uji

Embed Size (px)

Citation preview

PENILAIAN STATUS GIZI SECARA BIOKIMIAFiled under: Penilaian Status Gizi Tag:Status Gizi hasanah619 @ 6:46 pm PENILAIAN STATUS ZAT BESI Ada beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi yaitu: Hemoglobin (Hb) Hematokrit Besi serum Ferritin serum (Sf) Transferrin saturation (TS) Free erytrocytes protophophyrin (FEP) Unsaturated iron-binding capacity serum

1. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Garby et al, menyatakan bahwa penentuan status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata kurang lengkap, sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang lain. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan, nilai hemoglobin menjadi akurat samapai 23%. Metode yang lebih dulu dikenal adalah metode Sahil yang menggunakan teknik kimia dengan membandingkan senyawa akhir secara visual terhadap standar gelas warna. Ini memberi 2-3 kali kesalahan rata-rata dari metode yang menggunakan spektrofotometer yang baik. Nilai normal yang paling sering dinyatakan adalah 14-18 gm/100 ml untuk pria dan 12-16 gm/100 ml untuk wanita (gram/100 ml sering disingkat dengan gm% atau gm/dl). Beberapa literatur lain menunjukan nilai yang lebih rendah, terutama pada wanita, sehingga mungkin pasien tidak dianggap menderita anemia sampai Hb kurang dari 13 gm/100 ml pada pria dan 11 gm/100 ml untuk wanita. Metode Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin.

Pada metode sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCL menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan sangat berpengaruh. Disamping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman, penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan. Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode sahil ini masih memadai dan bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya dapat diandalkan. Metode yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kaliumferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk sian-methemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Namun, fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga belum semua laboratorium memilikinya. Mengingat hal diatas, percobaan denga metode sahli masih digunakan disamping metode cyanmethemoglobin yang lebih canggih. a. Prosedur pemeriksaan denga metode sahli Reagensia : HCl 0,1 N Aquadest

Alat/sarana: Pipet hemoglobin Alat sahli Pipet pastur Pengaduk

Prosedur kerja Masukan HCl 0,1 N ke dalam tabung sahli sampai angka 2.

Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya menggunakanlarutan desinfektan (alkohol 70%, betadin dansebagainya), kemudian tusuk dengan lancet atau alat lain. Isap dengan pipet hemoglobin sampai melewati batas, gbersihkan ujung pipet, kemudian teteskan darah samapai ketanda batas denga cara menggeserkan ujung pipet ke kertas saring/kertas tisu. Masukan pipet yang berisi darah kedalam tabung hemoglobin, samapi ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian tiup pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbukl gelembung udara. Bilas sisa darah yang me nempel pada dinding pipet dengan cara mengisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4 kali. Campur sampai rata dan diamkan selam kurang lebih 10 menit.

Masukan ke dalam alat pembanding, encerkan dengan aquades tetes demi mtetes sampai warna larutan (setelah diaduk samapai homogen) sama denga warna gelas dari alat pembanding. Bila sudah sama, baca kadar hemoglobin pada skala tabung. b. Prosedur pemeriksaan dengan metode cyanmethemoglobin Larutan kalium ferriosianida (K3Fe(CN)6 0,6 mmol/l Larutan kalium sianida (KCN) 1,0 mmol/l

Alat/sarana: Pipet darah Tabung cuvert Kolorimeter

Prosedur kerja : Masukan campuran reagen sebanyak 5 ml ke dalam cuvert.

Ambil darah kapiler seperti pada metode sahil sebanayak 0,02 ml dan masukan ke dalam cuvert di atas, kocok dan diamkan selama 3 menit. Baca dengan kolorimeter pada lambda 546.

Perhitungan: Kadar Hb = absorpsi x 36,8 gr/dl/100 ml Atau

Kadar Hb = absorpsi x 22,8 mmol/l 2. Hematokrit (HCT) Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen (%). Setelah sentrifugasi, tinggi kolom sel merah diukur dan dibandingkan dengan tinggi darah penuh yang asli. Persentase massa sel merah pada volume darah yang asli merupakan hematokrit. Darah penuh antikoagulasi disentrifugasi dalam tabung khusus. Karena darah penuh dibentuk pada intiselnya oleh sel darah merah (SDM) dan plasma, setelah sentrifugasi persentase sel-sel merah memberikan estimasi tidak langsung jumlah SDM/100 ml dari darah penuh (dan dengan demikian pada gilirannya merupakan estimasi tidak langsung jumlah hemoglobin). Hematrokrit dengan demikian bergantung sebagian besar pada jumlah SDM. tapi ada beberapa efek (dalam hal jauh lebih sedikit) dari ukuran rata-rata SDM. nilai normal adalah 40%-54% untuk pria dan 37%-47% untuk wanita. HCT biasanya hampir 3 kali nilai Hb (dengan menganggap tidak terdapat tanda hipokromia). Kesalahan rata-rata pada prosedur HCT yaitu kira-kira 1-2%. 3. Serum Besi Prosedur serum iron. Darah harus dikumpulkan menggunakan tabung terevakuasi bebas elemen tembusan. Hanya air terdeionisasi terdistilasi yang harus digunakan. Berilah label tabung uji dengan blanko, standar, referensi, pool, dan subjek test masingmasing Tambahkan 2.5 ml reagen penyangga besi pada masing-masing tabung

Pada tabung berblangko tambahkan 0.5 ml standar besi. Pada referensi tambahkan 0.5 ml bahan referensi besi serum. Pada pool tambah dengan 0.5 ml serum pooled. Untuk masingmasing subjek uji, tambahkan 0.5 ml serum pada tabung yang cocok. Campurkan masing-masing tabung uji secara merata dengan vortex mixer Pindahkan masing-masing sampel pada sebuah cuvet.

Pasang pada panjang gelombang 560 nm. Nolkan spektofotometer pada penyerapan nol dengan blanko reagen. Baca dan catat penyerapan awal sampel blanko, standar, referensi dan uji. Kembalikan sampel-sampel itu pada tabung yang sesuai setelah dilakukan pembacaan. Ini merupakan penyerapan awal (Ainitial) yang diukur agar dilakukan pertimbangan mengenai pebedaanperbedaan dalam turbiditas sampel. Tambahkan 0.05 ml reagen warna besi pada masing-masing tabung. Campur masingmasing tabung dan biarkan beridri selama kira-kira 10 menit dalam air pada 370 C

-

Pindahkan isi masing-masing tabung pada cuvet

Baca lagi dan catat penyerapan sampel blanko, standar, referensi, pool, dan uji menggunakan blanko untuk membuat nol penunjukan spektrofotometer. Ini merupakan penyerapan akhir (Afinal). Perhitungan hasil Jika standar besi berisi 500 g/dl, konsentrasi besi serum (g/dl) dari sampel dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Faktor konversi pada satuan (mol/L) = x 0,179. 4. Transferrin saturation (TS) Penentuan kadar zat besi dalam serum merupakan satu cara menentukan status besi. Salah satu indikator lainya adalah Total Iron binding capacity (TIBC) dalam serum. Kadar TIBC ini meningkat pada penderita anemia. Karena kadar besi di dalam serum menurun dan TIBC meningkat pada keadaan defisiensi besi maka rasio dari keduanya (transferrin saturation) lebih sensitif. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:

Apabila TS > 16 %, pembentukan sel-sel darah merah dalam sumsum tulang berkurang dan keadaan ini disebut defisiensi besi untuk eritropoiesis. 5. Free erythrocyte protophorphyrin (FEP) Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak untuk pembentukan sel-sel darah merah di sumsum tulang maka sirkulasi FEP di darah meningkat walaupun belum nampak anemia. Dengan menggunakan fluorometric assay, maka penentuan FEP lebih cepat digunakan. Satuan untuk FEP dinyatakan dalam g/dl darah atau g/dl darah merah. Dalam keadaan normal kadar FEP berkisar 35 50 g/dl RBC tetapi apabila kadar FEP dalam darah lebih besar dari 100 g/dl RBC menunjukkan individu ini menderita kekurangan besi. Prosedur free erythrocyte protoporphyrin

1. Tekan tombol ON pada henatofluorometer dan sisipkan blank glass cover slip ke dalam pemegang sampel. 2. Tekan tombol MEASURE dan catat pembacaan pda blank glass cover slip. Gunakan hanya blank cover slip dengan pembacaan dari 000-006. 3. Gunakan pipet pasteur plastik untuk menempatkan setetes darah penuh (kira-kira 20 L) di atas blank cover slip denga cara menyebarkannya, sehingga berhubungan pada posisi lubang. 4. Tekan tombol MEASURE dan catat pembacaan. Jangan subtraksikan pembacaan pada blank cover slip. 5. Ulangi (4) setelah 10 15 detik lewat dan kemudian kesampingkan glass cover slip. 6. Untuk kontrol darah, ambil setetes darah (sekitar 35 L) di atas glass cover slip yang bersih dengan menekan botol. Campurkan tetesan darah dengan ujung botol. Pindahkan tutup botol. 7. Tekan tombol MEASURE dan catat pembacaan. Kesampingkan glass cover slip. 8. Periksa kontrol-kontrol darah pada permukaan dan akhir setiap hari, atau setelah 50 pengujiaan yang bisa diterapkan. Nilai kontrol rendah, medium dan tinggi harus ada dalam harga yang dinyatakan. Perhitungan hasil Konsentrasi zink protoporphyrin yang dinyatakan dalam mol/L RBXs dapat dihitung menggunakan rumus berikut, yang dalam hal ini hematokrit dinyatakan sebagai fraksi volume dari paket sel darah merah:

Konsentrasi zink protoporphyrin juga dapat dinyatakan dalam g/dL darah penuh: faktor konversi pada satuan SI (mmol/L) = x 0,0177. 6. Serum ferritin (SF) Untuk menilai status besi dalam hati perlu mengukur kadar ferritin. Menurut cook (dalam Mahdin anwar husaini, 1989) banyak ferritin yang dikeluarkan ke dalam darah secara proporsional menggambarkan banyaknya simpanan zat besi di dalam hati. Apabila didapatkan serum ferritin sebesar 30 mg/dl RBC berarti di dalam hati terdapat 30 x 10 mg = 300 mg ferritin. Untuk menentukan kadar ferritin dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan cara immunoradiometric assay (IRMA) atau dengan radio immuno assay (RIA) atau dengan cara enzyme-linked immuno assays (ELISA) yang tidak menggunakan isotop, tetapi enzim. Dalam keadaan normal rata-rata SF untuk laki-laki dewasa adalah 90 g/l. perbedaan kadar serum ferritin ini menggambarkan perbedaan banyaknya perbedaan zat besi pada tubuh dengan zat besi pada laki-laki tiga kali lebih banyak dari wanita. Apabila seseorang mempunyai kadar SF kurang dari 12 orang yang bersangkutan dinyatakan sebagai kurang besi. Banyak orang yang sebenarnya menderita kurang besi, tetapi tidak dapat terdeteksi dengan cara ferritin karena kadar ferritin yang dikeluarkan dari hati menarik dalam darah apabila yang bersangkutan

menderita penyakit kronis, infeksi dan sakit hati. Namun, apabila penyakit infeksi tidak umum terjadi di masyarakat, penentuan ferritin merupakan pilihan yang tepat. PENILAIAN STATUS PROTEIN Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh antara lain: Untuk mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein. Sebagai cadangan protein tubuh. Untuk mengontrol peredaran darah (terutama dari fibrinogen). Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin. Untuk mengatur aliran darah, dalam membantu bekerjanya jantung.

Di dalam darah ada 3 fraksi protein yaitu: Albumin Globulin Fibrinogen : kadar normalnya = 3,5 : kadar normalnya = 1,5 5 gram/100 ml 3 gram/100 ml

: kadar normalnya = 0,2 0,6 gram/100 ml

Pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 pokok, yaitu penilaian terhadap somatic protein dan visceral protein. Perbandingan somatic dan visceral dalam tubuh antara 75% dan 25%. Somatic protein terdapat pada otot skeletal, sedangkan visceral protein terdapat di dalam organ/visceral tubuh yaitu hati, ginjal, pankreas, jantung, erytrocyt, granulocyt dan lympocyt. Konsentrasi serum protein dapat digunakan untuk mengukur status protein. Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa penurunan serum protein disebabkan oleh penurunan produksi dalam hati. Penentuan serum protein dalam tubuh meliputi: albumin, transferrin, prealbumin (yang dikenal juga dengan trasthyeritin dan thyroxine-binding prealbumin), retin ol binding protein (RBP), insulin-Like growth factor-1 dan fibronectin. 1. Prosedur penentuan serum protein Ion kupri (Cu2+) dalam reagen biuret bereaksi dengan peptida (-CONH) dan menghasilkan sen yawa peptida berwarna violet. Intensitas warna secara langsung proporsional denga jumlah peptida pada pengukuran dengan kisaran yang luas. Senyawa ini dibentuk hanya jika paling sedikit ada dua gabungan peptida (-CONH). Akibatnya protein bereaksi dengan reagen beuret,

sedangkan asam amino, ammonia, urea dan senyawa lain berisi nitrogen sederhana tidak bereaksi. (Peters dan Biamente, 1982). 1. Berilah label setiap tabung uji, yaitu standar, referensi, pool dan setiap subjek uji. 2. Tambahkan 3,0 ml reagen biuret pada setiap tabung. 3. Pada tabung standar, tambahkan 50 l larutan standar; pada tabung referensi tambahkan 50 L serum referensi; pada tabung pool tambahkan 50 L serum pool; pada masingmasing subjek tambahkan dengan 50 L serum uji. 4. Campurkan setiap tabung secara merata, dan biarkan dalam lemari gelap pada posisi berdiri minimal 10 menit. 5. Tempatkan spectrophometer pada panjang gelombang 555 nm. Aturlah pada titik nol dengan menggunakan cuvet reagen biuret sebagai referensi kosong. 6. Pindahkan masing-masing isi tabung pada cuvet. 7. Baca dan catat penyerapan sampel standar, referensi dan pool. PENILAIAN STATUS VITAMIN Penilaian status vitamin yang terkait dengan penetuan status gizi meliputi penentuan kadar vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6, vitamin B12. 1. Vitamin A Deplasi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang berlangsung lama, dimulai dengan habisnya persediaan vitamin A dalam hati, kemudian menurunya kadar vitamin A plasma, dan baru kemudian timbul disfungsi retina, disusul dengan perubahan jaringan epitel. Kadar vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan vitamin A yang dini, sebab deplesi terjadi jauh sebelumnya. Apabila sudah terdapat kelainan mata, maka kadar vitamin A serum sudah sangat rendah (kurang dari 5 g/100 ml), begitu juga kabar RBP-nya ( -2 SD s/d < +2 SD yGizi Lebih : > +2 SD B. Indeks TB/U yAnak Pendek : < -2 SD yAnak Normal : > -2 SD C. Indeks BB/TB ySangat Kurus : < -3 SD yKurus : > -3 Sd s/d < -2 SD yOrmal : > -2 SD s/d < +2 SD

yGemuk : > +2 SD Dimana SD = Standar Deviasi Angka yang digunaan untuk menentukan klasifikasi status gizi adalah Z-score. Z-score dihitung dengan membagi hasil pengurangan sebuah parameter dengan median nilai pada tabel baku rujukan yang digunakan dari parameter yang bersangkutan kemudian dibagi dengan standar deviasinya. Standar deviasi dihitung dari nilai median pada karakteristik pengukuran (jenis kelamin umur dan indeks) dikurangi dengan nilai -1 SD di dalam daftar baku rujukan pada karakteristik yang sama.

Dimana SD adalah Median BB (-1 SD) di dalam daftar sesuai karakteristik terukur.

2.1. 1. Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan (Atmarita, 2004). IMT tidak dipengaruhi oleh umur. Pada awalnya disepakati bahwa IMT digunakan untuk orang dewasa (yang sudah selesai masa pertumbuhan), akan tetapi karena sudah mulai terjadi masalah gizi ganda, maka disepakati IMT bisa digunakan untuk semua golongan umur. Masalah gizi ganda adalah suatu kondisi dimana masalah kurang gizi belum lagi tuntas, sdudah tmul pula di kalangan masyarakat gizi lebih. IMT sangat cocok digunakan untuk mengukur kegemukan, sebagai dampak dari perubahan pola hidup, kebiasan mengkonsumsi makanan siap saji yang tinggi lemak dan protein dan rendah karbohidrat. Sedangkan dalam pola makanan sehat orang Indonesia adalah komposisi sumber tenaga (makanan pokok) harus lebih tinggi (Muhilal: 1998 dan 2002). Indeks Massa Tubuh dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Menurut WHO (1992) yang durujuk oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI untuk digunakan di Indonesia, kasifikasi IMT adalah sebagai berikut : ySangat kurus : < 17 yKurus : 17 18.5 25 27

yNormal : 18,5 yGemuk : 25

yOverweight : 27 -29 yObesitas : > 27 Dalam konsepsi kadaan gizi ada yang disebut wellnourish (gizi normal) dan malnourish (gizi salah). Gizi salah dapat dibagi 2 bentuk yaitu gizi lebih (over nutrition) dan gizi kurang (under nutrition). Dampak yang ditimbulkan dari keduanya sama-sama merugikan kesehatan dalam manifestasi yang berbeda-beda. Kegemukan dan obesitas adalah suatu kondisi tubuh dengan berat badan jauh melebihi kondisi normal. Hal ini sangat berdampak sebagai pemicu penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes mellitus dan arterosklerosis. Kegemukan salah satu ditimbulkan oleh penimbunan lemak yang berlebih di dalam tubuh. Lemak apabila dipecah akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Salah satu dari gliserol yang sangat berbahaya, yang sangat ditakuti adalah kolesterol. Sudah banyak penelitian mengenai dampak negatif kolesterol sebagai penyakit pembunuh terbanyak saat ini. Pengukuran IMT adalah salah satu cara untuk mendeteksi timbunan lemak yang berbahaya tersebut, oleh karena IMT menggambarkan komposisi tubuh. 2.1. 2. Konsumsi Zat Gizi

Makhluk hidup, termasuk manusia makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kebutuhan tubuh dapat didefinisikan dari fungsi makanan itu sendiri. Tri fungsi makanan yang sudah dikenal adalah : Penghasil energi (sumber tanaga), untuk pembangun/pertumbuhan dan untuk pengatur/pemeliharaan (Butte, 1988) Di dalam makanan terkandung zat gizi. Zat gizi untuk memenuhi tri fungsi makanan di atas adalah karbohidrat dan lemak sebagai sumber tenaga termasuk protein, protein sebagai zat pembangun/pertubuhan dan vitamin dan mineral sebagai zat pengatur (pmeliharaan). Dalam fakta metabolisme fungsi tersebut tidak berdiri sendiri (Butte, 1988). Karbohidrat tidak akan bisa diolah jika tidak ada mineral (kalsium), Zat besi di dalam lauk pauk tak akan bisa ditransportasi bila tidak ada protein. Vitamin A tidak akan bisa diserap tanpa keberadaan protein (retiol binding protein) (Brown, 2004). Makananpun dapat dikelompkkan atas makanan pokok (penghasil energi), lauk pauk (sumber protein) sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Namun demikian tiap makan tidak hanya mengandung 1 zat gizi kelompoknya. Tapi makanan juga mengandung zat gizi lain dalam jumlah yang sedikit. Sebagai contoh daging adalah lauk pauk sumber protein, namun daging juga mengandung kalori vitamin (vitamin A dalam bentuk retinol dan mineral Fe dalam bentuk heme) (Dallman, 1986). Dengan demikian sulit memisahkan makanan dalam kelompok yang pasti. Bahkan beras sebagai makanan pokok mengandung 8 gram protein pada setiap100 gramnya. Dalam hal ketidakpastian ini, analisis menggunakan logika fuzzy sangat cocok digunakan. Energi Energi adalah hasil pemecahan zat gizi makro karbohidrat, lemak dan protein, termasuk juga sayur dan buah. Satu gram karbohidrat dipecah menghasilkan 4,1 kalori, protein 4,1 kalori dan lemak 9,0 kalori. Energi itu sendiri bukan zat gizi, akan tetapi hasil pemecahan zat gizi lain. Mengingat perannya yang sangat penting, energi dikelompokkan ke dalam zat gizi, seperti halnya air bukan zat gizi, tapi mengingat peran pentingnya dikelompokkan ke dalam zat gizi (Basuki, A. 2004). Energi dibutuhkan tubuh tergantung karakteristik individu yaitu umur, jenis kelamin, aktivitas dan kondisi jaringan tubuh (komposisi jaringan aktif dan tidak aktif). Kebutuhan energi dan zat gizi lainnya untuk orang sehat telah ditetapkan dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG, LIPI) setiap lima tahun. Daftar yang memuat angka kecukupan gizi disebut AKG (Angka Kecukupan Gizi) untuk orang sehat Indonesia.. AKG terakhir yang digunakan saat ini di Indonesia adalah AKG hasil Widya Karya Naisional Pangan dan Gizi taun 2004 (Muhilal, 2005) Protein Protein adalah senyawa nitrogen yang terkandung dalam makanan yang berfungsi sebagai zat pembangun (Almatsier, 2000). Kebutuhan protein berbeda setiap orang, sama halnya dengan energi. Faktor penentu kebutuhan protein yang sepesifik adalah pertumbuhan. Anak di usia pertumbuhan membutuhkan protein lebih tingi dibanding orang dewasa. Secara umum kebutuhan protein adalah 1 gram per kilogram berat badan.

Lemak Lemak dalam makan berfiungsi sebagai pelezat, yang membuat makan lebih guri. Lemak adalah sumber energi yang cukup besar. Namun peran utamnya adah sebagai pemasok asam lemak essensial yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam metabolisme dan aktifitas jaringan. Karbohidrat adalah sumber utama energi, sehingga akan berbanding lurus dengan jumlah energi itu sendiri. Dalam metabolismenya keempat zat gizi berbeda-beda sesuai fungsi utama. Kondisi keseimbangan pemenuhan kebutuhan akan membuat urutan penggunaan zat gizi akan berbeda pula. Zat Gizi dan Pola Menu seimbang Salah satu ukuran mutu susunan menu makanan sehari hari adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH adalah suatu cara menilai kualitas susunan hidangan dengan melihat keseimbangan antar kelompok pangan dalam hidangan. Keseimbagan ini dilihat dari kontribusi tiap kelompok pangan dalam menghasilkan energi. Persentase sumbangan energi dibandingkan dengan total energi kemudian dikalikan dengan bobot kelompok pangan itu sendiri, maka didapatkanlah skor masing-masing kelompok pangan. Total skor dari semua kelompok pangan disebut dengan Skor PPH. Makin tinggi skor PPH maka makin bervariasilah makanan tersebut dan makin tinggi mutu susunan hidangan (Deptan, 1992). Nilai maksimal dari PPH adalah 100 dan Sumatera Barat pada tahun 2005 memiliki skor PPH sebesar 72. Anjuran komposisi menu ideal untuk mencapai skor PPH terbaik adalah sebagai berikut (Persagi, 2002) : Sumbangan makanan pokok : 40 60 % Sumbangan protein : 20 Sumbangan Lemak : 10 30 % 15 %

Artinya dari total energi yang dikonsumsi, sekitar rata-rata 25 % berasal dari energi dari protein. Misalkan dalam satu susunan hidangan terdiri dari 2000 kalori berarti 500 kalori harus berasal dari makanan sumber protein. Apabila 1 gram protein menghasilkan 4,1 kalori maka di dalam susunan hidangan tersebut terdapat 125 gram protein. Selanjutnya untuk mendapatkan 125 gram protein harus mengkonsumsi sejumlah bahan pangan tertentu sesuai kandungan proteinnya masing-masing. Sebagai contoh ikan mengandung 28 gram protein setiap 100 gramnya. Maka jika semua protein harus dipenuh dari ikan maka jumlah ikan yang harus dimakan adalah sekitar 375 gram. Untuk menilai kualitas hidangan dapat digunakan proporsi sumbangan energi terhadap total energi tersebut sebagai acuan.

Apabila susunan hidangan tidak sesuai dengan komposisi tersebut maka mutu makanan tersebut rendah. Akibat yang lebih parah adalah dampak negatif dari kelebihan atau kekurangan konsumsi. Kajian mengenai tingkat konsumsi sudah banyak dilakukan, begitu juga kajian status gizi serta hubungan keduanya. Sebagai contoh setiap tahun Dinas Kesehatan Kabupate/Kota se Indonesia melakukan peniaian konsumsi dan status gizi dalam kegiatan Pemantauan Status Gizi dan Pemantauan Kosumsi. Namun sangat sedikit bahkan Penulis sendiri belum pernah menemukan tulisan hasil penelitian atau kegiatan rutin pemerintah yang mencoba menilai status gizi dengan memprediksi berdasarkna konsumsi zat gizi. Secara teoritis hal ini memang sulit dilakukan oleh karena multifaktorial seperti disebut sebelumnya. Selain itu batas ambang konsumsi yang digunakan bukan sebuah crisp oleh karena untuk memperhitungkan perjalanan zat gizi sampai pada utilisasi dalam tubuh. Dengan kata lain penetapan kebutuhan dan klasifikasi konsumsi yang ada ditegakkan dengan beberapa asumsi, misalnya tingkat kerusakan dalam pemasakan + 10 %, kondisi saluran pencernaan normal, enzim-enzim metabolisme bekerja secara optimal, tidak career penyakit menahun dan lain sebagainya. Ketidak pastian ini menyulitkan untuk melakukan penelitian yang berbasis masyarakat (community base research). 2.1. Fuzzy Logic Fuuzy Logic atau logika fuzzy adalah bagian atau salah satu metode dalam Artificial Intelligence (AI). Fuzzy Logic merupakan metode yang dianggap cocok digunakan untuk penilaian status gizi oleh karena kelebihan metode tersebut. Beberapa metode lain dalam Artificial Intellegence seperti Rought Set, Association Rule dan lan,lain. 2.2.1. Sejarah Fuzzy Logic (Logika Samar) Dalam logika konvensional nilai kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi di antara. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excluded Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun, tentu saja pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. Fuzzy Logic (logika samar) merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia nyata. Teori tentang himpunan logika samar pertama kali dikemukakan oleh Prof. Lofti Zadeh sekitar tahun 1965 pada sebuah makalah yang berjudul Fuzzy Sets. Ia berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika boolean / konvensional tidak dapat mengatasi masalah yang ada pada dunia nyata. Setelah itu, sejak pertengahan 1970-an, para peneliti Jepang berhasil mengaplikasikan teori ini ke dalam berbagai permasalahan praktis. Tidak seperti logika boolean, logika samar mempunyai nilai yang kontinu. Samar dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan individu dapat memiliki derajat keanggotaan dengan nilai yang kontinyu, bukan hanya 0 dan 1 (Zadeh, 1965 dalam Asta, D., : 2002). Dengan teori himpunan logika samar, kita dapat merepresentasikan dan menangani masalah ketidakpastian yang dalam hal ini bisa berarti keraguan, ketidaktepatan, kurang lengkapnya suatu informasi, dan kebenaran yang bersifat sebagian (Altrock:1997). Di dunia nyata, seringkali kita

menghadapi suatu masalah yang informasinya sangat sulit untuk diterjemahkan ke dalam suatu rumus atau angka yang tepat karena informasi tersebut bersifat kualitatif (tidak bisa diukur secara kuantitatif). 2.2.2. Himpunan Samar (Fuzzy Sets) Teori himpunan samar merupakan suatu teori tentang konsep penilaian, dan segala sesuatu merupakan persoalan derajat atau diibaratkan bahwa segala sesuatu memiliki elastisitas. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemberian beasiswa berikut ini. Misalkan kita ingin memutuskan apakah seorang mahasiswa layak mendapatkan beasiswa atau tidak. Andaikan kita hanya memperhatikan dua parameter, yaitu Indeks Prestasi (IP) dan hasil Tes Psikologi (TP). Mahasiswa A memiliki IP = 3,00 dan TP = 8,00, sedangkan mahasiswa B memiliki IP = 2,999999 dan TP = 8,50. Suatu universitas X membuat suatu aturan keputusan bahwa mahasiswa yang layak mendapatkan beasiswa adalah mahasiswa yang memiliki IP > 3,00 dan TP > 8,00. Dengan aturan tersebut, maka dapat diputuskan bahwa mahasiswa A layak mendapatkan beasiswa sedangkan mahasiswa B tidak layak. Membuat keputusan dengan cara seperti ini bisa dianggap tidak adil oleh kalangan mahasiswa. Kenapa mahasiswa B tidak layak mendapatkan beasiswa? Padahal dia memiliki TP yang jauh lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa A dan IP-nya sedikit lebih kecil dari IP mahasiswa A (perbedaannya hanya sebesar 0,000001). Contoh lain di bidang gizi adalah untuk pemberian makanan tambahan di posyandu adalah anak dengan berat badan dibawah standar ( 2.2.1. Membership function (fungsi-fungsi keanggotaan) Di dalam fuzzy systems, fungsi keanggotaan memainkan peranan yang sangat penting untuk merepresentasikan masalah dan menghasilkan keputusan yang akurat. Terdapat banyak sekali fungsi keanggotaan yang bisa digunakan. Berikut ini akan dibahas empat fungsi keanggotaan yang sering digunakan di dunia nyata, yaitu : 1. Fungsi Sigmoid Sesuai dengan namanya, fungsi ini berbentuk kurva sigmoidal seperti huruf S. Setiap nilai x (anggota crisp set) dipetakan ke dalam interval [0,1]. Gambar 2. Fungsi Phi Disebut fungsi Phi karena bentuk seperti simbol phi. Pada fungsi keanggotaan ini, hanya terdapat satu nilai x yang memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu ketika x = c. Nilai-nilai di sekitar c memiliki derajat keanggotaan yang masih mendekati 1. Grafik 3. Fungsi Segitiga Sama dengan fungsi phi, pada fungsi ini juga terdapat hanya satu nilai x yang memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu ketika x = b. Tetapi, nilai-nilai di sekitar b memiliki derajat keanggotaan yang turun cukup tajam (menjauhi 1). Grafik

4. Fungsi trapesium Berbeda dengan funsi segitiga, pada fungsi ini terdapat beberapa nilai x yang memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu ketika b < x < c. Tetapi, derajat keanggotaan untuk a < x < b dan c < x < d memiliki karakteristik yang sama dengan fungsi segitiga. Grafik 2.2.1. Sistem Berbasis Aturan Fuzzy Suatu sistem berbasis aturan fuzzy yang lengkap terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : 1. Fuzzification Mengubah masukan-masukan yang nilai kebenarannya bersifat pasti (crisp input) ke dalam bentuk fuzzy input, yang berupa nilai linguistik yang semantiknya ditentukan berdasarkan fungsi keanggotaan tertentu. 1. Inference Melakukan penalaran menggunakan fuzy input dan fuzzy rules yang telah ditentukan sehingga menghasilkan fuzzy output. 1. Deffuzification Mengubah fuzzy output menjadi crisp value berdasarkan fungsi keanggotaan yang telah ditentukan. Terdapat dua model aturan fuzzy yang digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi, yaitu : 1. Model Mamdani Pada model ini, aturan fuzzy didefinisikan sebagai : IF x1 is A1 AND .. AND xn is An THEN y is B dimana : A1, .., An , dan B adalah nilai-nilai linguistik (atau fuzzy set) dan x1 is A1 menyatakan bahwa variabel x1 adalah anggota fuzzy set A1. Metode Mamdani sering juga dikenal sebagai Metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output, diperlukan 4 tahapan : a. Pembentukan himpunan fuzzy Pada metode Mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.

b. Aplikasi fungsi implikasi (aturan) Pada metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min. c. Komposisi aturan Tidak seperti penalaran monoton, apabila sistem terdiri dari beberapa aturan, maka inference diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan. Ada 3 metode yang digunakan dalam melakukan inference sistem fuzzy, yaitu : i. Metode Max (Maximum) Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap proposisi. Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut : Qsf[xi] = max (Qsf[xi] , Qkf[xi]) dengan : Qsf[xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i Qkf[xi] = nilai keanggotaan konsekuensi fuzzy sampai aturan ke-i ii. Metode Additive (sum) Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum dituliskan : Qsf[xi] = min (1, Qsf[xi] + Qkf[xi]) dengan : Qsf[xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i Qkf[xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy sampai aturan ke-i iii. Metode probabilistik OR (probor) Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan product terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum dituliskan :

Qsf[xi] = (Qsf[xi] + Qkf[xi]) dengan :

(Qsf[xi]* Qkf[xi])

Qsf[xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i Qkf[xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy sampai aturan ke-i d. Penegasan (defuzzy) Input dari proses defuzzy adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi atuan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp tertentu sebagai output. 1. Model Sugeno Penalaran dengan model Sugeno hampir sama dengan penalaran Mamdani, hanya saja output (konskuen) sistem tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Model ini dikenal juga sebagai Takagi Sugeno Kang (TSK) model yang diperkenalkan pada tahun 1985, yaitu suatu varian dari Model Mamdani. Model ini menggunakan aturan yang berbentuk IF x1 is A1 AND .. AND xn is An THEN y = f (x1, x2, , xn) dimana : f bisa berupa sebarang fungsi dari variabel-variabel input yang nilainya berada dalam interval variabel output. Biasanya, fungsi ini dibatasi dengan menyatakan f sebagai kombinasi linear dari variabel-varibel input : f(x1, x2, , xn) = w0 + w1x1 + .. + w2x2 dimana w0, w1, .., wn adalah konstanta yang berupa bilangan real yang merupakan bagian dari spesifikasi aturan fuzzy. 2.2.1. Fuzzification Fuzzification atau fuzzifikasi adalah fase pertama dari perhitungan samar yaitu pengubahan nilai tegas (crisp) ke nilai samar. Proses fuzzyfikasi ditulis sebagai berikut : x = fuzzifier (x0) dengan x0 adalah sebuah vektor nilai tegas dari suatu variabel input, x adalah vektor himpunan fuzzy yang didefinisikan sebagai variabel, dan fuzzifier adalah sebuah operator fuzzifikasi yang mengubah nilai tegas ke himpunan samar. Inferensi fuzzy digunakan untuk merumuskan pemetaan himpunan input ke himpunan output dengan prinsip logika fuzzy (aturan If Then). Teknik reasoning adalah cara tepat untuk menentukan nilai yang akan digunakan sebagai masukan aksi kendali yang tepat. 2.2.2. Inference

Untuk membedakan dengan First-Order Logic, secara sintaks, suatu aturan fuzzy dituliskan sebagai : IF antecedent THEN consequent Dalam suatu sistem berbasis aturan fuzzy, proses inference memperhitungkan semua aturan yang ada dalam basis pengetahuan. Hasil dari proses inference dipresentasikan oleh suatu fuzzy set untuk setiap variabel bebas (pada consequent). Derajat keanggotaan untuk setiap nilai variabel tidak bebas menyatakan ukuran kompabilitas terhadap variabel bebas (pada antecedent). Misalkan, terdapat suatu sistem dengan n variabel bebas x1, x2, , xn dan m variabel tidak bebas y1, y2, , ym. Misalkan R adalah suatu basis dari sejumlah r aturan fuzzy : IF P1(x1, x2, , xn) THEN Q1(y1, y2, , ym). IF Pr(x1, x2, , xn) THEN Qr(y1, y2, , ym). dimana P1, ..,Pr menyatakan fuzzy predicate untuk variabel bebas, dan Q1, .., Qr menyatakan fuzzy predicate untuk variabel tidak bebas. 2.2.3. Defuzzification Terdapat berbagai metode defuzzification yang telah berhasil diaplikasikan untuk berbgai macam masalah. Di sini, akan dibahas lima metode, yaitu : 1. Centroid method Metode ini disebut juga sebagai Center of Area atau Center of gravity. Metode ini merupakan metode yang paling penting dan menarik di antara semua metode yang ada. Metode ini mengandung nilai crisp menggunakan rumus :

dimana y* suatu nilai crisp. Fungsi integration dapat diganti dengan fungsi summation jika y bernilai diskrit, sehingga menjadi :

dimana y adalah nilai crisp dan QR(y) adalah derajat keanggotaan dari y. 2. Height method

Metode ini dikenal juga sebagai prinsip keanggotaan maksimum karena metode ini secara sederhana memilih nilai crisp yang memiliki derajat keanggotaan maksimum. Oleh karena itu, metode ini hanya bisa dipakai untuk fungsi keanggotaan yang memiliki derajat keanggotaan 1 pada suatu nilai crisp tunggal dan 0 pada semua nilai crisp yang lain. Fungsi seperti ini sering disebut sebagai singleton. 3. First (or Last) of Maxima Metode ini juga merupakan generalisasi dari height method untuk kasus dimana fungsi keanggotaan output memiliki lebih dari satu nilai maksimum. Sehingga, nilai crisp yang digunakan adalah salah satu dari nilai yang dihasilkan dari maksimum pertama atau maksimum terakhir (tergantung pada aplikasi yang akan dibangun). 4. Mean Max method Metode ini disebut juga sebagai Middle of Maxima. Metode ini merupakan generalisasi dari height method untuk kasus dimana terdapat lebih dari satu nilai crisp yang memiliki derajat keanggotaan maksimum. Sehingga y* didefinisikan sebagai :

dimana : m adalah nilai crisp yang paling kecil dan M adalah nilai crisp yang paling besar. 5. Weighted Average Metode ini mengambil nilai rata-rata dengan menggunakan pembobotan berupa derajat keanggotaan. Sehingga y* didefinisikan sebagai :

dimana y adalah nilai crisp dan Q(y) adalah derajat keanggotaan dari nilai crisp y. 2.1. MATLAB 7.0 MATLAB, bahasa untuk komputasi teknik, dirancang untuk meningkatkan jangkauan dan produktivitas ilmu dan bidang teknik, untuk mempercepat proses penemuan dan pengembangan , untuk memudahkan belajar, dan untuk memperkuat krativitas penelitian. Sedangkan tipe data baru, struktur serta keistimewaan bahasa pada MATLAB meliputi : array multidimensi, struktur data yang dapat didefinisikan, array sel (array multiple data), array karakter ( dua byte per karakter), tipe data satu byte untuk image (gambar), pemrograman berorientasi objek (OOP), daftar argument dan panjang variable, file M multifungsi dan pribadi, operator dan fungsi berbeban lebih, statement case / switch dan sebagainya.

Fasilitas matematika dan analisis data yang disediakan lebih dari 500 fungsi matematika, statistika, dan teknik dengan memberikan akses yang lebih cepat pada alat komputasi numeric yang diperlukan. Fasilitas-fasilitas baru pada MATLAB meliputi : penyelesaian persamaan differensial biasa, delaunay triangulation, gridding untuk sample data tidak teratur, fungsi-fungsi teori himpunan, quadratur dua dimensi, fungsi-fungsi tanggal dan waktu, interpolasi multidimensi, konvolusi, FFTs, operator bit-wise, nilai eigen matriks jarang dan nilai singular, link simulation dan sebagainya. (Hanselman, 1997)