50
SISTEM EKONOMI INDONESIA 1. Sistem Sistem adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subyek dan obyek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subyek dan obyek: § Sistem kemasyarakatan: orang atau masyarakat § Sistem kehidupan/lingkungan: makluk hidup dan benda alam § Sistem peralatan: barang/alat § Sistem informasi: data, catatan, dan fakta Perangkat kelembagaan: lembaga/wadah subyek(obyek) melakukan hubungan, cara kerja atau mekanisme yang menjalin hubungan subyek(obyek) dan tatanan kaidah/norma yang mengatur hubungan subyek(obyek) agar berjalan serasi. 1. Sistem ekonomi dan politik Dumairy (1996), sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Selanjutnya sistem ekonomi berkaitan dengan falsafah, padangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sistem ekonomi: § Subyek/obyek: manusia (subyke) dan barang ekonomi (obyek) § Perangkat kelembagaan: lembaga ekonomi formal dan non formal dan cara serta mekanisme hubungan § Tatanan: hukum dan peraturan perekonomian Sheridan (1998), economic system refers to the way people perform economic activities in their search for personal happiness. Sanusi (2000) sistem ekonomi merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sejumlah lembaga/pranata (ekonomi, sosial dan ide) yang saling mempengaruhi yang ditujukan ke arah pemecahan

SISTEM EKONOMI INDONESIA

Embed Size (px)

Citation preview

SISTEM EKONOMI INDONESIA

1. Sistem

Sistem adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subyek dan obyek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.

Subyek dan obyek:

§ Sistem kemasyarakatan: orang atau masyarakat § Sistem kehidupan/lingkungan: makluk hidup dan benda alam § Sistem peralatan: barang/alat § Sistem informasi: data, catatan, dan fakta

Perangkat kelembagaan: lembaga/wadah subyek(obyek) melakukan hubungan, cara kerja atau mekanisme yang menjalin hubungan subyek(obyek) dan tatanan kaidah/norma yang mengatur hubungan subyek(obyek) agar berjalan serasi.

1. Sistem ekonomi dan politik

Dumairy (1996), sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Selanjutnya sistem ekonomi berkaitan dengan falsafah, padangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak.

Sistem ekonomi:

§ Subyek/obyek: manusia (subyke) dan barang ekonomi (obyek) § Perangkat kelembagaan: lembaga ekonomi formal dan non formal dan cara serta

mekanisme hubungan § Tatanan: hukum dan peraturan perekonomian

Sheridan (1998), economic system refers to the way people perform economic activities in their search for personal happiness.

Sanusi (2000) sistem ekonomi merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sejumlah lembaga/pranata (ekonomi, sosial dan ide) yang saling mempengaruhi yang ditujukan ke arah pemecahan masalah pokok setiap perekonomian, produksi, distribusi, konsumsi. Perbedaan antar sistem ekonomi dilihat dari ciri:

a)   Kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan

b)   Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja

c)   Pengaturan pemilihan/pemakaian alat produksi

d)  Pemilihan usaha yang dimanifestasikan dalam tanggungjawab manajer

e)   Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh

f)    Pengaturan motivasi usaha

g)   Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi

h)   Penentuan pertumbuhan ekonomi

i)     Pengendalian stabilitas ekonomi

j)     Pengambilan keputusan

k)   Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan

Tabel Sistem Politik

KUTUB A KONTEKS KUTUB ZLiberalisme Ideoligi politik Komunisme (menghapus

hak perorangan)Demokrasi Rejim pemerintahan Otokrasi  atau otoriter

(kekuasaan tak terbatas)Egaliterisme (Berderajad sama)

Penyelenggaraan kenegaraan

Etatitsme (Lebih mementingkan negara)

Desentralisme Struktur birokrasi SentralismeKapitalisme Ideologi ekonomi SosialismeMekanisme pasar Pengelolaan ekonomi Perencanaan terpusat

 

Sistem ekonomi suatu negara dikatakan bersifat khas sehingga dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di negara lain. Berdasarkan beberapa sudut tinjauan seperti :

1. Sistem pemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi2. Keluwesan masyarakat untuk saling berkompentisi satu sama lain dan untuk

menerima imbalan atas prestasi kerjanya3. Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan

kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.

1. Macam-Macam Sistem Ekonomi

Sistem Ekonomi Liberal-Kapitalis

Sistem ekonomi leiberal-kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan individual atau sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor produksi. Secara garis besar, ciri-ciri ekonomi liberal kapitalis adalah sebagai berikut :

1. Adanya pengakuan yang luas terhadap hak pribadi2. Praktek perekonomian di atur menurut mekanisme pasar3. Praktek perekonomian digerakan oleh motif keuntungan (profile motife)

Sistem Ekonomi Sosialis-Komunistis

Dalam sistem ekonomi sosialis-komunistis adalah kebalikannya, dimana sumber daya ekonomi atau faktor produksi dikuasai sebagai milik negara. Suatu negara yang menganut sistem ekonomi sosialis-komunis, menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perekonomian.

Dalam sistem ini yang menonjol adalah kebersamaan, dimana semua alat produksi adalah milik bersama (negara) dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Sistem Ekonomi Campuran (mixed ekonomi)

Sistem ekonomi campuran ini adalah merupakan kombinasi ‘logis’ dari ketidaksempurnaan kedua sistem ekonomi diatas. Selain resesi dunia tahun 1930-an telah menjadi bukti ketidak sanggupan sistem liberalis, lengah gorbachev dan bubarnya kelompok negara-negara komunis, menjadi bukti pula kerapuhan sistem etatisme.

Sistem campuran mencoba mengkombinasikan kebaikan dari kedua sistem tersebut, diantaranya menyarankan perlunya campur tangan pemerintah secara aktif dalam kebebasan pihak swasta dalam melaksanakan kegiatan ekonominya. Dengan keinginan sperti ini, banyak negara kemudian memilih sistem ekonomi capuran ini.

Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia

Sistem Demokrasi Ekonomi (Orde Baru) Sistem Ekonomi Kerakyatan (Reformasi)

Sistem Demokrasi Ekonomi

Sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.

Landasan

Idiil : Pancasila Konstitusional : UUD 1945

Ciri-Ciri Positif Sistem Ekonomi Demokrasi

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara.3. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.4. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan untuk permufakatan

lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijakan ada pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat pula.

5. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

6. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.

7. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.

8. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Ciri-Ciri Negatif hal-hal yang harus dihindarkan.

1) Sistem free fight liberalism, yaitu sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain

2) Sistem etatisme; Negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.

3) Monopoli; Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok yang merugikan masyarakat

Sistem Ekonomi Kerakyatan

masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah  enciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.

Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan

Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.

Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.

Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja. Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.

Pelaku Ekonomi Dalam Sistem Ekonomi Indonesia

1. Badan usaha milik negara (BUMN)

Badan Usaha yang modalnya sebagian besar atau seluruhnya dari negara

TUJUAN PEMERINTAH MENDIRIKAN SEBUAH BUMN :

Memberikan pelayanan kepada masyarakat Menjadi salah satu sumber penerimaan negara Mencegah terjadinya monopoli oleh swasta Memperluas lapangan kerja

1. Badan usaha milik swasta (BUMS)

Badan Usaha yang modalnya berasal dari perseorangan ataupun kelompok masyarakat

BENTUK BUMS :

Badan Usaha/perusahaan Perseorangan Firma (Fa) Persekutuan Komanditer (CV) Perseroan Terbatas (PT)

1. Koperasi

Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas  kekeluargaan.

sumber :

http://www.slideshare.net/mangabdul/sistem-ekonomi-indonesia 19/02/2011

Setiap Negara memiliki sistem ekonomi yang berbeda. Seperti Negara barat yang memiliki system ekonomi kapitalis, maupun Negara bagian timur yang menganut sosialis. Bagaimana dengan Indonesia ? Mengarah kemana ? Kapitalis-kah atau sosialis ?

Menurut Landasan idiil Sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila. Artinya sitem ekonomi itu berorientasi kepada :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa (Adanya moral agama,bukan materialisme)2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (Tanpa ada eksploitasi)3. Persatuan Indonesia (Adanya kebersamaan,kekeluargaan dan Nasionalisme)4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan( mementingkan hajat hidup orang banyak)5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia(Adanya kesetaraan)

Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34. Ada beberapa rumusan tentang Ekonomi Pancasila.

A. Rumusan Mubyarto :

1. Perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral2. Ada kehendak masyarakat untuk mewujudkan pemerataan sosial ekonomi3. Nasionalisme selalu menjiawi kebijaksanaan ekonomi

4. Koperasi merupakan sokoguru perekonomian nasional

Ada keseimbangan antara sentralisme dan desentralisme dalam kebijaksanaan ekonomi.

B. Rumusan Emil Salim :

1. Sistem Ekonomi yang khas Indonesia sebaiknya berpegang pada pokok- pokok pikiran yang tercantum dalam Pancasila

2. Dari Pancasila, sila keadilan sosial yang paling relevan untuk ekonomi.3. Sila keadilan sosial mengandung dua makna : Prinsip pembagian pendapatan yang

adil dan Prinsip demokrasi ekonomi4. Pembagian pendapatann masa penjajahan tidak adil, karena ekonomi berlangsung

berdasarkan free fight liberalisme5. Prinsip demokrasi ekonomi ditegaskan (diatur) dalam UUD 1945 pada pasal-pasal 23,

27, 33, 34.

C. Rumusan Sumitro Djoyohadikusumo

1. Ikhtiar untuk senantiasa hidup dekat dengan Tuhan YME2. Ikhtiar untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran dalam penataan

perekonomian masyarakat3. Pola kebijakan ekonomi & cara penyelenggaraannya tidak menimbulkan kekuatan

yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa4. Rakyat berperan dan berparsitipasi aktif dalam usaha pembangunan5. Pola pembagian hasil produksi lebih merata antar golongan, daerah, kota-desa

Ciri-ciri system ekonomi Pancasila yaitu :

1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.

2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.

3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.

4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.

Secara pasti SEP merupakan landasan normatif-imperatif yang mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.

Sumber Download : ummpress.umm.ac.id/uploads/files/Sistem%20Ind.ppt, diambil tanggal 19 Februari 2011 14:34

Sumber lainnya :  http://www.indonesiaindonesia.com/f/8803-sistem-ekonomi-indonesia/,

SISTEM EKONOMI INDONESIA

 

PENDAHULUAN

Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin mudah menyajikan  pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa perangai “kemenangan” sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.  Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian  dari situ ditarik kesimpulan kelewat sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari persepsi  simplisistik semacam ini,  Indonesia pun  dianggap perlu  berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang “sosialistik” itu.  Kesimpulan yang misleading tentang menangnya sistem kapitalisme dalam percaturan dunia ini ternyata secara populer telah pula “mengglobal”.  Sementara  pemikir strukturalis masih memberikan  peluang terhadap pemikiran obyektif yang lebih mendalam, dengan membedakan antara runtuhnya negara-negara komunis itu secara politis dengan lemahnya (atau kelirunya) sistem sosialisme dalam prakteknya.  Pandangan para pemikir strukturalis seperti di atas kurang lebihnya diawali oleh fenomena konvergensi antara dua sistem raksasa itu (kapitalisme dan komunisme) a.l. seperti dkemukakan oleh Raymond Aron (1967), bahwa suatu ketika nanti anak-cucu Krushchev akan menjadi “kapitalis” dan anak-cucu Kennedy akan menjadi “sosialis”.Mungkin yang lebih benar adalah bahwa tidak ada yang kalah antara kedua sistem itu. Bukankah tidak ada lagi kapitalisme asli yang sepenuhnya liberalistik dan individualistik dan tidak ada lagi sosialisme asli yang dogmatik dan komunalistik.  Dengan demikian hendaknya kita tidak terpaku pada fenomena global tentang kapitalisme vs komunisme seperti dikemukakan di atas. Kita harus mampu mengemukakan dan melaksanakan sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.

Globalisasi  dengan “pasar bebas”nya memang berperangai kapitalisme dalam ujud barunya. Makalah ini tidak dimaksudkan untuk secara khusus mengemukakan tentang hal-hal mengapa globalisasi perlu kita waspadai namun perlu dicatat bahwa globalisasi terbukti telah menumbuhkan inequality yang makin parah, melahirkan “the winner-take-all society” (adigang, adigung, aji mumpung), disempowerment dan impoversishment terhadap si lemah. Tentu tergantung kita, bagaimana memerankan diri sebagai subyek (bukan obyek) dalam ikut membentuk ujud globalisasi. Kepentingan nasional harus tetap kita utamakan tanpa mengabaikan tanggungjawab global. Yang kita tuju adalah pembangunan Indonesia, bukan sekedar pembangunan di Indonesia.

LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

Secara normatif  landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945.  Dengan demikian maka  sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan  yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia  (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang).  Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan  merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.  Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya,  yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.  Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal    UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.  Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.

WILOPO –VS- WIDJOJO

Pancasila hampir-hampir tidak terdengar lagi. Seolah-olah orang Indonesia merasa tidak perlu Pancasila lagi sebagai ideologi negara. Tanpa suatu ideologi  negara yang solid, suatu bangsa tidak akan  memiliki pegangan, akan terombang-ambing tanpa platform nasional yang akan memecah-belah persatuan. Pancasila merupakan “asas bersama” (bukan  “asal tunggal”) bagi pluralisme Indonesia, suatu common denominator yang membentuk kebersamaan. Sistem Eknomi Pancasila pun hampir-hampir hilang dalam pemikiran ekonomi Indonesia. Bahkan demikian pula Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan ideologinya akan dihilangkan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 (terutama Ayat 1-nya) sudah dimulai sejak awal. Yang paling pertama dan monumental adalah perdebatan pada tanggal 23 September 1955 antara Mr. Wilopo, seorang negarawan, dengan Widjojo Nitisastro, mahasiswa tingkat akhir FEUI.

Di dalam perdebatan itu kita bisa memperoleh kesan adanya bibit-bibit untuk ragu meminggirkan liberalisme sebagai peninggalan kolonial serta menolak koperasi sebagai wadah kekuatan rakyat dalam keekonomian nasional, betapapun hanya tersirat secara implisit, dengan memadukan tujuan untuk mencapai “peningkatan pendapatan perkapita” dan sekaligus “pembagian pendapatan yang merata”, sebagaimana (tersurat) dikemukakan oleh Widjojo Nitisastro.

Di awal penyajiannya dalam debat itu, Widjojo Nitisastro menyatakan adanya ketidaktegasan akan Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945, kemudian mempertanyakannya, apakah ketidaktegasan ini disebabkan oleh “kontradiksi inheren” yang dikandungnya (karena masih mengakui adanya perusahaan swasta yang mengemban semangat liberalisme, di samping perusahaan negara dan koperasi), ataukah

karena akibat tafsiran yang kurang tepat. Pertanyaan Widjojo Nitisastro semacam itu sebenarnya tidak perlu ada apabila beliau menyadari makna Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 dan mengkajinya secara mendalam.

Di samping itu, menurut pendapat saya, Widjojo Nitisastro alpa memperhatikan judul Bab XIV UUD 1945 di mana Pasal 33 (dan Pasal 34) bernaung di dalamnya, yaitu “Kesejahteraan Sosial”, sehingga beliau terdorong untuk lebih tertarik terhadap masalah bentuk-bentuk badan usaha (koperasi, perusahaan negara dan swasta) daripada terhadap masalah ideologi kerakyatan yang dikandung di dalam makna “Kesejahteraan Sosial” itu. Akibatnya beliau alpa pula bahwa yang paling utama berkaitan dengan kesejahteraan sosial adalah “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak” (ayat 2 Pasal 33 UUD), di luar cabang-cabang produksi itu (ditegaskan Bung Hatta) swasta masih memperoleh tempat.

Terlepas dari itu Widjojo Nitisastro pada tahun 1955 itu telah menekankan pentingnya negara memainkan peran aktif dalam pengendalian dan melaksanakan pembangunan ekonomi (alangkah baiknya apabila kaum Widjojonomics saat ini mengikuti pandangan Widjojo yang dikemukakannya ini, yang saya anggap bagian ini tepat sekali).

Sementara Mr. Wilopo menangkap ide kerakyatan dan demokrasi ekonomi (istilahnya: mengikuti jalan demokratis untuk memperbaiki nasib rakyat). Beliau mendukung agar negeri ini tidak berdasarkan konsep liberalisme ekonomi sebagai bagian dari pelaksanaan Asas-Asas Dasar (platforms) yang dianut oleh konstitusi kita (UUDS, pen.). Beliau mengatakan lebih lanjut bahwa “sejak semula sudah diakui bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang muncul dalam UUDS sebagai Pasal 38, memang sangat penting, karena dimaksudkan untuk mengganti asas ekonomi masa lalu (asas ekonomi kolonial, pen.) dengan suatu asas baru (asas ekonomi nasional, yaitu asas kekeluargaan, pen.).

Dalam berbagai artikel saya telah menindaklanjuti pemikiran Mr. Wilopo ini dengan mengemukakan bahwa Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 merupakan sumber hukum yang perlu kita perhatikan. Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 menetapkan: “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”. Artinya Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan “asas kekeluargaan” berlaku bagi Indonesia sejak ditetapkan berlakunya UUD 1945, namun tetap masih berlaku pula peraturan perundangan kolonial, tak terkecuali KUHD (Wetboek van Koophandel) yang berasas perorangan (liberalisme). Pasal 33 UUD 1945 berlaku secara permanen, sedang KUHD sebagai akibat Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku secara temporer (transisional). Mereka yang mau memahami pula kedudukan Pasal 33 UUD 1945 dan asas kekeluargaan hendaknya memahami kedudukan peraturan perundangan mengenai keekonomian dalam konteks Aturan Peralihan ini. Artinya, KUHD yang berasas perorangan yang harus di-Pasal 33-kan, bukan Pasal 33 yang harus di-KUHD-kan.

SIAPA YANG DISEBUT RAKYAT?

Dari  landasan sistem ekonomi Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas (Pancasila, UUD 1945, TAP MPRS No. XXIII/66 dan GBHN-GBHN 1973, 1978, 1983, 1988, 1998, 1999), jelas bahwa ekonomi Indonesia berpedoman pada ideologi kerakyatan. Apa  itu kerakyatan dan siapa itu rakyat?

Banyak orang mengatasnamakan rakyat. Ada yang melakukannya secara benar demi kepentingan rakyat semata, tetapi ada pula yang melakukannya demi kepentingan pribadi atau kelompok. Yang terakhir ini tentulah merupakan tindakan yang tidak terpuji. Namun yang lebih berbahaya dari itu adalah bahwa banyak di antara mereka, baik yang menuding ataupun yang dituding dalam mengatasnamaan rakyat, adalah bahwa mereka kurang sepenuhnya memahami arti dan makna rakyat serta dimensi yang melingkupinya.

Sekali lagi, siapa yang disebut “rakyat”? Pertanyaan semacam ini banyak dikemukakan secara sinis oleh sekelompok pencemoh yang biasanya melanjutkan bertanya, “bukankah seorang konglomerat juga rakyat, bukankah Liem Sioe Liong juga rakyat?” Tentu! Namun yang jelas perekonomian konglomerat bukanlah perekonomian rakyat.

“Rakyat” adalah konsepsi politik, bukan konsepsi aritmatik atau statistik, rakyat tidak harus berarti seluruh penduduk. Rakyat adalah “the common people”, rakyat adalah “orang banyak”. Pengertian rakyat berkaitan dengan “kepentingan publik”, yang berbeda dengan “kepentingan orang-seorang”. Pengertian rakyat mempunyai kaitan dengan kepentingan kolektif atau kepentingan bersama. Ada yang disebut “public interest” atau “public wants”, yang berbeda dengan “private interest” dan “private wants”. Sudah lama pula orang mempertentangkan antara “individual privacy” dan “public needs” (yang berdimensi domain publik). Ini analog dengan pengertian bahwa “social preference” berbeda dengan hasil penjumlahan atau gabungan dari “individual preferences”. Istilah “rakyat” memiliki relevansi dengan hal-hal yang bersifat “publik” itu.

Mereka yang tidak mampu mengerti “paham kebersamaan” (mutuality) dan “asas kekeluargaan” (brotherhood atau broederschap) pada dasarnya karena mereka tidak mampu memahami arti dan makna luhur dari istilah “rakyat” itu, tidak mampu memahami kemuliaan adagium “vox populi vox Dei”, di mana rakyat lebih dekat dengan arti “masyarakat” atau “ummat”, bukan dalam arti “penduduk” yang 210 juta. Rakyat atau “the people” adalah jamak (plural), tidak tunggal (singular).

Seperti dikemukakan di atas, kerakyatan dalam sistem ekonomi mengetengahkan pentingnya pengutamaan kepentingan rakyat dan hajat hidup orang banyak,  yang bersumber pada kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu, dalam sistem ekonomi berlaku demokrasi ekonomi yang tidak menghendaki “otokrasi ekonomi”, sebagaimana pula demokrasi politik menolak “otokrasi  politik”.

Dari sini perlu kita mengingatkan agar tidak mudah menggunakan istilah “privatisasi” dalam menjuali BUMN. Yang kita tuju bukanlah “privatisasi” tetapi adalah “go-public”, di mana pemilikan BUMN meliputi masyarakat luas yang lebih menjamin arti “usaha bersama” berdasar atas “asas kekeluargaan”.

PASAL 33 UUD 1945 PERLU DIPERTAHANKAN

Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul “Kesejahteraan Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” itu, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan test untuk keberhasilan pembangunan, bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang mengutamakan kepentingan bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan struktural ekonomi.

Saat ini Pasal 33 UUD 1945 (ide Bung Hatta yang dibela oleh Bung Karno karena memangku ide “sosio-nasionalisme” dan ide “sosio-demokrasi”) berada dalam bahaya. Pasal 33 UUD 1945 tidak saja akan diamandemen, tetapi substansi dan dasar kemuliaan ideologi kebangsaan dan kerakyatan yang dikandungnya akan diubah, artinya akan digusur, oleh sekelompok pemikir dan elit politik yang kemungkinan besar tidak mengenal platform nasional Indonesia.

Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 menegaskan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Perkataan disusun artinya “direstruktur”. Seorang strukturalis pasti mengerti arti “disusun” dalam konteks restrukturisasi ekonomi, merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, menghilangkan subordinasi ekonomi (yang tidak emancipatory) dan menggantinya dengan demokrasi ekonomi (yang participatory dan emancipatory).

Mari kita baca Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 “… Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajad hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya …”. Bukankah sudah diprediksi oleh UUD 1945 bahwa orang-orang yang berkuasa akan menyalahgunakan kekuasaan, akan habis-habisan ber-KKN karena melalaikan asas kekeluargaan. Bukankah terjadinya ketidakadilan sosial-

ekonomi mass poverty, impoverishmen dan disempowerment terhadap rakyat karena tidak hidupnya asas kekeluargaan atau brotherhood  di antara kita? Dalam kebersamaan dan asas kekeluargaan, keadilan sosial-ekonomi implisit di dalamnya.

Dari Penjelasan UUD 1945 juga kita temui kalimat “… Meskipun dibikin UUD yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan, UUD itu tentu tidak ada artinya dalam praktek …”. Ini kiranya jelas, self-explanatory.

Pasal 33 UUD 1945 akan digusur dari konstitusi kita. Apa salahnya, apa kelemahannya? Apabila Pasal 33 UUD 1945 dianggap mengandung kekurangan mengapa tidak disempurnakan saja dengan ayat-ayat tambahan, dengan tetap mempertahankan 3 ayat aslinya.

Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan dengan tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Makin berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens, Tony Blair, dll) makin meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat ini 13 dari 15 negara Eropa Barat menganut paham sosial-demokrasi (Dawam Rahardjo, 2000).

Memang tidak akan mudah bagi mereka untuk memahami Pasal 33 UUD 1945 tanpa memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi kerakyatan, ataupun tanpa memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang saat ini tetap relevan. Mereka (sebagian ekonom junior) kiranya tidak suka mencoba memahami makna “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (ayat 1 Pasal 33). “Kebersamaan” adalah suatu “mutuality” dan “asas kekeluargaan” adalah “brotherhood” atau “broederschap” (bukan kinship atau kekerabatan), bahasa agamanya adalah ukhuwah, yang mengemban semangat kekolektivan dan solidaritas sosial. M. Umer Chapra (2001) bahkan menegaskan bahwa memperkukuh brotherhood merupakan salah satu tujuan  dalam pembangunan ekionomi,. Brotherhood menjadi sinergi kekuatan ekonomi utnuk saling bekerjasama, tolong-menolong dan bergotong-royong.

Pura-pura tidak memahami makna mulia “asas kekeluargaan” terkesan untuk sekedar menunjukkan kepongahan akademis belaka. “Asas kekeluargaan” adalah istilah Indonesia yang sengaja diciptakan untuk memberi arti brotherhood, seperti halnya persatuan Indonesia” adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan “kerakyatan” adalah istilah Indonesia untuk demokrasi.(Mubyarto, 2001).

Memang yang bisa memahami asas kekeluargaan adalah mereka yang bisa memahami cita-cita perjuangan dalam konteks budaya Indonesia, yang mampu merasakan sesamanya sebagai “saudara”, “sederek”, “sedulur”, “sawargi”, “kisanak”, “sanak”, “sameton” dan seterusnya, sebagaimana Al Islam menanggap sesama ummat (bahkan manusia) sebagai “saudara”, dalam konteks rahmatan lil alamin.  

Jadi asas kekeluargaan  yang brotherhood ini bukanlah asas keluarga atau asas kekerabatan (bukan family system atau kinship) yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas ekonomi kolektif (cooperativism) yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang Ayat II-nya menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yang berkedudukan sebagai “sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945”, artinya dalam posisi “peralihan”. Jadi yang tidak tahu, lalu ingin menghapuskan ketiga ayat Pasal 33 UUD 1945 itu adalah mereka yang mungkin sekali ingin merubah cita-cita dasar Indonesia Merdeka.

Mengulang yang disinggung di atas, “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” adalah satu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu sama lain, merupakan satu paket sistem ekonomi untuk merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, di mana “partisipasi” dalam kehidupan ekonomi harus pula disertai dengan “emansipasi”. Kebersamaan menjadi dasar bagi partisipasi dan asas kekeluargaan menjadi dasar bagi emansipasi. Tidak akan ada partisipasi genuine tanpa adanya emansipasi.

Pasal 33 UUD 1945 tidak punya andil apapun dan keterpurukan ekonomi saat ini, suatu keterpurukan terberat dalam sejarah Republik ini. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang mengakibatkan kita terjerumus ke dalam jebakan utang (debt-trap) yang seganas ini. Pasal 33 UUD 1945 tidak salah apa-apa, tidak ikut memperlemah posisi ekonomi Indonesia sehingga kita terhempas oleh krisis moneter. Pasal 33 UUD 1945 tidak ikut salah apa-apa dalam menghadirkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang menjebol Bank Indonesia dan melakukan perampokan BLBI. Bukan pula Pasal 33 yang membuat perekonomian diampu dan di bawah kuratil negara tetangga (L/C Indonesia dijamin Singapore). Bukan Pasal 33 yang menghadirkan kesenjangan ekonomi (yang kemudian membentuk kesenjangan sosial yang tajam dan mendorong disintegrasi sosial ataupun nasional), meminggirkan rakyat dan ekonominya. Bukan pula Pasal 33 yang membuat distribusi pendapatan Indonesia timpang dan membiarkan terjadinya trickle-up mechanism yang eksploitatif terhadap rakyat, yang menumbuhkan pelumpuhan (disempowerment) dan pemiskinan rakyat (impoverishment). Lalu, mengapa kita mengkambinghitamkan Pasal 33 UUD 1945 dan justru mengagung-agungkan globalisasi dan pasar-bebas yang penuh jebakan bagi kita? Pasal 33 tidak menghambat, apalagi melarang kita maju dan mengambil peran global dalam membentuk tata baru ekonomi mondial.

Tiga butir Ayat Pasal 33 UUD 1945 tidak seharusnya dirubah, tetapi ditambah ayat-ayat baru, bukan saja karena tidak menjadi penghambat pembangunan ekonomi nasional tetapi juga karena tepat dan benar. Kami mengusulkan berikut ini sebagai upaya amandemen UUD 1945, yang lebih merupakan suatu upaya memberi “addendum”, menambah ayat-ayat, misalnya untuk mengakomodasi dimensi otonomi daerah dan globalisasi ekonomi, dengan tetap mempertahankan tiga ayat aslinya.

PENUTUP: SIAPA YANG BERDAULAT, PASAR, ATAU RAKYAT?

Kesalahan utama kita dewasa ini terletak pada sikap Indonesia yang kelewat mengagumi pasar-bebas. Kita telah “menobatkan” pasar-bebas sebagai “berdaulat”, mengganti dan menggeser kedaulatan rakyat. Kita telah menobatkan pasar sebagai “berhala” baru.

Kita boleh heran akan kekaguman ini, mengapa dikatakan Kabinet harus ramah terhadap pasar, mengapa kriteria menjadi menteri ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar. Bahkan sekelompok ekonom tertentu mengharapkan Presiden Megawati pun harus ramah terhadap pasar. Mengapa kita harus keliru sejauh ini.

Mengapa tidak sebaliknya bahwa pasarlah yang harus bersahabat kepada rakyat, petani, nelayan, dst dst. 1)

1) Mengapa pasar di Jepang dapat diatur bersahabat dengan petani Jepang, sehingga beras di Jepang per kilo yang mencapai harga rupiahsebesar Rp. 30.000,- para importir Jepang tidak mengimpor beras murah dari luar negeri. Mengapa pula kita harus “memperpurukkan” petani-petani 

kita, justru ketika kita petani sedang panen padi, kita malah mengimpor beras murah dari luar negeri?

Siapakah sebenarnya pasar itu? Bukankah saat ini di Indonesia pasar adalah sekedar (1) kelompok penyandang/ penguasa  dana (penerima titipan dana dari luar negeri/komprador, para pelaku KKN, termasuk para penyamun BLBI, dst); (2) para penguasa stok barang (termasuk penimbun dan pengijon); (3) para spekulan (baik di pasar umum dan pasar modal); dan (4) terakhir adalah rakyat awam yang tenaga-belinya lemah. Pada hakekatnya yang demikian itu ramah kepada pasar adalah ramah kepada ketiga kelompok pertama sebagai pelaku utama (baca: para penguasa pasar dan penentu pasar).

Oleh karena itu pasar harus tetap dapat terkontrol, terkendali, not to fully rely-on, 2) tetapi sebaliknya pasarlah, sebagai “alat” ekonomi, yang harus mengabdi kepada negara. Adalah kekeliruan besar menganggap pasar sebagai “omniscient” dan “omnipotent” sehingga mampu mengatasi ketimpangan struktural. Adalah naif menganggap “pasar bebas” adalah riil.  Lebih riil sebagai kenyataan adalah embargo, proteksi terselubung, unfair competition, monopoli terselubung (copyrights, patents, intellectual property rights), tak terkecuali embargo dan economic sanctions sebagai kepentingan politik yang mendominasi dan mendistorsi pasar.

 2) Lihat Sri-Edi Swasono “Pasar-Bebas yang Imajiner: Distorsi Politik dan Pertentangan Kepentingan Internasional”, Mimeo, Kantor Menko Ekuin, 21 

Maret 1997.

Apabila pasar tidak dikontrol oleh negara, apabila asar kita biarkan bebas sehingga pasar-bebas kita jadikan “berhala” dan kita nobatkan sebagai berdaulat, maka berarti kita membiarkan pasar menggusur kedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar 1945 jelas menegaskan rakyatlah yang berdaulat, bukan pasar.

Demikian itulah, apabila kita ingin mempertahankan kedaulatan rakyat, maka Pasal 33 UUD 1945 hendaknya tidak dirubah, “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” adalah kata-kata dan makna mulia yang harus tetap dipertahankan. Menghilangkan “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” bisa diartikan sebagai  mengabaikan nilai-nilai agama, mengabaikan moralitas ukhuwah di dalam berperikehidupan yang menjadi kewajiban agama.

“Kesejahteraan Sosial” sebagai jugul Bab XIV UUD 1945 pun tidak perlu dirubah atau diganti dengan memasukkan perkataan “Ekonomi”, sebab “ekonomi”  adalah derivat atau alat untuk mencapai “kesejahteraan sosial” itu.

www.ekonomirakyat.org

merupakan gabungan dari dau kata, yaitu globalisasi dan ekonomi. Globalisasi merupakan suatu proses interaksi baik antarindividu maupun kelompok tanpa dibatasi oleh batasan suatu negara. Globalisasi bisa berwujud kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. 

Ada yang mengatakan bahwa globalisasi memang merupakan proses alami interaksi manusia. Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proyek yang sengaja diusung oleh negara adikuasa.

Salah satu proses globalisasi yang sedang ramai dibicarakan adalah mengenai globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi merupakan suatu keadaan ekonomi global di mana kegiatan perekonomian bersifat terbuka tanpa adanya batas-batas teritorial, maupun kewilayahan antardaerah satu dengan daerah yang lain.

Di dalam ekonomi global, dunia menjadi satu kesatuan di mana semua daerah bisa dijangkau dengan cepat dan mudah. Berbagai kegiatan perdagangan dan investasi menuju ke arah liberalisasi kapitalisme di mana semua orang menjadi bebas untuk berusaha di berbagai tempat mana saja dan kapan saja di seluruh wilayah dunia.

Proses Terjadinya Globalisasi Ekonomi

Pada zaman dahulu orang menggunakan sistem barter dalam kegiatan ekonominya. Kemudian sistem barter dianggap kurang efektif karena beberapa sebab. Manusia pun menemukan cara yang efektif untuk melakukan pertukaran bukan dengan cara barter tapi dengan menggunakan uang.

Pertukaran ekonomi dengan menggunakan uang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Tiap negara pun akhirnya mempunyai mata uangnya sendiri. Dari sini kemudian memunculkan berbagai sistem ekonomi yang berbeda pula di setiap negara.

Padahal tiap negara memerlukan negara lainnya untuk melakukan pertukaran ekonomi. Banyak negara kemudian mendirikan perusahaannya di negara lain. Kegiatan ini terus berkembang. Pengusaha di negara lain semakin banyak yang mendirikan ataupun berinvestasi di negara yang lainnya.

Namun terkadang pengusaha asing bisa dengan leluasa mengusai perekonomian di suatu negara. Sementara ada juga pengusaha dari suatu negara kesulitan dalam melakukan bisnis di negara lainnya. Hal ini kemudian memunculkan pandangan bahwa sistem perekonimian yang semakin mendunia ini harus dipermudah dan dipercepat dengan melakukan globalisasi.

Kegiatan perekonomian bagi negara-negara di seluruh dunia harus menjadi satu kekuatan pasar yang terintegrasi dengan tanpa rintangan batas terotorial suatu negara. Kegiatan perekonomian global menginginkan terhapusnya berbagai batasan dan hambatan pada proses arus modal, barang, dan juga jasa.

Berbagai Dampak dari Adanya Globalisasi Ekonomi

Tentu saja saat globalisasi ekonomi terjadi, maka batas-batas suatu negara terhadap negara lainnya akan menjadi kabur. Kegiatan perekonomian nasional dan internasional memiliki keterkaitan yang semakin erat. Terjadinya globalisasi ekonomi ini akan memilik berbagai dampak yang mempengaruhi kegiatan perekonomian di dalam negara tersebut hingga perekonomiannya di dalam skala internasional.

Misalkan, dalam ekonomi global tentunya akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional yang akan bersaing dengan berbagai kompetitor. Selain itu juga tentunya ekonomi global juga akan membuka peluang terhadap masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Bila dilihat dari dampaknya, tentu globalisasi ekonomi ini akan memiliki dampak yang positif dan juga memiliki dampak yang negatif. Dampak positifnya misalnya dapat memotivasi SDM untuk meningkatkan kualitas. Selain itu juga, akan terbuka lebar lapangan pekerjaan yang banyak. Ilmu pengetahuan dan barang konsumtif juga akan diperoleh dengan mudah dan murah.

Dampak negatifnya juga akan sangat berpengaruh secara signifinkan terhadap pola hidup dan perekonomian nasional. Misalnya saja, jika pengusaha kita tidak siap dengan meningkatkan kualitas produk, maka kita akan kalah bersaing dengan produk luar yang dijual di negara kita.

Hal ini mengakibatkan banyaknya perusahaan dalam negeri yang akhirnya gulung tikar. Begitu pun pola hidup masyarakat yang menjadi lebih konsumtif karena barang-barang konsumtif lebih mudah dan lebih murah didapatkan.

Arus globalisasi memang nampaknya sulit dibendung. Meskipun ada yang bilang kalau ini hanya proyek yang sengaja diciptakan negara adikuasa untuk menguasai pasar internasional, tapi sepertinya globalisasi memang suatu keharusan. Yang menjadi pertanyaan adalah, siapkah negara kita menghadapinya?

http://www.anneahira.com/

13243

Pendahuluan

Globalisasi mempunyai 2 pengertian pertama, sebagai deskripsi/definisi yaitu proses menyatunya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal (borderless market), dan kedua, sebagai “obat kuat” (prescription) menjadikan ekonomi lebih efisien dan lebih sehat menuju kemajuan masyarakat dunia. Dengan dua pengertian ini jelas bahwa menurut para pendukung globalisasi “tidak ada pilihan” bagi setiap negara untuk mengikutinya jika tidak mau ditinggalkan atau terisolasi dari perekonomian dunia yang mengalami kemajuan sangat pesat.

Benarkah pilihannya hanya dua sebagaimana dikemukakan paham Neo-liberalisme? Benarkah tak ada hak sama sekali bagi setiap negara untuk “berbeda” dengan menerapkan sistem ekonomi yang sesuai sistem nilai dan budaya negara-negara bersangkutan? Arthur Mac Ewan membantah keras pandangan “tidak ada pilihan” ini dengan secara tegas menyatakan:

Contrary to the claims of its proponents, there are alternatives to the neo-liberalism course, and these alternatives are far preferable in term of immediate and long term consequences (Mac Ewan 1999:8)

Lebih tegas lagi pernyataan James Petra dan Henry Veltmeyer dalam Globalization Unmasked bahwa “globalization is neither inevitable nor necessary” (Petras & Veltmeyer 2001:12)Hikmah Krisis Moneter

Orang Indonesia selalu berhasil menyatakan “untung” atas berbagai musibah. Maka, adakah alasan orang menyatakan “untung ada krismon”? Ternyata dalam segala kesusahan menghadapi globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan investasi, bahkan termasuk meledaknya “bom Bali”, orang Indonesia masih mampu menyebutkan aspek keuntungannya. Seorang rekan ekonom dari AS menulis “A less globalized world might be better for Indonesia”! Jadi tanpa Indonesia susah-susah melawan serangan dahsyat globalisasi, krismon dan Bom Bali telah membantu Indonesia “mengusir atau mengurangi tekanan globalisasi” yang memang lebih merugikan ketimbang menguntungkan ekonomi Indonesia. Terhadap kekuatan-kekuatan “anti globalisasi” ini para pendukung globalisasi berusaha dan berhasil mengundang IMF untuk memperkuat barisan. Kini yang terjadi adalah pergulatan (ilmiah dan ideologis) antara dua kekuatan yaitu mereka yang mendukung dan yang menentang globalisasi.

Kesimpulan kita di Indonesia tidak bisa lain, “jangan-jangan” krismon dan Bom Bali merupakan “Petunjuk Tuhan” bahwa globalisasi dan liberalisasi yang jelas-jelas merugikan sebagian besar rakyat Indonesia kenyataannya memang telah berjalan terlalu cepat sehingga “atas kehendak Tuhan”, krismon dan bom Bali “diturunkan” untuk memperingatkannya dan mengeremnya.

The region and the entire world need to carefully think through whether globalization has proceeded at too fast a pace for national societies, particularly developing ones, to make needed adjustments without undue dislocation and economic pain. (Morrison & Hadi Soesastro. 1998:23)

Liberalisasi Perbankan 1983-88

Jika kita baca dan renungkan kembali kekagetan Radius Prawiro tentang telah menjadi terlalu

liberalnya peraturan masuk dan keluar modal ke dan dari Indonesia sejak pertengahan delapan puluhan, ketika yang bersangkutan menjabat Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Menko Ekuin, maka jelas telah terjadi gerakan tak terkendali dari liberalisasi dan globalisasi di negara kita. Jika diingat bahwa jumlah bank di Indonesia sebelum Pakto 88 hanya sekitar 100 buah, yang meningkat lebih 2 kali menjadi 240 bank pada tahun 1995, maka pengurangan jumlah Bank menjadi kurang dari 100 bank dewasa ini hanya mengkonfirmasi pertumbuhan jumlah bank yang kebablasan tersebut. Memang tepat yang pernah dikatakan David Cole dan Betty Slater (Building a Modern Financial System, 1996) bahwa sebenarnya di Indonesia bukannya terlalu banyak Bank, tetapi “terlalu banyak Bank yang tidak diawasi perkembangannya”. Ini berarti bahwa ketika banyak bank mengalami kesulitan likuiditas pada saat-saat awal krismon, kesalahan tidak sepenuhnya dapat ditimpakan kepada bank-bank itu tetapi juga pada Bank Indonesia (dan Departemen Keuangan) yang telah membiarkan perbankan berkembang “liar” tanpa pengawasan. Itulah sebabnya mengapa pemerintah dan Bank Indonesia memutuskan pemberian BLBI yang “royal” itu untuk “menebus dosa”, meskipun tanpa disadari justru kebijakan ini telah menjadi perangkap baru yang akhirnya “menyandera” kebijakan ekonomi pemerintah secara berkelanjutan.

Menyiasati Globalisasi

Krismon 1997 dan sampai tingkat tertentu ledakan “bom Bali” adalah “bom waktu” buatan Indonesia sendiri, karena proses liberalisasi dan globalisasi telah dibiarkan berlangsung “kebablasan”, karena kita mengira sistem ekonomi kapitalis liberal (sistem pasar bebas ala Neoklasik ortodok) adalah satu-satunya sistem ekonomi yang cocok untuk dipakai dan diterapkan di Indonesia. Jika kita sadari dan percaya bahwa Pancasila adalah ideologi yang telah menyatukan bangsa hingga mampu membebaskan Indonesia dari 350 tahun penjajahan, maka Pancasila pastilah dapat diandalkan sebagai sumber ideologi untuk menyusun sistem ekonomi nasional. Jika perasan Pancasila adalah asas gotong-royong atau asas kekeluargaan, maka tepat sekali bunyi ayat 1 pasal 33 UUD 45 bahwa:

Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Dalam asas kekeluargaan terkandung pengertian demokrasi ekonomi, yaitu produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang.

Demikian “serangan” globalisasi tidak perlu kita takuti selama kita setia menggunakan Pancasila sebagai ideologi pegangan kehidupan bangsa. Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi moralistik, manusiawi, nasionalistik, dan kerakyatan, yang akan mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penutup

Jika orang menyatakan globalisasi tak terelakkan, hendaknya kita tidak bersikap pasrah dan menerima begitu saja “aturan main” yang dibuat “mereka”. Jika aturan main yang dipakai adalah “sistem Ekonomi Pancasila”, maka aturan main “kita” inilah yang harus kita pakai sebagai

pegangan hubungan-hubungan ekonomi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi luar negeri dan bukan aturan main “mereka”.

Globalisasi bukan hal baru bagi Indonesia karena sejak abad-abad awal penjajahan (17-18) rempah-rempah dan komoditi-komoditi pertanian Indonesia sudah “diglobalisasikan” (globalisasi tahap I ). Selanjutnya globalisasi tahap II ( sistem taman paksa 1830-1870) dan sistem kapitalis liberal ( pasca 1870 ) lebih jauh lagi “mengglobalkan” komoditi-komoditi pertanian Indonesia (terutama gula dan tembakau) sehingga “Hindia Belanda” menjadi terkenal sebagai sumber komoditi-komoditi tropik ini. Kini pada globalisasi tahap III (sejak medio delapan puluhan) Indonesia yang sudah menjadi negara merdeka tentulah tidak perlu was-was asal berani dan percaya diri dengan kepala tegak menetapkan aturan main “kita” untuk dipakai sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi “kita” dengan “mereka”.

Krisis ekonomi global pada tahun 1997 yang berawal dari negara-negara Asia seperti Indonesia, Thailand, Philipina, Malaysia, Singapura dan Korea telah membawa negara-negara yang ada di Asia dalam situasi gawat khususnya dibidang ekonomi. Washington Concensus (Kesepakatan Washington) sebutan untuk lembaga keuangan internasional seperti World Bank (WB) International Monetary Fund (IMF), World Trade Organization (WTO) dan Departemen Keuangan Amerika Serikat yang tersentralistik di USA sangat terkontaminasi terhadap kepentingan ekonomi di setiap negara. Washington Concensus mengatakan bahwa kinerja perekonomian akan berjalan baik apabila didukung oleh sistem perdagangan bebas, stabilitas makro dan penerapan kebijakan yang tepat. Apa yang dinyatakan dalam Washington Concensus merupakan syarat dalam bergeraknya ekonomi pasar, tetapi hipotesa tersebut belum lengkap dan merupakan kebijakan yang salah arah. Sistem ekonomi agar berjalan dengan baik harus butuh kontrol dari pemerintah, regulasi yang tepat di sektor finasial serta kebijakan persaingan usaha yang sehat. Faktor-faktor yang mendasar inilah yang telah diabaikan oleh Washington Concencus dan sering kali berubah menjadi tujuan dan bukan lagi fungsi sebagai alat untuk mewujudkan sistem financial keuangan yang lebih baik. World Bank (WB), International Monetary Fund (IMF), dan World Trade Organization (WTO) acap kali jika negara luar tidak banyak bertanya tentap sistem kebijakan apa yang akan mereka terapkan.

Pada umumnya lembaga keungan internasional ini akan memverifikasi negara-negara demokrasi yang sangat membutuhkan dana yang relatif tidak sedikit, bahkan ini merusak sistem pemerintahan yang ada di negara yang menganut sistem demokrasi, dan ini sangat terlihat dinegara kita betapa Indonesia bertekuk lutut dibawah lembaga keuangan internasional, tidak hanya di sistem ekonomi tetapi penerapan kebijakan lembaga internasional berdampak sistem politik yang telah tertata rapi. Ini terlihat dengan banyaknya produk undang-undang yang tidak berpihak kepada rakyat tetapi menguntungkan individu atau kelompok orang. Joseph E. Stiglitz merupakan salah satu pakar ekonomi AS yang cukup kapabel dalam melihat peran lembaga keuangan internasional, dengan background nya yang perna menduduk jabatan strategis di Bank Dunia serta Dewan Ekonomi Amerika Serikat

sudah dipastikan bahwa dia memiliki rasionalisasi dan argumentasi yang kuat dalam mengkritik sistem ekonomi liberal.

Sejak krisis ekonomi 1998 sistem ekonomi Indonesia mengalami goncangan yang amat berat, akibat dari goncangan krisis ekonomi tersebut pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional mengalami kendala yang amat pelik, tidak hanya dibidang ekonomi tetapi juga ini merambah ke bidang politik. Ketidakstabilan politik berdampak terhadap turunnya rezim Orde Baru dari singgah sanannya karena rakyat sudah kehilangan trust terhadap pemerintahan Orde Baru. Padahal kita telah memiliki sistem dan konsep ekonomi kerakyatan yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa kita (Founding Father) walaupun realitanya di lapangan kita melihat bahwa sistem ekonomi menganut paham sistem ekonomi kapitalis dan ini sangat kontradiktif dengan sistem ekonomi kita. Sehingga timbul pertanyaan yang sangat mendasar, Apakah sistem ekonomi kerakyatan kita sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan zaman?, atau memang sistem ekonomi kerakyatan kita telah digeser dengan sistem ekonomi kapitalis yang mengandal modal sebagai faktor utama dalam menentukan kebijakan pasar. Pertanyaan tersebut mungkin sangat sederhana tapi berimplikasi terhadap sistem ekonomi kerakyatan kita.

Washington Concensus

Liberalisasi perdagangan yang pada akhirnya mengalami perdagangan bebas merupakan komponen kunci dalam kesepakatan Washington. Penekanan terhadap liberalisasi dimunculkan karena negara-negara Amerika latin ketika itu mengalami hambatan perdagangan. Pada umumnya negara-negara yang menganut paham demokrasi mengalami hambatan dan rintangan dalam sektor  pembangunan nasional serta mandeknya inovasi karena ini merupakan raport negatif bagi negara. Argumen yang menyatakan bahwa proteksionisme akan menghambat inovasi ini merupakan hipotesa yang kabur dan salah karena perusahaan-perusahaan domestik yang stagnan bukan disebabkan oleh faktor eksternal tetapi lebih kontrol internal yang berjalan tidak efektif dan efisien. Liberalisasi perdagangan tidak bisa dengan sendirinya menciptakan persaingan. Jika liberalisasi terjadi pada perekonomian yang didominasi oleh importer monopolis, maka rente hanya akan berpindah dari pemerintah ke monopolis dengan penurunan harga yang tidak berarti. Liberalisasi perdagangan dengan demikian bukan merupakan syarat perlu bagi penciptaan perekonomian yang kompetitif dan inovatif. Penciptaan persaingan di sektor ekspor adalah sama pentingnya dengan persaingan di sektor impor. Sukses perekonomian Asia Timur merupakan bukti hal tersebut. Tiap negara memusatkan perekonomiannya pada produksi sektor yang menjadi keunggulan komparatifnya sehingga perdagangan berhasil meningkatkan upat dan memperluas kesempatan konsumsi.

Monopoli pemerintah pada industri tertentu telah menghambat persaingan. Hanya saja dorongan bagi privatisasi yang berkembang belakangan ini lebih dipicu oleh insentif untuk mendapatkan keuntungan dibandingkan upaya untuk meningkatkan persaingan usaha. Adalah wajar jika Washington Concencus lebih menekankan pada privatisasi ketimbang kompetisi. Washington Concensus tidaklah salah. Privatisasi penting dan pemerintah memang harus memusatkan sumber dayanya pada bidang yang tidak disentuh oleh sektor swasta. Hanya saja terdapat isu penting dalam tahapan serta cakupan privatisasi. Bahkan ketika privatisasi mampu meningkatkann efisiensi produksi, tetaplah sulit untuk memastikan bahwa tujuan publik lebih besar akan dapat dicapai meskipun regulasi telah ditetapkan. Rasionalisasi dari Washington Concensus bahwa problematika sistem keuangan global bisa diatasi ini merupakan hipotesa yang telah terbentahkan

Dampak Globalisasi

Dampak globalisasi yang tidak bisa terbendung oleh setiap negara ini membawa dampak positif dan negatif. Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia bahwa kehadiran globalisasi di Indonesia membawa dampak yang negatif bagi sistem ekonomi kita, tetapi kita harus belajar dari Cina dan India dimana yang mana kehadiran globalisasi ini membawa dampak yang positif bagi sistem ekonomi mereka dan ini termuat dalam buku “The Collapse of Globalism” karangan John Ralston Saul mengatakan bahwa kedatangan globalisasi disambut dengan baik tetapi tidak serta merta mengikuti aturan main, prinsip dan sistem globalisasi mereka sendiri tetapi  kemudian kepentingan nasional harus berjalan searah dengan kepentingan globalisasi  sehingga terjaadi ketimpangan dalam sektor ekonomi. Pemerintah cina selalu melakukan kontrol keuangan dan asset-aset industri sehingga asset industri tersebut tidak mudah di privatisasi oleh kepentingan luar. Cina dan India merupakan salah contoh negara yang bisa mengkombinasikan kepentingan negara dan kepentingan globalisasi sehingga proteksi yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengontrol aset domestik bisa terealisasi dan regulasi ini yang tidak berjalan di Indonesia sehingga banyak aset-aset domestik banyak yang telah di privatisasi. Dalam buku “Globalisasi adalah Mitos” karangan  Paul Hirst dan Grahame Thompson mengatakan bahwa globalisasi merupakan sistem yang gagal yang mana secara teoritis kekuatan mekanisme pasar mempunyai kelemahan yang sangat mendasar (weaknesses) pertama institusi pasar tanpa kehadiran institusi negara dapat menimbulkan ekternalitas negatif seperti kerusakan lingkungan alam akibat kegiatan ekonomi, kedua institusi pasar tidak dapat mengakomodasi moral karena pelaku-pelakunya hanya berorientasikan kepentingan ekonomi.

Ekonomi kerakyatan masih relevan

Hatta pernah mengatakan dalam Pledoinya di Pengadilan Belanda mengenai sistem ekonomi kita bahwa “Lebih baik Indonesia tenggelam ke dalam dasar laut yang dalam dari pada menjadi embel-embel bangsa asing”. Statemen tersebut menggambarkan bahwa posisi sistem ekonomi sudah sangat memprihatinkan khususnya dibidang ekonomi. Sistem Ekonomi kerakyatan kita yang telah digagas oleh para pendiri bangsa (Funding Fathers) ini merupakan sistem ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa yang mana masayarakat yang menjadi subjek ekonomi dan bukan sebagai objek ekonomi belaka. Koperasi merupakan salah satu bentuk ekonomi kerakyatan yang kongkrit yang telah ditelurkan dari sistem ekonomi kerakyatan kita, dan sistem ekonomi gotong royong menjadi salah satu cirri khusus dalam mengatasi kesejahteraan rakyat, sehingga sistem ekonomi kerakyatan yang telah di formulasikan oleh pendiri bangsa menjadi sebuah sistem ekonomi yang sesuai  dan relevan untuk rakyat dan amanah konstitusi. Meskipun realitanya kita melihat sistem ekonomi kapitalis yang mulai menjalar ke sistem ekonomi kerakyatan kita harus disambut positif sehingga bagaimana kemudian sistem ekonomi kita bisa beradaptasi dengan sistem ekonomi kapitalis sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak terpengaruh karena pengaruh sistem ekonomi yang datangnya dari luar. Demokrasi ekonomi seyogiyanya harus menempatkan rakyat sesuai dengan koridornya sehingga rakyat tidak dijadikan sebagi objek ekonomi tetapi harus diposisikan sebagai subjek ekonomi, kemudian pemerintah sepenuhnya harus mensupport sektor ekonomi rakyat sebagai pilar ekonomi.

 

Penulis adalah Fungsionaris Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Periode 2008-2010

Definisi Sistem Ekonomi Kerakyatan

Dalam era reformasi sekarang ini,kita sering mendengar tentang sistem ekonomi kerakyatan yang dibandingkan dengan sistem ekonomi neoliberal.Pada tulisan sebelumnya kita membahas tentang sistem ekonomi neoliberal,dan sekarang mari kita membahas tentang apa sebenarnya sistem ekonomi kerakyatan itu?Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.

Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial

berdaulat di bidang politik mandiri di bidang ekonomi berkepribadian di bidang budaya

Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial

penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi

pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di

sekolah-sekolah dan perguruan tinggi

Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan

Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:

“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”

Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi alaIndonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:

“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.

Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan

Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan

Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan Mendorong pemerataan pendapatan rakyat Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional

LIMA HAL POKOK YANG HARUS SEGERA DIPERJUANGKAN AGAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN TIDAK HANYA MENJADI WACANA SAJA

1. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya

2. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)

3. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah4. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap5. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai

bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.

EKONOMI PANCASILA

A. Pengertian Ekonomi Pancasila

Ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (instructional economics) yang menjungjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai idiologi Negara yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan social, harus di pertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila kelima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila. Di era glabalisasi ini arus perubahan Negara-negara di dunia telah mengarah kepada homogenisasi paradigma kehidupan, yaitu universalisasi liberalisme. Di bidang politik, demokrasi liberal telah menjadi wacana utama, sedangkan di di bidang ekonomi, ekonomi neoliberal yang bertumpu pada kapitalisme global menjadi arus utama.Indonesia ebagai Negara yang sedang berkembang telah mulai berkenalan dengan kapitalisme global seiring dengan perekonomian era Orde baru yang menjadikan paradigma pertumguhan ekonomi (economic growth) menjadi panglima. Krisis devaluasi rupiah yang lantas menjelma menjadi krisis moneter sepanjang 1997-1998 telah membutakan mata bahwa pondasi perekomomian Indonesia yang dibangun atas dasar hutang luar negeri tidaklah kokoh. Namun, di era reformasi ini, kesadran demikian tidak malah membangkitkan semangat di kalangan pemerintahan untuk mencari alternative system perekonomian yang manusiawi dan berkeadilan sosial, justru sebaliknya, saat ini Indonesia mengalami berbagai dentumen arus neoliberalisme yang terwujud dalam trio deregulasi, privatilasi, dan liberalisasi perdagangan.

Di sisi lain, muncul perkembangan menariok dengan wacanakannya system Ekonomi Pancasila yang merupakan sistem ekonmi yang belandasan dan dijiwai spirit nilai-nilai Pancasila. Pandangan sistem ini yang bisa dilacak dari ide-ide Bung Hatta, salah seorang proklamator RI. Senada dengan pesan pasal 33 UUD 1945 dan berbasiskan nilai-nilai sosio-religio-budaya masyarakat Indonesia.Disinilah perlunya menengok ulang pemikiran Adam Smith yang 17 tahun sebelum menulis karyanya Inquiry Into Nature and Causes Of The Wealth of Nations (1776) yang kemudian menjadi “kitab suci” ideology kapitalisme, telah menulis The teory of Moral Sentiments (1759). Di dalam karya terdahulunya, terdapatlah ajaran asli Bapak Ilmu Ekonomi ini bahwa ekonomi sama sekali tidak lepas dari factor-faktor etika. Dalam buku ini. Smith mencoba mengembangkan ilmu ekonomi yang tidak saja bermoral namun jga mendesain aspek kelembagaannya. Dari sinilah keberadaan Ekonomi Pancasila parallel dengan pemokiran Smith. Menurut Boediono (mantan Menkeu RI), Sistem Ekonomi Pancasila dicarikan oleh lima hal sebagai berikut :1. Koperasi adalah sokogru perekonomian nasional2. Manusia adalah “economic man” social and religions man”3. Ada kehendak sosial yang kuat kearah egalitarianisme dan kemerataan sosial.4. Prioritas utama kebijakan diletakan pada penyususnan perekonomian nasional yang tangguh.5. Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi. Meskipun dasar Negara Indonesia adalah Pancasila, namun ironisnya sistem perekonomian yang selama ini berlangsung tidaklah bersumber darinya. Setelah dicengkrami sistem ekonomi komando di era Orde Lama yang bercorak sosialisme, berikutnya perekonomian

Indonesia menganut sistem ekonomi pasar yang bercorak kapitalisme di era Orde Baru. Jeratan kapitalisme pun semakin menguat seiring derasnya paham ekonomi neoliberal yang datang melalui agen-agen kapitalisme global seperti World Bank dan IMF setelah Indonesia mengalami krisis moneter. Dalam perjalanan republik ini, bisa dikatakan telah terjadi penelikungan sitem ekonomi nasional sehingga Pancasila sebagai dasar Negara belum sepenuhnya menjiwai sistem perekonomian Negara ini, baik oleh faktor eksternal yang dimotori oleh World Bank dan IMF maupun oeh faktor internal yang bersifat neoliberal dan kalangan intelektual ekonomi dengan pemikiran-pemikirannya.Dalam prakteknya, menurut Mubyanto (Kepala PUSTEK UGM), fakultas ekonomi sebagai gedung pemikiran ilmu ekonomi telah menyumbsng 3 dosa dalam pengajarannya yang berperan memperparah marginalisasi Ekonomi Pancasila, yaitu :1. Bersiat parsial dalam mengajarkan ajaran ekonomi kalsik Adam Smith. Konsep Smith tentang Manusia Sosial (homococius, tahun 1759) dilupakan atau tidak diajarkan, sedangkan ajaran berikutnya pada tahun 1776 (manusia sebagai homoeconomicus) dipuja puji secara membabi buta.2. Metode analisis deduktif dari teori ekonomi neoklasik di ajarkan secara penuh, sedangkan metode analis induktif diabaikan. Hal demikian bertentangan dengan pesan Alfred Marshall dan gustave Schmoler, dua tokoh ekonomi neoklasik, untuk memakai dua metode secara serentak laksana dua kaki.3. Ilmu ekonomi menjadi spesialistis dan lebih iarahkan untuk menjadi ilmu ekonomi matematika. Menurut Kenneth Boulding dalam Economic as A Sciense. Ilmu ekonomi dapat dikembangkan menjadi salah satu atau gabungan dari cabang-cabang ilmu berikut : (a) ekonomi sebagai ilmu sosial (social science); (b) ekonomi sebagai ilmu ekologi (ecological science); (c) ekonomi sebagai ilmu prilaku (behavioral science); (b) ekonomi sebagai ilmu politik (political science); dan (f) ekonomi sebagai ilmu moral (moral science).Sebagai sebuah gagasan besar, Ekonomi Pancasila sebagai sistem ekonomi bukan-bukan, bukan kapitalisme juga sosialime, menawarkan garapan berupa sistem perekonomian alternative yang bersifat komprehensif integral bagi jutaan masyarakat Indonesia demi mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaksud dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.Sejak repormasi, terutama sejak SI-MPR 1998, menjadi populer istilah Ekonomi Kerakyatan sebagai sistem ekonomi yang harus diterapkan di Indonesia, yaitu sistem ekonomi yang demokrasi yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Mengapa ekonomi rakyat bukan ekonomi rakyat atau ekonomi Pancasila? Sebabnya adalah karena kata ekonomi rakyat dianggap berkonotasi komunis seperti di RRC (Republik Rakyat Cina). Sedangkan ekonomi Pancasila dianggap telah dilaksanakan selama Orde Baru yang terbukti gagal.Pada bulan Agustus 2002 bertepatan dengan peringatan 100 tahun Bung Hatta, UGM mengmumkan berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) yang akan secara serius mengadakan kajian-kajian tentang Ekonomi Pancasila dengan penerapan di Indonesia baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Sitem Ekonomi Pancasila yang bermoral, manusiawi, nasionalistik, demokratis dan berkeadilan, jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam sitem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemeralatan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratais yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga

masyarakat.Aturan main sitem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke 4 (Kerakyatan yang dipimpin olek hikmat kebuijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan) menjadi selogan baru yang di perjuangakan sejak eformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan terhadap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sitem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam akses kehidupan ekonomi yang liberal.

B. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pembangunan di Bidang EkonomiUUD 1945 menegaskan di dalam pembukaanya bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Penegasab di atas tidak terlepas dari pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan yaitu bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.Karena pembukaan UUD 1945 bserta seluruh pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya menjiwai Batang Tubuh UUD, maka tujuan itupun dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal seperti dalam pasal 23, pasal 27 serta pasal 33 dan 34. namun demikian, diantara pasal-pasal yang paling pokok dan melandasi usaha-usaha pembangunan di bidang ekonomi pasal 33. Pasal 33 tersebut menyatakan sebagai berikut :1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekelurgaan.2. Cabang-Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terjkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Mengenai pasal ini penjelasan UUD mengatakan : “ Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi di kerjakan oleh semua. Untuk semua di bawah pimpinan atau pemikiran anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang di utamakan, bukan kemakmuran orang-seorang, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi.Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengusai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tuympuk produksi jatuh ketangan orang-orang yang banyak ditindasinya. Hanya perusaan yang tidak mengusasi hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-orang.Bumi dan air dan kekayaan alam terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang amat penting karena pasal ini menjadi landasan dan pangkal tolak bagi pembangunan ekonomi. Bahwa masalah perekonomiandi cantumkan dalam suatu pasal di bawah Bab mengenai Kesejahteraan Sosial, mempunyai makna yang dalam dan menunjukan dengan jelas bahwa tujuan ekonomi nasional adalah untuk kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat banyak dan bukan untuk orang perorangan atau suatu golongan. Dalam pasal 33 UUD 1945 ini pula di tegaskan asas demokrasi ekonomi dalam dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa pembangunan di bidang ekonomi yang di dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan Pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya

dunia usaha perlu memberikan tangggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan sigiat-giatnya yang nyata.Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan.Ciri-ciri positif tersebut adalah sebagai berikut :1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.2. Cabang-cabang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara.3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.4. Sumber-sumber Kekayaan dan keungan Negara digunakan dengan permufakatan lembanga-lembaga Perwakilan Rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat pula.5. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilikh dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak dan penghidupan yang layak.6. Hak milik perorangan diakui dan dimanfaatjannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.7. Potensi, inisiatif dan daya kreasi warga Negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.8. fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

Sebaliknya, dalam Domokrasi Ekonomi harus dihindari timbulnya ciri-ciri negatif sebagai berikut :1. Sistem free Fight Liberalime yang membutuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan stuctural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.2. Sistem etatisna dalam nama Negara beserta aparatur ekonomi Negara bersifat dominant serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi sector Negara.3. Pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.Dalam mengembangkan kopresi, Presiden mengatakan dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1983 : “Dalam rangka mendorong prakarsa dan partisipasi rakyat itu, pengembangan koperasi merupakan usaha yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam tanggung jawab kita bersama untuk melaksanakan semangat dan kehendak pasal 33 UUD. Dalam Repelita IV koperasi harus semakin l;uas dan berakar alam masyarakat, sehinga koperasi secara bertahap dapat menjadi salah satu sokoguru perekonomian nasional kita. Untuk itu peranan dan usaha koperasi perlu ditingkatkan dan diperluas bebagai sector. Seperti sector pertaniaan, perindustrian, perdagangan, angkutan, kelistrikan, dan lain-lain. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan koperasi dibergaigai bidang tadi, maka akan di dorong dan dikembangkan kerjasama anatara koperasi dengan usaha swasta dan usaha Negara. Di samping itu juga kita akanlanjutkan penggunaan koperasi fungsional seperti koperasi buruh dan kariawan perusahaan, koperasi pegawai negeri, koperasi mahasiswa dan sebagainya sehingga koperasi makin memasyarakat dan makin membudaya.Dengan demikian terhadapt tiga unsur penting dalam tata perekonomian yang di susun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam Demokrasi Ekonomi yang sector Negara, sector swasta dan koperasi. Ketiga sector ini harus dikembangkan secara serasi dan mantap.

Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi

antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah

sistem ekonami terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subjek, barang-barang ekonomi

sebagai objek; serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam

kegiatan berekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi

(formal maupun nonformal); cara kerja; mekanisme. Hubungan, hukum dan peraturan-

peraturan perekonomian; serta kaidah dan norma-norma lain(tertulis atau tidak tertulis);

yang dipilih atau diterima atau ditetapkan oleh masyarakat ditempat tatanan kehidupan

yang bersangkutan berlangsung. Jadi, dalam perangkat kelembagaan ini termasuk juga

kebiasaan, perilaku, dan etika masyarakat; sebagaimana mereka terapkan dalam berbagai

aktivitas yang berkenaan dengan pemanfatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.

B. Rumusan masalah

A. Apa Pengertian sistem indonesia ?

B. bagaimana Sistem ekonomi dan sistem politik di indonesia ?

C. apa saja Macam – macam sistem ekonomi di indonesia ?

C. Tujuan

Untuk lebih mendalami ilmu tentang sistem ekonomi makro di indonesia dan lebih

mengetahui secara terperinci.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Ekonomi Indonesia

Perihal system ekonomi apa - atau system ekonomi yang bagaimana - yang diterapkan

atau berlangsung di Indonesia, sering dipertanyakan dan diperdebatkan. Pertanyaan

sederhana yang jawabannya pelik ini bukan saja mengundang rasa ingin tahu mahasiswa

ekonomi sendiri, tetapi juga kalangan awan Suatu uraian ringkas mengenai pengertian sistem

itu sendiri, kompleksitas sebuah sistem dan keterjalinan antar sistem, serta mengenai sistem-

sistem ekonomi yang ada sehingga dapat menjadi pengantar pemahaman yang memadai.

1. Pengertian Sistem

Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu "organisasi besar" yang menjalin

berbagai subjek (atau objek) serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.

Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat,

untuk suatu sistem social atau system kemasyarakatan, makhluk – makhluk hidup dan

benda alat.

Untuk suatu system, kehidupan atau system lingkungan, barang atau alat, untuk

suatu system peralatan, data, catatan, atau kumpulan fakta, untuk suatu system informasi,

atau bahkan kombinasi dari subjek objek tersebut.

Keserasian hubungan antarsubjek (antar objek) termasuk bagian atau syarat

sebuah sistem karena, sebagai suatu "organisasi" setiap sistem tentu mempunyai tujuan

terternu. Keserasian itulah yang akan dijadikan petunjuk apakah sistem itu dapat

berjalan/dijalankan. Sehingga pada gilirannya kelak akan dapat dinilai apakah tujuan yang

diinginkaa oleh system itu akan tercapai atau tidak. Guna membentuk dan memelihara

keseraisan itu maka diperlukaa kaidah atau norma norma. tertentu yang harus dipatuhi

oleh subjek subjek (objek-objek) yang ada dalam bekerja dan berhubungan satu sama lain.

2. Sistem Ekonami dan Sistem Politik

Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan

ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan

kehidupan. Sebuah sistem ekonami terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subjek,

barang-barang ekonomi sebagai objek; serta seperangkat kelembagaan yang mengatur

dan menjalinnya dalam kegiatan berekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud

meliputi lembaga-lembaga ekonomi (formal maupun nonformal); cara kerja; mekanisme.

Hubungan, hukum dan peraturan-peraturan perekonomian; serta kaidah dan norma-

norma lain(tertulis atau tidak tertulis); yang dipilih atau diterima atau ditetapkan oleh

masyarakat ditempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung.

sistem ekonomi ialah suatu kumpulan dan atau keterkaitan aturan-aturan (factor

yang membentuk) dalam suatu rumah tangga (perusahaan, negara, keluarga dan

sebagainya).

Tujuannya memenuhi kebutuhan di dalam mencapai kemakmuran. Aturan-atutan

(factor-faktor yang membentuk) suatu sistem ekonomi merupakan cara:

Bagaimana mengolah factor-faktor yang tersedia.

Bagaimana mengalokasikan modal-modal yang tersedia

Bagaimana mengatur (menempatkan) faktor tenaga atau orang-orang yang mampu

merealisasi tujuan.

Bagaimana mengorgatusasi/melaksanakan usaha-usaha di dalam mencapai kemakmuran.

B. Sistem Ekonomi

- Sistem ekonomi tradisonal merupakan system ekonomi, yang dasar atau pola

pemikiran di datam mengolah factor produksi masih sangat terbatas.

- Biasanya, ini disebabkan oleh keterbatasan keahlian maupun modalnya

- Cara berlxoduksi hanya mengandalkan tenaga manusia, dan tergantung dari factor alam

Ciri-cirinya:

1. Belum ada pembagian kerja.

2. Pertukaran dilaksanakan dengan jalan barter, belum mengenal uang

3. Hasil produksi, sistem distribusi terbentuk karena kebiasaan (tradisi) yang berlaku di dalam

masyarakat.

4. Jenis produksi ditentukan sesuai dengan kebutuhan.

5. Kehidupan masyarakatnya bersifat kekeluargaan

6. Tarah merapakan sumbur kehidupan dan sumber kemakmuran Sumber kebutuhan didapat

dari tanah pertanian yang dikerjakan secara. bermasyarakat, untuk kemakmuran bersama.

b. Sistem Ekonomi Terpusat.

Pengertian:

Sistem ekonomi terpusat ialah suatu sistem yang seluruh kebijaksanaan perekonomian diatur

dan ditentukan oleh pemerintah pusat. Di dalam ini, perekonomian berada sepenuhnya di

tangan pemerintah Rakyat hanya menjalankan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh

pemerintah. Ciri-cirinya:

1. Suatu alat dan sumber produksi adalah milik negara. Karena alat-alat dan sumber produksi

dimiliki dan dikuasai negara maka hak milik perseorangan tidak ada.

2. Kebijaksanaan perekonomian diatur oleh Pemerintah sebagai penguasa akan membuat

rencana pembangunan nasionalnya.

3. Jenis pekerjaan dan pembagian kerja diatur oleh pemerintah.

Jenis jenis pekerjaan di dalam suatu negara serta pembagian kerja diatur oleh pemerintah.

Negara-negara yang menjalankan sistem ekonomi terpusat antara lain:

Indonesia pada tahun 1960 an

Uni Soviet

RRC

Keunturgan Sistem Ekonomi Terpusat

1. Pemerintah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap perekonomian.

2. Pemerintah dapat menentukan jenis je:us industri/produksi.

3. Pemerintah mengatur distribusi barang-barang produksi.

Kelemahannya:

1. Hak milik perseorangan tidak ada kecuali barang-barang yang sudah dibagikan Potensi, inisiatif

dan daya kreasi setiap warp tidak berkembang dan cenderung mati. Bersifat paternalistis Apa

yang dikatakan oleh pemerintah sehingga rakyat wajib patuh

Sistem ekonomi terpusat timbul karena

1. Sistem berasal membawa kehancuran dan menimbulkan eksploitasi bagi manusia lain.

2. Merupakan kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam upaya melaksanakan

pembangunan secara cepat yang disebabkan belum siapnya masyarakat dalam suatu

perencanaan..

c. Sistem Ekonomi Liberal

Pengertian:

Sistem ekonomi liberal merupakan system perekonomian yang kehidupan ekonomi diserahkan

kepatia sector swasta tanpa campur tangan pemerintah. Sistem ekonomi liberal muncul karena

ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh Adam Smith (1723 - 1190) dalam bukunya yang terkena.l " An

Inguiry Into the Nature and Causes of The Wealth of Nation"

Inti yang dikemukakan oleh Smith yaitu tentang penyelidikan factor-faktor yang menentukan

nilai atau harga suatu barang. Dengan segala sesuatu untuk mencapai sua.tu kemakmuran dengan

melalui kerja.

Pada system ekonomi liberal, masalah perekanomian tidak berada di tangan negara /

pemerintah, tetapi pada rakyat. Rakyatlah yang mengatur perekonomiaanya sendiri, pemerintah

hanya mengawasi.

Ciri-ciri sistem liberal

1. Semua alat dan sumber produksi berada di tangan perseorangan, masyarakat atau

perusahaan-perusahaan. Dalam hal ini masyarakat secara individu maupun kelompok

diberi kebebasan untuk mengatur dan memilikinya.

2. Adanya pembagian kelas dalam masyarakat yaitu:

a. kelas pemilik

b. kelas pekerja

3. Adanya persaingan antar pengusaha.

Karena setiap orang diberi kebebasan memiliki dan berusaha maka persaingan

antarpengusaha tidak dapat dielakkan. Masing-masing bertujuan mencari laba sebesar-

besarnya.

Negara-negara penganut system liberal

1. Indonesia pada tahun 1950.

2. Negara negara kapitalis, tetapi tidak murni liberal, karena pemerintah turut serta campur

tangan, misalnya:

- Prancis

- Amerika Serikat - Inggris

- Belanda

Kebaikan system ekonomi liberal

1. Setiap inQividu bebas mengatur perekonomiannya dan tidak perlu menunggu perintah

dari pemerintah sehingga bebas berusaha menca.pai laba sebesarbesarnya.

2. Setiap individu bebas memiliki ai_at alat produksi.

3. Adanya persaingan a.ntarpengusaha mendorong kemajuan.

4. Produksi berdasarkan atas apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Keburukan:

1. Menimbulkan eksploitasi (penindasan) terhadap manusia yang lain, yang kaya semakin

kaya dan yang miskin semakin miskin.

2. Menimbulkan monopoli sehingga merugika.n masyarakat

3. Sering menimbulkan krisis, sebab kehidupan ekonomi tidak menentu.

4. Tidak adanya pemerataan pendapatan, karena setiap orang berlomba-lomba mencari

laba besar.

d. Sistem ekonomi nasional (demokrasi ekonomi Indonesia)

Sistem ekonomi nasional dijalankan oleh negara berdasarkan pandangan hidup negara itu

sendiri. Negara yang menganut paham liberal tentu akan menyususn sistem

perekonomiannya dengan sistem ekonomi bebas. Negara yang menganut paham sosialis,

komunis, tentu akan mengatur perekonomiannya berdasarkan sistem terpimpin.

Indonesia adalah negara yang menganut dan berdasarkan Pancasila maka

perekonomiaunya disusun sesuai dengan aturan-aturan yang terkandung dalam Pancasila: -

RAfigkaian penyusunannya yang terkandung tentu tertumpu pada landasan ideal Pancasila

yaitu pada sila ke 5 " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" yang kemudian disusun

dalam UUD 1945 (landasan struktural) antara lain pasal 33 UUD 1945 yang kemudian

diopersionalkan (landasan opersional) melalui ketetapan MPR berupa Garis-garis Besar

Haluan negara (GBHN)

Sistem ekonomi yang pernah berlaku & Indonesia

Sejak kemerdekaan 17-08-1945 sampai saat ini Indonesia suda.h pernah menjalankan

sistem ekonomi:

a. Sistem ekonomi liberal pada tahun 1950-an

b. Sistem etat'rsme atau sistem ekonomi terpimpin pada tahun 1960-an

c. Demakrasi ekonomi Indonesia pada zaman Orde Baru

Di dalam GBHN Tap MPR - RI 1988 No.IUMPR/1988 dikatakan bahwa:

Di dalam demokrasi ekonomi Indonesia ditentukan bahwa masyarakat harus lebih

berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pertumbuhan ekonomi serta menciptakan

iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya dunia usaha perlu

memberikan tanggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim

tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang nyata.

Adapun pelaksanaan demokrasi ekonomi Indonesia bertitik tolak pada pasal 33 ULJD

1945 yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara.

3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan

dipergunakan untuk sebesarnya-besarnya kemakmuran rakyat.

Ciri-ciri positif demokrasi ekonomi Indonesia

l. Perekonomian disusun dan diusahakan secara bersama berdasar pada asas kekeluargaan.

2. Cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran

rakyat.

4. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan digunakan setelah mendapat persetujuan

lembaga-lembaga perwakilan rakyat dan diawasi oleh lembaga perwa.kilan rakyat.

5. Warp negara memii_iki kebebasan dalam memil-ih pekerjaan yang dikehendaki serta

memp-anyai hak akan pekerjaan dan pengiudupan yang layak.

6. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan masyarakat. ..

7. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan sepenuhnya dalam

batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.

8. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Ciri-ciri negatcf demokrasi ekoncmi Indonesia

Ciri-ciri ini harus dihindarkan sebab:

1. Sistem free figh liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa

lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan

kelemahan struktur posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.

2. Sistem etatisme, yaitu negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta

mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor

negara.

3. Pemisahan kekuata.n ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang

merugikan masyarakat.

e. Tata Ekonomi Dunia Baru

Pengertian:

Tata ekonomi dunia baru adalah cara atau sistem pengaturan ekonomi suatu negara dengan

pengelolaan faktor produksi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan negara tersebut

dalarn mencapai kemakmuran.

Hal-hal yang menyebabkan semakin suramnya perekonomian dunia antara lain:

1. Keterbatasan energi

2. Kurangnya jumlah makanan karena bertambah seperti deret hitung dan semakin

bertambahnya penduduk yang ber`tam'uah seperti deret ukur.

3. Terbatasnya sumber-sumber daya alam.

Pada tahun 1974 di Roma dilaksanakan konferensi pangan du.tia (Word Food

Conference) Negara-negara peserta konferer.si menyerukan kepada, negara – negara

yang mempunyai persediaan pangan agar membantu negara-negara lain yang mengalami

kekurangan pangan. Konferensi pangan dunia ini dilaksanakan karena persediaan pangan dunia

memang sangat memprihatinkan sebagai penyebab hal tersebut antara lain:

- meningkatnya jumlah penduduk yang sangat pesat, sehingga mengakibatkan bertambahnya

perrnintaan terhadap pangan, sedangkan areal pertanian semakin sempit.

- Meningkatnya harga energi yang dapat menghambat laju peningkatan produksi pertanian.

- Adanya bencana alam seperti kemarau panj ang, banj ir, gempa bumi yang semuanya

mengakibatkan rusaknya tanaman pangan, sehingga penduduk mengalami kelaparan.

Sehingga dengan demikian maka kelompok Roma mempunyai tujuan antara lain;

menelaah dan mengkaji dunia yang rumit da.n kompleks serta menganalisis kecenderungan-

kecenderunganya.

Pada tahun 1974 sidang khusus PBB mengeluarkan deklarasi dan aksi

pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru yang mengatur antara lain:

a. Cara pendistribusian persediaan surnber-sumber alam seperti energi, beberapa jenis

bahan mentah serta komoditi-komoditi lainnya.

b. Menghapus permainan dan persaingan antara negara-negara kaya untuk

mendapatkan bahan baku semurah-murahnya dan menjual hasil produksi setinggi-

tingginya di negera-negara miskin.

c. Setiap negara baik negara kaya maupun negara miskin secara bersama-sama

berusaha meningkatkan kesejahteraan.

Selain hal tersebut diatas tata ekonorni dunia baru mempunyai Prinsip-prinsip

sebagai berikut:

1. Pembangunan masing-masing negara erat hubungannya dengan pembangunan

negara lain

2. Negara-negara di dunia merupakan suatu kesatuan yang mempunyai nasib dan

kepentiagan sama.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem ekonomi di indonesia merupakan sarana kita untuk melakukan intraksi antara

negara indonesia dan negara lain, yang diasumsikan seperti impor ekspor

B. Saran

Saran yang bersifat membangun dan krikik sangat kami harapkan demi kelajutan dala