Transcript
Page 1: Edisi 17/Tahun V/November 2009
Page 2: Edisi 17/Tahun V/November 2009

2w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKAPengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Mardianto Soemaryo. Redaktur Pelaksana: M. Taufi q Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Liestya; Elpira Indasari N; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Fouri Gesang Sholeh. Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: [email protected] atau [email protected]. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Untuk kesekian kalinya, bumi Pertiwi dilanda bencana gempa bumi. Kali ini gempa mengguncang Kota Padang dan kota-kota sekitarnya di Provinsi Sumatera Barat. Ratusan warga meninggal dunia, ribuan luka-luka, sementara kerusakan harta-benda akibat bencana ini tak terhitung nilainya. Belum lagi trauma kejiwaan, kesedihan dan nestapa warga yang kehilangan anggota keluarga, sanak saudara, serta rumah yang selama ini mereka tinggali.

Seperti saat terjadi gempa-gempa bumi sebe-lumnya, banyak di antara kita yang terkejut, prihatin, sekaligus menyesali banyaknya korban yang meninggal dunia. Bagaimanapun, bencana gempa yang terjadi berturut-turut di berbagai wi-layah, dengan korban harta dan jiwa yang cukup besar, membuat bangsa ini selalu dirundung duka. Namun sayang, semua keprihatinan itu belum mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat secara mendasar dalam menghadapi gempa bumi. Kita baru mampu melakukan tindakan kuratif atau penanggulangan dampak setelah gempa me-landa, sementara tindakan preventif-antisipatif belum diterapkan secara sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari.

Harus diakui, reaksi masyarakat terhadap dampak bencana gempa bumi sangat positif. Ha-nya berselang satu hari setelah gempa terjadi, sumbangan dalam bentuk uang, makanan, pakaian maupun barang dari berbagai pihak terus mengalir ke Sumatera Barat. Hal tersebut menunjukkan bukti bahwa masyarakat sangat peduli untuk membantu meringankan beban mereka yang sedang menderita. Hanya saja, tindakan itu belum diimbangi dengan kesadaran bahwa kekuatan gempa bumi tidak bisa dilawan oleh manusia, sehingga diperlukan sikap mengalah untuk menang. Mengalah dalam arti mempersiapkan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya gempa bumi, bukan sebaliknya melawannya dengan tindakan yang tidak selaras dengan sifat-sifat gempa bumi.

Sebagai negara yang sebagian besar wilayahnya berada di dalam ring of fi re atau lingkar gunung api dunia dan berada persis di patahan lempeng bu-mi yakni lempeng Australia dan Eurasia—dimana

Gempa Bumi dan Antisipasi Kitakeduanya merupakan faktor utama pencetus gempa bumi—sepantasnyalah bangsa Indonesia meng-anggap bahwa terjadinya gempa bumi merupakan sebuah keniscayaan. Seyogyanya pula bangsa Indonesia membangun bangunan yang tahan gem-pa, sehingga saat bencana yang sama terjadi lagi, jumlah korban bisa diminimalisasi. Namun kenyataan menun-jukkan, di sejumlah dae-rah yang jelas-jelas ter-masuk wilayah rawan gempa, masyarakat justru mendirikan bangunan yang tidak tahan guncangan. Konstruksi beton yang masif dan kaku menjadi pilihan, karena dipandang lebih murah, kuat dan sesuai dengan tren desain modern. Namun diakui maupun tidak, tren membuat bangunan beton—apalagi persyaratan teknisnya tidak diterapkan secara baik—adalah salah satu bentuk perlawanan terhadap sifat-sifat gempa yang lebih selaras dengan tipe bangunan yang elastis dan dinamis.

Berbagai gempa bumi berskala di atas 6 Skala Richter (SR) seperti yang terjadi di Aceh dan Nias, Bengkulu, Pangandaran, Tasikmalaya, semua membawa korban yang cukup besar. Bahkan Gempa Yogyakarta yang ‘hanya’ 5,9 SR pun menelan korban jiwa sampai ribuan orang. Kebanyakan korban meninggal dunia akibat tertimpa reruntuhan bangunan tempat tinggal yang menurut para pakar sebagian besar berkonstruksi beton non standar atau beton sederhana.

Bandingkan dengan gempa berkekuatan 7,1 SR yang terjadi di Ishikawa Jepang pada 2007, yang hanya menewaskan sekitar sepuluh orang. Bahkan gempa ini hanya merubuhkan puluhan rumah saja. Hal tersebut bukan semata-mata karena kuat-lemahnya guncangan, akan tetapi lebih terkait dengan bagaimana perilaku masyarakat setempat dalam mendirikan bangunan yang selaras dengan tabiat gempa bumi.

Kendati sebagian besar penduduk Indonesia sadar bahwa mereka tinggal di daerah rawan gempa, akan tetapi jumlah warga yang secara

khusus mendesain tempat tinggal yang tahan guncangan dapat dihitung dengan jari. Ironisnya, rumah-rumah tradisional yang sejatinya didesain oleh nenek-moyang agar tahan guncangan, justru menghilang dari khazanah arsitektur Indonesia. Blunder ini pada akhirnya membawa petaka, banyak rumah beton yang rubuh manakala diguncang

gempa berkekuatan besar.Fakta tersebut sesung-

guhnya dapat difahami, karena rumah beton—ken-dati lebih kuat—namun fleksibilitasnya di tengah guncangan sangat rendah. Apalagi rumah beton yang

desainnya tidak memenuhi standar, misalnya tidak disertai blok-blok beton cor bertulang besi sebagai penunjangnya, kemampuannya menahan daya tarik dan daya tekan sangat rendah. Kita bisa melihat, hampir 80% rumah yang rubuh saat gempa di Padang Yogyakarta beberapa waktu lalu adalah rumah beton, sementara sebagian besar rumah-rumah tradisional dari kayu masih berdiri, kendati ada kerusakan pada atap dan dinding-dindingnya.

Probabilitas terjadinya gempa bumi di Indonesia masih sangat besar, dan jangan lupa, tidak seorangpun dapat meramalkan kapan gempa tersebut akan terjadi. Maka sangat naif jika bangsa Indonesia terus mendirikan bangunan yang tidak tahan gempa, khususnya rumah-rumah beton alakadarnya, sebagaimana yang dilakukan sebagian besar masyarakat saat ini. Tindakan tersebut sama saja dengan mengabaikan keselamatan diri sendiri.

Sekali lagi, kita tidak bisa melawan kekuatan gempa bumi. Sebaliknya, kita seharusnya bersahabat dengan gempa. Salah satu cara yang paling rasional adalah dengan membangun rumah tahan gempa. Soal desain, kita memiliki puluhan jenis rumah tradisional yang sebagian besar tahan gempa. Tinggal bagaimana menyesuaikan desain tersebut dengan kebutuhan dan mode masa kini.

(g)

desa

in:

ahas

/dan

ang

fot

o: b

f-m

, dan

ag

Pemulihan Padang

Saat orang-orang di daerah yang terkena bencana gempa di Sumatra Barat menantikan untuk membangun kembali hidup mereka, Program Pembangunan PBB (UNDP) ikut mendorong bantuan pemulihan di area ini minggu ini, dengan membawa lebih banyak peralatan berat untuk memindahkan rumah, bangunan, dan mesjid yang rusak berat serta para ahli di lapangan untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk mengurangi dampak gempa di masa depan.

Banyak bangunan di Padang yang rusak adalah kantor pemerintah – 80% rusak atau hancur akibat gempa. Dalam beberapa hari, UNDP telah menyediakan perlengkapan dasar seperti komputer dan perabotan, memungkinkan BAPPEDA untuk dapat bekerja kembali. Sementara itu, para ahli di bidang perencanaan, pemetaan, dan koordinasi p e m u l i h a n a k a n m u l a i bekerja minggu ini dengan pemerintah daerah. Mereka akan memfokuskan diri pada

mengubah sikap dan perilaku masyarakat secara mendasar dalam

menghadapi gempa bumi adalah tindakan preventif-antisipatif untuk bisa hidup di kawasan

rawan bencana

pengurangan dampak gempa di masa depan.

Gempa yang terjadi pada tanggal 30 September dan 1 Oktober, menewaskan lebih dari 1.000 orang dan lebih banyak lagi yang terluka. Banyak orang di Padang memberitahu betapa mereka menginginkan bantuan untuk membuat hidup lebih aman – mereka ingin rumah, kantor, sekolah dan rumah sakit yang dibangun sesuai dengan peraturan.

Indonesia sebagaimana d i ka takan UNDP Coun t r y D i rec to r Håkan B jö rkman memiliki dokumen tata ruang dan pedoman pembangunan yang bagus. Dengan mengadaptasi hal ini secara keseluruhan dapat membuat perbedaan antara hidup dan mati bagi orang-orang di Sumatra Barat.

Olenka Priyadarsani UNDP

via [email protected]

Waspada Penipuan Mengatasnamakan Depkes

Peringatan Hari Kesehatan Nasional yang jatuh setiap

tanggal 12 November ternyata dimanfaatkan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab, salah satunya adalah penipuan berupa penawaran iklan kemitraan yang ditujukan kepada BUMN/BUMD, Swasta, rumah sakit, farmasi, dan instansi pemerintah lainnya dengan mengatasnamakan Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan dan memalsukan tandatangan Kepala Pusat Promosi Kesehatan dan Inspektur Jenderal Depkes.

Penipuan tersebut terungkap dengan adanya surat dari PT Pertamina dan RS St Elisabeth yang menyatakan tidak bisa berpart is ipasi pemasangan iklan dengan tarif antara Rp 5.500.000,- - Rp 42.000.000 yang akan dimuat di salah satu media cetak Nasional di Jakarta.

Dengan ini kami nyatakan bahwa CV Gitanel Mitra Bersa-udara yang menawarkan kerja sama pemasangan iklan tidak ada ikatan kerja sama dengan Departemen Kesehatan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Depkes meminta kepada instansi dan masyarakat untuk tidak melayani penawaran tersebut dan diharapkan di masa yang akan

datang jika menerima penawaran iklan hendaknya dikonfirmasi dengan Depkes.

dr. Lily S. Sulistyowati, MMKepala Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen

Kesehatan. Telepon/Faks: 021-52907416-9

[email protected] [email protected].

Pendalaman Agama

Aksi terorisme di negeri ini masih terjadi. Sekalipun demikian upaya aparat untuk memburu para teroris itu terus gencar dilakukan. Beberapa pelaku teror berhasil ditangkap.

Sangat disayangkan, ternyata di antara mereka yang tertangkap s e b e l u m n y a a d a l a h p a r a pemuda muslimin yang dikenal baik di lingkungannya, memiliki semangat beragama yang tinggi, dan pembelaan terhadap Islam.

M e n u r u t k a m i r e s e p memberantas terorisme bisa dilakukan dengan cara damai, kondusif, yakni lewat pemahaman dan pendalaman ilmu agama. Semoga upaya ki ta semua berhasil dan mengembalikan

ajaran sesat terorisme ke jalan yang lurus.

Ahmad Syahdanvia [email protected]

Identitas Lokal

Hari ini kita melihat anak-anak lebih banyak terpengaruh tayangan televisi di mana mereka tidak kenal lagi lagu-lagu daerah namun lebih hafal lagu-lagu beken dewasa yang dimainkan oleh penyanyi top nasional.

Ini suatu bukti yang perlu menjadi pemikiran kita bersama, orang tua dan guru-guru harus sinergis untuk mengembangkan kembali pemikiran anak terhadap budaya lokal dan kepribadian dalam ajaran agama kita, sebagai sebuah kekuatan mental anak –anak kita dalam menghadapi berbagai cobaan hidup termasuk cobaan musibah gempa ini.

Kita tidak akan bisa meng-halangi berbagai perkembangan yang terjadi, namun kita mesti mempersiapkan anak-anak kita untuk memiliki moral dan kepribadian yang tangguh.

Mulyantovia [email protected]

Page 3: Edisi 17/Tahun V/November 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

3komunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

Bencana akibat perilaku alam tak dapat dicegah, hanya diminimalisir tingkat kerusakannya.

Letak geografi s Indonesia, konon memberi banyak

peruntungan. Lihat saja, bagaimana posisi

Indonesia di antara dua benua, Asia dan Australia; serta dua

samudra, Hindia dan Pasifi k, membuat

Indonesia mengalami iklim tropis. Iklim

yang membuat negeri kepulauan ini memiliki beragam potensi alam

dan ragam peluang eksplorasi atas sumber

daya alam.

Ik l im sangat basah di daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera; iklim basah, di sekitar Maluku dan Papua, serta iklim agak kering di daerah Madura dan Nusa Tenggara; membuat Indonesia cocok untuk banyak jenis vegetasi tumbuhan.

Belum lagi bila kita bicara tentang laut yang luas dan garis pantai yang panjang, membuat negeri ini bak surga dunia yang menyimpan hasil laut tak hanya ikan, kerang, dan makhluk laut lainnya, melainkan juga kaya akan bahan tambang seperti minyak bumi yang dapat menambah pendapatan negara.

Akan tetapi kekayaan geografi s tersebut bisa berganti wajah. Dari alam yang semula ramah dan memberi banyak

keuntungan, menjadi ganas dan menelan banyak korban.

A n e k a r a g a m b a h a n tambang adalah berkah dari posisi Indonesia di kawasan ring of fi re atau rangkaian gunung berapi aktif. Gunung berapi itu juga membantu menyuburkan tanah dan menguntungkan dunia pertanian. Tapi di saat yang lain, gunung berapi juga dapat meletus, menimbulkan

bencana, dan tentu saja mema-kan banyak korban.

Belum lagi, negara ini dila-lui oleh lempeng Eurasia, Australia dan Pasifik yang selalu bergerak. Hal yang

memang membuat Indonesia kaya akan ragam bentukan alam seperti danau, gunung api, dan pantai. Namun di sisi yang lain, pertemuan antar lempeng itu dalam jangka panjang akan menghimpun energi yang dapat merusak saat energi itu dilepaskan. Bisa menimbulkan gempa bumi dengan atau tanpa potensi tsunami.

Sadar Geografi s, Antisipasi Bencana

Bencana, semisal gempa menurut Kepala Badan Mete-orologi, Klimatologi, dan Geo-

fisika (BMKG) Ir. Sri Woro B. Harijono, MSc, tak dapat dicegah datangnya, namun demikian dapat diminimalisir dampaknya. Sampai saat ini saja, dari bencana yang terkait pergeseran lempeng bumi, hanya kedatangan tsunami yang bisa diprediksi, sementara perkiraan datangnya gempa bumi masih belum dapat dila-kukan.

”Kalau gempa kita bilang earthquake information system karena sudah terjadi. Sekadar info saja, tinggal dilihat berapa gedenya, kedalaman, begitu ada potensi kita informasikan,”

kata "doktor cuaca" ini menje-laskan.

Oleh karena itu, kata Woro, masyarakat harus sadar geografis dalam melakukan upaya terkait evakuasi dan

penanganan bencana. Ia mencontohkan, gelombang tsunami setelah terdeteksi, akan mencapai daratan dalam 25 menit, jika dikurangi dengan proses analisis data sampai pada sirine peringatan yang mencapai 7 menit, maka ma-syarakat hanya memiliki waktu kurang dari 18 menit untuk menyelamatkan diri.

”Hanya 18 menit. Nah kalau tidak pernah latihan evakuasi, bagaimana? Ditambah lari tanpa tujuan, tidak tahu ke mana karena tidak ada peta, gak ada jalan khusus evakuasi, tidak ada lampunya. Grasak-grusuk. Saya katakan pada pemerintah daerah, coba dong bikin semuanya,” jelas dia ke-pada Komunika.

Bersiap Sebelum BencanaSelain melakukan pelatihan

dan edukasi bencana secara berkala, peran serta berbagai pihak juga dibutuhkan. Karena berbagai masalah kerap muncul dalam saat penanganan ben-cana. Mulai dari masalah tek-nis hingga psikologis, mulai dar i masyarakat bahkan aparat pemerintah sendiri. Sebenarnya apa saja yang menjadi hal penting untuk dipersiapkan saat bencana menjelang, agar tak banyak menelan korban?

Saat ini sebenarnya su-dah ada Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Pe-nanggulangan Bencana yang mengatur kepastian bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam pengelolaan dan manajemen penanganan bencana serta menjamin hak-hak warga negara yang mungkin hilang, lepas atau ter-kurangi sebagai akibat terkena bencana.

Namun demikian, bukan berarti masyarakat tak memiliki andil dalam permasalahan ini. Pemerintah daerah dan masyarakat dapat berkerja sama dalam membuat pola kerja yang sistematis dan berkala. Bagaimana me-ngenal pasti, mengkaji, dan memantau ancaman, unsur, dan karakteristik yang menjadi mengancam masyarakat dan wilayah tertentu.

"Ket ika ada bencana pemerintah daerah yang menangani pertama kali, ke-mudian pemerintah pusat akan merapat (membantu atau mendukung, red) jika diperlukan," imbuh Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) Syamsul Muarif.

Tentu saja, inventarisasi dan persiapan aset yang diperlukan menjadi keharusan agar bisa dimobilisasi sewaktu-waktu dan dapat segera membantu mengurangi kesulitan yang dialami para warga korban bencana.

([email protected])

Pemerintah akan mem-bentuk satuan reaksi cepat penanggulangan bencana supaya setiap kejadian ben-cana bisa direspon secara cepat dan tepat sehingga jumlah korban dan kerugian bisa ditekan.

"Targetnya awal Desember sudah terbentuk, sekaligus untuk memperingati tsunami di Aceh," kata Menteri Ko-ordinator Kesejahteraan Rak-yat Agung Laksono.

Personel satuan ini diambil dari lintas departemen dan instansi dan akan bekerja dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Satuan ini akan bekerja pada masa awal bencana, karena dalam kondisi ini biasanya semua panik, jadi butuh tenaga profesional yang bisa berfi kir jernih dan bergerak cepat," katanya.

Kepala BNPB Syamsul Maarif menjelaskan, setiap satuan reaksi cepat tersebut akan terdiri atas 200 personil dari TNI/Polri dan petugas

dari lintas departemen dan instansi.

"Satuan ini akan me- lakukan pemantauan 24 jam dan langsung bergerak jika ada kejadian bencana. Personil dan sumber daya yang digerakkan disesuaikan dengan besaran bencana," katanya.

Menurut Syamsul, satuan itu nantinya akan terdiri atas tim-tim dengan keahlian khu-sus seperti tim penjernih air, tim listrik, tim komunikasi, tim penyelamatan dan tim yang bertugas menangani bangunan runtuh.

Pemerintah, kata Agung, akan menempatkan satuan reaksi cepat penanggulangan pada dua basis yakni di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma (Jakarta Timur) dan Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh (Malang, Jawa Timur).

Satuan reaksi cepat pe-nanggulangan bencana di Halim Perdana Kusuma akan bekerja di wilayah Indonesia bagian Barat sementara satu-

an reaksi cepat di Malang akan bekerja di wilayah Indonesia Timur.

Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso siap menye-diakan personil, peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan satuan reaksi cepat.

Lebih lanjut Syamsul menjelaskan, satuan reaksi cepat juga akan memberikan pendampingan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemerintah Daerah supaya selanjutnya mereka bisa secara mandiri menangani masalah pasca bencana.

"Secara bertahap, mereka diharapkan bisa bekerja sen-diri, tidak lagi tergantung pada pusat," katanya.

Reaksi Cepat Tanggulangi Bencana

Page 4: Edisi 17/Tahun V/November 2009

4w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

dan beberapa warga menonton televisi yang sedang menyiarkan kondisi Kota Yogyakarta se-hari setelah gempa bumi ber-kekuatan 5,9 Skala Richter melanda. Ia melihat di televisi, suasana Kota Yogya begitu centang-perenang. Puing rumah berserakan tanpa ada satu orangpun mempedulikannya. “Mungkin karena semua orang rumahnya kena gempa, jadi ya tidak sempat memikirkan orang lain. Ngurusi rumah sendiri yang ambruk saja, saya kira tidak mampu. Mereka butuh pertolongan,” kenang lelaki yang punya dua truk di rumahnya ini.

Seke t i ka te r l i n tas ide

d i kepala Djunaid i untuk memberangkatkan warga kam-pungnya sebagai relawan ke Yogya, dengan truk miliknya. Saat ide ini disampaikan kepada para tetangganya, sambutan mereka ternyata luar biasa. Begitu dibuka pendaftaran, tak kurang 120 orang teken kontrak.

“Kami akhirnya membentuk dua tim, masing-masing tim anggotanya 60 orang dan bertugas sehari penuh. Dua tim ini bertugas bergantian, sehari tugas sehari libur. Adapun misi kami adalah membantu me-rapikan puing rumah, satu hal yang saat itu belum banyak mendapatkan perhatian dari relawan lain,” kata pengusaha bahan bangunan ini.

Agar tidak merepotkan pihak yang ditolong, rombongan mem-bawa sendiri seluruh peralatan

rombongan menggunakan salah satu truk milik Djunaidi. Sang pemilik sendiri yang menjadi sopir. Soal bahan bakar, ada saja yang bersedia mengisi tanki sampai full, meskipun dengan cara patungan. “Para pemilik toko di sepanjang Jalan Raya Parakan biasanya membelikan solar secara patungan. Ada yang mengorganisir, saya tinggal terima cash-nya,” ujarnya.

Disebut ‘Malaikat’ Sambutan warga Yogya

terhadap keberadaan “Pasukan Berani Lelah” ternyata sangat positif. Dari sekitar 30 KK yang ditolong selama satu bulan, semua menganggap kiprah rombongan ini sangat meringankan beban mereka. Salah seorang di antara mereka bahkan menganggap orang-orang asal Parakan ini sebagai ‘para malaikat yang diutus Gusti Allah,’ karena datang pada saat yang tepat. “Mereka seperti malaikat yang datang pada saat saya sedang membutuhkan bantuan,” kata Kun Prasetyo (46), warga Sewon, Bantul, yang rumahnya hancur rata dengan tanah.

Sementara Siti Fatimah (57) mengungkapkan, secara tidak langsung rombongan ini telah memberinya dana sebesar Rp 3 juta, walaupun ia tidak pernah menerima uang secara tunai.

“ C e r i t a n y a

Yogyakarta, 26 Mei 2006, pagi pukul 09.30 WIB. Samidjan (67), warga Pleret, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sedang duduk terpekur memandangi puing rumahnya yang ambruk dilanda gempa. Tiba-tiba sebuah truk penuh penumpang berhenti di sampingnya. “Perlu bantuan, Pak?” tanya seorang lelaki bertopi coklat. Samidjan yang memang sedang butuh tenaga untuk membersihkan puing, mengangguk lemah.

Tanpa banyak cakap, rom-bongan bapak-bapak yang jum-lahnya sekitar lima lusin itu turun dari truk. Dengan peralatan seadanya mereka langsung melakukan aksi, memberesi puing rumah dan menata sisa bahan-bahan bangunan yang masih bisa dipergunakan. Balok kayu dikumpulkan dengan balok kayu, papan dengan papan, bambu dengan bambu, besi, genting, seng, kaca, plastik, b a t u - b a t a , bahkan paku dan serpihan tembok, semua d ikumpulkan menurut jenis-nya masing-masing.

Hanya da-lam waktu lima jam, diselingi ist i rahat dua kal i , seluruh puing rumah Samidjan su-d a h t e r t a t a rapi di pinggir halaman, siap d i g u n a k a n kembali. Bekas rumah yang semula bak ka-pal pecah dan s e m p a t t e r -bengkalai selama dua hari, kini kondisinya tak lagi mengganjal pandangan mata. Sesaat kemudian, rombongan pun pamit pulang, dibekali ucapan terimakasih yang tak terhingga dari bibir Samidjan.

Itulah gambaran kiprah rom-bongan relawan asal Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, yang menyebut dirinya sebagai “Pasukan Berani Lelah”. Sesuai namanya, mereka bekerja tanpa diminta, dan tentu tanpa bayaran satu senpun. “Insya Allah, kelak Allah akan membayar kami dengan pahala yang sepadan dengan apa yang telah kami lakukan,” kata Djunaidi, kepala rombongan sekaligus sopir truk.

SpontanitasDjunaidi bertutur, “Pasukan

Berani Lelah” awalnya terbentuk secara spontan. Saat itu, ia

yang diperlukan seperti ling-gis, palu, tang, cangkul, arit, sekop dan sebagainya. Me-reka juga membawa kon-sumsi sendiri, baik minuman maupun makanan. Semua bahan makanan merupakan sumbangan dari ibu-ibu di Parakan dan sekitarnya.

“Pokoknya kami berusaha agar tidak menambah susah orang yang sedang susah. Jika ditanggung pemilik ru-mah, bayangkan bagaimana susahnya memberi makan 60 orang pada saat kondisi mereka sendiri sedang membutuhkan pertolongan,” imbuh penggemar radio antar penduduk ini.

Untuk menuju Kota Gudeg,

begini, saya pernah menghu-bungi seorang tukang untuk memborong memberesi re-runtuhan rumah saya. Eh, dia minta ongkos Rp 3 juta. Sebelum terjadi kesepakatan dengan tukang itu, datang ‘Pasukan Berani Lelah’ dan membereskan puing rumah saya, gratis tis tis... Itu kan sama saja dengan mereka memberi bantuan Rp 3 juta kepada saya,” tutur Siti.

Tak pelak, begitu pekerjaan memberesi puing usai dan rombongan berpamitan, Siti sekeluarga menangis karena haru sekaligus bahagia. “Ternya-ta di zaman yang serba material ini masih ada orang yang mau membantu sesama tanpa pamrih,” imbuhnya bangga.

Ingin BerkembangDjunaidi mengungkapkan,

ke depan ia ingin melebarkan kiprah “Pasukan Berani Lelah” ke wilayah lain yang dilanda bencana, bukan hanya di Yogya namun juga ke provinsi-provinsi lain di Indonesia. Hanya saja, ia mengaku terkendala masalah dana. “Kalau Yogya kan cuma dua jam dari sini, sementara kalau ke luar daerah harus menyed iakan akomodas i bagi anggota tim, misalnya penginapan, makan, dan se-bagainya yang tidak murah,” ujarnya.

Menurutnya, tantangan me-ngirimkan tim ke luar daerah sangat besar. Ia pernah mengi-rimkan satu tim ke Pangandaran, dua hari setelah terjadi tsunami di daerah itu. Rencananya, tim akan berada di sana selama empat hari, namun baru dua hari tim sudah ia tarik pulang. “Bekal makanan dan uang saku menipis dengan cepat, karena harga makanan di sana membubung. Fisik anak-anak juga kurang baik, mungkin karena kelelahan. Selain itu, tidur di udara terbuka membuat banyak anggota tim masuk angin dan mengeluh badannya meriang,” urainya.

Karena itu, ke depan ia akan mempersiapkan tim yang lebih andal, dengan bekal yang lebih banyak. Rencananya, tim akan ia buat sebagai tim siaga, yang sewaktu-waktu dapat dipanggil dan dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan bantuan. “Saat ini saya sedang mempersiapkan dana dan sarana serta prasarananya. Syukurlah, beberapa donatur sudah menyatakan kesediaan untuk membantu mengembangkan ‘Pasukan Berani Lelah” ini. Ada yang membantu uang, ada pula bantuan berupa barang seperti peralatan memasak dan peralatan pertukangan,” imbuhnya.

Ia tak menampik anggapan sulitnya mengkoordinasikan anggota yang latar belakang pekerjaannya sangat beraneka. Selain karena keanggotaan tim bersifat sukarela, tak semua anggota punya waktu luang saat bencana terjadi.

“Tapi saya percaya, loyalitas anggota pada kemanusiaan akan mengalahkan kesibukan mereka sehari-hari. Sempat tidak sempat, mereka pasti akan mengalokasikan waktu untuk berlelah-lelah, meski cuma sehari,” pungkasnya.

(wahyu)

Hanya bersenjatakan peralatan seadanya, mereka terjun ke lokasi bencana gempa bumi. Berkat kiprah mereka, puing-puing rumah yang ambruk bisa segera

dibersihkan. Pemilik rumah pun dapat segera membangun kembali rumahnya dengan bahan-bahan sisa rumah lama

yang telah dipilah-pilah dan ditumpuk secara rapi.

Kisah ini sudah lama, tapi tidak usang, karena bisa dijadikan teladan bagi

seluruh anak bangsa kapanpun.

Page 5: Edisi 17/Tahun V/November 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

5komunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

Bumi bergoyang. Warga Kota Padang,

Sumatera Barat panik dan takut.

Kepanikan juga sempat menghinggapi perasaan

Tuminah (30). Dia yang tengah berada di

perjalanan, bergegas pulang ke rumahnya di

kawasan Jati.

Setelah memastikan tidak ter jad i apa-apa terhadap ke luarga dan rumahnya , perempuan itu tidak ikut-ikutan menyelamatkan diri ke tempat tinggi seperti kebanyakan orang lain.

Tuminah langsung menuju Kantor Gubernur Sumatera Barat. Di situ Satkorlak PB (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana) berada. Dia tak hendak mencari informasi, tapi melapor bahwa dirinya siap menjalankan tugas kemanusiaan.

Bersama beberapa ka-wannya dia siap menjalankan tugas. Setelah tahu apa yang harus dikerjakannya, dia pulang sejenak.Pulang ke rumah, anak kedua dari empat bersaudara pasangan Suparman (49) dan Iyem (47) ini tak berleha-leha.

Setelah berganti pakaian seragam PDL (pakaian dinas lapangan) warna khaki. Kini Tuminah terlihat makin siap membantu kerja para relawan. Di baju yang membalut tubuhnya ada sejumlah badge dan atribut melekat di baju itu. Di dada kiri, tertulis TAGANA.

Tuminah memang anggota Tagana. Taruna Siaga Bencana. Dia merupakan salah seorang Angkatan I di awal pembentukan Tagana di Sumatera Barat pada akhir Desember 2006.

Kisah Tuminah pernah ditu-liskan oleh Maryulis Max, pewarta Padang. Ia menyebutkan bahwa keikutsertaan Tuminah murni atas keinginan pribadi menjadi bagian dalam aksi kemanusiaan dan penanggulangan bencana yang bisa terjadi, kapan saja dan di mana saja.

"Maka jangan heran, ketika dia pamit ke orang tuanya untuk kembali ke Satkorlak PB, tidak ada larangan sama sekali. Walau tetap ada kekhawatiran di hati orang tuanya, mereka mahfum bahwa sang anak tengah melaksanakan tugasnya sebagai unsur pertama yang memberi pertolongan dan peduli penanggulangan bencana," tulis Max.

Hampir dua minggu lamanya Tuminah berada di lapangan. Tak hanya di Kota Padang, tapi singgah di beberapa kabupaten dan kota lain yang mengalami kerusakan akibat gempa. “Saya sempat dikirim ke daerah untuk membantu korban gempa di sana. Kembali ke Padang, saya cuma sempat pulang sebentar. Setelah itu kembali bekerja,” ceritanya.

Satuan KomunitasPeran penanggulangan

bencana dan bantuan sosial oleh Depsos terus diupayakan s e c a r a k o n k r i t m e l a l u i p e n g e m b a n g a n p r o g r a m penanggulangan bencana

berbasis masyarakat. Salah satunya dengan mencetak dan mengembangkan kemampuan tenaga terlat ih dalam pe-nanggulangan bencana dari unsur masyarakat yang disebut Taruna Siaga Bencana.

Satuan ini dicanangkan Departemen Sosial RI melalui deklarasi di Lembang, Jawa Barat pada 2 Maret 2004.Tagana kini telah ada di seluruh provinsi di Indonesia, minimal masing-masing 200 orang per provinsi. Kelompok terbesar di Kalimantan Selatan sejumlah 480 orang dan Aceh 320 orang. Tagana didukung oleh RAPI, PMI, dan komunitas penanggulangan bencana internasional.

“ P e n g i r i m a n Ta g a n a ke lokasi bencana seperti Sumatera Barat kemar in tujuannya untuk membantu percepatan pendistribusian logistik pada tingkat posko provinsi ke kabupaten dan ke lokasi bencana yang belum bisa terjangkau,” kata Sekjen Depsos Drs Chazali H. Situmorang, M.Sc.PH.

Dijelaskan, berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam pendistribusian logistik untuk korban bencana, Depsos tidak bisa mengharapkan bantuan masyarakat yang mengalami bencana.

Misa lnya penga laman saat terjadi bencana gempa di Aceh, Yogyakarta dan Pangandaran, secara psikologis kondisi masyarakat setempat mengalami trauma yang luar biasa, sehingga tidak bisa diharapkan untuk meminta b a n t u a n m e r e k a d a l a m penanganan distribusi logistik.

Mobilisasi Tagana pun tak sebatas di provinsi yang terjadi bencana bahkan mungkin didatangkan dari provinsi lain. “Untuk membantu Sumatera B a r a t k e m a r i n , D e p s o s memberikan tugas dan tanggung jawab kepada tim Tagana dari DKI Jakarta dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS),” kata Situmorang.

Dikemukakan, tugas utama Tagana adalah bagaimana membantu korban gempa sesuai tingkat kedaruratan yang terjadi, terutama bantuan yang bersifat logistik, evakuasi dan mend i r i kan tempat -tempat penampungan sesuai kemampuan yang ada.

“Saya tahu persis kemam-p u a n Ta g a n a d a n s a y a yakin mereka akan mampu menyiapkan lokasi- lokasi penampungan, menyiapkan logistik, dan juga memberikan pelayanan-pelayanan sosial,” kata Sekjen Depsos.

Bantu Pemulihan BencanaC h a z a l i S i t u m o r a n g

mengatakan, pemulihan akibat bencana tersebut diperkirakan akan memakan waktu cukup lama, te ru tama masa lah

p e m u l i h a n kejiwaan dan m e l a k u k a n r e h a b i l i t a s i bangunan dan rumah-rumah w a r g a y a n g hancur.

“ S e m e n t a r a peranan Tagana d a l a m s i k l u s p e n a n g g u l a n g a n bencana, mel ingkupi k e s i a p s i a g a a n , pencegahan, mi t igas i , peringatan dini, tanggap darurat, restorasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi,” papar Sekjen Depsos.

Sekretaris Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial, Depsos,

Mardi, menambahkan, personil Tagana yang ditugaskan untuk membantu korban pasca-gempa di Sumbar saat ini sudah mencapai 600 orang yang tersebar di Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan.

Person i l Tagana yang dikirim sebelumnya, katanya, s e p e n u h n y a d a r i u n s u r masyarakat yang dibekal i dengan kemampuan untuk tanggap darurat dan melakukan pe layanan yang s i fa tnya cepat dalam penanggulangan bencana.

Atasi TraumaSecara khusus Sekjen

Depsos menyatakan bahwa Tagana juga bisa membe-r i kan pe layanan sos ia l , yaitu bagaimana membantu mengatasi kondisi masyarakat

yang mengalami trauma berat agar bisa tenang dan sabar dalam menghadapi musibah.

D i P a d a n g P a r i a m a n , beberapa tim dari STKS yang berjumlah 20 orang memang mengadakan kegiatan proses pemulihan trauma anak-anak korban gempa. "Kegiatannya antara lain adalah mengajak bermain, menggambar, dan mengadakan pemutaran film untuk menghibur anak-anak dan warga masyarakat yang mengalami trauma agar tidak terus hanyut dalam kesedihan," jelas Sekjen Depsos.

Ia menjelaskan, tim yang dipimpinnya dibagi dua, sebagian membantu pemul ihan dar i trauma, sebagian membantu masyarakat untuk membersihkan puing-puing bangunan yang roboh akibat gempa, yang sejak gempa pemiliknya mengungsi di tenda-tenda dan ingin segera

Wilayah Indonesia memiliki resiko besar terjadi bencana. Hal itu menambah beban pemerintah dalam mengantisipasi dan melaksanakan penanggulangan bencana. Oleh karena itu, kehadiran Tagana diharapkan dapat membantu pemerintah menanggulangi bencana.

Sejak 2004 lalu, Depar-temen Sosial (Depsos) meng-instruksikan kepada seluruh provinsi di Indonesia membentuk Taruna Siaga Bencana (Tagana) sekaligus melakukan perekrutan anggotanya.

Para anggo ta Tagana mendapatkan pembelajaran metode, tekn ik , s t ra teg i , ke l engkapan dan akses penanggulangan bencana terkini . Metode i tu, mulai dari focus group discussion, semi delphy, bench marking, parcipatory rural appraisal, technical of participation, hingga simulasi atau gladi lapangan.

Mereka digembleng selama lima hari berturut-turut. “Kami diajarkan teori search and

rescue (SAR), vertical rescue, pengena lan dan p rak tek bongkar pasang DUMLAP (dapur umum lapangan) dan peralatan evakuasi, penggunaan alat komunikasi, PPGD (pe-nanggulangan penderita ga-wat darurat), penggunaan per-ahu karet, dan banyak lagi yang berhubungan dengan penanggulangan bencana,” kenang Tuminah.

Tidak sembarangan orang pula memberikan materi kepada mereka. Mulai dari Dinas Kesehatan, Satuan Polisi Air Udara Polda Sumatera Barat, RAPI, Kesbangpol dan Linmas,

Basarnas, hingga instruktur andal dari Dinsos Sumbar.

Tagana mempunyai beragam fungsi dan peran. Fungsi pencegahan, pengembangan a t a u p e m b e r d a y a a n , rehabilitasi, perlindungan dan fungsi penunjang. Peran umum Tagana, mencakup informasi, partisipasi, pemberdayaan, fasilitasi, asistensi, mediasi, kemitraan, dan mobilisasi.

Begitu banyak Tagana-Tagana baru yang terus dicetak, baga imana mengh impun m e r e k a s a a t t e r j a d i n y a bencana? Jangan bingung, prosedur tetapnya (Protap) telah ada. Seluruh taruna itu tersebar di setiap kabupaten/kota. Di tiap daerah, ada koordinator yang bertugas mengkoordinir rekan-rekannya. Database mereka ada di Pemkab/Pemko dan Pemprov. Begitu terjadi bencana, para Tagana ini sudah tanggap dan tahu Protap apa yang akan mereka lalui untuk terjun di kawasan bencana.

(maryulismax/m)

TANGGAP TANGANI BENCANA

menempati rumahnya

kembali.

P a r a d i g m a Proaktif

Menteri Sosial Dr Salim Segaf Al-Jufri, mengatakan paradigma penanggulangan bencana di dunia telah bergeser dari fatalistic responsive ke arah preventif proaktif atau dari kedaruratan ke kesiapsiagaan. Artinya, segala aspek dan proses penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada segala hal sebelum bencana terjadi agar lebih siap untuk menghadapi bencana yang terjadi. Wujud kesiapsiagaan itu tercermin pada penyediaan potensi dan sumber daya termasuk personil yang terlatih seperti Tagana. Disamping itu juga diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. “Kunci utamanya adalah melakukan kegiatan latihan (kesiapsiagaan) secara terus menerus,” tegasnya.

Ke depan Tagana akan terus berkembang, sesuai janji Menteri Sosial, ”Depsos juga akan terus meningkatkan sistem penanggulangan bencana, te rmasuk meningkatkan keahlian para relawan yang te rgabung da lam Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang jumlahnya sekitar 33.000 orang,” kata Menteri.

(m/berbagai sumber)

“ P e n g i r i m a n Ta g a n a e lokasi bencana seperti

Sumatera Barat kemar in j t k b t

Mardi, menambahkan, personilTagana yang ditugaskan untukmembantu korban pasca-

yang mengalami trauma beratagar bisa tenang dan sabar dalam menghadapi musibah.

D i P a d a n g P a r i a m a n ,

Segaf Al-Jufri, mengatakan g gg gparadigma penanggulangan

bencana di dunia telah bergeser dari fatalistic responsive ke arah preventif proaktif atau dari kedaruratan ke kesiapsiagaan. Artinya, segala aspek dan proses penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada segala hal sebelum bencana terjadi agar lebih siap untuk menghadapi bencana yang terjadi. Wujud k i i it t i

Berdayakan Warga Atasi Bencana

Page 6: Edisi 17/Tahun V/November 2009

6w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

Adzan Subuh baru saja sayup-sayup terdengar di Masjid Darul Ulum, Komplek

PGAI, Jati Padang, Kota Padang 10 menit yang lalu. Irwan (32), tampak keluar dari dalam masjid sambil membawa dua buah kardus. ”Saya bawa lampu togog (teplok/Jawa –red), mau jualan di pasar raya padang,” kata lelaki dengan perawakan tinggi kurus ini, lirih.

Untuk menuju pasar raya, bapak tiga anak ini terpaksa harus berangkat pukul setengah empat pagi dari rumahnya di daerah Ulak Karang, Padang. Beristrirahat sebentar menghela nafas sambil Shalat Shubuh di daerah Jati Padang, dan kemudian kembali menempuh 30 menit perjalanan dengan berjalan kaki untuk mencari sedikit peruntungan.

Irwan memang terpaksa harus pindah lokasi jualan, dari Pasar Ulak Karang menuju Pasar Raya Padang yang jaraknya hampir 20 Km. Bukan karena kiosnya telah habis masa kontrak atau tergerus pedagang bermodal besar, tapi karena lebih dari separuh bangunan di pasar tempatnya berjualan, hancur digoyang gempa 7,9 skala richter, Rabu (30/9) sore, beberapa waktu lalu.

I a b e r u n t u n g , g e m p a tak menghancurkan sanak keluarganya. “Kata kawan, hari Jumat ini, banyak yang mau jualan di pasar raya, siapa tahu ada rejeki untuk anak saya,” kata Irwan ketika ditemui Komunika.

Menolak HanyutAktivitas warga memang

sudah berdenyut di hari Jumat itu. Dua hari paska gempa yang menelan hampir 1200 korban jiwa dan meluluhlantahkan tak kurang 85% infrastruktur

Sumatera Barat. Tak hanya pedagang yang menjajakan dagangannya, warga pun sudah berani keluar untuk memenuhi kebutuhannya. ”Kondisi semisal ini, pasti banyak yang butuh makanan, semisal kami juga butuh uang untuk membeli m a k a n a n . S a m a - s a m a butuh, bukan kami tak peduli upaya evakuasi korban atau

membangun kembali rumah kami yang rubuh,” jelas Faisal (43) salah seorang pedagang yang juga sudah memulai aktivitas perniagaannya Jumat itu.

Memang, puing bangunan masih berserakan, listrik masih belum ada, persediaan air mulai mengering, telekomunikasi pun belum tersambung, dan kekhawatiran akan isu gempa yang akan datang menghantam juga masih terdengar. Namun, suara-suara untuk bangkit juga mulai bersahutan.

Adri Febriadi (29), warga Lolong, Padang, misalnya, tak lantas larut dengan keadaan yang ada. Ia sudah memprediksi, dengan kekuatan gempa sedahsyat itu, pasti akan membuat semuanya serba darurat.

B e r b a g a i k r i s i s , semisal pangan, air, listrik,

sampai BBM akan terjadi selama beberapa hari. Karenanya, ia bersama beberapa pemuda di wilayahnya, tak mau begitu saja menunggu bantuan atau menanti orang mengantar makanan ke tenda-tenda pengungsian mereka.

”Kami kekurangan air, listrik mati, bahan makanan habis, rumah hilang semua. Sama seperti yang lain. Tapi kami tidak

merengek dan menyalahkan siapa-siapa. Kami berusaha. Kadang saya heran, untuk nonton evakuasi, banyak yang punya waktu berjam-jam, tapi untuk berusaha, orang sudah seperti akan mati besok. Kami di Padang masih beruntung, saudara kita di Pariaman, lebih parah. Tertimbun! Keluarga habis! Harus cepat sadar, cepat bangkit,” kata alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas ini sedikit emosional. Akan Lebih Baik

Optimisme dan kemandirian tanah minang, ternyata tak hanya ditunjukkan oleh para warganya saja, tetapi juga oleh Gubernur Sumatra Barat yang kini menjabat sebagai Menteri

Dalam Negeri Kabinet Indonesia Bersatu II, Gamawan Fauzi. Ia memprediksi, jika semangat dan optimisme tetap ada, kemudian dibantu dukungan seluruh wagra Indonesia, pertumbuhan ekonomi Sumbar paska gempa 30 September bisa tumbuh lebih baik dari sebelum bencana. ”Kita optimistis, biasanya daerah pasca bencana pertumbuhan ekonominya akan lebih baik dibandingkan dari sebelum gempa, bahkan diprediksi tahun depan capai delapan persen,” kata dia.

Pemprov Sumbar sendiri mempred iks i pada 2009 pertumbuhan ekonomi Sumbar sedikit di bawah enam persen, masih berada di atas nasional. Bahkan, di tingkat nasional, pada 2010 Sumbar bisa tembus pertumbuhan ekonomi delapan persen karena banyak terserap tenaga

Ia juga tak terlalu khawatir, p a s k a g e m p a j u m l a h

pengangguran bertambah. Menurutnya hal i tu hanya akan terjadi sementara waktu. Mengingat, bantuan pemerintah pusat bisa mencapai empat hingga lima kali lipat karena akan banyak pembangunan di sektor infrastruktur, seperti jalan, jembatan, irigasi dan fasilitas umum lainnya.kerja di sektor pembangunan infrastruktur.

Gali Karifan LokalI n d o n e s i a s e j a t i n y a

memil ik i puluhan desain rumah tradisional tahan gempa yang dibangun berdasarkan kearifan lokal masyarakat setempat. Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Prof. Dr. Ir. Jan Sopaheluwaken, MSc, menekanan, sudah saatnya masyarakat belajar rasional

dalam menyikapi bahaya bencana dengan melihat bencana dari segi manajemen resiko dan bukan hanya dari kerawanan saja. ”Karena bagaimanapun kenyataannya bahwa secara geografis, bencana, khususnya gempa, akan terus mengintai wilayah Indonesia,” katanya.

Menurutnya, semua pihak harus dapat mengetahui resiko dari bencana yang frekuensinya rendah namun dampaknya tinggi, dan apa yang harus diperbuat oleh pemerintah pusat, pemda, sektor-sektor, komunikasi, LSM, keluarga, sampai ke tingkat individu.

” S e h i n g g a d a p a t m e r e k a y a s a s i s t e m perekonomian baru yang berbasiskan pada kesiap-siagaan terhadap bencana y a n g b e r a n g k a t d a r i

probabilitas terjadinya bencana di Indonesia,” katanya.

Rumah Aceh , Ba tak , Gadang , Me layu , N ias , Panggung, Limas, Nuwo Sesat, Joglo, Loka Samawa, Panjang, Lamin, Betang, Honai, adalah contoh-contoh rumah adat yang memiliki kemampuan memadai untuk menahan guncangan bumi.

Sayang, modernisasi telah menggusur rumah-rumah tradisional asli tersebut dari khazanah arsitektur masa kini. Memang di beberapa tempat masih terlihat corak desain rumah adat dipakai untuk bangunan modern, namun kebanyakan mater ia lnya sudah diganti dengan besi dan beton. Padahal kayu memiliki kelenturan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan besi dan beton.

Belajar dari YogyaBelajar dari gempa Yogya

tahun 2006, sebagian besar rumah yang rubuh adalah rumah yang desa innya tanggung, yakni campuran antara desain tradisional dan modern. “Bentuknya tradisional, tapi material yang dipergunakan untuk pembuatan dindingnya dari batu bata dan semen tanpa diperkuat kolom-kolom dari besi. Inilah yang membuat rumah-rumah di Yogya gampang rubuh saat terkena gaya tarik dan gaya tekan. Ini beda dengan rumah Joglo asli yang terbuat dari kayu,” kata Yulius Prihatmaji, pakar arsitektur Yogya.

Prihatmaji menemukan ada tiga alasan mengapa rumah Joglo asli lebih tahan terhadap gempa. Pertama, rangka utama (core frame) yang terdiri umpak, sokoguru, dan tumpang sari, dapat menahan beban lateral yang bergerak horizontal ketika terjadi gempa. Inilah kunci u tama mengapa rumah Joglo asli masih dapat berdiri ketika gempa besar melanda, sementara rumah atau gedung

Indonesia sejatinya memiliki berbagai kearifan lokal untuk mengantisipasi bencana alam. Salah satunya adalah

desain rumah tradisional yang tahan gempa.

Page 7: Edisi 17/Tahun V/November 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

7komunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

“Jangan coba-coba melawan alam, karena

alam tidak bisa dilawan. Mencoba menaklukkannya akan membuatmu celaka.

Bersahabatlah dengan alam, pelajari tabiatnya, selaraskan

kehidupanmu dengannya, dengan begitu kamu akan selamat.”

Kata-kata bijak itu diperoleh Ageng Setiawan (49), dari Profesor Hiroshi Tsujii, dosennya di Faculty of Natural Resource Environment, Ishikawa Prefectural University, Jepang, sesaat setelah gempa berkekuatan 6,1 SR melanda daerah itu. Satu hal yang sangat ia ingat, saat itu tak ada kepanikan di kalangan mahasiswa maupun warga. Pun tak ada kerusakan berarti pada rumah-rumah penduduk dan fasilitas umum. Gedung universitas tempatnya menimba ilmu juga tak rusak sedikitpun, hanya beberapa perlengkapan kantor tergeser dari tempatnya.

Mengapa warga Ishikawa tidak heboh menghadapi gempa sebesar itu? Menurut Profesor Tsujii, semua tak lepas dari sikap dan perilaku warga yang sudah sangat ‘sadar gempa.’ Seluruh warga menganggap, gempa adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, oleh karena itu mereka selalu siap kapanpun gempa akan terjadi. Bukan hanya siap mental, namun juga siap secara fi sik dan material.

“Contoh paling nyata, menurut Profesor Tsujii, adalah rumah penduduk yang didesain sedemikian rupa sehingga tahan guncangan. Konstruksi dari kayu dan bahan-bahan ringan, dengan banyak pintu dan ruang terbuka, memungkinkan

rumah bergerak mengikuti irama gempa sehingga tidak roboh atau retak. Adapun gedung-gedung pemerintah, meskipun terbuat dari beton, namun sudah sepenuhnya mengikuti standar bangunan tahan gempa yang dikeluarkan Departemen Perumahan setempat,” ujar pria yang kini mengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ini.

Upaya membangun rumah tahan gempa adalah salah satu cara penduduk Ishikawa untuk berdamai dengan bencana, khususnya gempa bumi. Mereka tidak melawannya, namun justru membuat suasana kehidupan yang ‘kondusif ’ agar saat gempa

berlangsung korban harta benda maupun jiwa dapat ditekan. Tak heran, meskipun wilayah ini dilanda gempa berskala besar berkali-kali dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah kerusakan harta benda maupun korban manusia terbilang sangat sedikit. “Gempa besar terakhir pada tahun 2007 yang mencapai 7,1 SR saja hanya menewaskan sepuluh orang. Berbeda dengan gempa Jogja yang hanya 5,9 SR namun korbannya mencapai ribuan orang,” imbuh Ageng.

Rumah Tradisional TerujiSebagaimana disampaikan Profesor

Tsujii kepada Ageng, warga Ishikawa sangat menjunjung tinggi kearifan lokal yang mereka miliki. Salah satunya adalah keteguhan mereka mengikuti desain rumah tradisional yang sudah dibuat sejak zaman nenek-moyang. Tidak mengherankan jika rumah-rumah di sana bentuknya nyaris seragam, hanya ukuran dan aksesorisnya saja yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman kini.

“Mereka yakin, desain rumah semacam itu sudah mengalami uji kelayakan melalui ratusan kali gempa bumi, dan terbukti sanggup bertahan. Oleh karena, tanpa ragu masyarakat menetapkannya sebagai desain standar bagi rumah-rumah di Ishikawa.

Memang tak ada paksaan untuk membangun rumah semacam itu, namun sepanjang pengamatan saya 60% lebih rumah di daerah itu mengadopsi desain rumah tradisional,” imbuh lelaki berputra dua ini.

Jika ditelusur, proses terciptanya rumah tradisional memang berkaitan erat dengan keadaan alam di mana rumah tersebut didirikan. Sebagai daerah rawan gempa, warga Ishikawa secara turun-temurun mencoba membuat rumah yang tak gampang ambruk saat kena guncangan. Kearifan lokal yang tumbuh melalui trial and error, akhirnya menghasilkan desain rumah yang benar-benar teruji dan sesuai dengan karakter daerah gempa.

Desain rumah tradis ional di Ishikawa sendiri terbilang sederhana, hanya rumah bertiang dan berdinding kayu dengan banyak kolom, memiliki

banyak ruang terbuka, serta beratap sirap. Namun justru dari kesederhanaan inilah muncul kekuatan yang mencengangkan. Profesor Tsujii bahkan berani sesumbar, rumah-rumah kayu di Ishikawa yang lentur itu mampu menahan guncangan gempa hingga 8 SR. “Saat terkena guncangan, rumah itu memang akan bergerak dinamis, namun tidak akan rubuh,” kata Ageng, menirukan Tsujii.

So, kenapa kita tidak meniru warga Ishikawa? (g)

Kembali ke Rumah Tradisional

lain mengalami keruntuhan. Kedua , s t r uk tu r r umah Joglo yang berbahan kayu menghasilkan kemampuan meredam getaran/guncangan yang efektif, lebih fl eksibel, dan juga stabil. Struktur dari kayu inilah yang berfungsi meredam efek getaran/guncangan dari gempa. Ketiga, kolom rumah yang memiliki tumpuan sendi dan rol, sambungan kayu yang memakai sistem sambungan lidah alur, dan konfigurasi kolom anak (soko-soko emper) terhadap kolom-kolom induk (soko-soko guru) merupakan e a r t h q u a k e r e s p o n s i v e building dari rumah Joglo. Oleh karenanya, dengan sistem ini, rumah Joglo lebih stabil pada frekuensi gempa tinggi dengan akselerasi rendah-t inggi. Sedangkan pada frekuensi gempa rendah, rumah Joglo lebih fl eksibel.

Selain rumah Joglo, rumah tradisional Nias juga termasuk dikategorikan rumah tahan gempa. Perist iwa gempa berkekuatan 8,6 SR pada Maret 2005 lalu telah membuktikan itu. Menurut Koen Meyers dan Puteri Watson dalam "Legend, Ritual and Architecture on the Ring of Fire" (2008), fl eksibilitas rumah Nias yang membuatnya lebih tahan terhadap gempa adalah karena ikatan antara balok kayu saling mengunci tanpa dipaku. Selain itu, secara struktur, rangka rumah Nias terdiri dari kolom (enomo) dan balok (ndriwa). Kolom-

kolom bertumpu di atas batu besar sebagai penguat untuk menghadang terpaan angin. Diantara kolom utama, terdapat kolom-kolom diagonal yang saling kait mengait menyokong lantai rumah yang berbentuk oval atau persegi. Kolom inilah yang berfungsi sebagai

lateral dan longitudinal bracing. Teknik pasak pada sambungan kayu membuat balok-balok kayu tidak patah ketika terjadi gempa.

Menuru t Meyers dan Watson, kolom diagonal inilah yang menjadi kunci mengapa rumah Nias bisa elastis dan

stabil dari guncangan gempa. S e m e n t a r a M a r c o

K u s u m a w i j a y a , a r s i t e k dan pengamat tata kota, menyatakan hampir semua rumah tradisional fleksibel dan stabil terhadap gempa. Hal ini dikarenakan struktur kayu yang ada pada rumah tradisional tidak sekaku beton. J ika mengalami getaran atau gempa, ikatan antara balok dan kolom pada rumah tradisional mampu bergerak elastis, berayun mengikuti guncangan gempa tanpa mengalami kerusakan. Marco memberi contoh rumah Bali dan Minahasa. Perlu diketahui, rumah Minahasa adalah rumah tradisional yang didiami mereka yang bertempat tinggal di Sulawesi Utara, daerah yang paling sering mengalami gempa.

Pendapat yang sama j uga d iungkapkan o leh pendiri Assosiasi Ahli Gempa Indonesia, Teddy Boen. Ketika melakukan survei gempa ke Nabire Papua pada tahun 2004, Boen menemukan bahwa dari 45 persen rumah yang rusak, semuanya adalah rumah konvensional yang terbuat dari struktur bata. Namun, yang masih bertahan adalah rumah tradisional dari kayu. Hal yang sama juga ditemui, ketika Boen berkunjung ke Alor Nusa Tenggara Timur, rumah tradisionallah yang dapat bertahan terhadap gempa.

Budi Brahmatyo, ah l i

Geologi dari ITB Bandung, juga menemukan fenomena serupa ketika berkunjung ke Sungaipenuh Kerinci pada tahun 1999. Rumah-rumah tradisional di daerah tersebut masih dapat berdiri tegak pada peristiwa gempa. Konstruksi rumah tradisional di sepanjang Bukit Barisan memang didesain untuk tahan terhadap gempa. Tiang-tiang rumah dihubungkan dengan palang-palang yang dapat berputar bebas seperti engsel pada jarak tertentu. Jadi ketika terjadi gempa, rumah ini dapat ikut bergoyang elastis tanpa harus runtuh. Demikian pula, di tahun 2005, Brahmatyo menemukan rumah panggung di daerah Pacet Bandung Selatan tetap saja berdiri, padahal rumah-rumah berdinding bata di sekitarnya sudah banyak yang runtuh.

Sebenarnya sudah cukup banyak model rumah tahan gempa didesain pascagempa dan tsunami Aceh. Seperti model Smart Modula dan Risha. Akan tetapi, rumah tradisional nusantara menjadi alternatif yang sangat memungkinkan untuk dimasyarakatkan kembali. Terutama bagi mereka yang berdiam di daerah-daerah rawan gempa. Sudah saatnya kita kembali ke rumah tradisional, warisan nenek moyang kita.

(g-dan dimas-multisumber/)

Page 8: Edisi 17/Tahun V/November 2009

8w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

Indonesia oleh masyarakat internasional dikenal sebagai supermarket bencana karena hampir semua jenis bencana ada di Indonesia. Namun Kepala BNPB cenderung menjadikan Indonesia sebagai laboratorium bencana, "Artinya Indonesia tidak hanya sebagai tempat belanja namun tempat mencari hikmah di balik bencana, mendapatkan pelajaran untuk kepentingan kemanusiaan," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dr. Syamsul Muarif suatu ketika.

S e m a k i n t i n g g i kesiapsiagaan masyarakat maka diharapkan semakin sedikit korban bencana. Bangsa Indonesia tidak usah malu bahwa tanah tumpah darah kita selain kaya potensi alam namun juga rawan bencana. "Penanggulangan bencana harus d i tangan i secara komprehensif, multi sektor, terpadu dan terkoordinasi serta menekankan pada upaya penanganan secara sistemik," jelas Syamsul Maarif.

Sementara itu, duta besar PBB untuk UNESCO Prof. Arief Rachman menilai bahwa bencana merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya t i n g k a t k e s e j a h t e r a a n masyarakat, "Untuk itu berbagai unsur terkait harus menjadikan pengurangan risiko sebagai p r i o r i t as pembangunan nasional, sehingga bencana dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi dampaknya," jelasnya.Bermula dari Aksi Hyogo

P l a t f o r m N a s i o n a l Pengurangan Risiko Bencana atau Planas PRB secara resmi dibentuk pada akhir April 2009 lalu. Planas PRB ini menjadi wahana untuk memadukan w a w a s a n , m e n a m p u n g

aspirasi dan kepentingan serta menjembatani berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengurangan risiko bencana di Indonesia. "Dengan platform ini saya berharap sumber daya bisa kita hubungi dan membantu kita. Platform ini akan memperkuat sistem kita," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif.

Lebih lanjut Syamsul Maarif mengemukakan, Planas PRB merupakan suatu mekanisme koordinasi ser ta arahan kebijakan dalam pengurangan resiko bencana yang melibatkan multi-sektor dan disiplin. "Saya berharap Planas PRB akan mengawal pengarusutamaan pengurangan resiko bencana dalam setiap kebijakan dan perencanaan pembangunan."

P lanas PRB in i akan menjadi mekanisme nasional multi-pemangku kepentingan yang ber t indak sebagai pengan jur pengurangan risiko bencana di berbagai tataran dengan memberikan koordinasi, anal isis, dan anjuran tentang bidang-bidang yang diprioritaskan.

Pembentukan Planas PRB ini menunjukkan komitmen Indonesia bersama 167 negara lainnya di Konferensi Dunia Pengurangan Risiko Bencana di Kobe, Jepang, pada awal tahun 2005 yang melahirkan Kerangka Aksi Hyogo 2005-

2015."Kon fe rens i t e r sebu t

menyarankan suatu Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana. Suatu forum lintas pelaku di tingkat nasional yang memfasilitasi pertukaran informasi tentang program-p r o g r a m d a n k e g i a t a n pengurangan risiko bencana,: jelas Arief.

Lebih lanjut Arief Rachman menjelaskan bahwa aksi pengurangan risiko bencana m e n c a k u p p e n g u a t a n kelembagaan, legislasi dan kebijakan guna memastikan P R B p r i o r i t a s u t a m a ; identifi kasi, kajian resiko dan pengembangan peringatan dini. "Termasuk pemanfaatan iptek dan pendidikan bagi pengembangan budaya aman; meredam akar permasalahan s e r t a p e n i n g k a t a n kesiapsiagaan," jelasnya.

Forum WawasanGagasan awa l un tuk

membentuk Planas PRB Indonesia sudah muncul sejak tahun 2006. Terlebih Indonesia adalah bangsa yang hidup di daerah rawan bencana sehingga Indonesia membutuhkan suatu wahana untuk memadukan wawasan pemerintah dan para pemangku kepentingan penanggulangan bencana.

Anggota P lanas PRB adalah lembaga/institusi/

organisasi/forum PB/PRB yang menyatakan diri sebagai anggota dengan melalui proses pendaftaran sebagai anggota. Unsur-unsur keanggotaan antara lain lembaga pendidikan dan penelitian, media massa, lembaga usaha, masyarakat sipil, pemerintah, Palang Merah Indonesia, lembaga profesi, dan lembaga atau komunitas lainnya.

Planas PRB sebagai forum juga tidak menyelenggarakan kegiatan atau menghasilkan produk teknis operasional pengurangan risiko bencana yang menjadi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab l embaga- lembaga yang menjadi anggotanya.

"Capaian utama tersebut menjadikan pemicu bagi para pemangku kepentingan PRB di Indonesia untuk terus berusaha mencapai hasil sesuai dengan Kerangka Kerja Aksi Hyogo untuk menurunkan secara berarti hilangnya nyawa dan aset sosial, ekonomi dan lingkungan karena bencana," jelas Arief Rachman.

Gerakkan Potensi Masyarakat

"Penanggulangan benca-na tak hanya menjadi tang-gung jawab pemerintah. Inisiatif membentuk jejaring multisektor dan multidisiplin untuk pengurangan risiko bencana juga harus muncul dari masyarakat tingkat lokal," jelas Ketua Planas PB, Mar'ie Muhammad.

Menurut Ketua Umum Palang Merah Indonesia ini, forum ini diharapkan dapat memperkuat jejaring guna perluasan koordinasi antara berbagai pihak. "Forum sejenis di tingkat lokal (provinsi) telah ada sebelumnya, sepert i

forum Merapi yakni gabungan para s takeho lder l i n tas kabupaten dan lintas provinsi di sekitar Gunung Merapi. Jadi inisiatifnya justru dari masyarakat, unsur pemerintah hanya memfasilitasi dan lebur di dalamnya," tuturnya.

Sejalan dengan hal itu, Syamsul Muarif mengatakan pada daerah-daerah rawan bencana sepe r t i ban j i r d i h a r a p k a n j u g a a k a n membentuk forum sungai yang tidak berdasar pada batas administrasi tetapi mengikuti batas rezim sungai. "Yang mungkin bisa dibentuk ke depan di tingkat lokal, misalnya forum Sungai Bengawan Solo yang nantinya melibatkan seluruh elemen stakeholder di sepanjang aliran sungai tersebut. Ini juga dapat ditiru oleh daerah-daerah lain yang rawan bencana banjir," ujar Syamsul.

Jadi Contoh DuniaLetak Indonesia pada

posisi geogragis, geologis dan hidrologis, dan potensi kerusakan akibat perubahan i k l im , kese lu ruhannya b e r p o t e n s i b e r i s i k o men imbu l kan bencana . Oleh karena itu pelatihan kesiapsiagaan yang dilakukan bangsa Indonesia menjadi sebuah keharusan

I n d o n e s i a d i u n d a n g dan d ibe r i kesempa tan untuk memaparkan proses pembentukan Planas PRB pada konferensi dunia tentang Global Platform di Geneva. "Proses pembentukan Planas PRB dijadikan contoh karena dilakukan melalui musyawarah dan partisipasi berbagai unsur terkait, khususnya masyarakat dan dunia usaha," tegas Syamsul. (m)

Planas PRB tidak menghasilkan kebijakan substantif pengurangan risiko bencana yang

mengikat, melainkan memberikan pandangan, pendapat dan masukan terhadap dan tentang agenda, kebijakan dan strategi atau rencana

pengurangan risiko bencana.

Page 9: Edisi 17/Tahun V/November 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

9komunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

perencanaan matang dan detail

harus dilakukan dalam manajemen

penanganan bencana agar menghindarkan

masyarakat dari dampak merugikan dari bencana yang

terjadi

Bencana tsunami paling terkenal di awal abad XXI terjadi di Aceh (2004) yang memakan korban ribuan jiwa, baik di Aceh sendiri, Thailand maupun Sri Langka. Setelah itu terjadi juga di Pangandaran (2006), dan sebelumnya menimpa Flores (1994). Tahun 1883 pernah terjadi tsunami raksasa yang melahap sebagian Jabar dan Lampung akibat letusan Gunung Krakatau. Batavia pun pernah diserang gelombang pasang seperti itu di abad XVII.

Selain letusan Krakatau, maka G. Tambora di NTT membawa dampak cukup besar di abad Ke-XIX lalu. Letusan-letusan lainnya banyak terjadi dan membawa penderitaan penduduk di sekitarnya, meski dibayar dengan kesuburan tanah laharnya.

Akibat kerusakan ling-kungan hidup, antara lain p e n g g u n d u l a n h u t a n , peruntukan tanah yang tidak

sesuai, maka banjir bandang, galodo, sering mengancam daerah yang secara tradisional jarang menderitanya.

Bencana klasik itu me-makan korban banyak, akan tetapi sebagai negeri agraris, k i t a “be run tung” sebab bencana modern yang timbul akibat kemajuan teknologi sering sulit ditanggulangi, akibat lambatnya penemuan ‘ant i-dot ’ atau ‘obatnya’, karena eksploitasi atas bahan-bahan kimia baru terlalu cepat dilakukan akibat tekanan kebutuhan industri . Kita ingat bagaimana bencana kebocoran zat kimia Union Carbide di Bhopal, India (1985) memakan korban 2.500 jiwa melayang, dan 100.000 lainnya cacat. Tragedi itu sekedar puncak gunung es, di mana banyak bencana teknologi semacam itu tidak terpublikasikan.

Ke jad ian menger ikan lain adalah kebocoran Pusat Tenaga Nuklir Chernobyl, Rusia

(1986) yang membuat 135.000 orang harus diungsikan karena zat radioaktif mengancam daerah seluas 1.600 mil. Demikian juga kebocoran di pembangkit tenaga nuklir di Three-mile Island, AS. Nampaknya bencana jenis ini akan berlanjut di masa depan seiring dengan kian banyaknya pusat pembangkit listrik bertenaga nuklir.

Kerugian-kerugian akibat bencana t e r sebu t k i an membesar seiring dengan semakin tingginya tingkat pembangunan daerah-daerah, makin banyaknya aset yang d ipunya i , ser ta tambah tingginya populasi daerah yang menderita.

Secara in te rnas iona l kerugian dapat dihubungkan p a d a a s p e k s t a b i l i t a s ekonomi, politik serta sosial

di masa berikutnya. Jurang antara negara miskin dan kaya be r tambah l eba r, seh ingga dunia merasa p e r l u m e n i n g k a t k a n penanggu langan ak iba t bencana sebaga i kunc i utamanya.

Di tingkat nasional, dampak bencana itu umumnya membuat dua kemunduran besar yaitu adanya kerugian langsung terhadap aset publik dan privat dalam berbagai bentuk. Kedua, rusaknya usaha serta sumber daya nasional yang menjadikan pembangunan nasional mundur dan semakin jauh dari sasaran.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka t iap- t iap negara mengembangkan pendekatan komprehensif guna membangun suatu manajemen bencana. Ini perlu menyangkut seluruh aspek lingkaran manajemen bencana, serta perlu menyertakan k e s e i m b a n g a n y a n g

Priya UtamaPemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan

pengaturannya, antara lain siapa bertugas apa dan harus berbuat bagaimana.

Warga di daerah yang potensial mengalami bencana gempa maupun gunung berapi, dapat mengambil prakarsa guna mengatasinya. Masyarakat gunung berapi l eb ih s iap o leh ka rena datangnya bencana umumnya dapat dideteksi, dan alur-alur bahaya telah dipahami sejak dulu. Daerah rawan gempa, seperti sisi selatan Sumatra, Jawa, Bali hingga Papua, lebih sulit karena meskipun gempa dapat diramalkan akan terjadi, tapi ketepatan waktunya belum bisa.

Mereka perlu disiapkan tentang apa yang harus dilakukan jika mengalami bencana seperti itu. Masyarakat Jepang amat berpengalaman

dalam menghadapi gempa bumi, dan sangat terlatih, mulai dari penyelamatan nyawa, harta maupun konstruksi bangunannya.

Sejak usia dini anak-anak perlu diberi pengertian dan kesadaran akan bencana, dan bagaimana serta apa yang harus mereka kerjakan bila menghadapi kejadian itu. Di tiap-tiap RT/RW hal itu bisa dikerjakan, terutama sekali membentuk organisasinya agar tugas dapat berjalan lancar, efektif.

T a m p a k n y a r o d a manajemen bencana negeri k i ta per lu d ipu tar leb ih kencang, karena terbukti dalam setiap bencana terjadi kekurangpahaman penduduk tentang apa dan bagaimana menyelamatkan diri, bagaimana menolong teman-temannya, dan bagaimana mengatasi akibat bencana, antara lain sering terjadi kekuranglancaran penyaluran bantuan, sehingga menimbulkan masalah. Dapat terjadi petugas-petugas itu sendir i korban bencana, sehingga sistem organisasi berlapis sangat diperlukan.

D e n g a n a d a n y a otonomi daerah sekarang ini, nampaknya Pemerintah Kabupaten semakin dituntut untuk bekerja keras menyiapkan wa rganya aga r mampu mengatasi, atau mengurangi dampak dari bencana-bencana sesuai dengan sifatnya. Warga pun dituntut untuk proaktif , berinisiatif untuk melatih dan menyiapkan diri sebaik-baiknya mulai dari dirinya sendiri, keluarga maupun lingkungannya.***

d l h d i

Indonesia memang diasuh oleh bencana

yang setiap waktu dapat menyambangi kita.

Bencana klasik yang sering menimpa adalah

gempa bumi, letusan dan lahar gunung berapi,

tanah longsor, banjir, kebakaran, dan tsunami atau gelombang pasang

akibat gempa. Belakangan saja mungkin karena

penyimpangan iklim dan kerusakan lingkungan, kita

dapatkan juga serangan badai, kendati tak sesering

Filipina, Hongkong, Taiwan, China, atau

Jepang.

Page 10: Edisi 17/Tahun V/November 2009

10w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

Nangroe Aceh DarussalamTidak Ada Alasan Laporan Program Terlambat

Mutasi di kalangan pejabat Eselon II, III dan IV diharapkan tidak menjadi alasan untuk tidak terlambat dalam membuat laporan dan program. Proses mutasi kata Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MM Senin, (2/11) merupakan hal yang wajar dan harus dilakukan dalam sebuah organisasi. “Langkah tersebut dilakukan untuk penyegaran dan menghilangkan kejenuhan. Makanya, dia berkali-kali meminta bagi pejabat yang baru tidak ada alasan untuk memperlambat membuat laporan dan program,” kata Bupati saat apel pagi di Lapangan Setdakab.

Menurut Nasaruddin, masing-masing pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk setiap saat melakukan perbaikan-perbaikan di unit kerjanya masing-masing. ”Semua harus bertekad agar hari ini lebih baik dari hari esok”, sebut Nasaruddin.

Berkaitan dengan akan berakhirnya tahun 2009, kepada seluruh pimpinan unit kerja diminta untuk segera mempercepat dan mempersiapkan serta membenahi laporan terhadap tugas dan lingkup masing-masing, terutama terhadap penggunaan anggaran. Hasil dari laporan dari masing-masing unit kerja dapat secepatnya disampaikan kepada pimpinan. Penyusunan laporan dan program berkait antara bagian yang satu dengan bagian lainnya. (Humas Pemkab Aceh Tengah)

Bangka BelitungBerharap dari Visit Babel Archipelago 2010

Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Eko Maulana Ali mengharapkan program "Visit Babel Archipelago 2010" (Tahun Kunjungan Babel 2010) akan meningkatkan sumbangan sektor pariwisata bagi Produksi Domestik Bruto (PDB) provinsi tersebut. "Saat ini pariwisata dan perikanan belum masuk tiga besar penyumbang terbesar PDB Babel," kata Eko Maulana Ali.

Berbagai persiapan menghadapi "Visit Babel Archipelago 2010" seperti kamar hotel dan prasarana lainnya terus dilakukan. Diharapkan segala kendala dalam menghadapi program tersebut dapat diatasi sehingga program terlaksana dengan baik. Eko mengatakan program yang mulai tahun 2010 tersebut hanyalah awal. Program tidak hanya berhenti pada 2010 namun akan dilanjutkan terus. (ant)

Jawa BaratTanam Ribuan Bibit Jambu

Isteri Wakil Gubernur Jawa Barat, Ir. Hj. Sendy Yusuf, Kamis (11/11) di Cirebon menyerahkan bantuan 2.500 bibit jambu di Desa Serang Wetan, Kecamatan Babakan.

Ny. Sendy Yusuf menyatakan keprihatinannya akan bencana gempa, tanah longsor dan banjir yang telah melanda sebagian wilayah Jawa Barat. "Walaupun Pemerintah telah mensosialisasikan “Gerakan Rehabilitasi Hutan”.Namun itu tidak akan mampu menutupi semua lahan kritis di Jawa Barat yang berjumlah 171.500 hektare. Karena itu, pemerintah berupaya memberikan stimulan berupa 2.500 bibit pohon jambu," ujarnya.

Pohon jambu menurut dia, dipilih karena mengandung fungsi kesehatan, yakni pucuk daunnya untuk mengobati diare dan buahnya untuk mengobati demam berdarah.

Menurut data tahun 2008, terdapat lahan seluas 4.450 hektare yang termasuk kategori lahan kritis di Kabupaten Cirebon. Dia berharap, dengan adanya program rehabilitasi berupa penanaman pohon ini, masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan lingkungan. (aries.b/mc diskominfo kab cirebon)

Jawa TengahJajaki Kerjasama Ekonomi dengan Timor Leste

Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dan Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste menjajaki kemungkinan dilakukannya kerjasama dalam bidang pengembangan ekonomi.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Solo Triyanto mengungkapkan, yang termasuk dalam kerjasama tersebut adalah rencana pendirian PT Tiga Pilar di Timor Leste guna menjajaki pangsa pasar setempat yang menurut informasi merupakan pintu gerbang ekspor ke Portugal dan negara-negara Eropa lainnya.

Kerjasama lainnya adalah pengembangan industri batik melalui kerjasama dengan Kampung Batik Kauman dan Kampung Batik Laweyan Solo. Pemerintah Timor Leste ingin kerjasama alih teknologi pembuatan batik dari para perajin batik di Solo. Sejauh ini, produk-produk seperti biskuit, mie instan dan batik sangat diminati oleh pemerintah Timor Leste untuk dikembangkan di negara tersebut dengan kemungkinan ekspor ke Portugal dan negara lain. (toeb)

LINTAS DAERAHBAKOSURTANAL

Antisipasi Bencana dengan PetaBadan Koordinasi Survei dan Pemetaan

Nasional (Bakosurtanal) membuat peta-peta kawasan bencana Berdasarkan pengalaman tanggap darurat kebencanaan sejak gempa-tsunami di Aceh pada Desember 2004, Ba-kosurtanal telah memetakan ulang kawasan Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan kawasan pantai barat Sumatera selebar tiga kilometer dalam rangka membangun Tsu-nami Early Warning System (TEWS). Namun rupanya, perhatian masyarakat selama ini terlalu tertuju pada tsunaminya, sedang an-tisipasi pada gempa berkekuatan besar yang mestinya terwujud dalam bentuk penegakan aturan bangunan yang lebih ketat (building code) agak terabaikan.

Semestinya, bangunan-bangunan di kawasan-kawasan yang telah teridentifi kasi rawan bencana segera dievakuasi. Kalau bangunan tersebut terbukti belum memenuhi persyaratan dalam Building Code, maka ban-gunan tersebut segera direnovasi. “Mungkin proses ini memang memakan biaya, namun itu pasti lebih murah daripada ketika bangunan itu dirobohkan oleh gempa secara mendadak,” katanya.

Perhatian pemerintah maupun masyarakat pada pemetaan kawasan bencana, baik selama masa pencegahan (mitigasi), masa tanggap darurat maupun masa rehabilitasi-rekontruksi memang masih perlu ditingkatkan. Hal itu terbukti, peta kebencanaan dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana baru disebut dalam satu ayat tanpa penjelasan, dan kewajiban itupun dibebankan kepada pemerintah daerah. Akibatnya, baru sebagian kecil daerah yang dapat berbuat sesuatu dalam memulai menyiapkan peta kawasan rawan bencana.

Dari sisi landasan hukum, UU tersebut memang perlu segera diamandemen. Bako-surtanal beserta komunitas-komunitas geo-spasial, semisal RS-GIS-Forum, Ikatan Sur-veyor Indonesia dan Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia sedang berupaya keras agar masyarakat Indonesia makin sadar spasial, sehingga juga makin sadar bencana. “Saat ini Pemerintah melalui Bakosurtanal juga sedang menggodok RUU Informasi Geospasial yang diharapkan akan membuat data geospasial lebih memasyarakat lagi,” katanya. (Gs)

Departemen PerdaganganAjang Eksis Produk Nasional

Pameran produk barang dan jasa hasil kreasi anak bangsa atau Trade Expo Indone-sia 2009 yang berlangsung pada 28 Oktober hingga 1 November 2009 mampu membuku-kan rekor transaksi tertinggi.

Perhelatan yang berlangsung selama lima hari di Jakarta International Expo, Kemayoran itu berhasil membukukan transaksi 285 juta dolar AS, lebih tinggi dari target awal yang ditetapkan pemerintah yaitu 230 juta dolar AS.

Eksebisi tahunan tingkat dunia yang rutin digelar Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Departemen Perdagangan kembali mengisyaratkan bahwa produk In-donesia masih digemari oleh para konsumen Internasional. Selain itu, daya tarik produk barang dan jasa Indonesia dari segi kualitas

LINTAS LEMBAGA

Pacitan menuju ke Madiun. Setiap bulan Suro (Muharam), ketika Pemkab Ponorogo mengadakan festival reog nasional, ada kegiatan lain di Danau Ngebel. Penduduk, pemuka masyarakat dan tokoh spiritual membuat upacara larung sesaji sebagai ekspresi

permohonan kepada Tuhan YME agar diberi keselamatan dan kesejahteraan.

Danau seluas kurang lebih lima hektar ini menjadi

danau terbesar d i Kabupaten P o n o r o g o sebagai pemasok air bersih dan p e r n a h j a d i penggerak utama PLTA. Dongeng-d o n g e n g seram tentang k e a n g k e r a n

danau ini secara tak langsung menjamin kelestariannya. Orang tua di jaman Belanda masih menyaksikan sejenis uling (sidat) raksasa muncul

di tengah danau bila terusik. Legenda menyebutkan danau itu tempat munculnya tokoh reog Bujang Ganong dalam pelar iannya dari Kediri. Banyak lagi dongeng tentang Danau Ngebel, yang kemudian menjadi salah satu unggulan wisata Kota Reog itu. Bila hati sebel, warga Ponorogo bisa menjadikan Ngebel sebagai pelarian, sambil menikmati duren Bajul yang besar-besar, wangi, dan legit khas sana.

(Adji Subela)

maupun desain terbukti telah mampu memenuhi selera dunia.

Melalui sub tema ‘Unlimited Indonesia’, de-sain dan acara TEI disiapkan untuk menampil-kan potensi Indonesia tanpa batas, mulai dari kekayaan alam hingga sumber daya manusia. (fi rmansyah/vey)

Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaKukuhkan Tiga Profesor Riset

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan tiga orang profesor riset, masing-masing Dr. Hary Harjono, Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono, dan Drs. Daliyo, dalam sidang Majelis Profesor Riset di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Jumat (13/11).

Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono diku-kuhkan sebagai Profesor Riset bidang Kimia Organik, Dr. Hery Harjono sebagai Profesor Riset Bidang Geologi dan Geofi sika, dan Drs. Daliyo, MA dikukuhkan sebagai Profesor Riset Bidang Penduduk. (Gs)

Kementerian Koordinator PerekonomianPerkembangan Positif Realisasi Stimulus Fiskal

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan realisasi belanja stimulus fi skal 2009 hingga saat ini terus menun-jukkan perkembangan yang positif. "Laporan dari Departemen Pekerjaan Umum (Dep-PU) menunjukkan perkembangan realisasi stimulus yang bagus," kata Hatta di kantor Menko Per-ekonomian Jakarta, Jumat (13/11).

Menurutnya, berdasarkan laporan terakhir dari Dep-PU, pada kuartal III-2009 realisasi be-lanja stimulus fi skal sudah mencapai 50 persen. Dengan demikian, akhir tahun 2009 diharapkan belanja stimulus fi skal akan terjadi penyerapan yang sesuai dengan harapan. "Untuk itu, pemer-intah akan berusaha keras dan ingin mendorong agar tidak ada gangguan dalam kondisi transisi ini,"katanya. (Ia)

Departemen Komunikasi dan InformatikaMenara Telekomunikasi Harus Tahan Gempa

Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) mensyaratkan agar pembangu-nan menara telekomunikasi harus tahan gempa bumi sebagai salah satu bentuk antisipasi ben-cana. “Kami sudah mensyaratkan secara sangat ketat tentang kewajiban pembangunan menara telekomunikasi yang tahan gempa bumi," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Departe-men Kominfo, Gatot S. Dewa Broto.

Persyaratan tersebut telah diberlakukan sejak 30 Maret 2009 di mana pihaknya ber-sama beberapa instansi lain menandatangani peraturan bersama Menkominfo, Mendagri dan Menteri Pekerjaan Umum serta Kepala BKPM. "Salah satu ketentuan tentang anti-sipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada Pasal 11 ayat (1) yang menyebutkan bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan administratif dan teknis," katanya.

Ia menambahkan, Peraturan Bersama terse-but juga mengatur tentang persyaratan struktur bangunan menara. "Sanksi jika terdapat pelang-garan, berupa teguran, peringatan, pengenaan denda, atau pencabutan izin," katanya. (ant)

Te r l e tak d i kak i s i s i barat Gunung Wil is, dan di perbatasan Kabupaten Madiun dan Ponorogo, Danau Ngebel nampak tenang, sejuk, nyaman. Dia tersisih dari kesibukan Kota Ponorogo, sebagai kota perlintasan antara Wonogiri, Trenggalek, dan

Telaga Ngebel, untuk membuang sebel

Page 11: Edisi 17/Tahun V/November 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

11komunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

tidak terhambat, bisa jadi ia sudah bergelar almarhum se-karang. Atau kalaupun selamat tak kurang suatu apa, ia pasti akan tertipu rekan bisnis abal-abal yang siap memangsanya. Tapi syukurlah, semua itu tak terjadi.

***

Orang sering melihat ham-batan, tantangan, gangguan, ancaman, atau yang lebih besar lagi penyakit dan bencana, sebagai bentuk ketidakadilan Tuhan terhadap dirinya. Banyak orang melihat apa yang terjadi pada dirinya secara linear, sehingga peristiwa sekadar dipahami sebagai akibat dari suatu sebab. Banyak orang lupa bahwa peristiwa sejatinya adalah cakra yang senantiasa berputar. Banyak orang tak peduli bahwa tesis akan melahirkan antitesis, kemud ian memuncu l kan sintesis, dan sintesis akan menjadi tesis baru yang akan memunculkan antitesis dan sintesis berikutnya.

Manusia memang suka memandang sesuatu secara po-tong-lintang (cross sectional), cenderung memusatkan perha-tian pada masa kini dengan melupakan latar belakang dan sekaligus memandang remeh

peroleh laba miliaran rupiah yang sejatinya sudah berada di depan mata.

Sore hari, saat menonton berita televisi, ia kaget. Ada breaking news yang mem-beritakan pesawat yang se-dianya akan ditumpanginya mendarat darurat di bandara tujuan, dan terbakar. Sebagian besar penumpang tewas, puluhan luka-luka, dan hanya lima orang yang luput dari pe-taka. Belum hilang kagetnya, malam hari ia mendapat sms dari sahabatnya, yang mengabarkan bahwa calon rekan bisnisnya dari luar negeri ditangkap Interpol sesaat se-telah pertemuan bisnis usai, karena melakukan tindak pi-dana money laundering dan penipuan valuta asing (valas) di berbagai negara.

Ia termenung, menekuri se-mua yang terjadi dengan jernih. Tahulah ia sekarang, mengapa Tuhan membuat jalanan macet dan ban taksi meletus. Itu semua, tak lain, karena Tuhan Yang Maha Mengatur masih menyayanginya. Bayangkan bila perjalanan menuju bandara

masa depan. Apa yang terjadi kini, sering dianggap sebagai peristiwa dadakan yang tak berujung-pangkal. Padahal peristiwa masa kini adalah buah dari peristiwa masa lalu, dan sekaligus akan menjadi benih terjadinya peristiwa lain di masa datang.

Jarang yang mau berpikir, bahwa semua yang menimpa pada hakikatnya membawa hikmah dan bahkan berkah tersembunyi. Apa yang dialami kawan saya, hanyalah satu di antara jutaan contoh yang bisa dikemukakan, bahwa selalu ada hikmah di balik peristiwa. Oleh karena itu, jangan melihat sesuatu secara hitam putih, benar-salah, baik-buruk. Karena dalam kenyataannya, tidak ada peristiwa yang benar-benar baik, dan sebaliknya tidak ada pula peristiwa yang benar-benar buruk. Di balik kebaikan, biasanya tersimpan benih-benih keburukan, sebaliknya di balik keburukan pun terdapat benih-benih kebaikan.

Kadang seseorang bisa menemukan hikmah di balik peristiwa, langsung setelah peristiwa terjadi. Ada yang perlu waktu berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, hanya untuk menggumamkan kata-kata, “Ooo, ternyata ini hikmahnya.”

Namun tak jarang, hikmah itu tak terpahami manusia hingga akhir hayat, alias tetap menjadi rahasia Sang Pencipta Alam Semesta. Tapi bukan berarti hikmah itu tidak ada.

Bencana alam misalnya, adalah peristiwa yang oleh banyak orang lazim dicap sebagai “buruk”. Tapi benarkah bencana a lam seburuk dugaan banyak orang? Be-narkah ia datang hanya membawa kesusahan dan penderitaan? Bagaimana jika bencana itu merupakan satu-satunya cara bagi alam untuk mencapai titik ekuilibrium, titik keseimbangan, agar di masa depan tetap mampu menjalankan fungsinya dalam memberikan daya dukung terhadap kehidupan manusia? Siapa yang tahu, bahwa bencana yang terjadi adalah katup pengaman yang harus dibuka, agar tidak terjadi bencana yang sangat besar di masa datang?

Mungkin kita tidak bisa menjawabnya sekarang. Tapi kita percaya, Tuhan yang Maha Mengatur memiliki master plan yang sangat baik dan sangat sempurna—yang mungkin karena kesempurnaannya menjadi tidak bisa dipahami oleh logika manusia.

(gun)

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusan-tara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik keliling nusantara, si-lahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail:

[email protected] atau [email protected]

Jawa TengahPertama di Jateng, Luncurkan KPE

PNS Kota Pekalongan boleh berbangga hati karena Kartu Pegawai Elektronik (KPE) di wilayah Kota Pekalongan dikembangkan pertama kali untuk wilayah Eks Karesidenan Pekalongan, Jawa Tengah.

“KPE dimaksudkan agar s e t i a p P N S m e m p u n y a i kartu identitas mult i fungsi un tuk kepent ingan d inas maupun kepentingan pribadi yang bersangkutan,” kata Kepala Kantor Kepegawaian

Daerah (KKD) drg. Agust Sumarhaendayana, Rabu (14/10) saat melihat pemotretan dan pengambilan sidik jari untuk pembuatan KPE.

Sri Sumartiningsih, PNS yang sehari-harinya bertugas d i B a g i a n H u m a s d a n Protokol menyambut baik jika pengambilan gaji langsung dikirimkan melalui KPE, sehingga tidak lagi antri di loket bendahara gaji. “Kalau menurut sosialisasi, maka KPE tersebut berlaku secara multifungsi. Artinya, selain untuk pengurusan data kepegawaian, juga bisa untuk transaksi keuangan, layaknya ATM,” ujar Sri.

S e m e n t a r a i t u K a s i Dokumentasi dan Perundang-undangan, Iqbal Khafi d, SIP, MSi,

menjelaskan fungsi KPE yang lengkap. “Selain kartu identitas pegawai juga menjadikan satu identitas lain yaitu karis/karsu, karpeg, kartu taspen, dan kartu askes. Paling penting sebagai kartu ATM untuk pengambilan gaji. Dengan demikian, maka setiap PNS di l ingkungan Pemerintah Kota Pekalongan secara otomatis akan memiliki rekening di Bank Jateng, selaku Kas Daerah, mengingat gaji dibayarkan melalui lembaga itu,” jelas Iqbal.

Pembua tan KPE PNS d imu la i tahun 2009 dan

ditargetkan selesai secara keseluruhan pada tahun 2015 mendatang. Dalam kegiatan ini juga dilakuan validasi data PNS, “Jumlah PNS Kota Pekalongan mencapai 4.382 orang, yang tersebar pada 35 SKPD, belum termasuk sekolah dan UPTD.” kata Iqbal.

(tubagus ms)

Jawa TengahDari Sepeda Hingga Komunitas Percontohan

Ta k k u r a n g d a r i 1 0 0 pengendara sepeda onthel, Jumat pagi (6/11), bersepeda san ta i menge l i l i ng i ko ta Kebumen. Acara yang dikemas sebaga i " Juma t Sepeda Bersama" tersebut dimotori

oleh Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

"Selain sebagai sarana menjalin silaturahmi dengan m a s y a r a k a t K e c a m a t a n Pejagoan, jumat sepeda bersama diharapkan bisa menjadi contoh bagi masyarakat dalam upaya mengurangi polusi di Kebumen dan menumbuhkan spirit kebersamaan dalam menjaga kesehatan," kata Kepala Kantor Lingkungan Hidup kabupaten Kebumen Djoko Soetrisno, ST.

Sementara i tu , upaya Pengembangan Lingkungan Pemukiman Berbasis Komunitas (PLP-BK) juga dilakukan. "PLP-BK merupakan program lanjutan PNPM Mandiri perdesaan, di mana program tersebut mengambil konsep penataan tata ruang berbasis lingkungan dan peran serta masyarakat," jelas Soetrisno.

Dalam Program PLP-BK juga dilakukan penataan pedagang kaki lima di kawasan Kelurahan Wonokriyo, "Termasuk kawasan pasar Gombong dan sekitarnya dan pengelolaan sampah di kawasan tersebut," jelas Soetrisno.

Koordinator Kota Urban P l a n n e r P N P M M a n d i r i Perkotaan Zein Nur Munthoha mengatakan untuk menciptakan l i n g k u n g a n p e m u k i m a n berbasis lingkungan, peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan persampahan juga terus d i t ingkatkan. "Bahkan Kantor Lingkungan Hidup terus melakukan sosialisasi dan penyuluhan pengelolaan persampahan bagi masyarakat setempat, termasuk pengenalan pola 3R (Reduce,

Recycle, Reuse). Masyarakat juga semakin cerdas dalam mengelola sampah, dengan cara memilah-milah jenis sampah, apakah jenis organik maupun non organik," jelasnya. (nn, kebumen)

Jawa TimurUbah Lahan Tidak Produktif

B a n y a k n y a l a h a n tidak produktif yang ada di K e c a m a t a n L e d o k o m b o membuat masyarakat resah. Pasalnya masyarakat selama ini bergantung hidup dari bercocok tanam, sementara tanah yang ada tak bersahabat. Memang, Ledokombo terletak di kawasan Jember bagian utara yang secara geografis kurang subur, berbeda dengan kawasan Jember selatan yang jauh lebih subur.

Ta p i k i n i k e c e m a s a n m a s y a r a k a t K e c a m a t a n Ledokombo bisa berangsur hi lang. Aparat Kecamatan L e d o k o m b o b e k e r j a s a m a d e n g a n D i n a s Kehutanan Pemkab Jember mengembangkan Program Sengonisasi diatas lahan yang tidak produktif itu. “Sejak dilakukan sengonisasi, awalnya harga sewa tanah garapan itu rendah kini menjadi melonjak tajam,” jelas Camat Ledokombo Sidartawan, SH.

Bupati Jember Ir. H. MZA.Djalal , M.Si . menyatakan prospek tanaman sengon cukup menjanjikan. “Tingginya permintaan kayu sengon oleh

pabrik pengolahan kayu harus bisa dibaca masyarakat sebagai peluang usaha yang bisa mendatangkan untung demi peningkatan kesejahteraan, sebab kayu sengon tersebut sangat dibutuhkan oleh para pengusaha properti perumahan,” jelas Bupati.

Meski sengon baru bisa dirasakan hasilnya setelah enam tahun dari saat mula menanam, tapi paling tidak mampu mengubah wajah desa di Kecamatan Ledokombo yang dulunya gersang dan tandus menjadi hijau. “Kecamatan Ledokombo termasuk salah satu kecamatan di Jember yang rawan bencana alam. “Sengon Ledokombo ini kebanyakan dipasarkan di pabrik pengolahan kayu Kalibaru Banyuwangi, bahkan kualitas tidak kalah dengan daerah lain karena dihasilkan dari bibit sengon pilihan,” tukas Sidartawan.

Bak mendayung dua tiga pulau terlampaui, kini dengan sengon masyarakat b isa terbantu mata pencahariannya dan terbebas dari ancaman bencana. “Di Desa Ledokombo sendiri hampir separuh luas tanah yang ada di tanami sengon, sengon memiliki nilai ekonomis yang tinggi yakni mampu menembus harga Rp.250.000 per pohon. Selain itu sengon juga mempunyai fungsi penyangga tanah dari erosi saat musim hujan tiba,” jelas Sidartawan.

(mc_humas/jbr)

Seorang kawan jengkel bukan kepalang saat taksi yang ditumpanginya menuju bandara ter jebak macet selama berjam-jam. Ia gusar, karena waktu check-in tinggal 15 menit lagi. Padahal siang itu juga ia harus tiba di kota X untuk bertemu relasi bisnisnya dari luar negeri. Kemungkinan mengejar pesawat makin tipis tatkala ban kiri depan taksi tiba-tiba meletus, sehingga sopir harus mengganti ban kurang lebih selama 15 menit. Sampai di bandara, benar, pesawat yang hendak ditum-panginya sudah take-off. Ia berupaya mengejar waktu dengan mencari maksapai penerbangan lain, tapi semua penerbangan hari itu sudah fully booked alias penuh.

Ia pun kembali ke rumah dengan sumpah serapah ber-hamburan dari mulut dan juga hatinya. Ia menganggap, Tuhan yang Maha Mengatur te-lah melakukan kesewenang-wenangan terhadap dirinya, karena membiarkan kema-cetan terjadi sehingga ia kehilangan kesempatan mem-

Hikmah

Page 12: Edisi 17/Tahun V/November 2009

12w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 17/Tahun V/November 2009

Gempa 7,6 Skala Richter mengguncang Bumi Minang 30 September 2009 menebar nyanyian duka, menghantarkan ratusan nyawa menghadap Sang Pencipta, dan melantakkan ribuan bangunan.

Pasar sebagai salah satu pusat urat nadi perekonomian kota Padang, tak dapat lagi digunakan, sekolah-sekolah pencetak pemimpin bangsapun teronggok menyisakan kekhawatiran.

Beberapa kampung di Kabupaten Padang Pariaman dan Agam tak berwujud lagi setelah bukit yang digetarkan bumi longsor dan mengubur rumah-rumah dan makhluk yang ada di sekitarnya.

Meski bencana telah meluluhlantakkan bumi minang, namun tidak mematikan semangat hidup dan perjuangan Urang Minang, “life must goes on” para pedagangpun kembali menggelar dagangan di sekitar reruntuhan pasar, dan pelajarpun kembali belajar meraih cita meski hanya menempati tenda darurat yang panas.

Foto&teks: Fouri/AV-BIP