Pidato 17 Agustus 2011

Embed Size (px)

Citation preview

Pidato 17 Agustus 2011 --------------------------------Bapak-bapak dan ibu-ibu Assalamualaikum Wr Wb Pada hari ini kita bersyukur kepada Tuhan YME, bahwa kita dapat berkumpul di NIT untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-65. Peringatan ini menjadi semakin unik, karena dua hal : 1. kita merayakan di negeri orang 2. peringatan HUT RI dalam bentuk upacara, terakhir dilakukan tahun 1997, sebelum Krismon, saat ketua PPI Jepang Tengah dipegang oleh Sdr. Dodi Novi Darwis. Di hari yang sangat unik ini, saya ingin berbagi sedikit renungan kepada bapak dan ibu, mengenai nilai baik yang dapat kita ambil dari masyarakat Jepang. Nilai itu adalah bagaimana mewujudkan suatu target. Kita semua tentunya harus bekerja, karena dengan begitu kita dapat hidup. Tapi pandangan tiap orang terhadap pekerjaannya berlainan. Ada yang menganggap pekerjaan sebagai hukuman, sehingga dikatakan I hate Monday, atau ada juga yang bilang monday is mondai (jp:masalah). Tapi ada juga yang menganggap pekerjaan sebagai hobby, sehingga seorang professor Jepang menganjurkan agar kita saat masuk dalam kehidupan lab. memakai paket seven eleven. Kerja mulai pukul 7 pagi, selesai pk.11 malam. Saya hobby melihat film, dan kali ini akan mengajak bapak dan ibu membicarakan satu film, yaitu satu episode project X. Dalam satu kesempatan ada satu filosofi seorang peneliti Jepang yang berkesan di hati saya. Apa arti pekerjaan atau penelitian bagi anda ? Beliau mengibaratkan id atau kreativitas itu sebagai anak. Saat kita dikarunia anak, kita sangat bersyukur. Anak itu kita rawat kasih sayang. Kalau baik kita puji. Kalau nakal kita ingatkan. Tiap hari kita mencucurkan keringat, bekerja agar bisa menghidupi anak dan istri kita. Selang berpuluh tahun, barulah kita melihat hasil jerih payah kita tersebut. Tentunya kita akan sangat bahagia jika anak kita berhasil di sekolah, berakhlak baik. Sama halnya dengan ide atau kreativitas. Di filem itu filosofi yang beliau sampaikan adalah Cintailah ide itu seperti engkau mencintai anakmu. Saat ide itu timbul, kita perlu rajin mendokumentasikan. Kita besarkan anak yang bernama ide ini setiap hari, kita analisa dari berbagai sisi. Diuji dari sana dan sini. Kalau eksperimen berhasil kita syukuri, kalau gagal kita cari penyebabnya. Berjam-jam kita habiskan untuk mengembangkan ide itu agar dapat berhasil. Kecintaan pada ide ini kelak akan berbuah. Ide atau kreatifitas yang matanglah yang kelak akan berbuah menjadi penemuan yang besar. Bapak-dan ibu, Bangsa kita tidaklah kalah dengan bangsa Jepang maupun bangsa lain. Banyak rekan-rekan kita yang berpresetasi di forum internasional. Jadi secara potensi kita tidak kalah. Hanya saja ada satu kekurangan yang kadang saya rasakan. Kita kurang tekun dalam mencapai satu sasaran. Di Indonesia seringkali kegiatan dilakukan secara mendadak dan kurang terencana dengan baik. Sehingga hasil yang dicapai pun tidak optimal, dan hanya mengejar formalitas. Barangkali hal ini terjadi karena kita kurang mencintai kegiatan atau pekerjaan itu. Tentunya hal ini dapat dikurangi, kalau kita dapat menumbuhkan kecintaan pada pekerjaan. Sebagaimana kata filosof : Yang penting bukanlah mengerjakan apa yang engkau cintai. Tetapi mencintai apa yang engkau kerjakan.

Bapak dan ibu yang terhormat, Sebagai penutup saya ingin mengutip pesan yang pernah saya dengar dari professor saya. Kata beliau, kita memiliki dua buah jam. Yang satu jam harian, yaitu sebagaimana yang kita pakai sehari-hari, dan yang sebuah lagi adalah jam kehidupan. Kalau ingin tahu, jam kehidupan itu, maka bagilah usia anda dengan 3. Umumya usia kita berada pada kisaran 24 sampai 36. Kalau dibagi 3, berarti jam kehidupan kita semua di sini, antara 8 sampai dengan 12. Jam 8 sampai 12 adalah masa-masa di mana kita melakukan aktifitas kehidupan fase pertama. Pada jam tersebut bapak dan ibu tentunya akan sangat aktif di kantor. Sama juga dengan kehidupan kita. Usia 24 sampai 36 adalah usia dimana otak kita masih encer, dan mudah menerima ilmu pengetahuan baru. Ini adalah usia dimana kita mencari bentuk dan merintis karir kehidupan kita. Semoga di usia yang amat berharga ini, kita dapat berhasil merintis format karir kita di masa yang akan datang. Wassalamualaikum Wr Wb

Dari pemaknaan angka 17 yang telah disebutkan tadi hendaknya menjadi tonggak penyemangat bagi kita. Dengan bernafaskan religius dan nasionalisme kita lanjutkan perjuangan para syuhada pahlawan yang telah berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.meningkatkan rasa nasionalisme dengan cara mengisi kemerdekaan dalam bentuk pembangunan dengan potensi masing-masing untuk mengisi dengan mengaktualisasikan diri sehingga perjuangan pejuang meraih kemerdekaan tidak sia-sia pada hari kemerdekaan ini masyarakat diharapkan memasang bendera di depan rumah masing-masing sebagai wujud kebanggaan dalam perayaan kemerdekaan RI

Sekitar 2.000 orang warga yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Tionghoa turut serta mengikuti upacara bendera memperingati HUT ke-66 Kemerdekaan RI di halaman pusat perbelanjaan Pasar Atom di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/8/2011). Kegiatan yang sudah berlangsung kesembilan kalinya ini merupakan wujud rasa bangga dan cinta tanah air oleh warga Tionghoa. Upacara bendera tersebut mengangkat tema: "Meningkatkan Kesadaran Hidup dalam Kebhinekaan untuk Kokohkan Persatuan NKRI".

Upacara peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-66 di halaman Pasar Atom Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/8/2011) diikuti sekitar 2.000 orang. Kegiatan yang sudah digelar sembilan kali itu, untuk mengukuhkan rasa cinta Tanah Air Indonesia. "Melalui kegiatan upacara setiap 17 Agustus, sebagai bukti betapa kompak kami, sebagai warga keturunan Tionghoa, dan paling penting rasa nasionalisme kami begitu besar," kata Direktur Operasional PT Prosam Plano, Woelyadi Simson seusai upacara peringatan HUT RI ke-66. Dia mengatakan, upacara tersebut merupakn tahun kesembilan sejak digelar pertama kali pada 2002. Saat pertama kali digagas dan digelar, pesertanya tidak lebih 200 orang, namun terus meningkat hingga sekarang mencapai 2.000 orang. Menurut Woelyadi, sebenarnya banyak pihak dari kalangan Tionghoa di Surabaya yang hendak terlibat, karena di Surabaya paling tidak ada 68 paguyuban Tionghoa. Namun karena keterbatasan lahan untuk menampung lebih banyak, setiap tahun dari masing-masing paguyuban digilir, sehingga semua dipastikan mendapat kesempatan sama. Pada acara itu yang berlangsung khidmat itu tampak hadir Wakil Konjen Cina di Surabaya, Sun Kok Yen. Petugas yang terlibat selama upacara tidak hanya pegawai perusahaan, tetapi juga pedagang, pemilik toko, dan diakhiri dengan memberikan paket berisi sembilan bahan pokok kepada tukang becak dan satuan pengamanan kompleks perdagangan itu.