakarta, Juni 2008

Page 10: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Narasi di Redup Bulan

kenangan kita ranggas dari pohonyang mestinya semi

daun-daunnya adalah lembaran kisah kita yang kecoklatan

gugur di halaman perpustakaanketika kita seka puisi

dari halaman buku-bukumeleleh ke jantung

serupa kutukan jarum waktu

semoga tak ada lukayang menggelapkan mata

tak ada liku kabut jalandan kita akan menuainyasebagai kenangan yang tak pernah keriput

siapa yang guru,mengajari tentang lubang jalan,

bau busuk,juga sesekali wangi kemenyanyang diramu dengan

jamuan malamsebab kita sebenarnya adalah murid,memburu angin dari setiap mulut.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Kabar Laut;Kepada Lelaki di Masa Lalu

Hanya sebab aku kembali tanpa persetujuanmu. kau pun bakar peta menuju rumah

hingga terlupa jalan pulang dan menyesatkan diri

untuk kembali kucintai

Ini bukan lagi tentang kau dan ruang yang masih menunggu

penghuni baru sebab semua kenangan kubiarkan jadi abu

dan kuhanyutkan kealamatmu. kabar laut; tentang luka yang membusuk

Jogjakarta, 2008

Page 11: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Narasi di Redup Bulan

kenangan kita ranggas dari pohonyang mestinya semi

daun-daunnya adalah lembaran kisah kita yang kecoklatan

gugur di halaman perpustakaanketika kita seka puisi

dari halaman buku-bukumeleleh ke jantung

serupa kutukan jarum waktu

semoga tak ada lukayang menggelapkan mata

tak ada liku kabut jalandan kita akan menuainyasebagai kenangan yang tak pernah keriput

siapa yang guru,mengajari tentang lubang jalan,

bau busuk,juga sesekali wangi kemenyanyang diramu dengan

jamuan malamsebab kita sebenarnya adalah murid,memburu angin dari setiap mulut.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Kabar Laut;Kepada Lelaki di Masa Lalu

Hanya sebab aku kembali tanpa persetujuanmu. kau pun bakar peta menuju rumah

hingga terlupa jalan pulang dan menyesatkan diri

untuk kembali kucintai

Ini bukan lagi tentang kau dan ruang yang masih menunggu

penghuni baru sebab semua kenangan kubiarkan jadi abu

dan kuhanyutkan kealamatmu. kabar laut; tentang luka yang membusuk

Jogjakarta, 2008

Page 12: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Tentang Cinta yang Luput

Hujan turun sendirianSelaput cinta yang kusut diguguri kambojaMenyembunyikan puisi

dari kisah bunga bungah

Sekali musim kita tak sama menamainyaAngka-angka kalender jatuh begitu sajaMenjadi daftar merahTanpa kita sempat memaknainya

sebagai hariDan bau tanah yang menyumbat hidungAdalah kenangan yang terkubur.

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

akhirnya kita paham,bahwa daun mesti coklat dan jatuh

waktu mesti menuamurid mesti guru

tapi kenangan akanmemutih sebagai cahaya

bukan uban yang membunuh usiasebab narasi tetaplah sebuah

pintalan mimpi di redup bulan.

Djogjakarta, 2008.

Page 13: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Tentang Cinta yang Luput

Hujan turun sendirianSelaput cinta yang kusut diguguri kambojaMenyembunyikan puisi

dari kisah bunga bungah

Sekali musim kita tak sama menamainyaAngka-angka kalender jatuh begitu sajaMenjadi daftar merahTanpa kita sempat memaknainya

sebagai hariDan bau tanah yang menyumbat hidungAdalah kenangan yang terkubur.

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

akhirnya kita paham,bahwa daun mesti coklat dan jatuh

waktu mesti menuamurid mesti guru

tapi kenangan akanmemutih sebagai cahaya

bukan uban yang membunuh usiasebab narasi tetaplah sebuah

pintalan mimpi di redup bulan.

Djogjakarta, 2008.

Page 14: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Rencana;Seperangkat CintaSepanjang Rel Kereta

Suara kereta meninggalkan wajah-wajah,Tak juga menghapus tangisYang bangkit subuh tadiKetika kita benar-benartak sanggup berangkat

Di kursi peron kenangan itu menjadi peluitUsia yang menunggu mulai

menderitkan keberangkatanDan aku adalah lampu-lampu

yang tak siap ditinggalkan

Siapa yang dapat ingkari rencanaKetika dunia ini adalah seperangkat cinta sepanjang rel keretaTerus berjalan menuju kota-kotaTanpa dapat kita membelokkannya,

tapi kitaMesti setia menyusun rencana-rencana.

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Di Kotamu

di kota yang kau kenalkanakulah pengembara linglung.

kau bakar petalampu-lampu jalan,

pumflet-pumflet di tembok kotajadi abu etalase mimpi sebab kepulangan

adalah menyusun kembali masa lalu

tak kutemukan lagi jalan yang samabintik-bintik jalan menghapus

diri seorang anakmaka di gerai rambutmu kutitipkan

malam-malamku.

Djogjakarta, 2008.

Page 15: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Rencana;Seperangkat CintaSepanjang Rel Kereta

Suara kereta meninggalkan wajah-wajah,Tak juga menghapus tangisYang bangkit subuh tadiKetika kita benar-benartak sanggup berangkat

Di kursi peron kenangan itu menjadi peluitUsia yang menunggu mulai

menderitkan keberangkatanDan aku adalah lampu-lampu

yang tak siap ditinggalkan

Siapa yang dapat ingkari rencanaKetika dunia ini adalah seperangkat cinta sepanjang rel keretaTerus berjalan menuju kota-kotaTanpa dapat kita membelokkannya,

tapi kitaMesti setia menyusun rencana-rencana.

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Di Kotamu

di kota yang kau kenalkanakulah pengembara linglung.

kau bakar petalampu-lampu jalan,

pumflet-pumflet di tembok kotajadi abu etalase mimpi sebab kepulangan

adalah menyusun kembali masa lalu

tak kutemukan lagi jalan yang samabintik-bintik jalan menghapus

diri seorang anakmaka di gerai rambutmu kutitipkan

malam-malamku.

Djogjakarta, 2008.

Page 16: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Seperti Kita Hidup

Bunga-bunga mengapung dalam gelasSeperti kita hidup, sebuah kaca

mengurungnya

Malam-malam kita jadi setua anggurMabuk di pinggiran jalanBerlagak jadi sepasang pengantin baruSeperti kita hidup, sebuah cincin

mengikatnya

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Mencintaimudengan Segenap Bahasa

mencintaimu dengan segenap bahasamenerjemahkan segala gerak

menakar mimpi, juga rindumerekahlah jemari dan lengkap sudah

prosa ini,di dalamnya, sebuah cerita dibangun

dan kita akan menyelesaikannya

cinta ini tanpa kutipandan kita adalah anak yang

belajar membacamengeja abjad yang kita susun sendiri

memaknainya sebagai janji yangmusti terpenuhi

kelak, ketika kau pandai melafallahirlah puisi-puisi dari rahimmu

dan aku menamainya kesempurnaan

Djogjakarta, 2008.

Page 17: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Seperti Kita Hidup

Bunga-bunga mengapung dalam gelasSeperti kita hidup, sebuah kaca

mengurungnya

Malam-malam kita jadi setua anggurMabuk di pinggiran jalanBerlagak jadi sepasang pengantin baruSeperti kita hidup, sebuah cincin

mengikatnya

Djogjakarta, 2008.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Mencintaimudengan Segenap Bahasa

mencintaimu dengan segenap bahasamenerjemahkan segala gerak

menakar mimpi, juga rindumerekahlah jemari dan lengkap sudah

prosa ini,di dalamnya, sebuah cerita dibangun

dan kita akan menyelesaikannya

cinta ini tanpa kutipandan kita adalah anak yang

belajar membacamengeja abjad yang kita susun sendiri

memaknainya sebagai janji yangmusti terpenuhi

kelak, ketika kau pandai melafallahirlah puisi-puisi dari rahimmu

dan aku menamainya kesempurnaan

Djogjakarta, 2008.

Page 18: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Yang Tak Mau Kembali

kau belum juga kembaliperang telah selesaitapi kau masih berlayartak kautemui ombak

juga badaiyang pernah dijanjikan orang-orang

bukankah kau sendiri yang berkatalaut tak bermuara selain di hati kita?

hidup memang sekadarbukan persinggahan

di dermagasekali waktu kita temui hamparan laut

menantang; mengibarkan jala

memburu ikan-ikansebagai hasil hidup yang tak sia-sia

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Malam Natal

Ini bukan pesta kembang api, sayangTerompet pun kita tunda bunyinya

Kita susun malam ini dengan anggurPaling istimewa

Sebab perjamuanMenjadi ayat paling panjang

Jangan tanya lagiDi mana Yusuf dan Maria

Sebab cinta lepas dari penanggalanSementara siksa

memenuhi darahmuMaka kutuang anggur di atas perak

Agar kilaunya jadi saksi malam ini

Djogjakarta, 2008.

Page 19: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Yang Tak Mau Kembali

kau belum juga kembaliperang telah selesaitapi kau masih berlayartak kautemui ombak

juga badaiyang pernah dijanjikan orang-orang

bukankah kau sendiri yang berkatalaut tak bermuara selain di hati kita?

hidup memang sekadarbukan persinggahan

di dermagasekali waktu kita temui hamparan laut

menantang; mengibarkan jala

memburu ikan-ikansebagai hasil hidup yang tak sia-sia

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Malam Natal

Ini bukan pesta kembang api, sayangTerompet pun kita tunda bunyinya

Kita susun malam ini dengan anggurPaling istimewa

Sebab perjamuanMenjadi ayat paling panjang

Jangan tanya lagiDi mana Yusuf dan Maria

Sebab cinta lepas dari penanggalanSementara siksa

memenuhi darahmuMaka kutuang anggur di atas perak

Agar kilaunya jadi saksi malam ini

Djogjakarta, 2008.

Page 20: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Ia Akan Pulang

di pinggir gulana aku menunggumu; gadis kecilkudengan sayap kupu-kupumembawa cerita tentang dunia barupada sebuah peta yang asing

ia pergi ke dada benua.saat subuh di mata merahia dobrak pintudan segala penghalangmembunuh ketakutan raksasayang mengutuknya jadi sunyatak kenal alamatbahkan namanya sendiri.wajahnya marahdari punggungnya tumbuh sayap mungillantas ia seperti kupu-kuputertiup angin

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

sementara, kau bakar dermaga; jalan pulang menuju ibu.

lalu di kobaran api itukau temukan mayat-mayat

di barisan depan

tapi kau bukan pelautmaka berpetualanglah dengan peluru

hari-hari akan pulang ke rumahangka-angka akan kembali pada kalender

peluru akan menuntunmu ke penjurusedang laut ke mana engkau berpaut?

Djogjakarta, 2008.

Page 21: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Ia Akan Pulang

di pinggir gulana aku menunggumu; gadis kecilkudengan sayap kupu-kupumembawa cerita tentang dunia barupada sebuah peta yang asing

ia pergi ke dada benua.saat subuh di mata merahia dobrak pintudan segala penghalangmembunuh ketakutan raksasayang mengutuknya jadi sunyatak kenal alamatbahkan namanya sendiri.wajahnya marahdari punggungnya tumbuh sayap mungillantas ia seperti kupu-kuputertiup angin

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

sementara, kau bakar dermaga; jalan pulang menuju ibu.

lalu di kobaran api itukau temukan mayat-mayat

di barisan depan

tapi kau bukan pelautmaka berpetualanglah dengan peluru

hari-hari akan pulang ke rumahangka-angka akan kembali pada kalender

peluru akan menuntunmu ke penjurusedang laut ke mana engkau berpaut?

Djogjakarta, 2008.

Page 22: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Gadis Sakura*

buru aku di dada Asia: sakuraaku terbang lepas ke mata duniakincir angin melemparkuke benua-benua tanpa nama

aku lepas waktu; lepas peta; lepas abjad

lukai aku dengan kalimatmuakan kutelusuri darahmu dengan

lengking bisuyang menyeretmu ke gulana

dekat mataku

kecup gincu merah ininiscaya kau temukan guguran sakuradi ujung lidahkudan hisaplah peluhku,air dari telaga sunyiurat-uratmu akan mengeraslalu kurung akudalam peluk yang pahit

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

hari sudah begini tua.gulana ini lahir dari mataku

sejak tak kumaui lagi pinta dunia

wajahku isengtidur di pepohonan malam tadisaat bintang dan bulan beradu

kutemui ribuan kupu-kupumengarah barat

dan kutahu ia akan pulang.

Djogjakarta, 2008.

Page 23: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Gadis Sakura*

buru aku di dada Asia: sakuraaku terbang lepas ke mata duniakincir angin melemparkuke benua-benua tanpa nama

aku lepas waktu; lepas peta; lepas abjad

lukai aku dengan kalimatmuakan kutelusuri darahmu dengan

lengking bisuyang menyeretmu ke gulana

dekat mataku

kecup gincu merah ininiscaya kau temukan guguran sakuradi ujung lidahkudan hisaplah peluhku,air dari telaga sunyiurat-uratmu akan mengeraslalu kurung akudalam peluk yang pahit

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

hari sudah begini tua.gulana ini lahir dari mataku

sejak tak kumaui lagi pinta dunia

wajahku isengtidur di pepohonan malam tadisaat bintang dan bulan beradu

kutemui ribuan kupu-kupumengarah barat

dan kutahu ia akan pulang.

Djogjakarta, 2008.

Page 24: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

buru aku di dada Asiakubelai engkau seumpama sungaimengalirlah ke dalam tubuhkusebab cinta adalah kata yang

terlalu kadaluarsadan berbusa memenuhi kepala kita

”rengkuhlah!” tanpa kata.tak ada mawar sebagai penawar.

Djogjakarta, 2008.

* Terinspirasi dari lukisan berjudul Curious karya Utin Rini

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

bukalah selaksa rahasia tubuhkuakan kau temukan warna-warni

dosa pertapadan para pengembara yang

membusuk di rahimkulalu kupilih kata paling tepat

sebagai jamuan”rengkuh!”

barangkali kau akan terlelap jugapulas mendengkur,

mengigaulalu terbang puluhan kupu-kupu

dari mulutmuwarna-warni sayapnya adalah tetesan

peluhruas-ruasnya adalah jalan hidup

kau lihatlah,mataku sayu

sekelu redup lampu yangbaru saja kau matikan

dan meninggalkanku denganlembaran-lembaran

yang membuatku bertahantapi aku terbang

sekuat angin yang menembus jantungmudan kau akan memburuku sebagai

binatang buruan

Page 25: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

buru aku di dada Asiakubelai engkau seumpama sungaimengalirlah ke dalam tubuhkusebab cinta adalah kata yang

terlalu kadaluarsadan berbusa memenuhi kepala kita

”rengkuhlah!” tanpa kata.tak ada mawar sebagai penawar.

Djogjakarta, 2008.

* Terinspirasi dari lukisan berjudul Curious karya Utin Rini

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

bukalah selaksa rahasia tubuhkuakan kau temukan warna-warni

dosa pertapadan para pengembara yang

membusuk di rahimkulalu kupilih kata paling tepat

sebagai jamuan”rengkuh!”

barangkali kau akan terlelap jugapulas mendengkur,

mengigaulalu terbang puluhan kupu-kupu

dari mulutmuwarna-warni sayapnya adalah tetesan

peluhruas-ruasnya adalah jalan hidup

kau lihatlah,mataku sayu

sekelu redup lampu yangbaru saja kau matikan

dan meninggalkanku denganlembaran-lembaran

yang membuatku bertahantapi aku terbang

sekuat angin yang menembus jantungmudan kau akan memburuku sebagai

binatang buruan

Page 26: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

bukankah ini mesti dilaluibadai hanya membersihkanhalaman rumahdari puisi-puisi burukyang tak jelas asal-usulnya

IIbukankah telah dijodohkandatang dan pulang

pergi dan kembali

bukan sebab mati aku kembalitapi hidup yang tak mampuceritakan gelisah anginlalu tanpa dayaaku lepas dari akar duniamenuju penjuru-penjuru

aku iris garis nasibbukan sebab hiduptapi mencintai jalan pulangadalah bunga-bunga dalam dadakumaka pinanglah akudan izroil maharnya

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Pusaran Terakhir

Ijika mati kelak

tak kupilih neraka atau sorga,aku menuju

yang menyisakan badai dalam diriwangi tubuh

menjelma kafan

aku besiaku kuat

kupasung derita masa laluyang melilit jejak-jejak pulang

sebab jalan menujunya begitu sengit

maka kutulis memodari hukuman panjang

badai yang menenggelamkan

ramai ini sunyiiseng ini letih

aku tarik diri ke arus waktu duniatak kutemui larik-larik

hanya gerak serupa mimpi

Page 27: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

bukankah ini mesti dilaluibadai hanya membersihkanhalaman rumahdari puisi-puisi burukyang tak jelas asal-usulnya

IIbukankah telah dijodohkandatang dan pulang

pergi dan kembali

bukan sebab mati aku kembalitapi hidup yang tak mampuceritakan gelisah anginlalu tanpa dayaaku lepas dari akar duniamenuju penjuru-penjuru

aku iris garis nasibbukan sebab hiduptapi mencintai jalan pulangadalah bunga-bunga dalam dadakumaka pinanglah akudan izroil maharnya

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Pusaran Terakhir

Ijika mati kelak

tak kupilih neraka atau sorga,aku menuju

yang menyisakan badai dalam diriwangi tubuh

menjelma kafan

aku besiaku kuat

kupasung derita masa laluyang melilit jejak-jejak pulang

sebab jalan menujunya begitu sengit

maka kutulis memodari hukuman panjang

badai yang menenggelamkan

ramai ini sunyiiseng ini letih

aku tarik diri ke arus waktu duniatak kutemui larik-larik

hanya gerak serupa mimpi

Page 28: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2009Tahun 2009

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

IIIlalu di antara kisaran angin

ujungku tak lagi nancapaku rapuh

aku ngapung di udara: kembali.

Djogjakarta, 2008.

Page 29: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2009Tahun 2009

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

IIIlalu di antara kisaran angin

ujungku tak lagi nancapaku rapuh

aku ngapung di udara: kembali.

Djogjakarta, 2008.

Page 30: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Pengantin Sepi: Ira Wangsa

Di stasiun ini pengantin sepiTanpa pelaminan, perjamuan,

dan riuh musikSementara di hati terpasang cincin kesetiaan cinta

Ini kali pertama kutemui kau berkebayaBunga-bunga melati jadi janjiAtas dongeng-dongeng

yang kelak terciptaDari rahimmu, dari rahimmu

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Titipkan Lukamu Di Tubuhku

Beri aku luka seumpama

ilalang musim hujan kepada pertemuan angin malam

Biar kelak aku merindumulaiknya lelaki bijaksana

seumur perkenalanku dengan adam

Namun telah kaubakarmimpi di hadapanku

Seperti sepi yang kausetubuhi sendirian

Aku masih menunggumu, Sayang Di rumah. Tempat kata-kata beranak

Setumpuk sajak hanya antara kau dan musim luka yang tertinggal

Jogjakarta, Februari 2009

Page 31: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Pengantin Sepi: Ira Wangsa

Di stasiun ini pengantin sepiTanpa pelaminan, perjamuan,

dan riuh musikSementara di hati terpasang cincin kesetiaan cinta

Ini kali pertama kutemui kau berkebayaBunga-bunga melati jadi janjiAtas dongeng-dongeng

yang kelak terciptaDari rahimmu, dari rahimmu

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Titipkan Lukamu Di Tubuhku

Beri aku luka seumpama

ilalang musim hujan kepada pertemuan angin malam

Biar kelak aku merindumulaiknya lelaki bijaksana

seumur perkenalanku dengan adam

Namun telah kaubakarmimpi di hadapanku

Seperti sepi yang kausetubuhi sendirian

Aku masih menunggumu, Sayang Di rumah. Tempat kata-kata beranak

Setumpuk sajak hanya antara kau dan musim luka yang tertinggal

Jogjakarta, Februari 2009

Page 32: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Sekitar Gaza

bersembunyilah dalam dadakuagar langit tak berwarna ungudan puing-puing tak melulu kabar buruk

kemarilah,kudongengkan cerita pengantar tidursebab hanya mimpi yang tak pernah

diusik peluru.mari menari irama padang pasirkesedihan mesti berakhir

tidurlah,akan kubangunkan engkau di siang harisetelah kering darah dan tangis

oleh mataharidan sebentar lagi hujanmembawanya menuju langitagar tercium malaikat sebagai bau tanahyang abadi

Djogjakarta, 2009.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Cerita Ini yang Jadi Lukisan

Cuaca melenggang murung Lelarian kita menapak di pasir-pasir

Dan hilang Diburu gelombang pasang

Sketsa wajahmu adalah garis cemburu Yang mengental di atas kertas

Sementara aku selalu gelisah

Memungut cerita, Dari kubangan luka menjadi kalimat

Supaya kelak kita bisa memaknainya bersama-sama

Djogjakarta, 2009

Page 33: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Sekitar Gaza

bersembunyilah dalam dadakuagar langit tak berwarna ungudan puing-puing tak melulu kabar buruk

kemarilah,kudongengkan cerita pengantar tidursebab hanya mimpi yang tak pernah

diusik peluru.mari menari irama padang pasirkesedihan mesti berakhir

tidurlah,akan kubangunkan engkau di siang harisetelah kering darah dan tangis

oleh mataharidan sebentar lagi hujanmembawanya menuju langitagar tercium malaikat sebagai bau tanahyang abadi

Djogjakarta, 2009.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Cerita Ini yang Jadi Lukisan

Cuaca melenggang murung Lelarian kita menapak di pasir-pasir

Dan hilang Diburu gelombang pasang

Sketsa wajahmu adalah garis cemburu Yang mengental di atas kertas

Sementara aku selalu gelisah

Memungut cerita, Dari kubangan luka menjadi kalimat

Supaya kelak kita bisa memaknainya bersama-sama

Djogjakarta, 2009

Page 34: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2010Tahun 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Jalan Pulang Menuju Ibu

Segala milik kita terlanjur melarat

Hari-hari merenta begitu cepat Setelah lautan menepi

Perahu-perahu menunggu Cintamu kembali berlabuh

Sejauh mana kita telah kehilangan arah mata angin

Sehingga untuk pulang Begitu jauh menemui rumahmu

2009

Page 35: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2010Tahun 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Jalan Pulang Menuju Ibu

Segala milik kita terlanjur melarat

Hari-hari merenta begitu cepat Setelah lautan menepi

Perahu-perahu menunggu Cintamu kembali berlabuh

Sejauh mana kita telah kehilangan arah mata angin

Sehingga untuk pulang Begitu jauh menemui rumahmu

2009

Page 36: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Obituari Lelaki Setia

ceritakan tentang lelaki setia supaya bayibayi perempuan tak jadi murung dilahirkan bukankah air mata bukan saja milik kaum hawa kenapa di tubuhmu aku harus memenuhi telaga? memanggul kendikendi

berisi susu menjadikan musim ilalang penuh kilat di matamu

sementara di rumah itu perempuan mana telah merebut tempat tidurku beserta mempelainya. di hari pernikahan.

Jogjakarta. 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Genesis

Bising meriam di kepalamuUsir kau dari medan perangMenuju tempat paling sunyi

Dalam karang-karangMaka terciptalah pasal itu

Di atas perahuDigoyang ombak kecil

Kau hanyutkan iaDieja nama-nama

Engkaulah penciptaEngkaulah raja itu.

Sementara, dari jauh, Fisabilillah serukan perang

Kau serukan syair,Dendangkan negerimu

Djogjakarta, 2010.

Page 37: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Obituari Lelaki Setia

ceritakan tentang lelaki setia supaya bayibayi perempuan tak jadi murung dilahirkan bukankah air mata bukan saja milik kaum hawa kenapa di tubuhmu aku harus memenuhi telaga? memanggul kendikendi

berisi susu menjadikan musim ilalang penuh kilat di matamu

sementara di rumah itu perempuan mana telah merebut tempat tidurku beserta mempelainya. di hari pernikahan.

Jogjakarta. 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz

Genesis

Bising meriam di kepalamuUsir kau dari medan perangMenuju tempat paling sunyi

Dalam karang-karangMaka terciptalah pasal itu

Di atas perahuDigoyang ombak kecil

Kau hanyutkan iaDieja nama-nama

Engkaulah penciptaEngkaulah raja itu.

Sementara, dari jauh, Fisabilillah serukan perang

Kau serukan syair,Dendangkan negerimu

Djogjakarta, 2010.

Page 38: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

lalu aku tetap hilang.gelombang menggulung tubuhmumelahirkan cerita uburubur lautmengkhianatiku dari kerlip lainkunang-kunang

sementara aku tak pernah kuasa berpaling

mencintai kunang-kunangadalah tubuhku yang membenci mataharimencintaimu adalah kerinduankumenjemput purnama maka kubiarkan matahari dan bulan leluasa bertengkar

Jogjakarta 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Mencintai Kunang-Kunang

kuikuti jejakmumencintai kunangkunang

maka aku tak relamendung menjelma mataharidan aku kehilangan kenangan

kerlip cahaya di tubuh mungil itu

kuikuti jejakmumengawini musim hujanmesra dengan amis luka

dari gores pisau di lengan kirimu

Page 39: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

lalu aku tetap hilang.gelombang menggulung tubuhmumelahirkan cerita uburubur lautmengkhianatiku dari kerlip lainkunang-kunang

sementara aku tak pernah kuasa berpaling

mencintai kunang-kunangadalah tubuhku yang membenci mataharimencintaimu adalah kerinduankumenjemput purnama maka kubiarkan matahari dan bulan leluasa bertengkar

Jogjakarta 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Mencintai Kunang-Kunang

kuikuti jejakmumencintai kunangkunang

maka aku tak relamendung menjelma mataharidan aku kehilangan kenangan

kerlip cahaya di tubuh mungil itu

kuikuti jejakmumengawini musim hujanmesra dengan amis luka

dari gores pisau di lengan kirimu

Page 40: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Sekoci di Tengah Gelombang

Apa yang hendak kita tantang Di laut pasang, jika tak butuh peperangan kita mengubah arah dan tenggelam

Semula lantang cinta kita Di gurat lelahmu, aku masih sempat bersandar manja

Lalu segalanya Kutemukan seperti mimpi Karam perahu kita, membuat arah rumit kutemukan. Sebab semula kau tak pernah berniat

mengubahnya

2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Kemarau di Rumah Kita

jadikanlah aku linglung, Nan.supaya cela janjimutak perlu mengiang

di ingatan

dan kamu tak lagi perlu datangsebab dahan-dahan

yang tumbang dari penahannya

kukira tak akan jadi sempurnasekuat pohon

yang pernah menangkal kilat matamu

yang selalu ingkar.

lalu pantaskah kita masih bersepakat?sementara musim

telah berkemas pergihujan tak mau lagi datang

gersang, tandus perkenalan kita

menjelma kemarau di rumah sendiri

Jogjakarta. 2010

Page 41: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Sekoci di Tengah Gelombang

Apa yang hendak kita tantang Di laut pasang, jika tak butuh peperangan kita mengubah arah dan tenggelam

Semula lantang cinta kita Di gurat lelahmu, aku masih sempat bersandar manja

Lalu segalanya Kutemukan seperti mimpi Karam perahu kita, membuat arah rumit kutemukan. Sebab semula kau tak pernah berniat

mengubahnya

2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Kemarau di Rumah Kita

jadikanlah aku linglung, Nan.supaya cela janjimutak perlu mengiang

di ingatan

dan kamu tak lagi perlu datangsebab dahan-dahan

yang tumbang dari penahannya

kukira tak akan jadi sempurnasekuat pohon

yang pernah menangkal kilat matamu

yang selalu ingkar.

lalu pantaskah kita masih bersepakat?sementara musim

telah berkemas pergihujan tak mau lagi datang

gersang, tandus perkenalan kita

menjelma kemarau di rumah sendiri

Jogjakarta. 2010

Page 42: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Episode Skripsi;

Waktu di Tepian Musim Musim pun bisa terlambat, menambat tanggalnya yang tetap. Lalu bagaimana dengan kita? Dituntut lekas jadi sarjana, Emak di kampung, masih bersitahan dengan satu kata ; Kapan? Menjadi berpangkat kalau bisa, kemudian merawat anak, dan kini pun kita— terlanjur digerus arus menjadi tawanan waktu untuk terus semakin

menjadi-jadi(-jadian).

Jogjakarta, 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Jika Ia Menjelma Aku

pun rambutku bisa liar didera gelisah angin lari

mana salah, kemana ini arah lalu kubiarkan ia jatuh

barang sehelai mengait dosa dan sebagaimana kuingat

saat dadamu menambat rambutku lesau angin jadi terusir

maka sekali sajalah kau jadi aku supaya kau tau

bagaimana memerangi badai jika kelak ia menjelma aku

Jogjakarta, 2010

Page 43: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Episode Skripsi;

Waktu di Tepian Musim Musim pun bisa terlambat, menambat tanggalnya yang tetap. Lalu bagaimana dengan kita? Dituntut lekas jadi sarjana, Emak di kampung, masih bersitahan dengan satu kata ; Kapan? Menjadi berpangkat kalau bisa, kemudian merawat anak, dan kini pun kita— terlanjur digerus arus menjadi tawanan waktu untuk terus semakin

menjadi-jadi(-jadian).

Jogjakarta, 2010

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Jika Ia Menjelma Aku

pun rambutku bisa liar didera gelisah angin lari

mana salah, kemana ini arah lalu kubiarkan ia jatuh

barang sehelai mengait dosa dan sebagaimana kuingat

saat dadamu menambat rambutku lesau angin jadi terusir

maka sekali sajalah kau jadi aku supaya kau tau

bagaimana memerangi badai jika kelak ia menjelma aku

Jogjakarta, 2010

Page 44: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Selain Ke Dadamu

Nan, sekali lagi kautitipkanke padaku pahit kalimatlengkap pula dengan bahasamu yang sulit kuterima

apakah manusia tak boleh lalaisebab di matamu, perempuan haruslah tak bercelasementara gurat luka inidi hatiku terberaitercabik-cabik tak kuasa

Nan, tak selalu di dadamuaku musti mengulang cerita ini,sebab kekalahan matahari, selalupetang yang jadi pemenangnyadan gelap langkahkumenjadi kebingungan yang tak putus-putus

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Ingatan Tentangmu,Ialah Peluru Bagi Sepi yang

Kupinang Lebih Dulu.

Fai, barangkali mesti kita ceraikan ingatan tentang rumah,

geladak kapal patahjuga alamat yang hilang dikemudi

gelombang dan pasang laut sebab kini tak lagi ada kita

segala janji telah luruh dengan sendirinya

dan ingatan tentangmu, ingatan tentangmu selalu datang seperti

peluru.ialah peluru bagiku

bagi sepi yang kupinang lebih dulu.

Yogyakarta. 2010

Page 45: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Selain Ke Dadamu

Nan, sekali lagi kautitipkanke padaku pahit kalimatlengkap pula dengan bahasamu yang sulit kuterima

apakah manusia tak boleh lalaisebab di matamu, perempuan haruslah tak bercelasementara gurat luka inidi hatiku terberaitercabik-cabik tak kuasa

Nan, tak selalu di dadamuaku musti mengulang cerita ini,sebab kekalahan matahari, selalupetang yang jadi pemenangnyadan gelap langkahkumenjadi kebingungan yang tak putus-putus

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Ingatan Tentangmu,Ialah Peluru Bagi Sepi yang

Kupinang Lebih Dulu.

Fai, barangkali mesti kita ceraikan ingatan tentang rumah,

geladak kapal patahjuga alamat yang hilang dikemudi

gelombang dan pasang laut sebab kini tak lagi ada kita

segala janji telah luruh dengan sendirinya

dan ingatan tentangmu, ingatan tentangmu selalu datang seperti

peluru.ialah peluru bagiku

bagi sepi yang kupinang lebih dulu.

Yogyakarta. 2010

Page 46: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2011Tahun 2011

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

jika kau pun pernah membiarkandadamu dihuni gerai rambut

selain milikkubiarkan angin leluasa datangsebab rambutku menjadi liaraku tak lagi kuasa menahan

sesekali tersesat pulangke alamat yang lain

selain ke dadamu

Jogjakarta. 2010

Page 47: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Tahun 2011Tahun 2011

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

jika kau pun pernah membiarkandadamu dihuni gerai rambut

selain milikkubiarkan angin leluasa datangsebab rambutku menjadi liaraku tak lagi kuasa menahan

sesekali tersesat pulangke alamat yang lain

selain ke dadamu

Jogjakarta. 2010

Page 48: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Jarak Menujumu

akulah ombak itu—tak pernah tetap, tak jua dapat menetapjika sewaktu-waktu angin membawaku padamu ; dihadang karang dan hilangtunggulah di tepian pantai

pada kapal-kapal yang menyambutsegalanya yang datangseperti dermaga yang melepassetiap keberangkatandan tak ada selain kepada pantaimu

aku menuju sebab beginilah nasibtak ada yang dapat menolak sekalipun berlari itu adalah janji yang mesti dilunasi.

Jogjakarta, 2011

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Yang Musti Dihentikan dan Mati

mestinya kita sama taujika hujan tak bermusim setiap waktu

dan kita tak harusbersitahan dengan semua ini

sebab kotamu itu—tempat pertama yang ingin kukunjungi

tak dipisah sungai, pun sekadar bukit pada cerita-cerita kita

lalu bagaimana kauwasiatkan rindumu pada hujan, sayangku?

seperti katamu,“hujan itu adalah aku,

yang digulung ombak laut ke kotamu”sedangkan ini musim beralih pergi

bergegas memulangkan rindumu padakemarau di tubuh kita.

Jogjakarta. 2010-2011

Page 49: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Jarak Menujumu

akulah ombak itu—tak pernah tetap, tak jua dapat menetapjika sewaktu-waktu angin membawaku padamu ; dihadang karang dan hilangtunggulah di tepian pantai

pada kapal-kapal yang menyambutsegalanya yang datangseperti dermaga yang melepassetiap keberangkatandan tak ada selain kepada pantaimu

aku menuju sebab beginilah nasibtak ada yang dapat menolak sekalipun berlari itu adalah janji yang mesti dilunasi.

Jogjakarta, 2011

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Yang Musti Dihentikan dan Mati

mestinya kita sama taujika hujan tak bermusim setiap waktu

dan kita tak harusbersitahan dengan semua ini

sebab kotamu itu—tempat pertama yang ingin kukunjungi

tak dipisah sungai, pun sekadar bukit pada cerita-cerita kita

lalu bagaimana kauwasiatkan rindumu pada hujan, sayangku?

seperti katamu,“hujan itu adalah aku,

yang digulung ombak laut ke kotamu”sedangkan ini musim beralih pergi

bergegas memulangkan rindumu padakemarau di tubuh kita.

Jogjakarta. 2010-2011

Page 50: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Catatan Untuk Sebuah Kamar

dinding kamarmu menimbun sekian bentuk rindu

semacam candu kepada puisi kepada wangi dupa

dan lukisan hutan yangmenjamu mata kita

akhirnya pun kaugulungdi seperempat cerita

yang tak sempat rampung di kamarmu lagi-lagi kisah cinta semacam babakan dalam drama kaupilih kostum paling serasi melakonkan peranmu meski

melulu dikalahkan dan tak perlu lagi kaupusingkan ini semua sebab perasaan hanya

semacam surat kaleng yang bisa kautulis menjadi

puisi pada akhirnya

Jogjakarta, 2011

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Catatan Februari yang Ganjil

Kudiami matamusebab selain aku, tak pernahkurelakan siapapun menjadi

penghuninya

Pun umpama selain padamumusti kualamatkan kemana rindu ini?

Merumahkan cintamumerawatnya hingga aku enggan pergi

lalu bagaimana aku berniat berkhianat?Sementara di matamu

telah kutitipkan seluruh rahasia yang terlanjur leluasa bersembunyi

Ah, ini Februari ketiga yang ganjil, SayangMenangkap arus matamu adalah

garis cemburuMaka tak kubiarkan jadi merah

Sebab cintaku meredamnya.

[] Jogjakarta, 2011.

Page 51: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Catatan Untuk Sebuah Kamar

dinding kamarmu menimbun sekian bentuk rindu

semacam candu kepada puisi kepada wangi dupa

dan lukisan hutan yangmenjamu mata kita

akhirnya pun kaugulungdi seperempat cerita

yang tak sempat rampung di kamarmu lagi-lagi kisah cinta semacam babakan dalam drama kaupilih kostum paling serasi melakonkan peranmu meski

melulu dikalahkan dan tak perlu lagi kaupusingkan ini semua sebab perasaan hanya

semacam surat kaleng yang bisa kautulis menjadi

puisi pada akhirnya

Jogjakarta, 2011

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Catatan Februari yang Ganjil

Kudiami matamusebab selain aku, tak pernahkurelakan siapapun menjadi

penghuninya

Pun umpama selain padamumusti kualamatkan kemana rindu ini?

Merumahkan cintamumerawatnya hingga aku enggan pergi

lalu bagaimana aku berniat berkhianat?Sementara di matamu

telah kutitipkan seluruh rahasia yang terlanjur leluasa bersembunyi

Ah, ini Februari ketiga yang ganjil, SayangMenangkap arus matamu adalah

garis cemburuMaka tak kubiarkan jadi merah

Sebab cintaku meredamnya.

[] Jogjakarta, 2011.

Page 52: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Puisi Pada Karcis Kereta

Satu botol bir kita habiskan berduaDi stasiun itu, dua batang rel menyusun rencanaSatu rel aku. Satunya lagi kamuKapan ketemu?

Pada stasiun kita mengaku sebagai manusia eksilMencuri hidup di gerbong-gerbong keretaLalu melumurinya dengan warna-warniAgar tak lupa gerbong mana pernah mengantar kita

Beginilah kita yang tak punya tujuan, katamu.Aku menganggukKita hanya mengikuti jalur kereta yang sudah ditentukanMembeli karcis dan menuliskan kisah perjalanan di baliknya

Tahun 2012Tahun 2012

Page 53: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Fairuzul Mumtaz

Puisi Pada Karcis Kereta

Satu botol bir kita habiskan berduaDi stasiun itu, dua batang rel menyusun rencanaSatu rel aku. Satunya lagi kamuKapan ketemu?

Pada stasiun kita mengaku sebagai manusia eksilMencuri hidup di gerbong-gerbong keretaLalu melumurinya dengan warna-warniAgar tak lupa gerbong mana pernah mengantar kita

Beginilah kita yang tak punya tujuan, katamu.Aku menganggukKita hanya mengikuti jalur kereta yang sudah ditentukanMembeli karcis dan menuliskan kisah perjalanan di baliknya

Tahun 2012Tahun 2012

Page 54: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Edisi Peringatan 24 Tahun Kelahiran

Ialah sebuah peringatan, ingatan yang sekali dalam setahun akan mengulang-ulang cerita yang

hampir sama; tentang pantai, sebuah bunga, dan sepotong coklat yang terlalu manis.

Di mana dalam setahun sekali itu, ada dua lelaki yang datang.

Ia yang mengantar ingatan terbaikku, dan lelaki lain yang menyusun

cerita buruk di kepalaku

supaya kelak kutabung jadi ingatan.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Ingat karat-karat kereta itu, katamu menasihati.

Begitulah hidup yang ringkihHarus senantiasa bergerak

Atau nanti, mati dalam gelisah

Djogjakarta, 2012.

Page 55: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Edisi Peringatan 24 Tahun Kelahiran

Ialah sebuah peringatan, ingatan yang sekali dalam setahun akan mengulang-ulang cerita yang

hampir sama; tentang pantai, sebuah bunga, dan sepotong coklat yang terlalu manis.

Di mana dalam setahun sekali itu, ada dua lelaki yang datang.

Ia yang mengantar ingatan terbaikku, dan lelaki lain yang menyusun

cerita buruk di kepalaku

supaya kelak kutabung jadi ingatan.

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Ingat karat-karat kereta itu, katamu menasihati.

Begitulah hidup yang ringkihHarus senantiasa bergerak

Atau nanti, mati dalam gelisah

Djogjakarta, 2012.

Page 56: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Cara yang Beda untuk Mencintai Satu Hal yang Sama

Kenapa musti memusuhi, jika kau tahu setiap dari kita punya cara sendiri untuk mencintai. Seperti aku mencintaimu, seperti aku mencintai rumah yang kau bangun, rumah yang sengaja kurawat supaya sesekali kau bisa pulang.

Aku hanya memindah pot-pot bunga ke halaman. Mengganti ranjang yang tak lagi layak pakai. Membenahi buku-buku dan tak bermaksud menggantikan peranmu di rumahmu. Aku belajar tahu, di mana salahku ketika diam-diam kau tak sudi lagi untuk pulang.

Aku tahu, ada banyak hal yang berubah yang membuatmu asing. Tapi aku hanya ingin kau tahu, begitulah aku mencintaimu, mencintai rumah yang kau bangun supaya tak jadi roboh dan kita akan semakin jarang bertemu.

2012

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Bahkan aku percaya, di tanggal yang sama di usiaku

yang baru sehari itu, aku lahir sebab banyak doa dan sesaji.

Di mana Bapak dan Emak bersuka ria merayakannya

dengan sederhana. Lebih sederhana dari sepotong coklat.

Lebih bijaksana, sebab aku diberi pengharapan

dan berkawan orang-orang yangpandai menghargai.

Ialah sebuah peringatan, ingatan yang selalu menyusun

ceritanya sendiri di kepalaku.

Jogja, 2012

Page 57: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Cara yang Beda untuk Mencintai Satu Hal yang Sama

Kenapa musti memusuhi, jika kau tahu setiap dari kita punya cara sendiri untuk mencintai. Seperti aku mencintaimu, seperti aku mencintai rumah yang kau bangun, rumah yang sengaja kurawat supaya sesekali kau bisa pulang.

Aku hanya memindah pot-pot bunga ke halaman. Mengganti ranjang yang tak lagi layak pakai. Membenahi buku-buku dan tak bermaksud menggantikan peranmu di rumahmu. Aku belajar tahu, di mana salahku ketika diam-diam kau tak sudi lagi untuk pulang.

Aku tahu, ada banyak hal yang berubah yang membuatmu asing. Tapi aku hanya ingin kau tahu, begitulah aku mencintaimu, mencintai rumah yang kau bangun supaya tak jadi roboh dan kita akan semakin jarang bertemu.

2012

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Bahkan aku percaya, di tanggal yang sama di usiaku

yang baru sehari itu, aku lahir sebab banyak doa dan sesaji.

Di mana Bapak dan Emak bersuka ria merayakannya

dengan sederhana. Lebih sederhana dari sepotong coklat.

Lebih bijaksana, sebab aku diberi pengharapan

dan berkawan orang-orang yangpandai menghargai.

Ialah sebuah peringatan, ingatan yang selalu menyusun

ceritanya sendiri di kepalaku.

Jogja, 2012

Page 58: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Ode Buat Calon Suami

Jika kelak, di matamu aku menemukan rumah lain.

Kau tak perlu bertanya, kemanaaku akan pulang

Menepikan segala kehendak. Tanggal-tanggal kubiarkan

luruh dalam kamar.Sebab semestinya, kita sepakat

pada janji-janji

Seperti adanya kita bagikuSeperti katamu, tak bakal ada selain

aku untuk kita.

Maguwo, 2012

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Perpisahan yang Istimewa

Sebab usia jadi muara segala perkaraAku tak lagi kuasa untuk bertahan.

Menahan yang datang, pun kedatanganmu di rumahku

Sebab usia jadi muara segala perkaraAku merencanakan tanah bagi rumah kita

Jika tak ada pernikahanMari kita rencanakan perpisahan

yang semewah sebuah peresmian

Cilacap, 2012

Page 59: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Fairuzul Mumtaz & Tikah Kumala

Tikah Kumala

Ode Buat Calon Suami

Jika kelak, di matamu aku menemukan rumah lain.

Kau tak perlu bertanya, kemanaaku akan pulang

Menepikan segala kehendak. Tanggal-tanggal kubiarkan

luruh dalam kamar.Sebab semestinya, kita sepakat

pada janji-janji

Seperti adanya kita bagikuSeperti katamu, tak bakal ada selain

aku untuk kita.

Maguwo, 2012

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tikah Kumala

Perpisahan yang Istimewa

Sebab usia jadi muara segala perkaraAku tak lagi kuasa untuk bertahan.

Menahan yang datang, pun kedatanganmu di rumahku

Sebab usia jadi muara segala perkaraAku merencanakan tanah bagi rumah kita

Jika tak ada pernikahanMari kita rencanakan perpisahan

yang semewah sebuah peresmian

Cilacap, 2012

Page 60: Mencitaimu dengan Segenap Bahasa

Mencintaimu dengan Segenap Bahasa

Tentang Mempelai Laki-laki

Tidak sesederhana yang diharapkan untuk bisa berkomuni-kasi dengan lelaki penyair ini. Perkara sepele akan memba-wa kami pada diskusi dan perdebatan kecil. Untuk itulah, menulis puisi menjadi alternatif dalam membahasakaan keinginan-keinginan.

Bagi saya, ia lelaki yang punya sikap paling jelas dalam menghadapi perdebatan di antara kami. Ia akan lantang bilang tidak untuk yang dilarangnya, dan sebaliknya. Tidak menyenangkan bukan? Untuk itulah harus ada puisi. Menyi-kapi sikapnya dengan positif adalah solusi paling tepat bagi saya. Bukankah sangat beruntung memiliki lelaki 27 tahun ini, ia akan bilang benci dengan lugas dan mengatakan cinta dengan kesungguhannya yang tegas.

Tikah Kumala

Tentang Mempelai Perempuan

Perempuan penyair dan penyabar ini makin matang di usia 24. Ia akan jadi partner yang baik bagi saya. Meski lebih se-ring berselisihpaham, selama empat tahun bersama, selalu ada hal yang meneduhkan darinya dan membuat saya ber-tahan.

Fairuzul Mumtaz


Recommended