Click here to load reader
Upload
andreas-hp
View
292
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS PRODUK KOSMETIK
Bahan Pewarna dan Bahan Pewangi dalam Kosmetik
Makalah
Disusun oleh:
Nama : ANDREAS HENRY PRASETYO
NIM : 092210101096
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
JUNI, 2012
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kosmetika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penampilan, karena
penampilan merupakan refleksi citra diri seseorang. Pada saat ini kebutuhan terhadap
kosmetika terus meningkat seiring dengan munculnya jenis jenis kosmetika baru yang
memiliki berbagai macam fungsi mengikuti perkembangan kebutuhan para wanita baik itu
produk dalam negeri maupun produk luar negeri. Peningkatan ini mendorong tumbuh dan
berkembangnya industri-industri kosmetika, sehingga tak heran jika bisnis kosmetika
berkembang menjadi sebuah industri besar didunia termasuk di Indonesia.
Peningkatan pangsa pasar seharusnya juga diikuti oleh peningkatan mutu produk
serta dapat diterima secara luas baik dari segi kualitas, harga, serta penampilan produk.
Suatu sediaan kosmetik merupakan sediaan yang terdiri dari bahan-bahan penyusun yang
kompleks, antara lain bahan aktif (jika dimaksudkan untuk suatu tujuan terapi tertentu),
bahan pembawa, bahan pewarna, pewangi, dan bahan-bahan lainnya. Bahan pewarna dan
bahan pewangi dalam kosmetik seringkali tidak terlalu diperhatikan oleh konsumen, akan
tetapi bahan-bahan tersebut merupakan salah satu unsur pokok yang mendukung
penampilan sediaan yang dihasilkan.
Bahan pewarna merupakan suatu bahan yang ditujukan untuk memberikan suatu
warna pada sediaan yang dibuat. Bahan pewarna yang digunakan dalam kosmetik
memiliki merupakan bahan yang memang dapat digunakan untuk produk kosmetik,
apabila tidak sesuai daat menimbulkan iritasi. Bahan pewangi merupakan suatu bahan
yang digunakan untuk memberikan aroma menyegarkan, menutupi bau bahan-bahan lain,
atau sebagai aromaterapi yang ditambahkan dalam sediaan kosmetik. Pemilihan bahan ini
juga harus mempertimbangkan aspek kesesuaian dengan sediaan, keinginan konsumen
serta sifat bahan yang aman digunakan.
Pengetahuan tentang bahan pewarna dan pewangi yang digunakan dalam sediaan
kosmetika merupakan hal yang penting untuk diketahui bukan hanya oleh formulator tetapi
juga oleh konsumen. Menyikapi hal ini, maka perlu suatu bahasan tentang bahan pewarna
dan pewangi yang digunakan dalam sediaan kosmetika agar tidak terjadi kesalahan serta
dampak negatif yang mungkin timbul dari bahan-bahan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan bahan pewarna dalam sediaan kosmetik serta
contoh-contohnya?
1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan bahan pewangi dalam sediaan kosmetik serta
contoh-contohnya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan bahan pewarna dalam sediaan kosmetik
serta contoh-contohnya.
1.3.2 Mengetahui apa yang dimaksud dengan bahan pewangi dalam sediaan kosmetik
serta contoh-contohnya.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Bahan Pewarna Kosmetik
Bahan pewarna adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam kosmetik untuk
memberikan warna pada kosmetik yang bersangkan ataupun juga pada kulit (atau
appendages) khususnya pada osmetik dekoratif. Penggunaan bahan pewarna untuk tujuan
dekoratif merupakan salah satu budaya manusia dari zaman dulu. Bahkan pada zaman
prasejarah pun bahan pewarna dapat ditemukan tidak hanya digunakan untuk keperluan
seni tetapi juga untuk membuat tato, lukis badan (body painting), atau dalam istilah mdern
disebut sebagai kosmetik dekoratif (Barel et al, 2001).
Walaupun penggunaan bahan pewarna mempunyai sejarah yang panjang, aturan
legal tentang penggunaan bahan ini baru ditetapkan pada tahun 1887 di Jerman yang
disebut dengan Color Law, yang melarang penggunaan bahan pewarna berbahaya. Pada
tahun 1906 color law disahkan di Austria yang mencakup berbagai spesifikasi kemurnian
dan penggunaan beberapa pewarna ilegal dari tar batu bara. Pada tahun 1938 FDA
mengeluarkan garis-garis besar penggunaan pewarna dalam makanan, obat, dan kosmetik
(Barel et al, 2001).
Bahan pewarna idealnya harus memiliki sifat sifat antara lain sebagai berikut:
a. Non toksik dan tidak memiliki aktivitas fisiologis serta bebas dari senyawa
pengotor yang berbahaya.
b. Merupakan senyawa kimia yang pasti sehingga dapat dipastikan hanya kemapuan
pewarnaannya yang dimafaatkan.
c. Kemampuan pewarnaan yang tinggi sehingga hanya dibutuhkan jumlah yang kecil
dalam pemakaiannya.
d. Tidak bereaksi dengan cahaya, temeratur tropis, hidrolisis dan mikroorganisme,
sehingga dapat stabil dalam penyimpanan.
e. Tidak terpengaruh oleh agen oksidasi atau reduksi serta perubahan pH.
f. Kompatibel dengan bahan obat serta tidak bereaksi dengan bahan tersebut.
g. Bebas dari rasa dan bau (Allam et al, 2011).
Bahan pewarna yang digunakan dalam kosmetik dapat diklasifikasikan menjadi 3,
yaitu:
a. Organic dyes and their lakes
Dye
Dye merupakan senyawa sintetis yang menunjukkan kemampuan berwarnanya
ketika dilarutkan dalam suatu pelarut. Biasanya kemurniannya sekitar 80-93%
terkadang 94-99%, dan biasanya larut dalam propilen glikol dan gliserin. Sifat-
sifat fisika dari dye (ukuran partikel, variasi proses dari penggilingan dan
pengeringan, supplier berbeda) biasanya tidak terlalu berpengaruh terhadap
warna yang dihasilkan. Larutan dari dye harus dibuat dalam wadah stainless
steel atau tangki glass-lined (untuk mengurangi terjadinya kontaminasi atau
inkompatibilitas wadah), dilakukan pengadukan dengan kecepatan sedang dan
harus disaring secara rutin untuk menghilangkan partikel dye yang tidak larut.
Contoh dai dye adalah Tartrazine, Erythrosine, Sunset Yellow dan Patent Blue
V (Allam et al, 2011).
Lakes
Lakes didefinisikan oleh FDA sebagai garam aluminium dari dye FD & C larut
air yang menyebar pada bagian bawah alumina. Lakes bersifat tidak tidak larut
dan warna terbentuk dari dispersi, oleh karena itu ukuran partkel dari lakes
sangat berpengaruh terhadap kapasitas warna atau kemampuan tinctorial. Pada
umumnya, semakin kecil ukuran partikel maka semakain besar kemapuan
tictorialnya.lakes dibentuk dari presipitasi dan absorbsi dari suatu dye dalam
suatu substrat atau basis tidak larut. Lakes untuk FD & C tersedia dalam enam
warna dasar yaitu satu warna kuning, satu warna orange, dua warna merah
(pink-red dan orange-red), dua warna biru (green-blue dan royal blue). Bebrapa
contoh alumina lakes yang ada ntara lain Brilliant Blue Lake, Sunset yellow lake,
Amaranth lake, Allura red lake, Indigo carmine lake, dan Quinoline yellow lake
(Allam et al, 2011).
b. Bahan pewarna inorganik atau pewarna mineral
Beberapa kegunaan besar dari pewarna inorganik adalah regulatori
keterterimaan yang luas, membuatnya menjadi paling banyak dipakai dalam
formula standar. Pigmen mineral terkadang digunakan sebagai pewarna makanan
dan obat, tetapi karena beberapa diantaranya memiliki efek toksik maka
kegunaannya segera digantikan oleh dye sintetis ketika telah tersedia. Penggunaan
pewarna mineral pada saat ini antara lain pada pencampuran ferric oksida merah
dan kuning untuk memberikan warna segar pada calamin. Titanium dioksida
digunakan untuk mewarnai dan dan memberikan kesan opak pada kapsul gelatin
keras (Allam et al, 2011).
c. Bahan pewarna natural atau pewarna dari sayuran dan hewan
Beberapa pewarna dari bahan natural sring kali dilakukan sintesisnya
setelah diketahui struksturnya melalui tahap ekstraksi sampai elusidasi struktur,
sebagai contoh adalah β‐carotene. Secara umum pewarna natural tidak memberika
warna yang stabil seperti pada pewarna lain. Kelemahan utama dari pewarna
natural adalah warna mudah pudar, kesulitan mendefinisikan struktur kimia,
kebanyakan digunakan sebagai crude drug atau sebagai ekstrak dengan
konsekuensi variasi kemapuan pewarnaan dan kesulitan standardisasi. Kemampuan
tinctorial sangat lemah dan terkadang warna yang ada cepat hilang ketika berada
dalam larutan. Contoh dari pewarna ini antara lain Riboflavin dan Anthocyanins,
Paprika Oleoresin, Beet Root Red, Annatto, Curcumin (Allam et al, 2011).
Ketika diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya, maka bahan pewarna yang ada
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Bahan pewarna larut air
Bahan pewarna ini biasa digunakan pada campuran lotion, parfum, emulsi,
sabun dan produk mandi, dimana efek pelapisan (covering) tidak dibutuhkan.
Molekul dari pewarna ini mengandung satu atau lebih gugus larut air seperti
sulfonic (-SO3-Na+) atau gugus karboksilat (-COO- Na+). Bahan pewarna jenis ini
sangat sensitif terhadap pH, sinar UV, serta sangat mudah teroksidasi. Contoh dari
bahan ini adalah carminic acid, caramel, FD&C Yellow No. 5, FD&C Blue No. 1,
D&C Orange No. 4, D&C Red No. 33, dan FD&C Red No. 40 (Salvador dan
Alberto, 2007).
b. Bahan pewarna larut lemak
Bahan pewarna ini digunakan untuk memberikan warna campuran anhidrat
dimana concealing tidak dibutuhkan (misalnya minyak tanning, bath oils, sticks,
dan lain-lain). Molekul pewarna ini tidak mengandung gugus larut air. Bahan-
bahan ini juga sensitif terhadap radiasi sinar UV. Contoh dari bahan-bahan ini
antara lain β-carotene, D&C Red No. 17, D&C Yellow No. 11, D&C Green No. 6,
dan D&C Orange No. 5 (Salvador dan Alberto, 2007).
Menurut undang-undang FDA tahun 1938, coal tar dyes dibagi menjadi tiga
golongan yaitu:
a. Pewarna FD & C: pewarna ini meiliki sertifikat untuk digunakan dalam
makanan, obat, dan kosmetik.
b. Pewarna D & C: merupakan dye dan pigmen yang dipertimbangkan aman
untuk dipergunakan dalam obat dan kosmetik ketika kontak dengan membran
mukosa ataupun ketika tertelan.
c. Pewarna D & C Eksternal: pewarna ini karena toksisitasnya ketika
dipergunakan secara oral, maka tidak diijinkan untuk produk-produk yang
ditujukan masuk saluran cerna, tetapi hanya dipergunakan secara oral (Allam et
al, 2011).
Beberapa contoh bahan pewarna yang biasa digunakan dalam obat, makanan, dan
kosmetik adalah sebagai berikut:
a. Beta-carotene (Beta‐carotene; β‐carotene; β,β‐carotene; E160a)
Indeks warna no : CI 75130 (natural) and CI 40800 (syntetik).
Pewarna ini biasanya terdapat dalam bentuk murni berbentuk kristal merah
ketika direkristalisasi. Beta‐carotene sangat tidak stabil terhcahaya dan udara,
sehingga prduk yang mengandung bahan ini harus dikemas secara tepat untuk
mengurangi degradasi. Karena kelarutannya yang rendah pada air maka beta-
carotene tidak dapat digunakan untuk sistem air tanpa bantuan cosolven seperti
etanol (Allam et al, 2011).
b. Indigo carmine (Indigotine; sodium indigotin disulfonate; soluble Indigo blue;
E132; FD&C blue #2)
Indeks warna no : CI 73015
Bahan ini berupa serbuk berwarna biru gelap, pada larutan air berwarna
biru atau ungu kebiruan. Kegunaan utama dari nindigo carmine adalah sebagai
indikator pH. Indigo carmine merupakan indigoid dye yang digunakan untuk
preparasi sediaan oral maupun topikal dan kadang dikombinasi dengan warna
kuning untuk memperoleh warna hijau (Allam et al, 2011).
c. Titanium dioksida (TiO2) (Anatase titanium dioxide; brookite titanium dioxide;
E171; Kronos 1171; pigment white 6; rutile titanium dioxide; Tioxide; TiPure;
titanic anhydride; Tronox)
Indeks warna no : CI 77891
TiO2 juga merupakan bahan opsficier dalam bentuk serbuk, dimana
sebenarnya bahan ini ditujukan sebagai pigmen untuk menghasilkan warna
keputihan serta opacitas dari produk seperti salut, plastik, kertas, makanan, obat
(seperti pil, tablet, juga pada sediaan topikal) dan paling banyak pada sediaan pasta
gigi (Allam et al, 2011).
d. Quinoline yellow SS (Solvent Yellow 33; FD&C Yellow #11; Quinoline Yellow
A; Yellow No. 204)
Indeks warna no : CI 47000
Quinoline yellow merupakan dye berwarna kuning cerah dengan sedikit
kehijauan. Bahan ini bersifat tidak larut air tetapi larut dalam pelarut organik non
polar, biasa dipakai dalam polistiren, policarbonat, acrilic, memberi warna pelrut
hidrokarbon serta untuk obat dan kosmetik eksternal (Allam et al, 2011).
e. Quinizarine green SS (Solvent Green 3; Oil Green G; D&C Green #6)
Indeks warna no: CI 61565
Merupakan dye berwarna hijau, turunan dari antraquinon. Bahan ini
memiliki tampilan fisik berupa serbuk berwarna hitam dengan titik lebur 220-
221oC, tidak larut air, dan biasa digunakan dalam pengobatan serta kosmetik
(Allam et al, 2011).
2.2 Bahan Pewangi
Bahan pewangi merupakan bahan yang digunakan hampir pada semua produk
sehari-hari mulai dari kosmetik dan produk perawatan sampai pada produk pembersih,
pengharum ruangan dan lain sebagainya. Bahan pewangi biasanya berupa senyawa asam
karboksilat, ester, aldehid, keton, dan glicol (Barel et al, 2001). Saat ini lebih dari 300 jenis
pewangi yang digunakan dalam produk kosmetik (Hamilton dan Gillian, 2011). Meskipun
terkadang pemakaian pewangi hanya dalam jumlah kecil, yaitu sekitar 2%, tetapi jumlah
ini merupakan hal yang penting dan vital untuk identitas dan fungsi dari produk. Hampir
semua produk kosmetik menggunakan bahan pewangi, penggunaan bahan pewangi yang
tepat terbukti dapat meningkatkan minat konsumen terhadap produk yang bersangkutan
dan tentunya dapat membuat produk tersebut lebih laku dipasaran (ifraorg.org).
Bahan pewangi dapat dikelompokkan berdasarkan asalnya, yaitu natural dan
sintetis. Dikatakan natural ketika diperoleh dari produk natural seperti dari hewan atau
tumbuhan, dan dikatakan sitetis ketika dibuat dari sintesis kimia.
a. Bahan Pewangi Natural
Bahan pewangi natural biasa disebut minyak esensial biasanyanya diambil
dari berbagai bagian tumbuhan seperti bunga (misalnya mawar, melati, gardenia),
buah (misalnya lemon, vanila), akar (misalnya angelica, vetiver, cistus), daun
(misalnya peppermint, violet, patchouli), resin (misalnya tolu, galbanum), dan biji
(misalnya angelica, celery, anis) atau dari tanaman utuh (misalnya lavender,
geranium). Selain itu juga dapat dari kelenjar atau organ hewan misalnya musk,
yang diperoleh dari testis dari rusa; civet, yang merupakan sekresi kelenjar dari
musang; ambergris, yang diperoleh dari sekresi usus ikan paus, dan castoreum,
yang diperoleh dari kelenjar di dekat organ reproduksi berang-berang. Semua
bahan pewangi natural ini diperoleh sacara ekstraksi (Salvador dan Alberto, 2007).
Contoh tumbuhan yang dapat digunakan untuk membuat pewangi antara
lain:
- Camphor
(Cinnamomum camphora)
- Angelica
(Angelica archangelica)
- Celery (Apium graveolens)
- Arnica (Arnica montana)
- Azahar (orange flower)
(Citrus aurantium)
- Fir balsam (Abies balsamea)
- Peruvian balsam
(Myroxolon pereirae)
- Tolu balsam
(Myroxolon toluiferum)
- Cinnamon
(Cinnamomum zeylanicum)
- Atlas cedar (Cedrus atlantica)
- Cloves (Eugenia caryophyllata)
- Estragon
(Artemisia dracunculus)
- Eucalyptus (Eucalyptus globulus)
- Bladder wrack
(Fucus vesiculosus)
- Blackcurrant buds (Ribes nigrum)
- Fennel (Foeniculum vulgare Dolce)
- Hyacinth (Hyacynthus orientalis)
- Jasmine (Jasminum grandiflorum)
- Sweet lime (Citrus aurantifolia)
- Lemon (Citrus limonium)
- Blue camomile
(Chamomilla matricana)
- Marjoram (Origanum majorana)
- Mint (Mentha viridis, Mentha spicata,
Mentha piperita)
- Mimosa (Acacia cecurrens)
- Bitter orange (Citrus aurantium Amara)
- Narcissus (Narcissus poeticus)
- Nard (Polianthes tuberosa)
- Pennyroyal (Mentha pulegium)
- Aromatic retama
(Spartium junceum)
- Mountain rue (Ruta montana)
- Carrot seeds (Daucus carota)
- Tuya (Thuya occidentalis)
-Ylang-ylang (Cananga odorata)
Selain dari tumbuhan, dapat pula dari lichenes dan alga, antara lain:
Lichens, misalnya: Evernia prunastri dan Pseudoevernia furfuracea.
Algae, misalnya: Fucus vesiculosus (ocw.upm.es).
b. Bahan Pewangi Sintetis
Bahan-bahan ini dibuat dari proses sintesis kimia yang mencoba meniru
komponen pewangi natural yang diperoleh dari proses ekstraksi. Keuntungan
utama menggunakan cara sintesis adalah dapat diperoleh harga yang relatif lebih
murah dibanding pewangi natural. Selain itu, dengan diketahui senyawa yang
disintesis, dapat dibuat turunan senyawa baru yang tidk dapat diperoleh dari
ekstraksi bahan natural (Salvador dan Alberto, 2007).
Kekurangan dari sintesis kimia adalah bahwa senyawa yang mungkin
beraroma adalah salah satu isomer dari dua isomer yang mungkin ada, dan
kemungkinan terburuknya salah satu isomer lainnya tersebut menimbulkan bau
yang berbeda atau mungkin tidak enak. Sebagai contoh adalah D-Linalool memiliki
aroma bunga dengan woody note, sementara L-Linalool memiliki aroma manis
bunga (Salvador dan Alberto, 2007).
Tipe pewangi dan kandungannya pada produk kosmetik sangat tergantung pada
tipe kosmetik, tetapi juga juga dapat dipertimbangkan dari aspek konsumen. Kosmetik
sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan pewangi yang ada. Fine fragrances,
dimana pewangi berupa larutan heteroetanolic, biasa mengandung lebih banyak pewangi
dibanding formula kosmetik lain karena fungsi utamanya adalah untuk memberikan sensai
keharuman kepada pengguna. Fine fragrances juga dapat dibagi lagi berdasar kendungan
pewanginya, seperti terlihat pada tabel 1 (Salvador dan Alberto, 2007).
Tabel 1. Kandungan pewangi yang biasa digunakan dalam produk kosmetik
(Salvador dan Alberto, 2007)
Pemilihan bahan pewangi juga harus mempertimbangkan aspek alergi ataupun
sensitasi yan mungkin timbul. Menurut North American Contact Dermatitis Group
(NACDG) dan Mayo Clinic Contact Dermatitis Group (MCCDG) dalam jurnal Hamilton
et al, 2011, terdapat 10 alergen yang paling banyak ditemukan, yang dapat memicu reaksi
alergi pada kulit. Alergen tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Salah satu alergen yang
banyak memicu reaksi alergi adalah campuran pewangi, hal ini bukanlah hal yang
mengherankan karena hampir setiap hari kita menggunakan bahan pewangi ini. Oleh
karena bahan pewangi dapat menjadi alergen, maka ada baiknya bahwa dalam pemakaian
serta pemilihan kosmetik harus diertimbangkan akan kemunkinan munculnya rekasi alergi
tersebut (Hamilton dan Gillian, 2011).
Tabel 2. 10 alergen paling banyak muncul menurut NACDG (Hamilton dan Gillian, 2011)
Tabel 3. 10 alergen paling banyak muncul menurut MCCDG (Hamilton dan Gillian, 2011)
Berikut ini adalah beberapa contoh senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan
pewangi:
Ganbar 1. Beberapa senyawa yang berfunsi sebagai pewangi (Salvador dan Alberto, 2007)
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:
a. Bahan pewarna merupakan bahan yang sengaja ditambahkan untuk memperbaiki
penampilan sehingga dapat meningkatkan keterterimaan konsumen, digunakan
untuk menutupi atau melapisi kulit sehingga memberikan warna seperti yang
dikehendaki, serta dapat pula digunakan untuk memberikan identitas sediaan.
b. Penggunaan bahan pewarna untuk kepentingan kosmetik harus mengacu pada
aturan FDA, yaitu menggunakan pewarna berkode FD & C, D & C, ataupun D &
C eksternal.
c. Bahan pewangi biasanya berupa senyawa asam karboksilat, ester, aldehid, keton,
dan glicol.
d. Berdasarkan asalnya, bahan pewangi dapat dibedakan menjadi natural dan sintesis.
DAFTAR PUSTAKA
Allam, Krishna Vamshi dan Gannu Praveen Kumar. 2011. Colorants the Cosmetics for the
Pharmaceutical Dosage Forms. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. ISSN- 0975-1491 Vol 3, Suppl 3, 2011.
Barel, Andre O., Marc Paye, dan Howard I. Mailbach. 2001. Handbook of Cosmetic
Science and Technology. New York: Marcel Dekker Inc.
Hamilton, Tatyana dan Gillian C. de Gannes. Allergic Contact Dermatitis to Preservatives
and Fragrances in Cosmetics. Skin Therapy Letters. Volume 16 , Number 4, April
2011.
http://ocw.upm.es/ingenieria-agroforestal/industrial-utilization-of-medicinal-and-aromatic-
plants/contenidos/temario/Unit-5/topic_11-the_perfume_and_cosmetic_sector.pdf
Salvador, Amparo dan Alberto Chisverl. 2007. Analysis of Cosmetic Products.
Amsterdam: Elsevier.
www.ifraorg.org