Transcript
Page 1: BAB II Original Before Correction

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernafasan Manusia

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi

Sistem pernapasan terdiri dari beberapa struktur yang terlibat dalam proses

respirasi eksternal, yaitu proses pertukaran oksigen antara atmosfer dan darah

serta pertukaran karbon dioksida antara darah atmosfer. Struktur yang membentuk

sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama dan struktur pelengkap

yaitu struktur utama adalah saluran udara pernapasan dan struktur pelengkap

adalah komponen di luar paru.1, 3

Struktur utama sistem pernapasan adalah jalan napas dan saluran napas.

Jalan napas terdiri dari hidung bagian luar, hidung bagian dalam, sinus paranasal,

faring dan laring. Semuanya termasuk cakupan bidang Telinga Hidung

Tenggorokkan dan tidak dibahas dalam pulmonologi. Sedangkan saluran napas

terdiri dari trakea dan bronki serta bronkioli dan berhubungan dengan paru.1,3

Saluran udara pernapasan bawah dimulai dari ujung trakea sampai

bronkiolus terminalis. Ia adalah saluran udara yang paling sempit dari keseluruhan

saluran pernapasan. Saluran udara yang lebih besar menyerupai sebuah pohon

terbalik yang menyebabkan bagian ini disebut pohon bronkial. Saluran udara

ditahan terbuka oleh jaringan fibrosa fleksibel yang disebut tulang rawan. Pada

ujung setiap bronkiolus adalah ribuan kantung udara kecil yang disebut alveoli.

Struktur pelengkap sistem pernapasan terdiri dari komponen dinding toraks,

diafragma dan pleura.

Page 2: BAB II Original Before Correction

Gambar 1: Anatomi dari Paru

Fungsi primer dari sistem pernapasan adalah untuk pertukaran

oksigen dengan karbon dioksida. Ada tiga tahap dalam proses respirasi, yaitu

ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara

dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan

pembuluh darah dan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenisasi.

Udara yang diinhalasi masuk ke paru dan sampai ke alveoli. Sel-sel yang melapisi

dinding alveoli dan kapiler yang meliputinya hanya setebal satu sel dan oksigen

melalui sawar udara-darah ini dengan cepat dan karbon dioksida keluar dari darah

ke udara dengan cara yang sama.3

Page 3: BAB II Original Before Correction

2.2 Penyakit Sistem Pernapasan

Penyakit pada sistem pernapasan dapat terjadi dari berbagai jenis

penyebab dan dapat dikategorikan berdasarkan etiologi maupun bagian sistemnya

yang terpengaruh dari penyakit itu. Mengikut etiologi, penyakit sistem pernapasan

dapat dibagi pada beberapa kategori:

1. Penyakit Saluran Napas

a. Infeksi (Influenza & bronkitis akut)

b. Non-infeksi (Asma)

2. Penyakit Parenkim Paru

a. Infeksi (Tuberkulosis & Pneumonia)

b. Non-infeksi/degeneratif (Tumor Paru & PPOK)1,3

Penyakit infeksi disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri,

virus, parasit atau fungi dan penyakit itu dapat ditularkan, baik secara langsung

atau tidak langsung, dari satu orang ke orang yang lain sedangkan penyakit

degeneratif adalah penyakit kronik yang terjadi pada periode waktu yang panjang

yang ditandai oleh penurunan fungsi organ yang lambat dan progresif.

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995,

penyakit infeksi seperti tuberkulosis adalah penyebab kematian nomor tiga di

Indonesia sedangkan penyakit paru degeneratif seperti PPOK dan tumor paru

adalah penyebab kematian nomor enam. Antara penyakit-penyakit yang paling

sering diobati adalah penyakit tuberkulosis bagi penyakit infeksi dan PPOK serta

tumor paru bagi penyakit degeneratif. Banyak kasus penyakit infeksi dan penyakit

digeneratif yang diobati di bagian rawat inap Rumah Sakit Mohammad Hoesin

Palembang. Antara penyakit-penyakit yang paling sering diobati adalah penyakit

tuberkulosis bagi penyakit infeksi dan PPOK serta tumor paru bagi penyakit

degeneratif.

Page 4: BAB II Original Before Correction

2.3. Penyakit Infeksi Paru

2.3.1 Tuberkulosis Paru

2.3.1.1. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Mikobakterium Tuberkulosis. Bakteri tersebut berbentuk batang berukuran 0,5 x 3

mikron dan tahan terhadap pewarnaan asam (BTA). Bakteri ini bisa mati dengan

sinar matahari langsung tapi dapat bertahan hidup lama di tempat yang gelap. Ia

umumnya menyerang paru, tapi dapat juga menyerang organ tubuh lain. Gejala

utama bagi pasien yang mengidap penyakit TBC adalah batuk terus menerus dan

berdahak selama tiga minggu atau lebih. Gejala tambahan adalah dahak

bercampur darah, batuk berdarah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah

disertai nafsu makan menurun dan berat badan yang menurun.6,8

2.3.1.2 Epidemiologi 7

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting di dunia ini. Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah

mencadangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun

2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun

2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk

dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah

terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di

dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000

penduduk. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah

karena kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, kegagalan program TB

selama ini, perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan juga

dampak pandemi infeksi HIV.

Page 5: BAB II Original Before Correction

2.3.1.3. Klasifikasi 6, 8, 9

Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinis, ahli

radiologis, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang

keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa

klasifikasi seperti:

a) Pembagian secara patologis

- Tuberkulosis primer (Childhood tuberculosis)

- Tuberkulosis post- primer (Adult tuberculosis)

b)Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum)

aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

c) Pembagian secara radiologis ( luas lesi)

- Tuberkulosis minimal

- Moderately advanced Tuberculosis

- Far advanced tuberculosis

d)Klasifikasi berdasarkan American Thoracic Society 1974

Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC

Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita

TBC

Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita

TBC. (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan

bakteriologi (-)

Klasifikasi III Sedang menderita TBC

Klasifikasi

IV

Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif

Klasifikasi V Dicurigai TBC

Page 6: BAB II Original Before Correction

e) Klasifikasi di Indonesia berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan

mikrobiologis.

Tuberkulosis paru tersangka,

- Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA

negatif tetapi tanda- tanda lain positif

- Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Di sini sputum

BTA negatif dan tanda- tanda lain juga meragukan.

f) Klasifikasi berdasarkan WHO 1991

Kategori I - Kasus baru dengan sputum (+)

- Kasus baru dengan bentuk TB berat.

Kategori II - Kasus kambuh

- Kasus gagal dengan sputum BTA (+)

Kategori III - Kasus BTA (-) dengan kelainan paru yang tidak luas.

- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

Kategori IV TB kronik

2.3.1.4. Cara Penularan

Penyakit ini adalah penyakit menular yang bisa ditularkan melalui kontak

langsung dengan droplet sputum daripada penderita TB aktif. Pada waktu batuk,

bersin atau bicara, pengeluaran droplet sputum yang berisi basil terjadi. Apabila

droplet ini diinhalasi dan melewati sistem mukosilier saluran napas sehingga

bersarang di bronkiolus dan alveolus di mana infeksi akan berlaku. Faktor yang

meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh bakteri ini ditentukan oleh konsentrasi

percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.10

Page 7: BAB II Original Before Correction

2.3.1.5. Faktor Risiko 10,11

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk

Of Tuberculosis Infection (ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan

bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti 10 orang di

antara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Namun begitu, hanya sebagian dari

orang yang terinfeksi, yaitu sekitar 10%, yang akan menjadi penderita TB. Ada

beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan penularan TB paru:

a) Usia

Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok usia

produktif yaitu 15-50 tahun.

b) Jenis kelamin

Pada tahun 1996, jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali lipat

berbanding penderita pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9%

pada wanita.

c) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan

seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan

dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang

cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup

bersih dan sehat.

d) Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok meningkatkan risiko untuk terkena TB paru sebanyak

2,2 kali. Prevalensi merokok terjadi pada lebih dari 50% laki-laki dan

kurang dari 5% bagi wanita di negara berkembang. Kebiasaan merokok

memudahkan terjadinya infeksi TB paru.

e) Kepadatan tempat penghunian

Tempat tinggal yang terlalu padat akan menyebabkan kurang konsumsi

oksigen bagi penghuninya dan jikalau salah satu anggota keluarga terkena

penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

Page 8: BAB II Original Before Correction

f) Pencahayaan yang kurang

Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen

di dalam rumah, misalnya basil TB.

g) Ventilasi yang buruk

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam

rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban

udara di dalam ruangan naik. Kelembaban ini akan merupakan media yang

baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab

penyakit, misalnya kuman TB.

h) Status gizi yang buruk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang

mempunyai risiko 3,7 kali untuk menderita TB, karena statu gizi akan

berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon imunologik

terhadap penyakit.

2.3.1.6. Patogenesis Penyakit 12, 13

Ketika seorang penderita TB paru batuk, bersin atau bicara maka droplet

nukleus jatuh dan menguap. Sesiapa yang terpapar kepada bakteri di lingkungan

itu bisa menginhalasi droplet-droplet tersebut. Setelah melewati mukosiliar

saluran napas, basil TB akan mencapai bronkiolus distal atau alveoli. Kuman

mengalami multiplikasi di paru- paru dikenal sebagai Ghon Focus.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi

sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada di

alveolus basil tuberkel ini akan membangkitkan reaksi peradangan. Alveoli yang

terserang akan mengalami konsolidasi dan akan mengalami gejala pneumonia

akut.

Mikobakterium tuberkulosis yang tersedut masuk ke paru-paru akan

mengalami fagositosis oleh makrofag alveolar, kemudian makrofag akan

melakukan 3 fungsi penting yaitu;

a) Menghasilkan enzim proteolitik dan metabolit lain yang

mempunyai efek mikrobakterisidal

Page 9: BAB II Original Before Correction

b) Menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap

bakteri berupa IL-1, IL-6, TNF (Tumor Necrosis Factor), TGF

(Transforming Growth Factor)

c) Memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada

limfosit T

Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag mempunyai potensi untuk

menekan efek imunoregulator dan menyebabkan manifestasi klinis seperti

demam, hiperglobulinemia, pembentukan granuloma, penurunan berat badan dan

nekrosis jaringan yang merupakan ciri khas tuberkulosis.Basil juga mencapai

kelenjar limfe hilus melalui aliran limfe sehingga terjadi limfadenopati hilus.

Ghon Focus dan limfadenopati hilus akan membentuk kompleks primer yang

disebut kompleks Ghon. Kompleks primer berlokasi di lobus bawah karena

ventilasi lebih baik di area tersebut.

Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini pada

sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Kuman juga dapat tertelan

bersama sputum dan ludah sehingga sampai ke usus dan secara limfogen ke organ

tubuh lainnya, secara hematogen ke organ tubuh yang lainnya. Bila masuk ke

arteri pulmonalis maka akan menjadi TB milier karena menjalar keseluruh lapang

paru.

Basil tuberkel yang di dalam makrofag berhasil mengambil alih

makrofag sehingga mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama lainnya

menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari histiosit dan sel datia

langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah gejala pneumonia

yang berupa konsolidasi. Selanjutnya yang paling parah adalah keadaan

granuloma yang terus meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak

pada lapang paru sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan

ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek

membentuk jaringan keju yang disebut perkejuan.

Page 10: BAB II Original Before Correction

2.3.1.7 Diagnosis 8, 10, 11

Diagnosis bagi penyakit tuberkulosis paru dilakukan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan

penunjang lainnya. Anamnesis akan menentukan gejala klinis, baik gejala lokal

maupun gejala sistemik. Gejala lokal terdiri dari gejala respiratorik seperti batuk

lebih dari 2 minggu, batuk berdarah, sesak napas dan nyeri dada. Gejala sistemik

terdiri dar demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun.

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan bakteriologi dilakukan dengan

memeriksa spesimen sputum dalam waktu dua hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu

dan diagnosis TB ditegakkan dengan penemuan bakteri TB(BTA).6

Gambar 2: Alur diagnosis TB

2.3.1.8. Penatalaksanaan

Page 11: BAB II Original Before Correction

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi bakteri terhadap obat anti tuberkulosis (OAT).

Antara obat, sifat dan dosis OAT adalah:11, 14

Prinsip pengobatan adalah seperti berikut;9, 14

a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinas beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan

b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT= Directly Observed treatment) oleh seorang pengawas

menelan obat (PMO).

c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap

lanjutan.

Tahap intensif

i. Pada tahap ini, penderita mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap

semua Obat Anti TB (OAT), terutama rifampisin

ii. Bila pengobatan tahap ini diberikan dengan tepat, penderita

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

iii. Sebagian besar penderita TB BTA (+) menjadi BTA(-) pada akhir

pengobatan intensif

Tahap lanjutan

Page 12: BAB II Original Before Correction

i. Pada tahap ini penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama.

ii. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga

mencegah terjadi kekambuhan.

Paduan OAT 10, 11, 14

a) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

- Pasien baru TB paru BTA positif.

- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

- Pasien TB ekstra paru

b) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

- Pasien kambuh

- Pasien gagal

- Pasien dengan pengobatan setelah terputus (default)

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

2.4 Penyakit Paru Degeneratif

Page 13: BAB II Original Before Correction

2.4.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2.4.1.1. Definisi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit yang dapat

dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstrapulmoner signifikan yang

bisa memberikan kontribusi pada tingkat keparahan pada individu. Penyakit ini

merupakan penyakit paru kronik dengan ciri khas adanya hambatan aliran udaran

di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta

adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Gejala

pada pasien PPOK termasuk batuk, produksi sputum dan dyspneu saat

beraktivitas.15

2.4.1.2 Epidemiologi

Epidemiologi bagi PPOK tersedia di negara berkembang; namun ada

variasi yang luas pada data yang mungkin dikarenakan perbedaan regional dan

nasional pada faktor sosiodemografik dan faktor lingkungan. Prevalensi PPOK

tidak digambarkan dengan tepat karena ia tidak diakui dan didiagnosa sehingga ia

mencapai stadium lanjut.15,17 Prevalensi PPOK berdasarkan Survei Kesehatan

Rumah Tangga 1995 adalah 13 per 1000 penduduk dengan perbandingan antara

laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK umumnya berusia

sekitar umur 40 tahun, tetapi ada juga kemungkinan PPOK terjadi pada usia

kurang dari 40 tahun.

2.4.1.3. Klasifikasi

Page 14: BAB II Original Before Correction

Ada dua penyebab dari penyumbatan aliran udara pada penyakit ini, yaitu

bronkitis kronik dan emfisema. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas

yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun selama

sekurang-kurangnya dua tahun berturut turut yang tidak disebabkan oleh penyakit

lainnya. Pada saluran udara kecil terjadi pembentukan jaringan parut,

pembengkakan lapisan, penyumbatan parsial oleh lendir dan spasme pada otot

polosnya. Bronkitis kronik terdiri dari tiga jenis, bronkitis biasa, bronkitis infeksi

dan bronkitis obstruksi.

Emfisema adalah kelainan anatomis paru dengan ciri khas pelebaran

rongga udara distal bronkiolus terminal yang disertai kerusakan dinding alveoli

dan juga ada pelebaran pada ruang alveoli. Apabila peradangan pada alveoli

berlangsung lama, bisa terjadi kerusakan yang menetap. Pada alveoli yang

meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-

enzim seperti neutrofil elastase, yang merusak jaringan penghubung di dalam

dinding alveoli. Emfisema terbagi kepada 2 jenis yaitu sentri asinar, pan asinar.18,21

Gambar 3: Gambaran dari bronkitis kronik dan emfisema

2.4.1.4 Faktor Risiko

Page 15: BAB II Original Before Correction

Faktor risiko tersebut meliputi faktor intrinsik, faktor perilaku merokok

dan faktor lingkungan. Faktor intrinsik yang bisa menyebabkan PPOK meliputi

faktor genetik, hiperesponsifitas jalan napas dan gangguan perkembangan paru.

Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa-1-antitripsin, suatu serin

protease inhibitor yang berfungsi menghambat kerusakan pada dinding alveoli

oleh neutrofil elastase. Hiperesponsifitas jalan napas juga bisa terjadi akibat

pajanan asap rokok atau polusi. Gangguan perkembangan paru terkait dengan

masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi

paru akibat gangguan perkembangan paru diduga berkaitan dengan risiko

mendapatkan PPOK.

Faktor merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK

karena prevalensi tertinggi gangguan saluran napas dan penurunan fungsi paru

adalah pada perokok. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan

faktor risiko PPOK. Faktor lingkungan yang menjadi faktor risiko terjadinya

PPOK adalah polusi udara dan juga status sosioekonomi.15

2.4.1.5 Pathogenesis 17, 18

Ada tiga tahap dalam proses respirasi, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.

Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah

peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah dan perfusi adalah

distribusi darah yang sudah teroksigenisasi. Pada penyakit PPOK, terjadi

gangguan pada proses ventilasi seperti gangguan restriksi yaitu gangguan

perkembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di

saluran napas. Penurunan pada aliran ekspirasi maksimal merupakan kelainan

fisiologis utama pada PPOK. Tingkat keparahan PPOK dinilai dengan kapasitas

vital (KV), untuk gangguan restriksi, dan volume ekspirasi paksa detik

pertama(VEP1) dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas

vital paksa(VEP1/ KVP).

Faktor risiko utama PPOK adalah merokok. Bahan-bahan asap rokok

merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan menyebabkan

Page 16: BAB II Original Before Correction

terjadinya kelumpuhan pada silia-silia yang melapisi bronkus. Perubahan ini

mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus

kental dalam jumlah besar dalam saluran napas. Mukus tersebut menjadi tempat

persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi purulen sehingga

menyebabkan peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi

terutama ekspirasi mengalami obstruksi dan terhambat.

Bahan-bahan asap rokok juga menyebabkan peradangan kronik pada

paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur penunjang

di paru dan menyebabkan kehilangan elastisitas saluran udara serta kolapsnya

alveolus. Komposisi seluler pada inflamasi ini dimediasi oleh neutrofil. Asap

rokok memicu perlepasan Neutrophil Chemotatic Factors dan elastase yang

menyebabkan kerusakan jaringan tersebut. Selama eksaserbasi akut, perburukan

pertukaran gas terjadi dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang

berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan

hipersekresi mukus.17, 18

Gambar 4: Patogenesis rokok menyebabkan PPOK

2.4.1.6 Diagnosis

Page 17: BAB II Original Before Correction

Diagnosis PPOK dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan juga spirometri. Dalam anamnesis

ditanyakan mengenai faktor risiko dan gejala klinis. Pemeriksaan fisik dilakukan

untuk mencari ciri ciri khas bagi penyakit PPOK yang terdapat pada pasien.

Pada anamnesis ditanyakan adanya faktor risiko yang penting seperti usia

dan adanya riwayat pajanan terhadap asap rokok, polusi udara dan juga gejala

klinis. Riwayat merokok harus juga diperhatikan jika pasian merupakan perokok

aktif, perokok pasif atau bekas perokok dan penentuan derajat berat merokok

dilakukan dengan Indeks Brinkman. Indeks ini ditentukan dengan perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap dalam sehari dikalikan lama merokok dalam

tahun. Interpretasi hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600), dan

berat (>600).18

Gejala klinis yang sering ditemukan pada pasien PPOK adalah keluhan

berkaitan dengan respirasi, seperti batuk kronik yang hilang timbul selama 3

bulan, sesak napas waktu beraktifitas dan produksi sputum yang berlebihan.

Penilaian skala sesak dapat dilakukan dengan skala dari British Medical Research

Council (MRC). Penilaian gejala klinis dapat juga dilakukan dengan BODE

indeks yang sejurus menilai tahap penyakit berdasarkan badan, obstruksi, dyspneu

dan kapasitas bersenam.15, 16, 17

Tabel 1. Skala dispneu Modified Medical Research (MRC)

Skala Dispneu Keluhan Sesak Berkaitan Aktifitas

1 Tiada sesak kecuali dengan aktifitas berat

2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga

satu tingkat

3 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

4 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah

beberapa menit

5 Sesak bila mandi atau berpakaian

Tabel 2. Skor Indeks BODE:

Page 18: BAB II Original Before Correction

0 1 2 3

VEP1 % pred ≥65 50-64 36-49 ≤35

6MWD (M) ≥350 250-349 150-249 ≤149

MMRC 0-1 2 3 4

BMI (kg/m2) >21 ≤21

Jumlah skor Indeks BODE= 0 -10 unit.

(VEP1 % pred = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (prediksi); 6MWD = jarak

yang ditempuh dalam waktu enam menit; MMRC= Modified Medical Research

Council skala dispneu; BMI = body mass indeks

Dari pemeriksaan fisik, ditemukan ciri ciri seperti dada berbentuk tong

(barrel chest) dan cara bernafas pursed lip breathing yaitu pernafasan dengan

mulut seperti meniup lilin. Terlihat pengunaan dan hipertrofi otot-otot bantu

napas, retraksi pada dinding dada dan jika penyakitnya juga mengalami

komplikasi seperti gagal jantung, terlihat distensi vena jugularis dan edema

tungkai. Perkusi biasanya ditemukan hipersonor pada bagian dada dan auskultasi

dapat ditentukan fremitus melemah, suara vesikuler melemah atau normal,

ekspirasi memanjang, ronkhi dan mengi.

Pemeriksaan penunjang bagi PPOK adalah spirometri, di mana obstruksi

dinilai berdasarkan nilai VEP1% dan VEP1/KVP %. Selain itu, foto toraks dapat

menunjukkan hiperinflasi atau hiperlusen pada paru, diafragma mendatar, jantung

pendulum dan ruang retrosternal yang melebar. Pemeriksaan darah rutin, analisa

gas darah dan mikrobiologi sputum jugan harus dilakukan.

Tabel 3: Klasifikasi PPOK

Page 19: BAB II Original Before Correction

Klasifikasi penyakit Klinis Spirometri

Ringan Dengan atau tanpa batuk

dan produksi sputum dan

sesak nafas derajat 1

hingga 2

VEP1 ≥ 80% (nilai normal spirometri)

VEP1/KVP < 70%

Sedang Dengan atau tanpa batuk

dan produksi sputum dan

sesak nafas derajat 3

VEP1/KVP < 70%

50% ≤ VEP1 < 80%

Berat Sesak napas derajat 4

hingga 5 dan sering

terjadi eksaserbasi

VEP1/KVP < 70%

30% ≤ VEP1 < 50%

Sangat Berat Sesak napas derajat 4

hingga 5 dan gagal napas

kronik dan disertai kor

pulmonale atau gagal

jantung

VEP1/KVP <70%

VEP1 < 30% atau

VEP1 < 50%

dengan gagal napas

kronik

2.4.1.7. Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan PPOK adalah untuk meredakan gejala,

mencegah perkembangan penyakit, meningkatkan toleransi untuk melakukan

aktifitas, meningkatkan status kesehatan, mencegah dan mengobati komplikasi

dan eksaserbasi, mengurangi morbiditas dan untuk mencegah atau meminimalkan

efek samping dari pengobatan. Tujuan ini bisa tercapai dengan melaksanakan

program penatalaksanaan PPOK yang memiliki empat komponen, yaitu

mengevaluasi dan memantau penyakit, mengurangi faktor risiko, menangani

PPOK stabil dan menangani eksaserbasi. 19

Bagi mengurangi faktor risiko, pemberhentian merokok adalah langkah

yang paling efektif untuk mengurangi risiko mengidap penyakit PPOK dan juga

Page 20: BAB II Original Before Correction

bagi menghambat progresi penyakitnya. Untuk menangani pasien PPOK agar

stabil, pemberian pengobatan tertentu dapat melaksanakan tugas tersebut.

Penanganan tersebut dapat dilakukan di rumah bagi eksaserbasi yang ringan atau

di rumah sakit bagi eksaserbasi yang sedang dan berat.

Antara pengobatan yang lebih dipilih pada terapi PPOK adalah short-

acting inhaled β2-agonists seperti salbutamol. Obat ini meningkatkan jumlah

cyclic adenosine monophosphate (AMP) di dalam sel dan menyebabkan relaksasi

otot polos di dalam saluran napas. Jika tidak ada respon segera dari obat ini,

direkomendasikan menambahkan obat antikolinergik yang bertindak dalam waktu

singkat, seperti iprotropium, yang berfungsi untuk menghambat reseptor

muskarinik yang berperanan penting dalam patofisiologi PPOK. Pemberian anti

kolinergik yang long-acting, seperti tiotropium, adalah sangat efektif dalam

menginduksi bronkodilasi yang lebih lama dan pengurangan volume paru pada

pasien dengan PPOK. 19, 20

Tambahan terapi yang direkomendasikan pada kasus eksaserbasi PPOK

adalah kotikosteroid. Glukokortikoid bertindak pada beberapa bagian dalam

kaskade inflamasi. Pengobatan reguler dengan kortikosteroid tidak memodifikasi

penurunan jangka panjang pada VEP1 tapi dapat menurunkan frekuensi

eksaserbasi dan sejurus meningkatkan status kesehatan bagi pasien dengan gejala

VEP1 < 50%. Namun, pengobatan dengan kortikosteroid meningkatkan

kemungkinan terjadinya pneumonia pada pasien tersebut.17, 18

Pada eksaserbasi akut, terapi oksigen adalah hal yang pertama dan utama

untuk mencegah hipoksemia. Tingkat oksigenasasi yang adekuat adalah PaO2 >

8.0 kPa, 60 mgHg atau SaO2 > 90%. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai

tahap oksigenisasi yang memuaskan, ventilasi mekanik harus digunakan. Tujuan

utama ventilasi mekanik adalah untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta

memperbaiki gejala dan terdiri dari ventilasi non invasif atau yang invasif (oro-

tracheal tube atau trakeostomi).

Pada pasien dengan penyakit PPOK berat dan sangat berat dengan

riwayat eksaserbasi yang sering, pemberian phosphodiesteraste-4 inhibitor

mengurangkan eksaserbasi yang diobati dengan kortikosteroid oral. Pemberian

Page 21: BAB II Original Before Correction

antibiotik tidak disarankan kecuali untuk pengobatan eksaserbasi yang menular

dan infeksi bakteri yang lain. Pemberian mukolitik hanya bersifat simptomatik

dan keuntungan secara keseluruhannya bagi PPOK adalah sangat minimal.15

Gambar 5: Penatalaksanaan

2.4.2. Tumor Paru

2.4.2.1. Definisi

Semua Pasien(Spirometri)

Pola hidup sehatImmunisasi

Berhenti merokok

VEP1/KVP <0,7

VEP1 prediksi >80% VEP1 prediksi <80%

BerisikoEdukasi pasien

Follow up

Indeks BODE(BMI, VEP1%,

MMRC, 6MWD)

BODE = 0 - 2 BODE = 3 - 4 BODE = 5 - 6 BODE = 7 - 10

RinganObati obstruksiEdukasi pasienPantau respons

SedangObati obstruksiEdukasi pasienPantau respons

BeratObati obstruksiEdukasi pasienPantau responsMenilai kadar petukaran gas

Sangat BeratObati obstruksiEdukasi pasienPantau respons

Menilai dan mengobati hipoksemia

Pertimbangkan rehabilitasi

Rehabilitasi

Menilai untuk reduksi volume paru

AtauTransplan paru

Page 22: BAB II Original Before Correction

Tumor paru, atau kanker paru, adalah penyakit keganasan paru yang

terjadi akibat mutasi sel normal menjadi sel ganas.16 Pada tubuh terdapat sistem

pengaturan yang menghasilkan sel baru apabila diperlukan. Gangguan pada sistem

ini menyebabkan divisi yang tidak terkendali dan proliferasi sel tersebut akhirnya

membentuk tumor.21, 24 Antara gejala- gejala yang sering ditemukan pada penyakit

ini adalah batuk, hemoptisis, nyeri dada, sesak nafas, mengi, efusi pleura,

penurunan berat badan, anoreksia dan demam.

2.4.2.2. Epidemiologi

Tumor paru tidak begitu sering ditemukan sebelum 1920 tetapi stastistik

pada tahun 1990an menunjukkan bahwa tumor paru merupakan penyebab

kematian nomor satu di kalangan penyakit kanker lain, diikuti tumor gaster, tumor

colorectal dan tumor hati. Insidens puncak kanker paru adalah antara usia 55 dan

65 dan perbandingan laki-laki terhadap wanita adalah 2:1.

2.4.2.3. Klasifikasi 25, 27

A) Histologi

Klasifikasi histologi terbagi kepada:

a) Karsinoma paru sel kecil SCLC

Karsinoma ini merupakan tumor agresif yan menginvasi saluran

limfe dan pembuluh darah. Tipe karsinoma ini lebih sering

dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dan sangat sensitif

terhadap kemoterapi dan radioterapi. Prevalensi karsinoma tipe ini

hanya 10.6% di Qatar berdasarkan penelitian oleh Ibrahim et al

pada tahun 2010.23

b) Karsinoma bukan sel kecil

a. Adenokarsinoma

Karsinoma tipe ini sering terjadi pada wanita, bukan

perokok dan pasien berusia hurang dari 45 tahun. Tipe ini

sering terletak pada bagian perifer paru dan tumbuh lambat

Page 23: BAB II Original Before Correction

serta membentuk massa yang lebih kecil dari tipe yang lain,

tetapi tumor ini cenderung bermetastasis luas pada stadium

awal.24, 25 Menurut.penelitian Ibrahim et al di Qatar in 1998

to 2005, tipe karsinoma ini adalah yang paling sering

dijumpai yaitu dengan nilai 43,9%.

b. Karsinoma sel skuamous

Karsinoma ini lebih sering dijumpai pada laki-laki

berbanding wanita dan paling sering terjadi pada perokok.

Menurut.penelitian Ibrahim et al di Qatar in 1998 to 2005,

25,8% dari kasus karsinoma adalah tipe karsinoma ini.23

c. Karsinoma sel besar

Karsinoma ini umumnya terletak di daerah perifer,

berbatasan dengan pleura. Menurut.penelitian Ibrahim et al

di Qatar in 1998 to 2005, 7,6% dari kasus karsinoma adalah

tipe karsinoma ini.23

B) Letak

Klasifikasi berdasarkan letak:

a) Karsinoma sentral yang timbul dalam bronkus susunan pertama

kedua atau ketiga dekat hilus paru.

b) Karsinoma perifer timbul berhubungan bronkus kecil, bronkiolus

atau alveolus.

C) Stadium

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut

International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on

Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut:25,27

Stadium TNM

Karsinoma Tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis. N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Stadium IIA T1, N1, M0

Page 24: BAB II Original Before Correction

Stadium IIB T2, N1, M0

T3, N0, M0

Stadium IIIA T3, N1, M0

T1,2,3 N2, M0

Stadium IIIB T1,2,3,4 N3, M0

T4, N1,2,3 M0

Stadium IV T1,2,3,4 N1,2,3 M1

Keterangan :

Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, aa

mmllltetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang

llllllllpleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus

llllllllberjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,

mmlpleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama

mmlyang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa

mmlmengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus

mmlvertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,

mmmpembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga

mmmpleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit

mmmnodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

Page 25: BAB II Original Before Correction

N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

N2: Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening

mmmsubkarina.

N3: Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus

mmmlkontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular

mmmlipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak

2.4.2.4 Faktor Risiko 24, 27

Terdapat beberapa faktor yang boleh meningkatkan kemungkinan terjadi

penyakit tumor paru ini:

a) Jenis kelamin

Penyakit ini lebih cenderung ditemukan pada laki-laki dibanding wanita

seperti yang ditemukan oleh Ibrahim et al pada tahun 2010 di Qatar in 1998-

2005, 88,6% penderita tumor paru adalah laki-laki dan sebanyak 11,4%

adalah perempuan.

b) Usia

Penelitian juga menunjukkan bahwa 93,5% pasien tumor paru berusia di atas

40 tahun.23

c) Merokok

Risiko terjadinya tumor paru dihubungkan dengan faktor-faktor seperti

jumlah batang rokok yang dihisap, usia seseorang saat mulai menghisap

rokok dan lama seseorang merokok selama hidupnya. Berdasarkan penelitian,

pasien tumor paru yang memiliki riwayat merokok adalah di atas 80%.

d) Pengaruh pajanan industri

Page 26: BAB II Original Before Correction

Terdapat juga bahan-bahan industri yang dapat menyebabkan terjadinya

tumor, yang paling sering dihubungkan adalah asbestos. Selain asbestos,

paparan yang sering dengan klorometil eter, bisklorometil eter, biji kromit

dan juga arsenik dikaitkan dengan peningkatan insidens tumor paru.

e) Polusi udara

Paparan yang sering kepada udara yang terpolusi meningkatkan risiko

kejadian tumor paru sebanyak 47%.21

f) Pengaruh genetik

Onkogen yang berperanan dalam proses karsinogenik paru adalah seperti gen

myc, gen k-ras dan kelainan pada gen tumor suppresor p53 dan gen rb. Pada

tahap kromosom, perubahan sering ditemukan pada lokasi 1p, 3p dan 9p.24. 26

g) Pengaruh penyakit lain.

Penyakit penyakit seperti penyakit tuberkulosis paru, sarkoidosis, fibrosis

pulmo dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) diduga dapat

menyebabkan terjadinya tumor paru.

2.4.2.5 Diagnosis 26, 27

Diagnosis tumor paru ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan foto toraks, pemeriksaan sitologi

dan pemeriksaan histopatologi. Daripada anamnesis, gejala klinis seperti batuk,

demam, hemoptisis (batuk berdarah), sesak napas, nyeri dada, penurunan berat

badan, disfagia, dan kakeksia bisa ditemukan, serta riwayat keluarga untuk

penyakit kanker.

Pemeriksaan foto standard posterior-anterior (PA) dan lateral dilakukan.

Namun tumor paru dapat dilewatkan jika tumornya kecil atau tersembunyi di

balik rusuk, tulang leher atau dada. Foto toraks sangat berguna bagi mendeteksi

kelainan selain tumor yang berkaitan dengan tumor paru seperti efusi pleura.

Pemeriksaan CT lebih efektif dalam mengidentifikasi lokasi, saiz, dan bentuk

tumor paru yang kecil.27

Page 27: BAB II Original Before Correction

Pemeriksaan sitologi sputum dikerjakan apabila pasien mengeluh batuk

namun tidak sering memberikan hasil positif. Pemeriksaan histopatologi

merupakan gold standard bagi diagnosis tumor paru melalui biopsi dengan

bronkoskopi, trans torakal needla aspiration, torakoskopi, mediastinoskopi,

torakotomi.

2.4.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksaan penyakit tumor paru adalah melalui combined modality

therapy seperti dengan pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Indikasi

pembedahan pada tumor paru dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas

pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru

jenis SCLC. Bagi SCLC, pembedahan dilakukan pada stadium terbatas yang

pasca kemoterapi. Radioterapi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk

membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan terapi yang paling umum diberikan

pada stadium lanjut dan SCLC karena kemoterapi menggangu pola pertumbuhan

tumor.


Recommended