Topik 4 Oral Cancer

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II PREKANKER ORAL , KANKER ORAL , DAN TUMOR JINAK 1. Prekanker Oral 1.1. Leukoplakia dan Erythroplakia 1.1.1. Klasifikasi dan diagnosis Klasifikasi histomorfologi dari oral leukoplakia adalah pencetus dari keganasan kanker. Klasifikasi meliputi penemuan histologi dan keterangan klinis, lokasi, dan ukuran dari lesi. Lokasi dari lesi berhubungan dengan tingkat keganasan kanker dan klasifikasi yang beragam. Deteksi awal dari lesi displastik dan malignan berkelanjutan. Ekseminasi oral termasuk jaringan vital menggunakan toluidine biru dan spesimen biopsi dari sitologi oral menggunakan komputer. Toluidine biru dapat digunakan sebagai tuntunan untuk lesi malignan, dan memfasilitasi biopsi. Retensi positf dari toluidine biru ( sebagai partikular area dari leukoplakia, erythroplakia, dan pola perifer sebuah ulser ) mengindikasikan kebutuhan untuk biopsi. Studi menunjukkan bahwa sel epitel eksfoliatif mempunyai perubahan genetik yang sama dengan displasia dan kanker berdasarkan spesimen biopsi. 1.1.1. Gambaran klinis Leukoplakia adalah lesi putih yang terdapat pada mukosa oral, tidak dapat dipindahkan dengan rubbing, dan tidak dapat diklasifikasikan sebagai ,lesi lain mengikuti eksaminasi histopatologi. Leukoplakia sapat menyerang area dari mukosa oral dan kebanyakan menunjukkan keratosis benign. Leukoplakia disebabkan oleh trauma dan penggunaan tobacco. Respon-dosis mempunyai keterkaitan antara leukoplakia dan frekuensi dan durasi dari penggunaan tobacco. Displasia mempunyai frekuensi tinggi dalam leukoplakia yang menyerang lidah, bibir, dan dasar mulut. Dan frekuensi yang jarang pada palatum dan regio retromolar. Proliferasi Verucca Leukoplakia ( PVL ) adalah bentuk veruca unik dari leukoplakia oral yang berasosiasi dengan resiko tinggi dari progresi squamous sel karsinoma. Lesi banyak ditemukan pada pria. PVL berasosiasi dengan human papilomavirus ( HPV ) tipe 16. Lesi erythroplakia mungkin malignan atau displastik dalam 80% spesimen biopsi jaringan. Penggunaan dari tobacco yang tidak berasap meningkat dan berasosiasi dengan oral leukoplakia. Presentasi dari leukoplakia meningkat tergantung pada

pemakaian tabacco yang tidak berasap, lama dan pemakaiannya. Leukoplakia jarang menyerang individu yang tidak mengkonsumsi tobacco yang tidak berasap.Candida sering berasosiasi dengan leukoplakia, dan prevalensi tertinngi ditemukan dalam erythroplakia.

1.2. Lichen Planus Lichen Planus adalah penyakit imunologi mukokutan yang sering menyerang pada orang dewasa, terlebih pada wanita. Laporan lain menyakan prevalensi transformasi malignan dari lichen planus karena detail dan bentuk dari diagnosis dalam literatur dan epidemiologi yang mayoritas dari kasus SCC berelasi dengan transformasi dari lichen planus, bila estamasi nya benar. 1.3. Sifilis dan Fibrosis Submukosa Hubungan antara sifilis dan kanker oral sedang didiskusikan. Lesi oral dari sifilis mungkin diperlukan untuk membedakan dari lesi malignan oral. Fibrosis submukosa adalah penyakit dari mukosa oral, ditandai dengan atrofi epitelial dari fibrosis dari submukosa. Fibrosis mukosa sering menyerang penduduk India timur. Walaupun etiologi tidak diketahui, konsumsi yang pedaspedas dapat menjadi suspek untuk menjadi penyebab. Squamous sel karsinoma telah ditemukan pada 1/3 dari pasien dengan fibrosis submukosa 1.4. Oral Hairy Leukoplakia Oral hairy Leukoplakia menunjukkan pola pada pinggiran lateral dari lidah. Ini dapat menyerang pasien dengan imunokompresi kronik dan berasosiasi dengan virus Epstein-Barr . Sering ditemukan pada pasien dengan infeksi virus 1

imunodefisiensi ( HIV ), telah dilaporkan setelah pasien menmtransplantasikan organ dan tulang. Saat Candida berasosiasi dengan lesi, berkolonisasi secara sekunder. Evidens dari potensi premalignan, keratin yang abnormal, dan displasia tidak terlihat pada hairy leukoplakia. 1.3. Managemen Leukoplakia Dalam mengatasi leukoplakia, faktor resiko harus dieliminasi bila semua memungkinkan. Terapi dibutuhkan saat displasia telihat dalam spesimen biopsi. Perawatan dapat termasuk eksisi dan terapi topikal. Laser eksisi menggunakan laser karbondioksida dan laser neodymium:yttrium-alumunium-garnet ( Nd:YAG ) telah terbukti efektif. Aplikasi topikal dari asam vitamin A mungkin menerima remisi dalam kasus mild dysplasia. Retinoid sistemik mempunyai antiproliferasi dan efek yang berbeda dalam sel epitelial squamous. Bleomycin diaplikasikan dalam topikal solusi dari dimethyl sulfida dan menunjukkan reduksi dan eliminasi pada lesi oral dan penggunaan jangka pendek hinnga panjang.

tahun. The agerelated incidence member kesan bahwa factor waktu menghasilkan inisiasi dan promosi genetic yang menghasilkan perubahan keganasan. Oral cancer mayor meliputi lidah, orofaring, dan dasar mulut. Bibir, gusi, dorsal lidah, dan palatum adalah sisi yang jarang. Squamosa sel karsinoma primer tulang jarang terjadi; bagaimanapun, tumor dapat berkembang dari epithelial rest dan dari epithelial lesi odontogenic, termasuk kista dan ameloblastoma. Seseorang yang memiliki kanker sebelumnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk perkembangan kanker orofaringeal sekunder. Orang Africa dan Amerika di United States memiliki risiko tinggi terhadap perkembangan orofaringeal cancer daripada ras Kaukasoid. Peningkatan risiko muncul karena factor lingkungan; genetic factor belum ditentukan. 2.2. Etiologi dan Faktor Resiko Insiden oral cancer jelas merupakan agerelated, yang merupakan refleksi penurunan pertahanan imun dengan umur, waktu untuk akumulasi dari perubahan genetic, dan durasi dari paparan pada inisiator dan promoter (termasuk iritan fisik dan kimia, virus, efek hormone, penuaan sel, dan penurunan pertahanan imun). Pada pasien imunosupressi setelah transplantasi organ dan tulang menunjukkan imunosupressi meningkatkan risiko perkembangan dari skuamosa sel karsinoma. Tobacco dan alcohol diketahui memiliki factor risiko untuk kanker oral dan orofaringeal. Tobacco mengandung karsinogen kuat, termasuk nitrosamine (nikotin), hidrokarbon aromatic polisiklik, nitrosadiktanolamin, nitrosoproline, dan polonium. Nikotin merupakan obat yang kuat dan addiktif. Rokok mengandung carbon monoksida, thiosianat, dan hidrogen sianida. Studi epidemiologi menunjukkan orang dengan kanker oral, sebagian besar merupakan perokok. Lanjutan dari risiko kanker primer ,risiko lanjut dari primary oral cancer dihubungkan dengan melanjutkan kebiasaan merokok setelah perawatan. Banyak penelitian difokuskan pada penggunaan rokok; bagaimanapun, bentuk lain dari penggunaan tobacco dihubungkan dengan oral cencer. Hyperkeratosis benigna dan epithelial dysplasia didokumentasikan setelah penggunaan jangka pendek,, dan penggunaan kronis berhubungan dengan peningkatan insiden lesi maligna. Semua bentuk alcohol, seperti liquor, wine, dan beer, terlibat dalam etiologi oral cancer. Dalam beberapa penelitian, beer dan wine dapat 2

2. Kanker Oral 2.1 Epidemiologi Di seluruh dunia, oral carcinoma termasuk kanker yang paling popular dan satu dari 10 yang paling sering menyebabkan kematian. Lebih dari 1 juta pemeriksaan kanker baru setiap tahun di United State, kanker kavitas oral dan orofaring memiliki nilai kira-kira 3 %. Jika kanker oral dan kanker nasofaring, faring, laring, sinus dan kelenjar saliva dikombinasi, bagian ini memperlihatkan lebih dari 5% dari total kanker tubuh. Pada pria, oral cancer menunjukkan 4% dari total kanker tubuh; pada wanita 2% dari seluruh kanker adalah oral. Oral cancer memiliki nilai 2% dari kanker mematikan pada pria dan 1% dari cancer mematikan pada wanita. Oral cancer mayor adalah kanker squamosa sel. Penyakit maligna lainnya yang dapat terjadi pada kepala dan leher termasuk tumor kelenjar saliva, kelenjar tiroid, nodus limfatik, tulang dan jaringan lunak. Bagaimanapun, kanker-kanker ini lebih jarang, dan chapter ini akan focus pada skuamosa sel kanker. Kanker oral merupakan sebuah penyakit yang berhubungan dengan peningkatan usia ; ratarata 95% kasus terjadi pada orang-orang tua lebih dari 40 tahun, dengan usia rata-rata 60

menyebabkan risiko yang lebih besar dibandingkan dengan liquor. Efek kombinasi dari tobacco dan alcohol menghasilkan efek sinergis dalam perkembangan oral cancer. Mekanisme aksi oleh alcohol dan tobaccosecara sinergis mungkin termasuk efek dehidrasi dari alcohol pada mukosa, meningkatkan permeabelitas mukosa, dan efek karsinogen terkandung dalam alcohol dan tobacco. Disfungsi liver dan status nutrisi juga dapat berperan. Faktor-faktor yang tidak terbukti berperan dalam oral cancer yang tercatat termasuk penggunaan denture, iritasi denture, gigi dan restorasi irregular, dan kebiasaan cheek-biting kronis. Bagaimanapun, hal ini mungkin karena trauma kronis,ditambah dengan karsinogen lain, dapat mendukung transformasi epithelial sel, pada kanker bibir, paparan sinar matahari,,dan kecenderungan kulit terbakar, pipe smoke, dan alcohol diidentifikasi sebagai factor risiko. Penurunan insiden kanker bibir dapat menggambarkan kepedulian yang besar dari masyarakat terhadap pengrusakan potensial dari efek sinar matahari. Alcohol tinggi terkandung dalam mouthwash diimpilikasikan dalam oral cancer. Bagaimanapun, disarankan para perokok menggunakan mouthwash lebih sering. 2.3. Patogenesis Oral squamous cell cancer dihasilkan dari proses multistage dari normal ke displastik lesi dan akhirnya menjadi oral squamous cell cancer (SCC). Lesi premalignan atau prekanker diartikan oleh WHO sebagai sebuah kelainan morfologi jaringan dimana kanker lebih suka terjadi dan termasuk oral leukoplakia, oral erythroplakia, dan oral lichen planus. Leukoplakia adalah patch putih pada mukosa oral yang tidak dapat ditandai secara klinis atau patologik seperti pada diagnosis lain. Lesi dapat diartikan melaui kemungkinan penyebabnya, seperti trauma atau tobaccoassociated leukoplakia. Lesi displastik dikategorikan mild, moderate, dan severe, didasarkan pada criteria histomorfologinya. Mild dysplasia mempunyai sel sel displastik dan severe dysplasia meliputi peningkatan perubahan dalam morfologi selular dan peningkatan ketebalan epithelium. Carcinoma in situ adalah lesi pada sel abnormal meliputi seluruh epithelium sampai invasi melewati membrane basalis, dan carcinoma didiagnosis pada saat terjadi gangguan membrane basalis dan invasi kedalam jaringan ikat.

Kehadiran dan tingkat keparahan dari dysplasia diperkirakan dapat memberikan dampak risiko keganasan pada lesi premaligna. Leukoplakia mayor (epithelial dysplasia, mild dysplasia) tidak memiliki progress menjadi ganas. Kolonisasi Candida dihubungkan dengan peningkatan risiko progresi. 2.4. Imaging (Radiograph) Imaging, termasuk radiologi rutin, computed tomography (CT), scintiscanning nuklir, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan USG, dapat membuktikan keterlibatan tulang dan dapat menunjukkan sejauh mana terjadi lesi pada jaringan lunak Keterlibatan tulang penting dalam memilih terapi, dan menentukan prognosis. Penentuan keterlibatan tulang didasarkan pada imaging dan temuan klinis serta temuan histologis. Imaging untuk menentukan keterlibatan tulang dapat dilakukan dengan radiologi rutin, CT, dan bone scanning. Scintiscanning nuklir dapat memberikan bukti keterlibatan tulang oleh tumor dan nekrosis tulang berdasarkan terapi radiasi. MRI adalah nilai terbatas dalam menentukan keterlibatan tulang tetapi mungkin menunjukkan distorsi tulang trabekula. Keterlibatan jaringan lunak antrum dan nasofaring dapat dinilai dengan CT dan MRI. Radiography panoramic pasien dengan karsinoma antral memperlihatkan lesi dalam sejumlah besar kasus tersebut. MRI dengan cepat menggantikan CT sebagai teknik imaging pilihan untuk kepala dan MRI leher. Setiap gambar harus disertai gambar T1weighted, yang menunjukkan anatomi yang normal dengan detail dan definisi jaringan lunak, dan T2-weighted, yang menunjukkan tumor yang dibandingkan berdekatan dengan otot dan jaringan lunak lainnya. MRI akan memungkinkan perbedaan yang lebih akurat antara tumor dan penyakit radang jinak daripada CT, dan dapat berguna dalam menilai sinus. Gerakan distorsi dapat membatasi imaging, terutama di jaringan yang bergerak, tetapi perkembangan MRI yang terus-menerus menghasilkan kurangnya waktu untuk pencitraan. CT dan MRI membantu menentukan status kelenjar getah bening pada leher. Tebukti bahwa imaging meningkatkan temuan-temuan pada pemeriksaan klinis ketika kelenjar getah bening positif. Sebagian kecil USG dapat menilai imaging massa kelenjar ludah dan untuk menilai kelenjar getah bening, 3

namun pembedaan antara nodus jinak dan ganas mungkin tidak dapat dilakukan. Panduan USG teknik biopsi jarum mungkin berguna dalam menilai massa kepala dan leher, termasuk kelenjar getah bening. 2.5. Histopatalogi Pemeriksaan mikroskopis diperlukan untuk diagnosis. Displasia atau atypia menggambarkan berbagai kelainan seluler yang meliputi perubahan dalam ukuran dan morfologi sel, peningkatan angka mitosis, hyperchromatism, dan perubahan dalam orientasi seluler normal dan pematangan. Gambaran ringan, sedang, dan berat displasia epitel merujuk pada keparahan kelainan yang beragam. Bila kelainan tidak melibatkan seluruh ketebalan epitel, diagnosisnya adalah karsinoma di membran dasar. Ketika membran basal dilanggar dan terjadi invasi jaringanpenghubung, diagnosanya adalah karsinoma. Tumor dapat berhubungan dengan infiltrasi mixed-inflamasi. Inflamasi dan lesi reaktif sulit untuk dibedakan dari displasia, dan pengalaman para ahli patologi penting untuk kebutuhan penilaian ulang klinis dan penyelidikan ulang. Pengenalan invasi tumor dapat dibantu oleh studi tentang jenis kolagen IV (basement membran kolagen) oleh immunocytochemistry. Invasi limfatik, pembuluh darah, dan ruang perineural sangat penting, tetapi sulit ditentukan. Saat ini, diagnosis didasarkan pada perubahan histomorphologic. Perubahan-perubahan ini muncul berikut perubahan molekul. 2.6. Treatment of Oral Cancer Prinsip tujuan pengobatan adalah untuk mengobati pasien kanker. Pilihan perawatan tergantung pada banyak faktor seperti tipe sel dan tingkat diferensiasi; lokasi dan ukuran, lokasi dari lesi primer; kelenjar getah bening, keberadaan tulang, kemampuan untuk mencapai margin operasi yang memadai; kemampuan untuk menelan, menjaga fungsi fisik dan status mental pasien; penilaian menyeluruh potensi masing-masing terapi komplikasi; pengalaman ahli bedah dan radiotherapist dan preferensi pribadi dan kerjasama dari pasien. Jika lesi tidak sembuh oleh terapi awal, pilihan untuk perawatan mungkin terbatas, dan kemungkinan sembuh juga berkurang. Pembedahan atau radiasi yang digunakan dengan maksud kuratif dalam

pengobatan kanker mulut. Kemoterapi adalah sebuah tambahan bagi prinsip modalitas terapi radiasi dan pembedahan. Baik pembedahan atau radiasi dapat digunakan untuk banyak lesi T1 dan T2, namun kombinasi operasi dan radiasi biasanya digunakan untuk penyakit lanjut. Untuk penyakit lanjut, kemoterapi digunakan dalam kombinasi dengan salah satu atau kedua dari modalitas pengobatan primer. 2.6.1. Bedah Pembedahan mungkin pengobatan primer atau dapat menjadi bagian dari pengobatan yang dikombinasikan dengan terapi radiasi. Pembedahan diindikasikan sebagai berikut: 1. Untuk tumor tulang 2. Untuk tumor yang jika dilakukan pembedahan berefek samping minimal dibanding jika dilakukan radiasi 3. Untuk tumor yang tidak peka terhadap radiasi 4. Untuk tumor yang sebelum nya telah menerima dosis maksimum radioterapi Pembedahan juga dapat digunakan dalam kasus-kasus paliatif untuk mengurangi sebagian besar tumor dan untuk melakukan drainase dari rongga yang terblokir (misalnya, antrum). Pembedahan mungkin gagal karena eksisi yang tidak lengkap, tidak memadainya margin reseksi, tumor berkembang dalam luka, hematogenous limfatik menyebar, invasi saraf, atau penyebaran perineural. Diperlukan margin bedah yang memungkinkan, tetapi mungkin tidak dapat dicapai karena ukuran dan lokasi tumor. Pengelolaan bedah klinis nodus servik positif adalah pengobatan pilihan. Pembedahan diperlukan bila tulang yang terlibat, dan radioterapi saja dianggap tidak memadai untuk pengobatan. Dalam beberapa kasus dengan sedikit keterlibatan tulang alveolar crest, sebagian mandibulectomy memungkinkan kontinuitas mandibula dipertahankan. Namun, dalam beberapa kasus, reseksi di mandibulectomy dan kesinambungan dengan nodus yang terlibat diperlukan. Diseksi leher radikal dapat dilakukan sebagai bagian dari blok reseksi tumor dengan metastasis kelenjar getah bening dan dapat dikombinasikan dengan terapi radiasi ketika tumor primer diobati dengan radioterapi. Diseksi leher dapat digunakan untuk pengobatan kanker yang kambuh pada leher. Bedah eksisi dari lesi displastik dan ganas dapat dicapai dengan terapi laser. Terapi laser untuk lesi ini dapat 4

ditangani dengan baik dan biasanya mengurangi masa rawat inap namun memiliki kelemahan yang membatasi penilaian margin untuk konfirmasi histopatologi. 2.6.2. Terapi Radiasi Terapi radiasi dapat diberikan untuk penyembuhan, sebagai bagian dari operasi campuran radiasi dan atau kemoterapi. Radioterapi radikal dimaksudkan untuk penyembuhan. Dosis totalnya tinggi, tentu saja radiasi akan berkepanjangan, dan efek radiasi awal dan akhirnya umum. Dalam perawatan paliatif, radiasi dapat memberikan gejala-gejala rasa sakit, perdarahan, ulserasi, dan obstruksi oropharyngeal. Radiasi membunuh sel oleh interaksi dengan molekul air dalam sel, menghasilkan molekul bermuatan yang berinteraksi dengan proses-proses biokimia dalam sel. DNA akan terganggu, dan terjadi kerusakan kromosom. Sel yang terkena mungkin mati atau tetap tidak mampu berdivisi. Karena potensi perbaikan sel dalam jaringan normal lebih besar daripada dalam sel-sel ganas dan kerentanan yang lebih besar kepada radiasi disebabkan oleh pertumbuhan yang lebih tinggi fraksi sel-sel kanker, efek diferensial tercapai. Untuk menghasilkan efek terapeutik yang sempurna, terapi radiasi diberikan dalam beberapa hari sesuai dosis. Sel tumor sentral hipoksia relatif kurang rentan terhadap radioterapi, tetapi mungkin menjadi lebih baik dengan oksigen sebagai sel-sel perifer yang dipengaruhi oleh radiasi dan karena itu lebih rentan terhadap pecahan radiation. Efek biologis radiasi bergantung pada dosis per fraksi, jumlah pecahan per hari, total waktu perawatan, dan dosis total radiasi. Metode untuk mewakili faktor-faktor dosis, ukuran fraksi, dan waktu radiasi dengan perhitungan satu kali dengan menggunakan dosis fraksi (TDF) dan secara nominal adalah dosis standar (NSD). Ketika membandingkan studi tentang efek radiasi dan saat menjelaskan hasil studi tentang pasien kanker diobati dengan radioterapi, dilaporkan total dosis tidak memadai karena pentingnya ukuran fraksi dan waktu terapi. Penggunaan TDF atau NSD akan memfasilitasi pemahaman tentang efek biologis. Akhir komplikasi dari radioterapi disebabkan oleh efek pada pembuluh darah, jaringan, dan perlahan-lahan berkembang biak ke jaringan parenkim. Peningkatan ukuran fraksi atau pengurangan jumlah fraksi dengan dosis total yang sama hasil akhir peningkatan komplikasi, termasuk

jaringan fibrosis dan jaringan lunak dan tulang necrosis. Hal ini juga diketahui bahwa ada hubungan antara dosis radiasi dan kelangsungan hidup populasi sel. Kelangsungan hidup sel dipengaruhi oleh sublethal perbaikan kerusakan, oksigenasi sel, total dosis, ukuran fraksi, dan jenis radiasi yang digunakan. Standar tunggal-fraksi menyampaikan protokol iradiasi 1,8-2 Gy untuk jaringan, tanpa komplikasi yang signifikan. SSCs biasanya radiosensitive, dan lesi awal mudah disembuhkan. Secara umum, semakin tumor berdiferensiasi, semakin cepat akan responnya terhadap radioterapi. Exophytic dan tumor well-oxigenated lebih radiosensitive sedangkan tumor invasif besar dengan pertumbuhan kecil kurang responsif. SSC yang terbatas pada mukosa dapat disembuhkan dengan radioterapi, namun, tumor yang menyebar ke tulang kemungkinan penyembuhan dengan radiasi sedikit. Serviks kecil metastasis dapat dikendalikan hanya dengan terapi radiasi meskipun nodus serviks ditangani lebih baik dengan terapi kombinasi Radiasi dapat diberikan pada lesi lokal dengan menggunakan teknik implan (brachytherapy) atau ke daerah kepala dan leher dengan menggunakan radiasi sinar eksternal. Terapi sinar eksternal dapat disediakan sedemikian rupa untuk melindungi jaringan yang bersebelahan yang tidak terlibat.tiga dimensi conformal terapi radiasi juga meningkatkan nonmalignant dari jaringan. Tumor primer dari sepertiga posterior lidah, oropharynx, dan pilar adalah tonsillar baik diobati dengan sinar eksternal radioterapi, dan pembedahan untuk pengobatan tumor dengan keterlibatan nodus. Bidang radiasi yang lebih besar mengakibatkan peningkatan pasien komplikasi. Bidang yang lebih kecil dapat digunakan untuk meningkatkan dosis untuk bagian tengah kontrol tumor sejak perifer sel well-oxigenated dapat dibuat pada dosis yang lebih rendah daripada yang digunakan untuk sedikit massa tumor well-oxigenated. Sumber Radiasi Untuk perawatan tumor, radiasi dengan penetrasi yang rendah dapat digunakan. radiasi rendah-kilovolt (50-300 kV) dapat digunakan dalam perawatan lesi kulit dan bibir. Berkas elektron terapi radiasi menyediakan dangkal dan telah digantikan kilovolt rendah mesin sinar X karena memproduksi elektron penumpukan dosis yang cepat dan tajam falloff dosis, dengan demikian, kedalaman penetrasi 5

dapat relatif dikendalikan. Elektron mungkin berguna dalam memberikan radiasi lesi kulit, parotid tumor, dan kelenjar getah bening leher rahim. jika lebih dalam tumor dapat diobati dengan heavyparticle iradiasi, seperti berkas neutron radiasi. Radiasi Megavoltage menggunakan kobalt 60 atau penggunaan akselerator linear dari 4 MeV dilaporkan kulit dan tulang. Akselerator linear variabel memberikan penetrasi karena kemampuannya untuk mengubah energi dari foton Rencana perawatan Rencana pengobatan radiasi ditentukan oleh lokasi tumor, ukuran tumor, total volume yang akan memancarkan, jumlah perawatan pecahan, jumlah hari pengobatan, dan toleransi pasien. Perencanaan pengobatan terapi radiasi meliputi perencanaan untuk membebaskan dari jaringan atau organ yang tidak terlibat. Dosis ke bagian mata atau saraf tulang belakang, kelenjar liur, tulang alveolar, dan jaringan lunak dapat dibatasi melalui seleksi dari sumber radiasi, set-up lapangan, dan melindungi dan dengan menggerakkan jaringan tidak terlibat keluar dari daerah yang akan dirawat. Untuk pengulangan dosis radiasi yang akan diterapkan ke tempat perawatan, pasien dan area yang dirawat tidak boleh bergerak. Kepala tidak digerakkan dengan menggunakan teknik dan alat, termasuk pemegang kepala; perban; laser posisi. Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan dengan alat-alat oral untuk memposisikan mandibula, sehingga rahang atas atau rahang bawah bisa dipindahkan ke dalam atau keluar dari area radiasi. alat-alat oral digunakan dengan cara memasukkan depressor lidah untuk memposisikan lidah ke dalam atau keluar dari area pengobatan. Perangkat ini dapat dibuat dengan menggunakan tabung akrilik yang dikelilingi lilin. Tabung berfungsi sebagai pegangan dan dapat memfasilitasi respirasi. Perangkat dapat dibiarkan sebagai lilin atau dapat diproses menjadi akrilik. Rencana perawatan memerlukan lokasi dari tumor dan perencanaan radiasi. Batas tumor dapat ditandai dengan adanya gambaran radiopaque gold seeds atau lead wire. Kontur area radiasi dapat diperkirakan melalui pemodelan komputer, dan dapat dirubah sesuai kebutuhan. Bagi sebagian besar epitel ganas, radiasi umumnya diberikan dalam 1,8-2 Gy per fraksi selama 5 minggu untuk dosis total 6.000 sampai 6.500 cGy. Hyperfractionation protokol

bervariasi, tapi 100-150 cGy diberikan dua kali sehari. Terapi dapat dipercepat untuk menghasilkan dosis total 5.000 cGy dalam 3 minggu. Limfoma di kepala dan leher biasanya dirawat dengan dosis total 3.500 hingga 5.000 cGy diberikan di 180-200 cGy per hari. Brachytheraphy Brachytherapy adalah jenis terapi radiasi yang kadang-kadang digunakan untuk mengobati kanker mulut. Semua jenis terapi radiasi menggunakan energi tinggi sinar-X atau partikel untuk menghancurkan sel kanker. Secara tradisional, radiasi berasal dari mesin di luar tubuh yang memfokuskan berkas radiasi pada sel-sel kanker. Tapi dalam brachytherapy, itu berasal dari implan ditempatkan di dalam tubuh. Nama lain untuk brachytherapy adalah radiasi internal. Implan interstitial dan intracavitary digunakan untuk mengobati kanker awal pada kepala dan leher. Brachytherapy mungkin suatu pengobatan utama untuk melokalisir tumor pada 2/3 anterior kavitas oral, untuk mendorong dosis radiasi ke tempat spesifik, atau untuk mengobati rekurensinya. Frekuensi dari jaringan nekrosis berhubungan denga volume pengobatan dan kedekatan implan dengan tulang. Deflektor jaringan dibuat untuk membelokan lidah sehingga implan yang dirancang untuk mengobati kanker lidah tidak mengekspose tulang alveolar di sekitarnya. Perlengkapan ini dapat dibuat menggunakan lapisan ganda alat pelindung mulut fleksibel atau menggunakan akrilik heat-cured. Perkembangan kedepan dari radioterapi termasuk investigasi dari sumber radiasi, friksi radiasi, radiosenitizer, radioprotektor, dan kombinasi terapi. Kemajuan dari radioterapi yang sekarang sedang di pelajari termasuk penggunaan partikel beban berat (seperti neutron), yang dapat menghasilkan distribusi yang lebih fokus ke kerusakan sel. Hyperfractionation (penggunaan lebih dari satu fraksi radiasi pada tiap terapi) dapat meningkatkan kontrol tumor dan dapat meningkatkan keparahan oral mucositis. Chemotherapy Kemoterapi adalah terapi obat yang dapat menghentikan sel-sel ini berkembang biak. Namun, hal itu juga dapat membahayakan selsel sehat, yang menyebabkan efek samping. Kemoterapi sudah dipertimbangkan untuk mengobati individu dengan tumor tingkat lanjut atau penyakit rekuren dimana pembedahan atau radiasi tidak memberikan hasil. Kemoterapi 6

dapat digunakan sebagai terapi awal sebelum terapi lokal, bersamaan dengan chemoradiotherapy, dan kemoterapi adjuvant setelah pengobatan lokal. Tujuan dari kemoterapi adalah untuk mengurangi tumor inisial dan untuk pengobatan awal mikrometastase. Efek toksik potensial kemoterapi adalah mukositis, nausea, muntah, dan penekanan bone marrow. Agen utama yang telah di pelajari atau kombinasi adalah metrotexate, bleoymicin, taxol dan derivatnya, cisplatin, dan derivat platinum dan 5fluorouracil. Kemoterapi untuk kepala dan leher dihasilkan pada pengurangan sementara dari ukuran tumor. Respon tumor awal pada kemoterapi sebelum radioterapi dapat diperkirakan tuor tidak akan beresponsif pada pemakaian di luar. Combined Radiation and Surgery Keuntungan radioterapi adalah kemampuannya untuk membasmi sel tumor teroksigenasi pada perifer tumor dan untuk mengatur penyakit subklinikal regional. Pembedahan dapat lebih dengan mudah mengatur massa tumor yang resisten terhadap radiasi yang melibatkan tulang. Kombinasi terapi dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada kasus tumor tingkat lanjut dan tumor yang agresif. Radiasi dapat digunakan sebelum atau setelah operasi. Keuntungan radiasi preoperatif adalah penghanncuran sel tumor perifer, kontrol potensial dari penyakit subklinik, dan kemungkinan mengubah lesi yang tidak dapat dioperasi menjadi dapat di operasi. Ketidak untungannya termasuk sulitnya menentukan tingkat tumor, pembedahan yang tertunda, dan penyembuhan setelah operasi yang tertunda. Pembedahan sebelum radiasi dapat digunakan untuk mengangkat tumor yang mengandung sel hypoxic. Radioterapi postoperatif digunakan untuk kasus spesifik, seperti perpanjangan karsinoma (dimana penundaan kesembuhan karean radioterapi preoperatif dapat menjadi kritis), tumor yang memanjang ke margin spesimen, dan perpanjangan ekstrakapsular tumor. Kontrol yang baik dari percobaan klinis diperlukan untuk menentukan pemilihan radioterapi pre atau postoperatif. 2.7. OTHER HEAD AND NECK CANCERS 2.7.1. Malignant Tumors of the Salivary Glands Tumor kelenjar saliva, yang juga melibatkan kelenjar parotid, terjadi lebih sedikit 5% dari semua tumor kepala dan leher. 2/3

tumor ini adalah benign mixed tumor (pleomorphic adenoma). Ketika tumor melibatkan kelenjar submandibula atau sublingual, terdapat kemungkinan menjadi ganas. Kebanyakan tumor kelenjar saliva menyebar dari infeksi lokal, oleh penyebaran perineural atau hematogenus, dan kadang melalui limfatik. Kadang-kadang metastase dari keganasan lain dapat mempengaruhi kelenjar parotid. Tumor kelenjar saliva malginan paling sering tampak seperti massa berulserasi. Keterlibatan neurologi dapat menyebabkan ketidaknyamanan; dengan tumor kelenjar parotid, keterlibatan nervus fasial dapat menyebabkan paralisis fasial. Kebanyakan lesi kecil yang ganas tidak dapat dibedakan dengan lesi benigna. Tempat yang paling umum adalah di posterior palatum keras, tapi tempat di kavitas oral atau saluran pernapasan atas juga dapat terlibat. Biasanya berupa massa yang terasa sakit. Necrotizing sialometaplasia merupakan kondisi self-limiting non-neoplastic inflamatory dari etiologi yang tidak diketahui yang merusak kelenjar saliva palatal. Lesi yang sakit tampak kelenjar yang mengeluarkan mukus dan menghasilkan ulserasi dengan pinggiran menggulung. Perbandingan klinis dan histologis cukup sulit dibedakan, tapi diagnosis yang akurat sangat diperlukan karena penyakit ini akan sembuh secara spontan, antara 1-2 bulan. Pengobatan Saliva Pembedahan adalah pengobatan utama pada tumor primer. Radioterapi dengan dosis tinggi efektif untuk tumor ganas kelenjar saliva. Radiasi postoperatif dapat menyebuhkan dan untuk meningkatkan kontrol lokal dan di indikasikan untuk pasien dengan penyakit sisa setelah pembedahan, keterlibatan perineural dan limf node, penyakit ganas tingkat tinggi, tumor dengan lebih dari satu rekurensi setelah pembedahan, tumor yag tidak dapat dibedah, atau limfoma malignan. 2.7.2 Malignant Lesion of the Jaw Osteogenik sarkoma adalah keganasan yang paling umum dari tulang. Pengobatannya memerlukan pembedahan atau kombinasi dengan radioterapi. Primary squamous cell carsinoma dari rahang sangat jarang dan dapat timbul dari epitelial rest atau dari epitel denga lesi odontogenik. 7 Tumor Kelenjar

Metastase tumor ke rahang paling sering melibatkan mandibula posterior. Metastase sebenarnya jarang, terdapat 1% dari semua tumor ganas oral. Tumor umum yang bermetastase ke rahang adalah adenokarsinoma (dari payudara, prostat, dan git) dan renal carsinoma. Tempat lain dai tumor primer yang bermetastase termasuk tiroid, testes, bladder, ovari, dan cervix uterin. Gejala dari metastase ke rahang adalah rasa sakit, parestesia, anestesia, mobility dari gigi, dan bengkak. Massa gingival dapat tampak sebagai tanda dari metastase tumor. Diagnosanya memerlukan biopsi. Multipel myeloma dapat menyebabkan lesi yang tampak radiolusen pada beberapa tulang, termasuk rahang, dan menyebabkan lesi periapikal. 2.7.3 Nasopharyngeal Carcinoma Nasofaringeal carcinoma mempunyai implikasi dalam praktek gigi karena pasien mungkin hadir dengan keluhan seperti temporomandibular disorders dan karena terapi radiasi mencakup semua kelenjar ludah utama, yang mengarah ke hyposalivation dan lisan komplikasi pasca perawatan. Gejala yang terkait dengan Karsinoma nasofaringeal termasuk rasa sakit, trimus, sakit telinga, dan keluhantelinga lain. Gejala yang paling umum adalah hidung tersumbat, mimisan, dan massa pada leher. Kelangsungan hidup jangka panjang sekitar 50% karena sebagian besar pasien teridentifikasi setelah tumor telah menyebar regional dan setelah keterlibatan nodus getah bening. Pengobatan memerlukan terapi radiasi dan sering dikombinasikan dengan kemoterapi. Pembedahan mungkin memainkan peran dalam keterlibat nodus leher tetapi tidak dalam perawatan primer tumor. Kemoterapi dan immunotherapy dalam kombinasi dengan terapi radiasi telah dilaporkan. Terapi radiasi akan menghasilkan paparan radiasi dari semua kelenjar liur dan xerostomia parah. 2.7.4 Basal Cell Carsinoma Basal cell carcinoma adalah kanker yang destruktif secara lokal mungkin terjadi di kepala dan leher. Paparan sinar matahari dianggap sebagai faktor etiologi utama. Karsinoma sel basal tampak sebagai lesi keratotik yang menetap (indurated papula) yang dapat menimbulkan batasan yang menggulung dan ulseratif. Jika berkembang, dapat mengakibatkan jaringan locoregional nekrosis dan ulserasi. Pengobatan mungkin melibatkan eksisi lokal atau topikal kemoterapi.

Basal sel Karsinoma jarang bermetastasis, tetapi rekurensi umum terjadi. Dokter gigi memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi lesi sel basal pada kepala dan leher jika pemeriksaan extraoral rutin dilakukan dengan hati-hati. 2.7.5 Malignant Melanoma Melanoma tampak sebagai daerah pigmentasi yang melibatkan kulit. Oral melanoma malignan sangat jarang (2% dari seluruh melanoma). Di antara 65 pasien dengan melanoma kepala dan leher, 2/3 dari pasien dalam dekade keenam, dan hanya 10% kasus melibatkan mucosa oral. Namun, di antara orang Jepang, lesi oral terjadi 14% dari semua kasus melanoma. Lesi oral tampak sebagai jaringan massa atau ulserasi yang mungkin berpigmen, tetapi lesi nonpigmen sering dilaporkan. Sebagian besar kasus intraoral yang terjadi di mukosa berkenaan dgn rahang atas, menampakkan massa atau lesi datar yang mungkin berulserasi dan yang mungkin terkait dengan pendarahan. Melanoma adalah penyakit agresif; metastasis melalui limfatik dan hematogenous. 2.7.6 Intraoral and Head and Neck Sarcoma Sarcoma intraoral adalah penyakit yang sangat jarang dengan prognosis yang buruk. Ini mungkin merupakan sekitar 1% dari semua kanker kepala dan leher dan hanya 0,14% dari intraoral malignansi. Lesi paling sering diidentifikasi sebagai massa, dan keganasan yang paling umum adalah rhabdomyosarcoma. Chondrosarcoma dan osteosarcoma mungkin melibatkan rahang. Pengbatannya adalah bedah eksisi luas meskipun dikombinasikan chemoradiotherapy untuk meningkatkan prognosis masih sedang dipelajari. 2.7.8 Head and Neck Malignant Disease in AIDS Infeksi HIV yang menyebabkan imunosupresi meningkatkan risiko perkembangan penyakit neoplastik. Kemajuan dalam pengelolaan infeksi HIV telah menyebabkan penurunan prevalensi manifestasi imunosupresi, tetapi biasanya diantisipasi bahwa penyakit HIV pada akhirnya akan berkembang dan bahwa temuan oral akan diidentifikasi. Kaposi Sarkoma (KS) adalah yang paling umum dari penyakit neoplastik AIDS. Limfoma adalah yang paling cepat meningkatkan penyakit ganas AIDS. NonHodgkin 's lymphoma, dapat hadir dengan 8

keterlibatan sistem saraf pusat, tetapi juga dapat mucul pada kepala, leher, atau lesi oral. Karena KS adalah penyakit multicentric neoplastic, tempat keterlibatannya bisa terdapat pada kulit, limfnode, GIT, dan sistem organ lainnya.

kariogenik dan mengindikasi kebutuhan terapi. Plak kontrol dan gingivits pada eksaminasi awal memberikan tanda dari kebiasaan perawatan oralnya dulu, dimana kebiasaan dulu diharapkan bisa memperkirakan perawatan kedepannya. Sebelum terapi radiasi, gigi harus dipertahankan discaling dan root planned. Tempat yang potensial untuk terjadi iritasi mekanis harus dihilangkan. Peninjauan kesehatan gigi, perawatan mulut selama terapi radiasi, dan perawatan oral radioterapi adalah bagian penting dari perawatan jangka panjang. 3.2.9. COMPLICATION OF CANCER TREATMENT Reaksi akut terjadi selama menjalani radioterapi karena keracunan jaringan secara langsung dan kemungkinan kedua disebabkan iritasi bakteri pada ulseratif mukosiits, reaksi ini berlangsung lebih dari beberapa minggu seiring dengan penyelesaian terapi. Komplikasi kronis atau reaksi radiasi yang terlambat terjadi berkaitan dengan suplai vaskuler, fibrosis pada jaringan ikat dan otot, dan perubahan pada selulerity jaringan. Komplikasi ini berkembang secara lambat lebih dari beberapa bulan hingga tahun mengikuti lamanya pengobatan. Efeknya pada mukosa antara lain atrofi epithelial, perubahan suplai vaskuler, dan fibrosis jaringan ikat, menghasilkan mukosa yang atrofi dan rapuh. Jaringan ikat dan otot tampak adanya peningkatan fibrosis. Fibrosis pada otot dan jaringan sendi menyebabkan keterbatasan fungsi. Pada glandula salivarius, kehilangan sel acinar, alterasi pada epithelium duktus, fibrosis, dan terjadi degenerasi jaringan lemak. Pada tulang, hipovaskularisasi dan hiposelularity beresiko osteoradionecrosis. Treatment pembedahan dari penyakit malignan pada rasa sakit akut dan mungkin menyebabkan komplikasi kronik ang berhubungan dengan perubahan struktur, fibrosis, dan perubahan neurologi. Hiperfraksionasi dari terapi radiasi mungkin mengurangi komplikasi baru tapi meningkatkan kehebatan reaksi akut. Efek antiprostaglandin dan efek asetilsalisilic acid (ASA) dan analgesic nonsteroid pada adesi platelet menurunkan komplikasi vaskuler selama terapi radiasi. Dosis rendah ASA diketahui meningkatkan toleransi stromal sebesar 20% dan berpotensi menurunkan keparahan komplikasi dari radiasi sebelumnya. Mukosistis 9

Gambar multipel massa blue-red pada KS

2.8 PRETREATMENT ORAL AND DENTAL ASSESSMENT Penilaian oral dan dental yang detail sangat dibutuhkan sebelum pengobatan kanker. Penilaian oral dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi yang harus di sembuhkan sebelum terapi kanker, (1) menurunkan resiko komplikasi memberat, (2) mengurangi resiko keterlibatan infeksi gigi dan mukosa, (3) mengurangi dan mengatur kompikasi ke hiposalivasi. Campur tangan sebelum pengobatan ditujukan untuk pemeliharaan intergritas mukosa dan tulang, kesehatan gigi dan periodontal, fungsi kelenjar saliva dan pencegahan komplikasi terapi. Penilaian harus komperhensif dan mencakup eksaminasi kepala dan leher, mukosa intraoral, periodontal, dan dental. Eksaminasi periodontal harus termasuk probing periodontal secara keseluruhan. Diagnosis dental harus dilakukan sebelum terapi radiasi karena penyakit periodontal mungkin membutuhkan pembedahan periodontal atau ekstraksi, dimana ditakutkan jika gigi yang terlibat sedang dalam dosis tinggi fraksi. Pemeriksaan radiografi harus memungkinkan evaluasi rinci tiap gigi dan daerah periapikal serta harus mencakup pencitraan dari setiap patosis tulang. Produksi air liur harus diukur sebelum terapi, untuk data setiap perubahan dalam aliran, yang dapat memprediksi risiko komplikasi oral. Kultur dari pasien dengan infeksi mukosa seperti Candida di indikasikan sepanjang pengobatan. Kultur dari bakteri kariogenik pada pada pasien xerostomia penting untuk mendiagnosis resiko

Ulseratif oral mukositis adalah rasa sakit dan melemahnya kondisi yang dipengaruhi dosis dan tingkat batas ketoksikan pada terapi kanker. Akibat yang mungkin dari mukositis antara lain sakit yang hebat, meningkatnya resiko infeksi local dan sistemik, membahayakan oral dan fungsi faring, dan perdarahan oral. Mukositis merupakan keadaan sakit yang biasa selama perawatan kanker. Rasa sakit ang berhubungan dengan mukisitis faringeal biasanya membutuhkan analgesic opioid, ang dapat meningkatkan efek samping. Peningkatan penggunaan terapi yang lebih agresif untuk pengobatan kanker juga menigkatkan frekuensi dan keparahan komplikasi oral. Pada pasien neutropenic, resiko infeksi sistemik berhubungan dengan oportunistik oral dan keberadaan flora yang menigkat karena ulserasi mukosa. Peningkatan resiko mukositis sehubungan dengan kebersihan oral yang buruk, penggunaan tobacco, hiposalivasi pada baseline, dan orang tua. Hiperfraksionasi, kombinasi kemoradioterapi, dan penggunaan radiosensitizer meningkatkan keparahan mukositis. Level plasma dari glutamyl-cysteinylglycine (GSH) diketahui dapat memprediksi kehebatan radiasi akut mukositis, dikatakan bahwa GSH memiliki peran radioprotektif untuk proteksi terhadap oksidasi membrane lipida dan kerusakan DNA. Assessment Radiasi-mukositis sebetulnya suatu komplikasi universal pada pasien kanker kepala dan leher. Laporan insidensi dan keparahan mukositis tergantung pada metode yang digunakan dalam penaksiran oral, seperti pada studi dimana chart review dan interview tingkah laku dimana mukositis berturut-turut teridentifikasi 30% dan 69% pada pasien yang sama. Pemeriksaan klinis dari perubahan jaringan dan penaksiran dari gejala merupakan prinsip untuk menaksir mukositis. Studi yang telah dilakukan menaksir dan mensahkan penggunaan Oral Mucositis Assessment Scale (OMAS) dan tampak bahwa OMAS mudah digunakan. Investigasi terkini termasuk morfologi sel dan kelangsungan hidup exfoliated buccal cell, kelangsungan hidup sel ditemukan dengan trypan blue dye exclusion test, dan perubahan dari sel matur menjadi sel immature terlihat sebagai perkembangan mukositis. Phatogenesis Kemoterapi sitotoksik dan terapi radiasi memiliki efek langsung pada sel epithelial mukosa,

menyebabkan penipisan epitel dan akhirnya kehilangan barrier. Jaringan ikat dan elemen vaskuler juga terlibat. Mukositis mungkin termasuk inisial inflamatori atau vaskuler dan tahap epithelial yang diikuti ulserasi atau tahap bacteriologic dan akhirnya tahap penyembuhan. Pada tahap inisial, peubahan pada molekul permukaan sel, dan epidermal growth factor (EGF) meningkatkan resiko mukositis, dan cytokine yang menurunkan proliferasi sel epitel juga menurunkan kehebatan kerusakan jaringan. Hasil interaksi dengan cytokine pada jaringan ikat mungkin mempengaruhi kerusakan jaringan. Microflora oral muncul untuk berperan pada perkembangan ulserasi dan pseudomembran, seperti studi bacterial flora gram negative pada pasien dengan radiasiinduced mukositis. Perubahan mikroflora oral termasuk perkembangan flora yang lebih tinggi pada Streptococcus mutans, lactobacilli, Candida, dan basil gram negative, yang menyebabkan infeksi oral dan mukositis yang lebih buruk. Resolusi mukositis bergantung pada regenerasi sel epithelial dan angiogenesis dan mungkin juga tergantung pada fungsi sel darah putih dan produksi factor pertumbuhan. Rasa sakit mukositis tergantung pada derajat kerusakan jaringan, sensasi reseptor sakit, dan elaborasi inflamatori dan mediator sakit. Pertahanan oral yang rendah berhubungan dengan iradiasi termasuk penurunan penggantian sel mukosa, kenaikan permeabilitas dan kehilangan barrier mukosa, perubahan sekresi saliva, penurunan level factor antimikroba dalam saliva, kehilangan mucin protektif, dan efek dilusi. Perusakan mobilitas struktur oral mungkin berhubungan dengan penurunan kebersihan iritan local dan produk makanan. Tanda awal mukositis mungkin terlihat putih pada mukosa, disebabkan hiperkeratinisasi dan edema intraepithelial, atau terlihat merah yang berhubungan dengan hyperemia dan penipisan epithelial. Formasi pseudomembran mewakili ulserasi dengan eksudat fibrin dengan debris oral dan komponen mikroba. Radiasi memiliki efek yang lebih mencolok pada proliferasi epithelial yang terjadi secara cepat, dan oleh karena itu mukositis melibatkan mukosa nonkeratinisasi terlebih dahulu. Perubahan sebelumnya pada mukosa menggambarkan endarteritis dan perubahan vaskuler diasosiasikan dengan hipvaskularisasi dan dengan hialinisasi kolagen. Dengan fraksi umum 180-220 cGy per hari, mukositis dengan eritema tercatat dalam satu hingga dua minggu dan meningkat sepanjang masa terapi 10

(maksimal dalam empat minggu) secara terus menerus samapi terjadi penyembuhan dua minggu atau lebih setelah terapi selesai. Restorasi logam mungkin menyebabkan terjadinya sekunder radiasi, sehingga perlu dilepaskan selama radiasi. Hiposalivasi Pemaparan bilateral dari glandula salivarius pada terapi radiasi akan menyebabkan xerostomia. Pasien yang menerima radioterapi untuk pengobatan Hodgkins disease, produksi saliva terpengaruhi ketika batasnya pada dagu ke mastoid; dibawah level ini, efek minimalnya dapat terlihat. Individu yang menerima radisi dengan dosis yang lebih besar dari dosis total 3000 cGy beresiko jika semua glandula mayor terkena. Efek irreversible terjadi pada dosis total 6000 Gy selama lima minggu. Radiasi berakibat pada atrofi sel acinar dan nekrosis, perubahan pada jaringan ikat vaskuler, dan mengubah fungsi neurologic. Selama radiasi, serous acini dirusak lebih dulu dari mucinous acini, menyebabkan sekresi bersifat kental, yang akan membingungkan pasien. Produksi saliva berkurang secara cepat dan bisa menurun 50% setelah seminggu dari fraksi radiasi standar. Xerostomia mungkin akan sembuh dalam enam bulan, tapi dalam banyak kasus kehilangan fungsi terjadi secara permanen. Xerostomia pada beberapa pasien mungkin kekal, dan pencegahan komplikasi oral mungkin selanjutnya dibutuhkan. Terapi radiasi-berhubungan dengan mukositis dan kolonisasi fungal dan viral Radioterapi-berhubungan mukositis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang menerima irradisi untuk kanker kepala dan leher. Kronik oral sensitivity biasanya berlanjut setelah pengobatan, berhubungan dengan atrofi mukosa dan sindrom neurologic terhubung ke de-afferentation (16%). Kolonisasi oral oleh Candida spp dan candidiasis umumnya selama dan mengikuti masa radioterapi dan dihubungkan pada hiposalivasi, denture, dan penggunaan tobacco. Peran kolonisasi fungal dan infeksi pada mukositis radiasi tidak sepenuhnya dimengerti. Pada sekelompok pasien yang menerima irradisi kepala dan leher, pasien dengan fluconazole terjadi satu infeksi mikotik dan 14 non-scheduled breaks pada terapi radiasi, disamakan dengan 19 infeksi dan 30 breaks pada terapi radiasi untuk yang tidak dilengkapi dengan fungal prophylaxis. Bagaimanapun, asosiasi antara candidiasis atau kolonisasi oral dan mukositis selama irradiasi tidak

dikonfirmasi oleh studi lain. Peran yang potensial dari reaktivasi HSV selama terapi radiasi kepala dan leher belum jelas, dan reaktivasi infeksi HSV tidak terlihat sebagai komplikasi dari radiasi mukositis. Pendekatan sistemik untuk manajemen Pain management. Pengelolaan dari mukositis oropharyngeal yang hebat sering memerlukan sistemik opioid. Analgesic sistemik seharusnya ditentukan mengikuti WHO analgesic ladder, yang menyarankan menggunakan analgesic non-opioid, sendiri atau dalam kombinasi dengan opioid dan obat adjunctive, untuk menaikkan rasa sakit. Analgesic sebaiknya tersedia pada time-contingent basis, dengan ketentuan untuk pemecahan rasa sakit. Ketika ada pasien dan kecemasan mengenai penggunaan opioid untuk rasa sakit pada kanker, penghentian ang sulit terhadap analgesic tidak akan terjadi jika rasa sakit terpecahkan, dan kecanduan tidak dikhawatirkan pada pasien onkologi. Telah dipelajari tentang penggunaan pendekatan tambahan untuk pengelolaan rasa sakit pada psien dengan mukositis oral. Relaksasi, perumpamaan, biofeedback, hypnosis, dan transcutaneous electrical nerve stimulation berpotensi menyediakan pendekatan tambahan untuk pengelolaan cancer pain. Penggunaan hiponosis telah terlihat menjadi tambahan yang berharga, dan relaksasi dan perumpamaan menurunkan pengalaman sakit. Prednisone sistemik diberikan pada pasien kanker kepala dan leher dalam double-blind protocol berguna dalam menurunkan kehebatan dan durasi mukositis, dan terjadi beberapa gangguan pengobatan. Bagaimanapun, penggunaan steroid mungkin menyebabkan peningkatan resiko infeksi. Penggunaan sistemik beta carotene selama proses kombinasi kemoterapi dan radioterapi pada pasien squamosa carcinoma kepala dan leher tingkat lanjut telah dilaporkan menurunkan kehebatan mukositis. Radioprotectors. Amifostine (ethyol) merupakan suatu sulfhydryl compound yang bertindak dengan scavenging free radicals generated pada jaringan yang terpapar radisi dan meningkatkan perbaikan DNA yang rusak. Amifostine digunakan untuk melindungi berbagai jaringan, termasuk mukosa, jaringan cardiac, jaringan renal, bone marrow, dan neuro dan ototoksisiti sebelumnya untuk irradisi dan kemoterapi. Terdapat penurunan yang cepat dari amifostine ke dalam tumor, dan proteksi 11

tumor tidak terlihat. Percobaan dilakukan untuk mengetahui penggunaan amifostine pada pasien kanker yang telah diobati dengan kemoradioterapi. Efek sampingnya termasuk nausea, vomiting, dan hipotensi yang reversible. administrasi membutuhkan prehidrasi, dan administrasi intravena sebelumnya dibutuhkan untuk fraksi dari irradiasi. Pada studi inisial pada pasien yang menerima kemoterapi untuk kanker kepala dan leher, dimana yang menggunakan amifostine telah menurunkan mukositis dan xerostomia. Amifostine telah disetujui di US untuk penurunan toksisitas renal sekunder untuk administrasi cisplatin dan untuk menurunkan xerostomia pada pada pasien dengan pengobatan radioterapi. Agen ini berpotensi untuk menurunkan efek dari toksisitas akut dan kronik pada terapi kanker, termasuk mukositis. Biological response modifiers. Studi yang luas tentang biological response modifier telah dilakukan. Adanya molekul yang mempengaruhi fungsi seluler, termasuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Penemuan awal pada efek granulocyte colonystimulating factor (G-CSF) pada penurunan mukositas oral telah dijelaskan. Granulocyte-macrophage colonystimulating factor (GM-CSF) bermanfaat dalam suatu jumlah dari awal percobaan klinik pada pasien yang dirawat dengan kemoradioterapi. Keratinocyte Growth Factor (KGF), bagian dari jenis factor pertumbuhan fibroblast, terikat pada reseptor KGF, mempercepat penyembuhan luka. Sistemik KGF mengubah proliferasi dan diferensiasi sel epithelial dan melindungi sel dari kerusakan. Pendekatan topical untuk manajemen Efek dari kebersihan oral dan eliminasi iritan local mungkin berpengaruh dalam perkembangan mukositis. Pemeliharaan kebersihan mulut telah menurunkan kehebatan mukositis oral dan tidak meningkatkan resiko septicemia pada pasien neutropenic. Mukositis tidak berkurang dengan penggunaan obat kumur chlorhexidine selama terapi radiasi. Ini mungkin berhubungan dengan inaktivasi chlorhexidine oleh saliva, ketiadaan peran etiologi untuk bakteri gram positif pada mukositis, dan keterbatasan efek chlorhexidine pada organism gram negative yang mungkin penting dalam perkembangan mukositis ulseratif. Studi lain, menggunakan oral lozenge yang mengandung polymyxin, tobramyxin, dan amphoteresin , memperlihatkan pengaruhnya pada kolonisasi candida dan basil gram

negative, dan penurunan mukositis juga telah dilaporkan. Penyembuhan mukositis mungkin dicapai dengan menggunakan bland oral rinse dan anestetik topical dan coating agent. Saline, bicarbonate, dilute hydrogen peroxide, dan air telah disarankan untuk hidrasi dan dilusi dengan rinsing. Aplikasi bibir dengan waterbased lubricant atau preparasi yang mengandung lanolin telah disarankan lebih baik dibanding produk oil-based. Studi membandingkan berkumur dengan saline dan hydrogen peroxide pada terapi radiasi ditemukan tidak ada perbedaaan yang signifikan pada pasien mukositis meskipun sensitivitas oral lebih baik jika menggunakan peroxide. Agen pelapis ang digunakan sebagai oral rinses, seperti milk of magnesia, liquid amphogel, dan kaopectate sering direkomendasikan tapi tidak subjektif untuk double-blind studies. Lidocaine kental biasanya disarankan meskipun tidak ada studi tentang manfaat dan kegunaannya untuk tosisitas pada pasien kanker. Lidocaine mungkin menyebabkan gejala local termasuk terbakar dan pengeliminasian pengecapan dan mempengaruhi gag reflex. Agen topical analgesic yang poten sebaiknya digunakan dengan peringatan berhubungan dengan potensialnya menurunkan gag reflex, menyebabkan depresi system nervus pusat atau eksitasi dan menyebabkan efek kardiovaskular mungkin diikuti absorpsi yang berlebihan. Penggunaan local krim anestesi topical atau gel mungkin berguna untuk sakit local pada ulserasi mukosa. Kombinasi agen yang mungkin termasuk agen pelapis dan agen analgesic atau anestetik juga telah disarankan, tapi tidak ada laporan dari penggunaan kombinasi agen tersebut. Benzyldamine hydrochloride merupakan agen nonsteroid yang memiliki sifat analgesic anti inflamatori dan sedikit anestetik. Benzyldamine mungkin menstabilkan membrane sel, mencegah degranulasi leukosit, mempengaruhi produksi cytokine, dan mengubah produksi prostaglandin. Tanda dan gejala dari mukositis oral menurun ketika benzydamine digunakan secara propilaksis dalam terapi radiasi. Sucralfate merupakan suatu agen cytoprotective yang tersedia untuk pengelolaan ulserasi gastriointestinal. Agen ini mungkin berbentuk barrier pada permukaan ulserasi mukosa dalam kondisi asam dan menstimulasi pelepasan prostaglandin. Suspensi sucralfate telah dipelajari pada pasien mukositis, dan sedikitnya mukositis yang hebat telah 12

dilaporkan dalam beberapa studi namun tidak pada studi utama. Bagaimanapun, penurunan sakit pada oral dilaporkan pada penggunaan sucralfate dibanding dengan menggunakan placebo. Manfaat lainnya adalah penurunan organism pathogen oral yang berbahaya pada pasien mukositis. Karena ini berefek pelapis dan protektif, sucralfate mungkin berguna dalam paliasi dari established mukositis. Perbandingan sucralfate dan suspensi diphenhydramine-plus-kaolin-pectin tidak terlihat kegunaan ang lebih baik dari kedua suspense tersebut, tetapi penurunan mukositis terlihat. Hydroxypropyl cellulose telah digunakan untuk mengisolasi ulcer dan mungkin berbentuk barrier pada permukaan, menurunkan gejala. Hydrxypropyl cellulose juga dikombinasikan dengan agen anestetik topical (benzocaine), dengan adanya laporan kemanjuran. Chlorhexidine telah digunakan pada pasien radioterapi, dan umumnya studi tidak menjelaskan pengaruh prophylactic pada mukositis. Efek chlorhexidine pada plaque level, inflamasi gingival, karies, dan kolonisasi stertococcus oral mungkin berguna selama terapi kanker. Studi pada pasien yang diobati dengan kemoradioterapi untuk kanker kepala dan leher memperlihatkan adanya penurunan mukositis pada yang menggunakan providine iodine, disbanding dengan yang menggunakan sterile water rinse. Studi tentang penggunaan nonabsorbable antimicrobial lozenge yang menggabungkan polymixin, tobramycin, dan amphoteresin B secara bersamaan dengan terapi radiasi untuk kanker kepala dan leher memperlihatkan pengobatan ini untuk menurunkan kolonisasi bakteri gram negative dan mencerah ulserasi oral. Berhubungan dengan hiposalivasi, jumlah EGF dalam saliva menurun pada pasien yang menerima irradiasi kepala dan leher, dan konsentrasinya dalam saliva menurun sedangkan mukositis meningkat. EGF mungkin muncul sebagai pertanda kerusakan mukosa dan berpotensi menaikkan resolusi dari radiasiinduced mukositis. Beberapa studi telah memperkirakan efek GSM-CSF pada mukositis oral, dan pengurangan kehebatan penyakit atau penurunan durasi mukositis dapat terlihat. Low-energy helium-neon laser telah dilaporkan untuk mengurangi keparahan mukositis oral pada pasien yang menjalani terapi radiasi kepala dan leher. Current Management

Pengelolaan mucositis dalam radioterapi pasien mencakup penekanan pada kebersihan mulut yang baik, penggunaan obat kumur untuk membasahi permukaan rongga mulut, menghindari iritasi makanan dan produk perawatan oral, menghindari produk tembakau, dan penggunaan benzydamine (di negara yang menyediakan). Pengelolaan nyeri dari oropharyngeal pada pasien kanker sering menggunakan sistemik analgesik, obat adjuvant, terapi fisik, dan terapi psikologis, di samping langkah-langkah lokal, perawatan oral, dan pengobatan topikal. Pengubah respon biologis menawarkan potensi untuk mencegah mucositis oral dan untuk mempercepat penyembuhan mukosa yang mengalami kerusakan. Telah ditemukan hasil yang bertentangan pada penggunaan antimikroba ; chlorhexidine dan antimikroba sistemik memiliki sedikit efek dalam mencegah radiasi mucositis pada pasien, tapi ada peningkatan bukti mengenai penggunaan antimikroba topikal yang mempengaruhi gram negatif flora oral. Tiol derivatif, termasuk amifostine, telah dikaitkan dengan radioprotection dan memiliki potensi untuk aplikasi klinis. Pendekatan-pendekatan lain yang memerlukan studi lebih lanjut termasuk low-energy lasers dan pengobatan anti inflamasi. Xerostomia Stimulation of salivary function Penggunaan sialagogues menawarkan keuntungan dalam merangsang sekresi saliva, yang dapat mencakup semua komponen normal yang menyediakan fungsi pelindung saliva. Ukuran kecepatan aliran saliva untuk menentukan jumlah sisa fungsi harus dilakukan sebelum meresepkan sialagogue. Jika tidak, saliva terkumpul di bawah kondisi istirahat atau dirangsang, maka tidak mungkin bahwa agen sistemik akan efektif. Penggunaan permen karet bebas gula atau permen juga dapat membantu stimulasi dari sisa fungsi kelenjar. Pilocarpine adalah sialagogue terbaik yang telah dipelajari. Pilocarpine adalah agen parasympathomimetic dan memiliki efek utama pada reseptor muscarinic cholinergic dari selsel asinar kelenjar ludah. Dalam dosis sampai 15 mg / d, peningkatan sekresi air liur terjadi, dan hanya sedikit efek samping kardiovaskular telah tercatat.Anetholetrithione (Paladin Laboratories Inc, Montreal, Kanada) telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam mengelola kondisi mulut kering. Mekanisme tindakan 13

mungkin untuk meningkatkan jumlah permukaan sel reseptor pada sel-sel asinar saliva. Karena pilokarpin merangsang reseptor dan karena anetholetrithione dapat merangsang pembentukan reseptor, dapat mengakibatkan efek sinergis dengan kombinasi penggunaan obat ini. Bethanechol dan bromhexine dalam studi yang terbatas. Bethanechol (75-200 mg / d dalam dosis terbagi), merangsang sistem saraf parasimpatik, telah dilaporkan memiliki potensi yang bermanfaat tanpa menyebab gangguan gastrointestinal. Bromhexine telah dipelajari pada pasien dengan kondisi mulut kering karena sindrom Sjgren, tanpa bukti peningkatan volume saliva, namun belum ada penelitian dari bromhexine yang dilakukan pada pasien kanker. Stimulasi kelenjar saliva selama terapi radiasi telah diusulkan sebagai salah satu cara untuk mengurangi kerusakan kelenjar. Pasien yang memulai terapi radiasi dengan laju aliran awal yang tinggi akan mempertahankan aliran sisa yang lebih. Studi pendahuluan tentang penggunaan profilaksis pilocarpine (5 mg qid) pada pasien yang menerima terapi radiasi menunjukkan bahwa fungsi kelenjar parotid mungkin lebih baik dipertahankan, namun efek ini tidak ditunjukkan pada kelenjar saliva submandibular dan sublingual yang mengikuti perawatan. Amifostine, yang diberikan secara intravena sebelum radiasi, telah dilisensi oleh FDA untuk pencegahan disfungsi kelenjar saliva dan dapat mengurangi keparahan oral mucositis, akan tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk menentukan dampaknya pada mucositis dan keuntungan versus biaya. Palliation (Peringanan) Agen pembasah mulut atau pengganti saliva dapat digunakan jika tidak memungkinkan untuk menstimulasi fungsi saliva. Dianjurkan sering meminum air dan makan makanan basahi. Karakteristik yang diinginkan dari pengganti saliva adalah lubrikasi yang baik, membasahi permukaan, menghambat pertumbuhan berlebih dari mikroorganisme patogen, pemeliharaan struktur keras gigi, rasanya dapat diterima, lama durasi efek, awet, dan biaya rendah. Mayoritas produk yang saat ini tersedia berdasarkan pada carboxymethylcellulose. Mucin hewan telah dimasukkan ke dalam beberapa produk Eropa. Kebanyakan produk komersial lebih kental daripada saliva dan tidak mensimulasikan nonNewtonian viskoelastisitas sifat saliva. Mereka juga tidak mengandung sistem enzim yang

kompleks dan antibodi saliva alami. Banyak dari produk komersial yang dipasarkan belum terkontrol dalam studi klinis. Kandidiasis Dalam pasien yang teradiasi, infeksi klinis paling umum dari oropharynx adalah kandidiasis. Selama terapi radiasi, jumlah pasien terkolonisasi oleh Candida, perhitungan kuantitatif, dan infeksi klinis semua meningkat. Perubahan ini bertahan pada pasien, dengan hyposalivation yang berkelanjutan. Peran Candida spp di oral mucositis yang terkait dengan terapi radiasi tidak diketahui. Kandidiasis dapat meningkatkan ketidaknyamanan mucositis dan dapat berhubungan dengan ketidaknyamanan dan perubahan dalam rasa setelah perawatan. Pasien yang menerima terapi radiasi harus dikendalikan dengan antijamur topikal karena kandidiasis oral menghasilkan ketidaknyamanan tetapi tidak menyebabkan infeksi sistemik kecuali immunocompromised. Ketika meresepkan obat antijamur topikal, kehadiran sukrosa dalam produk harus diketahui karena sering menggunakan pemanis sukrosa -produk ini dapat meningkatkan karies, terutama pada pasien dengan mulut kering (drymouth). Karies Karies terkait dengan hyposalivation biasanya mempengaruhi gingiva ketiga dan titik puncak incisal ujung gig. Etiologinya berkaitan dengan kurangnya produksi saliva, yang mengakibatkan hilangnya potensi remineralisasi, hilangnya kapasitas buffer, peningkatan keasaman, dan perubahan dalam flora bakteri. Perawatan dari setiap komponen dari proses karies harus dibahas. Kebersihan oral harus dipertahankan. Hyposalivation harus dikontrol, dan percobaan terhadap sialagogues harus dilakukan. Struktur gigi dapat dikuatkan dengan menggunakan fluorida, dan remineralisasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan fluorida dan produk remineralisasi. Efek dari produk topikal dapat ditingkatkan dengan peningkatan waktu kontak pada gigi yang dapat dicapai dengan menerapkan mereka dengan oklusi vacuform splints atau gel pembawa, yang harus diperpanjang ke atas margin gingiva gigi. kebiasaan vinyl tray berguna pada aplikasi fluorida untuk mencegah dan mengendalikan karies pada pasien risiko tinggi. 14

Perbandingan gel sodium fluorida netral dengan fluorida sehari dua kali mengusulkan protokol kemanjuran yang serupa dari bilasan protokol, tetapi ini bukan studi banding yang terkontrol. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan protokol yang paling sederhana efektif. Namun, hingga dikontrol studi yang tersedia, perawatan harus tetap dilakukan dengan aplikasi fluoride gel; bagi mereka yang tidak sesuai dengan aplikasi carrier, potensi tinggi pada sikat-dentrifice fluorida dapat diusulkan karena lebih sederhana serta dapat mengurangi demineralisasi dan karies. Perubahan ke flora kariogenik telah didokumentasikan dengan baik pada pasien terapi radiasi kepala dan leher. Risiko tinggi karies yang berhubungan dengan Streptococcus mutans dan Lactobacillus spp telah dibuktikan pada pasien kanker. Penilaian jumlah organisme kariogenik harus dilakukan sebelum mempertimbangkan apakah diperlukan antimikroba. Risiko tinggi karies dilaporkan jika terdapat lebih dari 105 Streptococcus mutans dan lebih dari 104 unit lactobacillus bentuk koloni per mililiter saliva. Fluorida topikal dan chlorhexidine rinses dapat mengurangi tingkat Streptococcus mutans. 2% chlorhexidine gel diterapkan di mulut menunjukkan kemampuan untuk mengontrol flora kariogenik pada pasien kanker dengan xerostomia. Tissue Necrosis Nekrosis jaringan lunak dapat melibatkan berbagai sisi oral, termasuk pipi dan lidah. Keterlibatan melapisi jaringan tulang yang telah menerima radiasi dosis tinggi cenderung mengakibatkan nekrosis jaringan lunak dan tulang. Postradiation osteonecrosis (Pron) dapat bersifat kronis atau progresif. Terapi radiasi menyebabkan endarteritis yang mempengaruhi vascularity, mengakibatkan hypovascular, hypocellular, dan hipoksia jaringan yang tidak bisa memperbaiki atau mengubah bentuk itu sendiri secara efektif ketika terjadi penolakan. Penolakan dapat berupa trauma (misalnya, dari prosedur bedah), penyakit periodontal aktif atau trauma denture, dan idiopatik atau nekrosis spontan yang tidak diketahui penyebabnya. Sementara Pron dapat menjadi infeksi sekunder, infeksi ini tidak ada etiologinya. Gejala dan tanda-tanda termasuk ketidaknyamanan atau kelembutan di sisi yang terkena, rasa yang tidak nyaman (bad taste), paresthesia dan anestesi, fistula extraoral dan oroantral, infeksi sekunder, dan fraktur patologi. Faktor risiko utama untuk pengembangan Pron

adalah terapi radiasi, di mana dosis, fraksi, dan jumlah pecahan mengakibatkan efek biologis (misalnya, risiko tinggi ketika TDF > 109). Kehadiran gigi dalam dosis tinggi radiasi merupakan faktor risiko Pron, mungkin dalam kaitannya dengan gigi atau penyakit periodontal atau iritasi. Risiko nekrosis adalah seumur hidup dan dapat terjadi bertahun-tahun setelah iradiasi. Risiko Pron berkembang diperkirakan dalam 20 tahun terakhir antara 2,6 dan 15%. Bagian yang paling sering terlibat adalah mandibula namun dapat terjadi di maksila juga. Pencegahan Pron preradiation diawali dengan pemeriksaan gigi dan dengan perencanaan pengobatan radioterapi. Gigi pada fraksi dosis tinggi dengan prognosis dipertanyakan (terutama akibat penyakit periodontal dan pemenuhan untuk perawatan oral tidak memungkinkan) harus diekstrak sebelum radioterapi. Jika ekstraksi direncanakan, maka diperlukan waktu penyembuhan sebanyak mungkin; 7-14 hari dan sampai 21 hari sebelum radioterapi. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada sifat dari ekstraksi, dan ahli atraumatic ekstraksi akan membutuhkan lebih sedikit waktu penyembuhan. Ketika Pron berkembang, manajemen harus mencakup memiliki pasien yang menghindari iritasi mukosa, menghentikan penggunaan alatalat gigi jika mereka kontak dengan lesi yang luas, mempertahankan status gizi, berhenti merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol. Antibiotik topikal (yaitu, tetrasiklin) atau obat kumur antiseptik (chlorhexidine) dapat mengurangi potensi iritasi lokal dari flora mikroba. Untuk Pron kronis (tahap II), terapi ini dan tindak lanjut yang teratur merupakan pengobatan yang terbaik. Terapi hyperbaric oksigen (HBO) meningkatkan oksigenasi jaringan, meningkatkan angiogenesis, dan meningkatkan fungsi osteoblast dan fibroblast. Dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan gejala sakit dan progresi (tahap III), HBO bagian penting dari terapi. Analgesik yang tepat harus disediakan. Pedoman terapi HBO dan bedah telah ditetapkan. Terapi HBO biasanya diresepkan dengan penyelaman 20-30pada 100% oksigen dan pada tekanan 2-2,5 atmosfer. Sekuester dapat diatasi dengan reseksi terbatas atau mandibulectomy. Jika pembedahan dibutuhkan, pascaoperasi terapi HBO dari 10 penyelaman dianjurkan. Mandibula dapat direkonstruksi untuk memberikan kontinuitas estetika dan fungsi. Profilaksis terapi HBO dapat dianggap (1) ketika pembedahan 15

diperlukan setelah terapi radiasi, (2) bila pasien merasa berada pada risiko ekstrem karena radiasi dosis tinggi pada tulang dengan efek biologis yang tinggi (TDF> 109), dan (3) ketika pembedahan ekstensif diperlukan. Namun, jika atraumatic ekstraksi dilakukan, terapi HBO dapat dianggap hanya jika penyembuhan tertunda terjadi. Dalam populasi terpilih, pasien dirujuk untuk terapi HBO dan operasi, profilaksis terapi HBO dianjurkan. Pada klinik kanker umum, bagaimanapun, ekstraksi dilakukan oleh ahli bedah, dan sekitar 5% ekstraksi dikaitkan dengan penyembuhan yang tertunda ; direkomendasika dalam kebanyakan kasus, terapi HBO seharusnya ditujukan bagi osteonecrosis yang berkembang. Sejumlah penelitian telah melaporkan efek HBO pada nekrosis, dan beberapa telah menyimpulkan bahwa terapi HBO adalah bagian penting dari pengelolaan komprehensif nekrosis berikut terapi radiasi. Jangka panjang tindak lanjut pasien setelah episode pertama nekrosis menunjukkan 20 dari 26 pasien yang tersedia untuk tindak lanjut, 10% mengalami nekrosis kambuhan diikuti terapi HBO. Dalam 60% dari pasien tersebut, kondisi tetap stabil, dan tidak ada pengulangan dari tanda-tanda dan gejala nekrosis; dalam 10%, terjadi peningkatan lebih lanjut dari waktu ke waktu, sementara 20% dari pasien bertahan terus menunjukkan (tahap 2) nekrosis. Penelitian ini mendukung nilai potensial terapi HBO dalam mengelola episode awal nekrosis dan berpotensi mencegah terulangnya episode kedua. Selain itu, pemuan menunjukkan bahwa tahap 2 nekrosis kronis dapat tetap stabil dan tanpa progesi yang meningkat selama periode awal setelah pengobatan dengan terapi HBO. Sejumlah penelitian telah melaporkan efek terapi HBO pada nekrosis, dan beberapa telah menyimpulkan bahwa terapi HBO adalah bagian penting dari pengelolaan komprehensif nekrosis dari terapi radiasi. Berbicara dan Mastikasi Bicara abnormal dapat disebabkan oleh pembedahan atau radiasi karena hiposalivasi dan fibrosis yang mempengaruhi mobilitas lidah, gerakan mandibula, dan fungsi palatum lunak. Maxillectomy yang menyebabkan cacat palatal harus diatasi dengan prostesis untuk membantu fungsi berbicara, mastikasi, dan penelanan. Terapi berbicara dan prostesis adalah prinsip utama untuk mengatasi komplikasi ini. Nutrisi

Terapi radiasi menghasilkan perubahan dalam persepsi perasa dan penghidu pasien. Perasa (taste) mungkin terpengaruh secara langsung karena efek taste bud, atau tidak langsung, karena hyposalivation dan infeksi sekunder. Total dosis yang terpecah > 3.000 Gy mengurangi ketajaman dari semua rasa (manis, asam, pahit, dan asin). Perasa akan pulih perlahan-lahan selama beberapa bulan, tetapi mungkin terjadi perubahan. Suplemen Zinc (seng sulfat, 220 mg dua kali sehari) mungkin akan berguna untuk beberapa pasien yang mengalami gangguan perasa. Konseling gizi yang fokus pada pemeliharaan asupan kalori dan gizi yang mungkin diperlukan selama terapi. Mengikuti pengobatan dan ketika mucositis telah diselesaikan, konseling gizi harus mempertimbangkan komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi. Ini termasuk hyposalivation, kemampuan untuk mengunyah, kesulitan dalam membentuk bolus makanan, dan disfagia. Pertimbangan harus diberikan untuk rasa, tekstur, kelembutan, dan kalori serta kandungan nutrisi. Mandibular Disfunction Sindrom muskuloskeletal mungkin timbul akibat fibrosis otot, yang dapat mengikuti radiasi dan pembedahan. Pembukaan terbatas telah terkait dengan paparan radiasi dari atas kepala otot pterigoideus lateral. Diskontinuitas mandibular dari operasi dan stres emosional yang terkait dengan keganasan penyakit dan pengobatan yang dapat mempengaruhi sindrom muskuloskeletal dan rasa sakit. Latihan stretching mandibula dan bantuan prostetik dapat mengurangi keparahan fibrosis dan membatasi gerakan mandibula ketika dilakukan sebelum keparahan berkembang, tetapi hanya sedikit manfaat yang terlihat setelah pembatasan tersebut telah dikembangkan. Mengatasi gangguan temporomandibular pada populasi ini mungkin ada tambahan kesulitan karena diskontinuitas utama dari mandibula, dengan pembatasan fungsi dan reaksi emosional. Tidak ada penelitian yang mendokumentasikan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien. Terapi dapat meliputi pengunaan alat stabilisasi occlusal, fisioterapi, latihan, trigger point injection dan analgesik, relaksan otot, obat trisiklik, dan strategi mengatasi sakit kronis lainnya. Dentofacial Abnormalities 16

Ketika anak-anak menerima radioterapi untuk kerangka wajah, dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan di masa depan. Agenesis gigi, agenesis akar, bentuk akar abnormal, atau abnormal kalsifikasi mungkin terjadi. Meskipun gigi abnormal, gigi akan erupsi tanpa pembentukan akar dan dapat bertahan bertahun-tahun. Pertumbuhan kerangka wajah dipengaruhi oleh radiasi yang luas, yang dapat mengakibatkan micrognathia, retrognathia, mengubah pertumbuhan maksila, dan pertumbuhan asimetris (Gambar 8-47). Perubahan pertumbuhan dan perkembangan dapat terjadi jika pengobatan mempengaruhi kelenjar pituitary. Trismus terjadi pada pasien sekunder dengan fibrosis otot.

development of height and width of the ramus and body of the mandible and dentition resulted. Pain Nyeri pada kepala, leher, dan oral dapat disebabkan oleh terapi tumor atau terapi kanker atau mungkin tidak berhubungan dengan kanker (Tabel 8-6). Nyeri, apakah berkaitan dengan tumor, berulangnya atau perkembangan tumor, pengobatan tumor, atau tidak berhubungan dengan kanker, sering ditafsirkan sebagai akibat penyakit dan dipengaruhi oleh respons emosional yang disebabkan oleh rasa takut terhadap kanker. Komponen reaksi terhadap rasa sakit harus dipertimbangkan dalam keluhan pasien dan dalam manajemen. Diagnosis nyeri pada kanker kepala dan leher umum terjadi, dilaporkan sampai 85% dari mereka yang mencari perawatan, dan biasanya digambarkan sebagai ketidaknyamanan dalam rentang yang rendah. sakit akut dari radioterapi dan operasi bersifat universal. Penyedia layanan kesehatan telah dikritik karena tidak tanggap terhadap penderitaan pasien yang disebabkan oleh 'kurangnya pemahaman tentang penggunaan analgesik dan obat ajuvan, kurangnya perhatian pada aspek sosial dan emosional rasa sakit, dan kegagalan untuk menggunakan ajuvan perawatan fisik dan psikologis. Mengatasi nyeri kanker memerlukan perhatian terhadap potensi beberapa penyebab sakit (lihat Tabel 8-6). Penyakit gigi dan periodontal yang menyebabkan nyeri dapat dikendalikan dengan analgesik dan antibiotik, namun manajemen gigi definitif diperlukan. Bakteri, jamur, dan infeksi virus diatasi dengan agen antimikroba spesifik. Pada infeksi mukosa, antijamur dan antiseptik topikal mungkin efektif, tetapi jika resolusi tidak berhasil, obat sistemik mungkin diperlukan. Nyeri saraf, termasuk nyeri neuropatik dan neuralgia-seperti nyeri, mungkin memerlukan penggunaan antidepresan dan antikonvulsa. Dalam semua kasus nyeri berkepanjangan, pendekatan manajemen sakit kronis termasuk konseling, terapi relaksasi, pencitraan, biofeedback, hipnosis, dan stimulasi saraf transcutaneous mungkin diperlukan. Analgesik harus disediakan sesuai dengan tingkatan nyeri, aksi obat farmakologi, dan durasi aksi obat. Mereka harus dikombinasikan dengan obat ajuvan menurut beberapa penyebab sakit dan efek nyeri sekunder (Tabel 8-7). Analgesik, ketika diperlukan, harus diberikan secara rutin atau waktu-kontingen 17

FIGURE 8-46 Radiograph showing the effects of radiation on the development of the dentition. Agenesis, shortened root forms, lack of root development, and premature closure of apical foramina are seen in teeth that were in the primary radiation field and that were in the process of development during radiation therapy.

FIGURE 8-47 Radiograph demonstrating the effect of unilateral radiation that was required during dentofacial development. Asymmetric

dasar, bukan dasar kebutuhan. Mengontrol meningkatnya nyeri memerlukan dosis analgesik yang lebih rendah dengan obatobatan yang diberikan pada waktu-kontingen dasar. Secara umum, analgesik non-narkotika harus disediakan untuk semua pasien bahkan jika opioid kuat diperlukan karena memungkinkan dosis yang lebih rendah dari obat narkotika . Obat-obatan adjuvan seperti anti-depressants tricyclics dapat meningkatkan efek analgesik pada agen lainnya, memiliki potensi analgesik sendiri, dan meningkatkan rasa kantuk, yang sering terganggu oleh rasa sakit. Obat ajuvan diarahkan pada etiologi nyeri, dimana harus digunakan bila mungkin. Sebagai contoh, untuk neuralgia - seperti sakit, obatobatan anticonvulsant harus disertakan. Kemungkinan efek samping, seperti sembelit karena opioid, harus diantisipasi dan diobati. Penetapan efektivitas pengendalian rasa sakit, dengan kesadaran dari keracunan dan efek samping, harus dilakukan secara teratur. Obat-obatan tidak boleh digunakan sendiri, tetapi harus menjadi bagian dari strategi pengendalian rasa sakit yang juga termasuk terapi fisik, konseling, terapi relaksasi, biofeedback, hipnosis, dan stimulasi saraf transcutaneous. 3. Tumor Jinak pada Rongga Mulut 3.1. Variasi Struktural Normal Variasi struktur dari tulang rahang dan pembesaran jaringan lunak mulut kadangkadang mengalami kesalahan dalam diagnosis sebagai penyakit tumor, tapi dapat mudah diidentifikasi dengan cara membandingkannya dengan variasi jaringan lunak yang masih normal; untuk biopsi jarang dilakukan. Sebagai contoh beberapa variasi struktur dari ektopik limphoid nodul atau oral tonsil; tori ; Retromolar yang terlihat jelas setelah ekstraksi M3; Nodular jaringan ikat pada attached gingiva yang terlokalisasi ; Papila yang berhubungan dengan terbukanya duktus Stensen; circumvallate pada lidah bagian dorsal; varicositis sublingual pada orang yang sudah tua. Pembesaran nodular yang terlokalisasi pada tulang kortikal palatum (torus palatinus) dan rahang ( torus mandibularis ) sering terjadi dan dianggap sebagai variasi struktur normal. Kekurangan iritan yang jelas dari tori dan pertumbuhan tori yang sepele setelah perkembangan yang lambat sering dianggap sebagai hyperplasia atau neoplasma. Secara histologi, tori tdd. lapisan tulang kortikal yang padat- dilapisi periosteum dan epitelium yang

tipis di atasnya, dengan pertumbuhan rete peg yang lambat. Tori dapat menjadi masalah mekanis pada gigi tiruan; sering terkena trauma karena bentuknya yang menonjol dan jaringan epithelial yang menyeliputinya yang menyebabkan munculnya ulcer yang lambat sembuh. Adanya tori pada palatum dan lingual mandibular ridge dapat mengganggu fungsi berbicara dan makan. Pertumbuhan nodular atau munculnya eksotosis pada aspek bukal maksila dan alveolar mandibula harus dibedakan dengan yang ada pada hyperplasia sekunder tulang ,dan juga dengan periapikal abses kronik. Pembesaran nodular tulang pada alveolus juga dapat terjadi pada penyakit dysplasia fibrosis dan juga pada Pagets disease. Hal yang sama juga terjadi pada dysplasia tulang. Mylohioid ridge pada mukosa lingual dari M3 , dapat terkena trauma , yang menyebabkan ulcer pada mukosa. Ulcer ini sakit dan dapat menyebabkan osteomielitis. 3.2. Inflamasi Hyperplasi Istilah Inflamasi Hyperplasia digunakan untuk menggambarkan pertambahan secara abnormal pada pertumbuhan nodular oral mukosa yang secara histologis berupa fibrosis yang terinflamasi dan granulasi jaringan. Ukuran massa hiperplastik ini bisa besar atau kecil , tergantung dari reaksi inflamasi yang terjadi dan respon penyembuhannya. Beberapa terjadi dalam bentuk pembesaran epithelial dengan stroma jaringan ikat yang sedikit; ada juga yang berupa fibromatosis dengan jaringan epithelial tipis melapisinya yang muncul seperti angiomatosis , desmoplastik atau fibroblastik. Biopsi pada beberapa lesi dapat memperlihatkan respon yang berbeda. Terjadinya variasi bentuk secara histologis menunjukan bahwa inflamasi hyperplasia memiliki bentuk karakteristik yang luas dan memiliki nama yang berbeda sesuai dengan etilogi dan tempat terjadinya. Seperti fibroma dan papillota untuk menunjukan lesi walaupun tidak ada tanda neoplastik. Factor etiologi untuk lesi ini umumnya adalah trauma kronis (seperti calculus, overhang restorasi dental, cedera akut atau kronis karena tergigit, dan fraktur gigi), dan iritan kronis ( sperti hyperplasia papila palatum yang berhubungn dengan usia geligi maksila). Lesi ini juga dipengaruhi hormon. Lesi sering terjadi pada mukosa oral, yang memiliki kemungkinan terbesar adanya iritan. Berdasarkan bentuk histologisnya, lesi dalam seperti pseudosarcoma fasciitis dan granuloma 18

tulang juga diklasifikasikan sebagai inflamasi hyperplasia. Sebagian besar inflamasi hyperplasia merupakan penyebab terjadinya trauma mastikasi dan biasanya ulseratif dan hemoragik. Dilatasi pembuluh darah, adanya eksudat, dan abses local juga merupakan penyebab terjadinya pembengkakan dan warna merah/ ungu pada inflamasi hyperplasia. Hyperplasia epitelial umumnya dalam bentuk lesi dengan permukaan bertekstur dan menyerupai tumpukan karpet. Erosi pada tulang kortikal jarang terjadi pada inflamasi hyperplasia mukosa oral. Jika tidak terjadi bentuk yang spesifik seperti di atas , maka dianjurkan untuk dilakukan biopsi. Pada beberapa kasus , wajib dilakukan insisi biopsi. Beberapa contoh kasus inflamasi hyperplasia , a.l. : inflamasi hyperplasia fibrosis, (fibroma, epulis fissuratum, dan polip pulpa); hyperplasia papilla palatum; pyogenic granuloma; pregnancy epulis; giant cell granuloma (giant cell epulis dan central giant cell tumor pada rahang); pseudosarcomatous fasciitis; proliverative myositis; pseudoepiteliomatous hyperplasia. 3.2.1. Fibrous Inflamatory Hyperplasia dan Traumtic Fibroma Fibroma, Epulis Fissuratum, dan polip pulpa Fibrous Inflammatory hyperplasia dapat berbentuk pedunculated atau sessile yang menyebar pada membran mukosa oral. Dapat disebut fibroma jika muncul tanda-tanda berupa sessile, keras, dan dilapisi epihelium skuamosa tipis. Pada gingiva, lesi yang sama sering dianggap sebagai epulis. Lesi biasanya kecil dan yang berdiameter >1cm jarang terjadi. Pengecualian terjadi pada lesi pada epulis fissuratum, yang pertumbuhannya terpisah karena tepi gigi tiruan, sebagian lesi di bawah gigi tiruan, dan sebagian lain di antara bibir atau pipi dan permukaan luar gigi. Lesi ini juga dapat terjadi di sepanjang sisi gigi tiruan. Pertumbuhan hyperplastik akan menjadi sedikit edematous dan terinflamasi, jika dilakukan pembersihan dari iritan kronis. Pada preparasi untuk membentuk gigi tiruan, lesi ini dieksisi untuk mencegah iritasi kelanjutan dan untuk memastikan pinggiran gigi tiruan tidak mengganggu jaringan lunak. Pulp polyp muncul dalam bentuk analog (pulpitis hyperplastik kronis) pada jaringan ikat pulpa. Tekanan mastikasi dapat menyebabkan keratinisasi pada epitel yang melapisi lesi ini. Karakterisik dari pulp polyp (seperti jaringan granulasi) ialah mengandung sedikit serat nervus sensorik dan

bersifat sangat insensitif. Mahkota gigi yang terpengaruh pulp polyp biasanya mudah terkena karies. Untuk terapi, jika tidak dapat disembuhkan dengan pertimbangan restorasi, root canal dapat dilakukan setelah dilakukannya ekstirpasi jaringan polyp dan pertahanan jaringan pulpa. Diagnosis banding dari fibrous inflamatory hyperplasia a.l. papilloma atau small verrucous carcinoma. Lesi multiple oral papilloma juga dapat disebabkan oleh virus atau dengan adanya manifestasi berupa di organ lain seperti acanthosis nigricans atau ichthyosis hystrix). Pada dorsal lidah , lesi nodular dapat berupa luka (scar), neurofibroma , dan sel granular tumor yang kesemuanya mirip dengan fibrous inflammatory hyperplasia. Baik nodula yang berbentuk predunculated atau yang broadbased pada permukaan pharyngeal lidah biasanya merupakan nodul lymphoid atau cystic dilatasi pada saluran kelenjar mukosa. Condyloma latum , salah satu karakteristik lesi oral dari sifilis sekunder, dan manifestasi sering terjadi di mukosa oral. Fibrous inflammatory hyperplasia tidak berpotensi ganas.Rekurensi setelah eksisi terjadi jika terjadi kegagalan eliminasi iritan kronis yang ada. Carcinoma sel squamosa muncul pada area yang teriritasi secara kronis oleh gigi tiruan .Jadi, jika memungkinkan, semua bentuk fibrous inflammatory hyperplasia kavitas oral dapat disembuhkan dengan dilakukannya eksisi, dengan pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang dieksisi. Palatal Palillary Hyperplasia Palatal papillary hyperplasia ( denture papilomatosis) adalah lesi yang terjadi di palatum keras yang merupakan respon iritasi gigi tiruan kronis , terjadi 3-4% pada pengguna gigi tiruan. Paling sering terjadi pada pengguna full denture, jarang pada partial denture, tapi dapat juga terjadi pada yang tidak menggunakannya. Stomatitis juga sering terjadi pada pasien dengan lesi ini karena infeksi candidal kronis. Saat terjadi infeksi candida, lesi akan menjadi berwarna merah dan membengkak membentuk seperti berry yang kematangan. Lesinya gampang pecah ,berdarah karena trauma ringan , dan dilapisi oleh eksudat putih yang tipis. Saat infeksi candida sudah dihilangkan , baik dengan cara pelepasan gigi tiruan atau dengan antifungal topikal , lesi papilla menjadi sedikit berbeda warnanya dengan palatum dan terdapat banyak atau sedikit kumpulan tonjolan nodular. Jika bentuknya kecil, tonjolan nodular 19

hanya seperti bentuk bulu (feltlike) pada palatum , dan lesi dapat hilang dengan sendirinya , atau dengan menggunakan instrumen, atau dengan menggunakan semprotan udara. Secara mikroskopis, lesi ini sedikit berbeda dengan papiloma lain di mulut. Pemeriksaan low-power pada lesi-lesi ini menunjukkan lingkungan yang exophitic. Invasi epithelial submucosa dan resorpsi tulang palatum tidak terjadi., bahkan pada lesi yang besar sekalipun. Meskipun tampilan klinis nya terlihat aneh , lesi ini hampir tidak memiliki potensi untuk menstimulasi neoplasma. Tidak ditemukan terjadinya atypia, dan dysplasia seluler pada biopsi. Jika pada alveolar ridge dilakukan pembedahan untuk pemakaian gigi tiruan yang baru, lesi papillary hyperplasia harus dieksisi terlebih dahulu(dengan electrocautery, cruosurgery, atau laser surgery) , dan gigi tiruan yang sebelumnya atau palatal splint digunakan untuk mempertahankan post-operative surgical dressing di atas area yang kosong. Pyogenic Granuloma, Pregnancy Epulis, dan Peripheral Ossifying Fibroma Pyogenic granuloma merupakan predunculated hemoragik nodul yang umumnya terjadi pada gingiva dan memiliki potensi rekuren setelah dilakukan eksisi. Iritasi kronis ,sebagai factor penyebab lesi ini , kadang-kadang sulit untuk diidentifikasi. Pada faktanya lesi ini terjadi pada margin gingiva. Setelah lesi dieksisi , factorfaktor seperti kalkulus, debris , dan overhanging restorasi dental harus dihilangkan. Untuk strukur histologisnya , terdapat proliferasi jaringan endotelial yang kebanyakan mengalir menuju jaringan yang kaya akan pembuluh dengan sokongan kolagen yang sedikit. Bentuknya juga polimorfik. Tidak ditemukan pengeluaran pus secara jelas , walaupun nama lesi ini memakai istilah pyogenic. Jika muncul pus, biasanya dibarengi dengan munculnya fistula yang berasal dari periodontal atau periapical abses. Lesi dengan struktur histologis yang sama juga ditemukan pada gabungan penyakit gingivitis florid + periodontitis yang dipengaruhi oleh kehamilan. Pada keadaan ini , lesi ini disebut pregnancy epulis, atau pregnancy tumor. Lesi biasanya muncul pada masa akhir kehamilan, pada saat hormon estrogen sedang meningkat. Dengan hal ini , dapat disimpulkan bahwa hormon ini merupakan salah satu etiologinya. Seperti pada pregnancy gingivitis, lesi ini jarang

muncul pada gingiva yang bebas dari iritasi. Iritasi local juga merupakan etiologinya. Baik granuloma pyogenik maupun pregnancy epulides bersifat matur dan kurang vaskuler serta lebih bersifat kolagen. Secara bertahap lesi ini akan berubah menjadi fibrous epulides. Lesi yang sama juga terjadi pada extragingival. Secara histologi, penting dilakukan pembedaan dengan hemangioma. Lesi yang berhubungan dengan pyogenic granuloma dan peripheral giant cell granuloma disebut peripheal ossfying fibroma. Lesi ini ditemukan pada gingiva, dan tidak ditemukan pada lokasi oral yang lain. Secara klinis, lesi ini berwarna pink pucat sampai merah cherry dan muncul di interdental papilla. Seperti halnya pada puogenic granuloma, peripheral ossifying fibroma umumnya terjadi pada wanita hamil. Pengobatan untuk penyakit ini adalah dengan dilakukan penghilangan iritasi gingiva yang merupakan salah satu faktor etiologinya. Juga perlu dilakukan eliminasi gingival pocket sepanjang regio mulut dan juga eksisi pertumbuhan gingiva. Jika memungkinkan, pembedahan dan prosedur periodontal harus sudah selesai dilakukan selama trimester kedua dengan pengawasan kontinu tentunya. Giant Cell Granuloma (Peripheral dan Central) Giant Cell granuloma dapat muncul dalam bentuk lesi eksophitik peripheral pada gingival (giant cell epulis, osteoclastoma, peripheral giant cell reparative granuloma) atau dalam bentuk lesi central di dalam tulang rahang, tengkorak, dan tulang wajah. Lesi ini disebut central giant cell reparative granuloma pertama kali oleh Jaffe. Baik lesi peripheral maupun central memiliki bentuk histologis yang mirip dan merupakan bentuk inflamasi hyperplasia jinak. Lesinya vascular, hemorrage, secara histologis terdapat noda coklat. Giant cell neoplasma , seperti giant cell tumor sering terjadi pada humerus, femur , dan merupakan komplikasi dari Pagets Disease. Jarang terjadi pada tulang rahang. Lesi central terjadi pada mandibula, anterior M1 , dan pada midline. Kurang dari 10% pasien hyperparatyroidism memiliki ciri radiogafis berupa adanya lesi kista rahang atau berupa hilangnya lamina dura. Hyperparathyroidism merupakan respon primer yang pada beberapa kasus terdapat adenoma pada kelenjar paratiroid atau renal disease sebagai respon sekudernya. 20

Pseudosarcomatous Fasciitis ( Nodular Fasciitis) dan Proliverative Myositis. Merupakan bentuk proliferasi jaringan ikat nonneoplastic yng terjadi pada tenggorokan atau ekstremitas orang dewasa muda. Penyakit ini muncul dalam bentuk nodul yang tumbuhnya cepat dan secara histologi meniru bentuk neoplasma mesenkimal yang ganas, tapi secara klinis bersifat jinak. Sering terjadi kekeliruan diagnosis dengan sarcoma. Nodular fasciitis memiliki bentuk miroskopis yang khas yang mempermudah diagnosis , dan tipe sel nya adalah myofibroblast. Lesi juga terjadi pada intraoral, kepala, dan leher. Proliferative myositis dan focal myositis merupakan dua lesi pada otot yang memiliki bentuk klinis yang mirip , sehingga untuk diagnosisnya perlu dilakukan tes mikroskopis. Jarang terjadi pada lidah dan otot leher , rahang lainnya. Proliferative myositis merupakan lesi fibroblastik yang reaktif yang muncul pada serabut otot manusia. Pseudoephitelimatous Hyperplasia. Pseudoephitelimatous Hyperplasia merupakan respon oral epithelial yang lebih sering terjadi dengan ciri-ciri berupa adanya rete pegs yang sangat luas pada jaringan ikat dengan bentuk yang irregular. Bentuk keratin mutiara terlihat menonjol. Infiltrasi neutrophilik di sekitar rete pegs juga terlihat menonjol. Secara klinis ,lesi ini mirip dengan epidermoid carcinoma, sehingga sering terjadi kekeliruan dalam diagnosis. Pseudoephitelimatous Hyperplasia dapat ditemukan pada granular cell tumor lidah dan keratoachantoma pada bibir. Patogenesis pseudoepitheliomatous hyperplasia belum dapat diketahui. Treatmentnya dengan cara eksisi dan eliminasi faktor iritan. Lymphoid Hyperplasia Jinak Umumnya terjadi pada kavitas oral (umumnya pada palatum lunak , papila foliata pada lidah dorsal aspek postolateral , dan sendi tonsillar anterior) yang semakin membesar. Diagnosis intraoral pada pembengkakannya sulit dilakukan , bahkan saat hasil biopsi sudah didapat. DD pembengkakannya antara lain lymphoid hyperplasia pada palatum , reactive hyperplasia pada bucal, facial, atau nodus limphatikus submandibular; infeksi virus (Epetein Bar) , infeksi bakteri ( mycobacteria, Rochemela ; dan lymphoprolif