19
MID PLURASLISME BUDAYA MAKALAH TENTANG REALITAS PLURALISTIS DAN MULTIKULTURALISTIK DI NTT DIKAITKAN DENGAN KONDISI POLITIK LOKAL NTT NAMA : Jusuf Aryanto Modok NIM : 1003051041 SEMESTER :VI JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

tugas MID

Embed Size (px)

DESCRIPTION

baca saja

Citation preview

Page 1: tugas MID

MID

PLURASLISME BUDAYA

MAKALAH TENTANG REALITAS PLURALISTIS DAN MULTIKULTURALISTIK

DI NTT DIKAITKAN DENGAN KONDISI POLITIK LOKAL NTT

NAMA : Jusuf Aryanto Modok

NIM : 1003051041

SEMESTER :VI

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2 0 1 3

Page 2: tugas MID

A. LATAR BELAKANG

Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi Indonesia yang

terletak di tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain

Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan

Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, Timor Barat.

Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di Nusa

Tenggara Timur adalah Flores, Sumba dan Timor Barat. Dengan luas wilayah

keseluruhan mencapai 48.718,10 km2. Provinsi ini menempati bagian barat pulau

Timor. Sementara bagian timur pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia

yang ke-27, yaitu Timor Timur yang merdeka menjadi negara Timor Leste pada

tahun 2002.

Kondisi sosial di NTT masih dalam tatanan yang terawat dimana

penduduknya masih sangat menggubris nilai-nilai sosial seperti hukum, agama

dan aturan-aturan budaya yang berlaku dilingkungan sosial mereka. Namun

penduduk di NTT dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi masih

tergolong rendah. Contohnya saja dalam beberapa kurun waktu kebelakang NTT

masih termasuk provinsi dengan taraf kemiskinan yang tinggi dan SDMnya yang

rendah.

Kondisi budaya NTT masih sangat dihargai oleh penduduknya dimana

penduduk NTT selalu melestarikan budaya yang dimiliki terlihat dari visualisasi

tatanan masyarakat NTT yang masih sangat kental akan budaya seperti pakian

adat, musik daerah, tata krama budaya serta berbagai kebiasaan lainnya yang

menggambarkan budaya NTT yang murni. Namun belum maksimalnya promosi

budaya NTT pada tingkat nasional sehingga belum menjangkau batasan yang lebih

kuas dari sekarang ini.

Kondisi perpolitikan di Indonesia khususnya NTT masih sangat kental

dengan yang namanya SARA (suku, agama, Ras dan Antar golongan ) dimana para

penguasa yang ada di NTT merupakan hasil dari pemilihan yang bersifat SARA.

Begitu pula cara kepemimpinanya masih berpihak pada SARA yang sejenis

contohnya saja waktu pemilihan pemimpin di NTT masyarakatnya masih

mengutamakan pemimpin yang berasal dari SARA yang sama bukan

Page 3: tugas MID

memperhatikan pada kualitas pemimpin atau kemampuan dari calon pemimpin

yang diidolakan. Begitu pula pemimpinya juga dalam memperhatikan

masyarakatnya lebih menganak emaskan SARA yang sejenisnya dengannya.

Perpolitikan di NTT masih belum maksimal dalam prakteknya karena masih

banyak masyarakat yang tahu betul tentang arti dari politik dan manfaat dari

politik itu sendiri sehingga masih banyak yang salah pemahaman dan salah

pendapat. Masih banyak juga permainan kotor dalam dunia politik di NTT.

Contohnya saja waktu ada kampanye politik di NTT para calonnya selalu

mengandalkan uang demi mendapatkan dukungan yang banyak dengan cara

menyuap masyarakat. Keadaan politik di NTT masih sangat memprihatinkan

dimana banyak masyarakat dalam memilih pemimpin tidak dilihat dari

reputasinya yang baik dan kandidat yang berbobot tetapi masyarakat masih

memilih berdasarkan suku dan agama. Contohnya pada opini Victory News

“Simpul Krusial Pilgub Putaran Kedua” Tanggal: 04-04-2013, dituliskan bahwa

Pluralisme dan multikulturalisme di NTT merupakan sesuatu yang given

dan memang sudah ada sejak lama; apa pun bentuk dan model dinamika

masyarakatnya. Politik merupakan salah satu bentuk dinamika perubahan sosial

yang memiliki dua implikasi sekaligus yakni memperkuat atau memperlemah

watak solider dan integratif masyarakat NTT. Selama kita, warga NTT, belum

keluar dari bingkai solider dan integratif dan lebih memilih disintegratif maka

selama itu pula NTT akan menjadi negeri percobaan nilai dan budaya bangsa lain

di bumi ini. Jika ditarik ke kanal politik, selama kita dibius oleh primordialisme

politik dan tidak memikirkan NTT sebagai satu keluarga besar Flobamorata maka

pada titik itu pula kita akan tercabik-cabik dan terpecah untuk masuk ke dalam

bingkai kecil peradaban.

Harus diakui bahwa empat fenomena berikut pasti muncul di konteks sosial

politik NTT di putaran kedua. Keempat fenomena itu adalah menguatnya

primordialisme, meningkatnya jumlah golput, fenomena politik uang dan bahaya

kampanye hitam. Munculnya empat gejala itu disebabkan karena beberapa hal

berikut ini. Pertama, dari aspek etnopolitik, kedua pasangan yang maju ke putaran

kedua merupakan wakil dari dua etnis besar di NTT; Timor dan Flores. Kedua, dari

Page 4: tugas MID

aspek religiopolitik, kedua pasangan itu mewakili dua saudara kandung agama

konvensional yakni Katolik dan Protestan. Ketiga, dari aspek politik pemerintahan,

kedua paket tersebut merupakan incumben yang saat ini sedang memerintah.

Frans sebagai Gubernur NTT dan Esthon sebagai Wakil Gubernur NTT. Kontestasi

politik lokal akan berhadapan langsung dengan tiga aspek itu.

Empat gejala politik seperti digambarkan di atas tentu memberi implikasi

nyata. Implikasinya berhubungan tidak hanya dengan aspek politik tetapi juga

membawa aspek sosial, budaya dan ekonomi. Pertama,semakin mempertegas

polarisasi masyarakat ke dalam sekat-sekat primordial (agama dan etnis). Dua

fakta pertama (etnopolitik dan religiopolitik) tegas menguat di sini. Politik kita,

Indonesia dan NTT jelas berhadapan dengan realitas itu. Kaya akan etnis, budaya

dan agama. Menarik bahwa pemain politik cekat menggunakan aspek itu untuk

mendulang suara guna mendapatkan kekuasaan. Alasanya jelas.

Masyarakat NTT dianggap masih bodoh dan tidak melek politik. Kondisi ini

berhadapan dengan realitas dikotomis politik NTT antar Flores yang Katolik di

satu sisi dengan Timor yang Protestan di sisi lain. Oposisi biner inilah yang perlu

diwaspadai oleh seluruh warga NTT di putaran kedua nanti.

Masih berhubungan dengan implikasi pertama di atas, implikasi kedua

adalah meningkatnya integrasi internal dan melemahkan adaptasi eksternal

masyarakat. Integrasi internal masyarakat Flores atau Timor akan semakin kuat.

Selanjutnya adaptasi eksternal dua saudara itu akan perlahan-lahan melemah.

Karena model politik primordial yang demikian maka orang Flores akan

menganggap orang Timor sebagai musuh dan sebaliknya orang Timor akan

melihat orang Flores sebagai hantu yang akan terus menjajah dan menggerogoti

masyarakat dan tanah Timor. Pernyataan ‘orang Flores harus tetap memerintah’

atau ‘kini saatnya atoin meto memimpin NTT’ merupakan batu asah untuk

memecah belah masyarakat NTT. Ini sangat berbahaya.

Implikasi ketiga adalah politisasi anggaran. Politisasi anggaran terjadi

karena ruang pemerintahan harus mengabdi pada politik. Uang yang dihabiskan

selama masa kampanye harus dikumpul lagi dan sebisa mungkin bertambah

Page 5: tugas MID

jumlahnya. Maka, jika ada pemimpin politik yang mengatakan bahwa orientasi

kepemimpinannya untuk tujuan kesejahteraan rakyat, nanti dulu. Harus dilacak

rekam jejak dan catatan perjalanan politiknya. Bagi saya, kekuasaan yang dikejar

menjadi fungsi ekonomi. Artinya, setiap yang ikut dalam kontestasi politik hanya

bisa dimengerti sejauh memahami motif mereka untuk mendapatkan uang

sebanyak-banyaknya. Kalau itu yang terjadi maka motivasi menyejahterakan

rakyat menjadi sesuatu yang utopia dan sulit didapat. Politik anggaran akan

diubah orientasinya dari untuk rakyat ke orientasi individual dan kelompok. Ini

berbahaya.

Dalam konteks politik, implikasi dari fenomena di atas adalah menurunnya

kualitas politik dan demokrasi. Ketiga implikasi yang telah dijelaskan sebelumnya

tentu berhubungkan dengan kadar kualitas demokrasi. Kalau tiga variabel itu

muncul maka kesimpulan utama yang bisa diambil adalah bahwa kualitas

demokrasi kita memang sedang tertatih-tatih dan bermasalah. Kondisi itu

mempertegas tesis banyak ahli yang mengatakan bahwa realitas politik dan

demokrasi di Indonesia masih mencari bentuk dan dalam proses transisi.

NTT harus memilih. Putaran kedua merupakan ajang pembuktian kualitas

sosial dan politik NTT; antara manusia yang masih berkutat dengan perkara

primordial atau malah menjadi manusia rasional. Beberapa catatan berikut harus

diperhatikan. Pertama, NTT itu bukan hanya Flores atau Timor; NTT bukan hanya

Katolik dan Protestan. NTT merupakan kumpulan bangsa Flobamorata. Memilih

mempertahankan solidaritas NTT sebagai saudara adalah jauh lebih bijak dan

menjanjikan ketimbang terjebak dalam sekat-sekat primordial (etnis dan agama).

Maka, jangan pernah memilih pemimpin karena faktor etnis dan agama. Pilihlah

pemimpin karena kualitas kepemimpinannya, rekam jejak atau catatan

perjalannya.

Kedua, KPUD harus serius untuk menjaga netralitas, meningkatkan

frekuensi dan intensitas pendidikan politik. Kualitas penyelenggara pilkada benar-

benar diuji dalam langgam politik pluralis dan multikulturalis seperti ini.

Page 6: tugas MID

Ketiga, elit politik perlu memberi arahan dan penegasan terus menerus

kepada tim sukses agar siapa pun yang terpilih merupakan keinginan rakyat NTT

dan bukan keinginan satu dua orang, kelompok etnis atau agama. Kalau tidak

dilakukan, saya khawatir NTT akan terus berenang dalam kubangan persoalan di

waktu mendatang. Beberapa gejala di atas bisa diatasi jika semua elemen

masyarakat NTT sadar bahwa NTT merupakan saudara kandung. Etnis, budaya

dan agama hanyalah baju yang memperindah isi NTT itu sendiri.

Budaya politik di NTT masih amburadul. Belum termasuk politik yang murni. Perlu

adanya pembenahan yang signifikan dalam masalah ini oleh pemerintah.

B. PERSPEKTIF TEORITIK

1. Teori kritis

Teori kritis adalah produk sekelompok neo-Marxis Jerman yang tak

puas dengan keadaan teori Marxian (Bernstein, 1995: Keller, 1993: untuk

tinjauan yang lebih luas terhadap teori kritis, lihat Agger, 1998) terutama

kecenderungan nya menuju determinisme ekonomi. Terori kritis sebagian

besar terdiri dari kritik terhadap sebagian aspek kehidupan social dan

intelektual, namun tujuan utamanya adalah mengungkapkan sifat

masyarakat secara lebih akurat (Blech, 1997).

Kritik terhadap Teori Marxian. Teori kritis ini merasa sangat

terganggu oleh pemikir Marxis penganut determinisme ekonomi yang

mekanistis (Antonio, 1981: Schroyer, 1973:Sewart,1978). Beberapa orang

diantaranya (misalnya, Habermas,1971) mengkritik determinisme yang

tersirat dibagian tetentu dari pemikiran asli Marx, tetapi kritik mereka

sangat ditekankan pada neo-Marx terutama karena mereka telah

menafsirkan pemikiran Marx terlalu mekanistis. Teoritisi kritis tak

menyatakan bahwa determinis ekonomi keliru, ketika memeusatkan

perhatian pada bidang ekonomi, tetapi karena mereka seharusnya juga

memusatkan perhatian pada aspek kehidupan social yang lain.

Page 7: tugas MID

Kritik terhadap Positivisme. Terori kritis ini juga memusatkan

perhatian terhadap filsafat yang mendukung penelitian ilmiah terutama

positivism. Kritik terhadap positivisme sekurangnya sebagian berkaitan

dengan kritik terhadap determinisme ekonomi karena beberapa pemikir

deternimisme ekonomi menerima sebagian atau seluruh teori positivism

tentang pengetahuan. Positivisme menerima gagasan bahwa metode ilmiah

tunggal dapat diterapkan pada seluruh bidang studi. Penganut positivisme

yakin bahwa pengetahuan bersifat netral.

Aliran kritis menentang positivisme karena berbagai alasan yaitu:

positivisme cenderung melihat kehidupan social sebagai proses alamiah.

Singkatnya positivisme diangggap mengabaikan aktor. Kritik ini mengarah ke

pandangan bahwa positivisme berwatak konservatif, tak mampu menentang

sistem yang ada, seperti dikatakan Martin Jay tentang positivism ini,

"Akibatnya adalah mengabsolutkan 'fakta' dan reifikasi tatanan yang ada"

positivism menyebabkan berapa aktor dan ilmuwan social menjadi pasif,

meski ada kritikan terhadap positivisme masih ada beberapa orang yang

mendukung teori dan pandangan ini begitupun juga dengan Marx sendiri.

Kritik terhadap Sosiologi. Sosiologi diserang karena "keiliahannya",

yakni karena menjadikan metode ilmiah sebagai tujuan didalam dirinya

sendiri. Aliran kritis ini berpandangan bahwa sosiologi tidak serius

mengkritik masyarakat, tidak berupaya merombak struktur sosial masa kini.

Kritik terhadap Masyarakat Modern. Kebanyakan karya aliran kritis

ditujukan untuk mengkritik masyarakat modern dan berbagai jenis

komponennya. Kebanyakan teori Marxian awal secara tegas tertuju kepada

bidang ekonomi, sedangkan aliran kritis menggeser orientasinya ke tingkat

cultural mengingat kultur dianggap sebagai realitas masyarakat kapitalis

modern. Artinya tempat dominasi dalam masyarakat modern telah bergeser

dari bidang ekonmi ke bidang cultural.

Pemikiran kritis telah dibentuk tak hanya oleh teori Marxian, tetapi

juga oleh teori Weberian. Aliran kritis jelas telah mengadopsi pembedaan

Weber antara rasionalitas formal dan rasionalitas subjektif atau apa yang

oleh teoritisi radikal dipandang sebagai reasom. Menurut teoritisi kritis,

Page 8: tugas MID

rasionalitas formal tak mencerminkan perhatian mengenai cara yang paling

efektif untuk mencapai tujuan tertentu. meski kehidupan modern kelihatan

rasional, aliran kritis memandang masyarakat modern penuh dengan ketidak

rasionalan, gagasan itu diberi nama "irasionalitas dari rasionalitas formal".

Menurut pandangan Marcuse, meski tampaknya rasionalitas diwujudkan,

masyarakat ini secara keseeluruhan adalah tak rasional secara keseluruhan.

Kritik terhadap Kultur.

Teoritisi kritis melontarkan kritik pedas terhadap apa yang mereka

sebut "industry kultur", yakni struktur yang dirasionalkan dan

dibirokratisasikan. Ada dua hal yang paling dicemaskan oleh pemikir kritis

mengenai industry kutur ini, pertama, mereka mengkhawatirkan mengenai

kepalsuannya. Kedua, teoritisi kritis terganggu oleh pengaruh yang bersifat

menteramkan, menindas dan membius dri industry kultur terhadap rakyat.

Douglas Kellner(1990) dengan kesadaran sendiri menegmukakan

sebuah teori kritis tentang televise. Meski ia mengaitkan karyanya dengan

pemikiran cultural rankfurt, Kellner mengambil tradisi Marxian lain untuk

menyajikan konsepsi yang lebih utuh tentang industry televise. Ia mengkritik

aliran kritis karena "mengabaikan analisi rinci tentang ekonomi politik media

televise, mengonseptuallisasikan kultur massa sebagai sebuah instrument

ideology kapitalis semata".

Aliran kritis Marx terhadap kapitalisme membuatnya berharap pada

massa depan, tetapi banyak teoritisi kritis malah masuk pada pandangan

putus asa dan tanpa harapan. Sebagian teori kritik (seperti rumusan asli

Marx) adalah sejalan dengan analisis kritik, meskipun teori kritik juga

mempunyai sejumlah minat positif, tetapi ia lebih banyak memberi

konstribusi yang lebih kritis ketimbang kontribusi positif, dan karena alasan

ini mereka merasa bahwa teori kritik tak banyak memberi sumbangan pada

teori sosiologi.

Friedman (1981) mengatakan bahwa "teori kritis mengambil tiga hal

karya Freud yaitu : struktur psikologis untuk dipakai mengembangkan teori-

teori mereka, pemahaman psikopatologi yang membuat mereka bisa

memahami dampak negative masyarakat modern dan kegagalannya untuk

Page 9: tugas MID

mengembangkan kesadaran revolusioner dan kemungkinan liberasi fisik.

Dialetika". Focus positif utama kedua dari teori kritis adalah minat pada

dialektika (ide ini dikritik dari sudut pandang Marxisme analitik).

Kritik terhadap teori kritis

Sejumlah kritik telah diajukan kepada teori kritik pertama, teori kritik

dituduh bersifat ahistoris. Kedua, aliran teorii kritis mengabaikan ekonomi.

Ketga, teoritisi kritik cenderung beragumen bahwa kelas pekerja telah hilang

sebagaimana halnya kekuatan revolusioner, pandangan yang bertentangan

dengan analisi Marxian tradisional. Kritik-kritik tersebut membuat tokoh

Marxis tradisional terkemuka seperti Bottomore berkesimpulan: " aliran

Frankfurt, dalam bentuk orisinilnya, dan aliran Marxisme atau sosiologi, telah

mati" (1984"76), sentiment yang sama diekspresikan oleh Greisman, yang

menyebut teori kritik adalah sebagai "paradigm yang gagal" (1986:273) . jika

ia menjadikan aliran yang berbeda, itu disebabkan banyak dari ide-ide

dasarnya sampai pada Marxisme, sosiologi neo-Marxian, dan bahkan

sosiologi arus utama. Jadi seperti dikatakan Bottomore dalam kasus

Hbermas, aliran kritis telah mengalami penyesuaian dengan Marxisme dan

sosiologi, dan pada saat yang berbeda ide penting aliran Frankfurt dipelihara

dan dikembangkan. (1984:76).

2. Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang

bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang

dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang

baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan

dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang

mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum

seperti:

Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada,

Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri

pengetahuan mereka, Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh

Page 10: tugas MID

pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran

terdahulu dengan pembelajaran terbaru,

Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina

pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi

baru dengan pemahamannya yang sudah ada, Ketidakseimbangan

merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama, Faktor ini berlaku

apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau

sesuai dengan pengetahuan ilmiah, Bahan pengajaran yang disediakan perlu

mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat

pelajar.

Para ahli konstruktivisme memandang bahwa belajar sebagai hasil

dari konstruksi mental. Para siswa belajar dengan mencocokkan informasi

baru yang mereka peroleh bersama-sama dengan apa yang telah mereka

ketahui. Siswa akan dapat belajar dengan baik jika mereka mampu

mengaktifkan konstruk pemahaman mereka sendiri.

Menurut para ahli konstruktivisme, belajara juga dipengaruhi oleh

konteks, keyakinan , dan sikap siswa. Dalam proses pembelajaran para siswa

didorong untuk menggali dan menemukan pemecahan masalah mereka

sendiri serta mencoba untuk merumuskan gagasan-gagasan dan hipotesis.

Mereka diberikan peluang dan kesempatan yang luas untuk membangun

pengetahauan awal mereka.

Dalam perkembangannya terdapat pemikiran dalam teori

konstruktivisme ini, namun semua berdasarkan pada asumsi dasar yang

sama tentang belajar. Dan teori konstruktivisme yang utama dikenal dengan

istilah konstruktivisme sosial (Social Constructivism) dan konstruktivisme

kognitif (Cognitive Constructivism).

C. ANALISIS

Karena NTT merupakan provisni yang terdiri dari berbagai suku dari

berbagai pulau maka banyak sekali terdapat kebiasaan atau budaya sosial dan

politik yang berbeda-beda sehingga belum adanya kesempurnaan dalam bidang

Page 11: tugas MID

sosial, budaya maupun politik. Teori Kritis dan Teori Kontruksitisvisme

menjelaskan tentang menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong

kebebasan, keadilan dan persamaan serta tindakan menciptakan sesuatu makna

dari apa yang dipelajari. Maksudnya bahwa setiap tindakan yang ada pada

masyarakat baik itu yang berhubungan dengan sosial, budaya maupun politik

adalah apa yang berhubungan dengan kesamaan maupun apa yang dipelajari atau

pengetahuan tentang lingkungan dimana dia berada. Garis besarnya bahwa segala

tindakan atau apa yang dilakukan oleh manusia selalu bergantung pada kebiasaan

yang ada pada lingkungannya dan selalu berdasarkan SARA atau asal dari individu

itu sendiri. Sehingga dalam mengambil tindakan yang berhubungan dengan sosial,

budaya dan politik, seorang individu selalu menggunakan kebiasaan

lingkungannya sebagai acuan dasar dari setiap tindakan yang dilakukannnya.

Hal ini terlihat dari contoh diatas dimana penduuduk NTT sebagian besar

selalu mengambil keputusan atau tindakan berdasarkan apa yang dipelajarinya

dilingkungan dimana dia berada dan kesamaan dia dengan orang lain. Ini menjadi

PR besar bagi pemerintah dan kita sebagai masyarakat awam. Dimana demi

terciptanya masyarakat NTT yang berkualitas dalam bidang sosial, budaya

maupun politik kita harus belajar menghilangkan segala faktor yang mengikat

untuk mencapai SDM yang berkualitas baik itu dalam pola pikir dan lainnya.

Teori sosial kritis berpandangan bahwa dominasi bersifat struktural. Yakni,

kehidupan masyarakat sehari-hari dipengaruhi oleh institusi sosial yang besar

seperti politik, ekonomi, budaya, wacana, jender, dan ras. Teori sosial kritis

mengungkap struktur ini untuk membantu masyarakat dalam memahami akar

global dan penindasan yang mereka alami. Singkatnya, tujuan Teori Kritis

sesungguhnya diarahkan pada upaya menghilangkan berbagai bentuk dominasi

atas kehidupan manusia salama segala bentuk dan manifestasi dan mendorong

terjadi kebebasan, terwujudnya kehidupan yang berkeadilan dan lahir sikap

melihat sesama sebagai pribadi yang berada pada tingkatan yang sama, adanya

spirit emansipasi persamaan derajat dan hak. Teori ini menggunakan metode

reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau

Page 12: tugas MID

institusi sosial, politik, ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif atau

terindikasi menafikkan upaya pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.

Dari penjelasan teori sosial kritis diatas kita dapat melihat bahwa provinsi

NTT terdiri dari beragam suku yang tersebar di berbagai pulau dan kondisi politik

NTT masih sangat jauh dari harapan dimana para elit politik masih mendominasi

hak masyarakat untuk memilih dengan memberikan uang maka masyarakat akan

memilih sang elit politik, tindakan ini disebut budaya politik parokial, rakyat tidak

punya alternatif untuk memilih di luar hal-hal yang bersifat pragmatis. Tidak ada

kesadaran otonom untuk menentukan, mana kandidat yang berbobot, mana yang

berbohong. Dalam pilkada NTT hal yang terjadi adalah, individu manusia dalam

masyarakat, diperlakukan hanya sebagai mesin pemasok suara untuk pemenangan

dan kemenangan bagi para kandidat calon gubernur. Sebaliknya juga, masyarakat

pemilih memposisikan diri sebagai pendukung, tanpa mempertimbangkan secara

mendalam alasan untuk memberikan dukungan. Rakyat pemilih hanya

diperlakukan sebagai angka statistik untuk memprediksi kekuatan masing-masing

kubu.

D. KESIMPULAN

Masyarakat NTT harus banyak berbenah dalam aspek sosial, budaya dan

politik sehingga perkembangan penduduk dalam ketiga aspek tersebut tidak hanya

sekedar menjadi hal yang tabuh melainkan menjadi hal yang mampu

direalisasikan. Yaitu dengan cara meningkatkan SDM, dan memaksimalkan

sosialisasi pengetahuan tentang arti sebenarnya dari sosial, budaya dan politik di

NTT sehingga kondisi ketiga aspek tersebut dapat berkembang dan penduduk

yang ada di NTT tidak terus terjebak pada ketidak pahaman terhadap ketiga hal

tersebut. Dengan adanya pengertian yang seutuhnya tentang ketiga hal tersebut

maka tidak diragukan bahwa masyarakat yang ada di NTT merupakan penduduk

yang cerdas dalam merespon berbagai aspek pendukung aspek kehidupan yang

ada disekitar mereka.

Page 13: tugas MID

DAFTAR PUSTAKA

http://www.victorynews-media.com/opini/04/04/2013/simpul-krusial-pilgub-putaran-kedua/

http://kabarsore.com/pendidikan/18738-teori-kritis-dalam-kehidupan-soaial.html

http://infonusatenggaratimur.blogspot.com/2011/02/nusa-tenggara-timur-ntt.html