PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DENTOKRANIOFASIAL

Embed Size (px)

Citation preview

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DENTOKRANIOFASIAL PRENATAL

A. Konsep Fertilisasi Pembuahan, proses penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di daerah ampulla tuba falopii. Bagian ini adalah bagian terluas pada saluran telur dan terletak dekat ovarium. Spermatozoa dapat bertahan hidup di dalam saluran reproduksi wanita selama kira-kira 24 jam. Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk ke dalam saluran telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otototot uterus dan tuba. Pada saat sampai di saluran kelamin wanita, spermatozoa belum mampu membuahi oosit. Spermatozoa tersebut harus mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom. Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, yang pada manusia kira-kira 7 jam. Selama waktu ini, suatu selubung glikoprotein dari protein-protein plasma semen dibuang dari selaput plasma, yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Karena ini pula dari 60 100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi, beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus serviks dan mencapai rongga

uterus beberapa ratus sperma dapat melewati pintu masuk tuba falopii yang sempit dan beberapa diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbrae tuba fallopii. Hanya sperma yang menjalani kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom. Proses kapasitasi ditandai pula dengan adanya perubahan protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun. Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar sperma dapat menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama, baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu ciri apabila keduanya adalah individu yang sejenis. Perlekatan sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada sperma yaitu berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran plasma dengan membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang spesifik. Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pelusida dan diinduksi oleh protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa tripsin.

Reaksi

tersebut

terjadi

sebelum sperma masuk ke dalam akrosom ovum. terjadi Reaksi pada

pangkal akrosom, karena pada kepala lisosom sperma anterior terdapat

enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona pelucida. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa tripsin. Mekanismenya adalah reseptor pada sperma akan membuat lisosom dan inti keluar sehingga akan merusak zona pelucida. Reaksi tersebut menjadikan akrosom sperma hilang sehingga fusi sperma dan zona pelucida sukses.

Fase fertilisasi mencakup: 1. Penembusan korona radiata Dari 200 hingga 300 juta spermatozoa yang dicurahkan ke dalam saluran kelamin wanita, hanya 300 sampai 500 yaing mencapai tempat pembuahan. Hanya satu diantaranya yang diperlukan untuk pembuahan, dan diduga bahwa sperma-sperma lainnya membantu sperma yang akan membuahi untuk menembus sawar-sawar yang

akan melindungi gamet wanita. Sperma yang mengalami kapasitasi dengan bebas menembus sel korona. 2. Penembusan zona pelusida Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling telur yang mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi akrosom. Pelepasan enzim-ensim akrosom memungkinkan sperma menembus zona pelusida sehingga akan bertemu dengan membran plasma oosit. Permeabilitas zona pelusida berubah ketika kepala sprema menyentuh permukaan oosit. Hal ini mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari granul-granul korteks yang melapisi membran plasma oosit. Pada gilirannya, ensim-enzim ini menyebabkan perubahan sifat zona pelusida untuk menghambat penetrasi sperma dan membuat tidak aktif tempat-tempat reseptor bagi spermatozoa pada permukaan yang spesifikspesies. Spermatozoa lain ternyata bisa menempel di zona pelusida, tetapi hanya satu yang terlihat mampu menembus oosit. 3. Fusi oosit dan membran sel sperma Segera setelah spermatozoa menyentuh membran sel oosit, kedua selaput plasma sel tersebut menyatu. Karena selaput plasma yang membungkus kepala akrosom telah hilang pada saat reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya terjadi adalah antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian belakang kepala sperma. Pada

manusia, baik kepala dan ekor spermatozoa memasuki sitoplasmoosit, tetapi selaput plasma tertinggal di permukaan oosit. Segera setelah spermatozoa memasuki oosit, sel telur menanggapinya dengan tiga cara yang berbeda: 1. Reaksi kortikal dan zona Sebagai akibat terlepasnya butir-butir kortika oosit selaput oosit tak dapat ditembus lagi oleh spermatozoa lainnya, dan zona pelusida mengubah struktur dan komposisinya untuk mencegah penambatan dan penetrasi sperma. Dengan cara ini terjadinya polispermi dapat dicegah. 2. Melanjutkan pembelahan meiosis kedua Oosit menyelesaikan pembelahan meiosis keduanya segera setelah ada spermatozoa masuk. Salah satu dari sel anaknya hampir tidak mendapatkan sitoplasma dan dikenal sebagai badan kutub kedua, sel anak lainnya adalah oosit definitif. Kromosomnya (22=X) tersusun di dalam sebuah inti vaskuler yang dikenal sebagai pronukleus wanita. 3. Penggiatan metabolik sel telur Faktor penggiat diperkirakan dibawa oleh spermatozoa. Penggiatan setelah penyatuan diperkirakan untuk mengulang kembali peristiwa permulaan seluler dan molekuler yang berhubungan dengan embryogenesis.

Sementara itu, spermatozoa bergerak maju terus hingga dekat sekali dengan pronukleus wanita. Intinya membengkak dan membentuk pronukleus wanita dan pria tidak dapat dibedakan dan sesudah itu mereka saling rapat erat dan kehilangan selaput inti mereka. Selama masa pertumbuhan, baik pronukleus pria maupun wanita, masing-masing pronukleus harus mengandalkan DNA-nya. Jika tidak, masingmasing sel dalam zigot tahap dua sel tereeseut akan mempunyai DNA separuh dari jumlah normal. Segera setelah sintesis DNA, kromosom tersusun dalam gelendong untuk mempersiapkan pembelahan mitosis yang normal. 23 kromosom ibu dan 23 kromosom ayah membelah memanjang pada sentromer, dan kromatid-kromatid berpasangan bergerak kea rah kutub yang berlawanan, muncu satu alur yang dalam pada permukaan sel, yang berangsur-angsur membagi sitoplasma menjadi dua bagian. Hasil utama fertilisasi adalah: 1. Pengembalian menjadi jumlah kromosom diploid lagi, separuh dari ayah dan separuhnya dari ibu. Oleh karena itu, zigot mengandung kombinasi kromosom baru yang berbeda dari kedua orangtuanya. 2. Penentuan jenis kelamin individu baru. Spermatozoa pembawa X akan menghasilkan suatu mudigah wanita (XX), dan spermatozoa pemabawa Y menghasilkan satu mudigah pria (XY). Oleh karena itu, jenis kelamin kromosom mudigah tersebut ditentukan pada saat pembuahan. 3. Dimulainya pembelahan. Tanpa pembuahan, oosit biasanya akan berdegenerasi 24 jam setelah ovulasi.

B. Tumbuh Kembang dari zigot sampai Trilaminar Germdisc 1. Pembelahan Setelah zigot mencapai tingkat dua sel, ia menjalani serangkaian pembelahan mitosis, mengakibatkan bertambahnya jumlah sel dengan cepat. Sel,yang menjadi semakin kecil pada setiap pembelahan, ini dikenal sebagai blastomer, dan sampai tingkat delapan sel, sel-selnya membentuk sebuah gumpalan bersusun longgar. Tetapi, setelah pembelahan ketiga, hubungan antar blastomer semakin rapat sehingga membentuk sebuah bola sel yang padat yang disatukaan oleh persambungan yang kuat. Proses ini, yang dikenal sebagai pemadatan, memisahkan sel-sel bagian dalam, yang saling berkomunikasi secara ekstensif dengan gap junction, dari sel-sel bagian luar. Kira-kira 3 hari setelah pembuahan, sel-sel embrio yang termampatkan tersebut, membelah lagi membentuk morula dengan 16 sel. Sel-sel bagian dalam morula merupakan massa sel dalam (inner cell mass) sedangkan sel-sel sekitar membentuk massa sel luar (outer cell mass). Inner cell mass akan membentuk jaringan-jaringan embrio yang sebenarnya, sementara outer cell mass membentuk trofoblas yang kemudian ikut membentuk plasenta.

2. Pembentukan Blastokista Kira-kira pada waktu morula memasuki rongga rahim, cairan mulai menembus zona pelusida masuk ke dalam ruang antar sel yang ada di Inner

cell mass. Berangsur-angsur ruang antar sel menyatu, dan akhirnya terbentuknlah sebuah rongga, blastokel. Pada saat ini, mudigah dikenal sebagai blastokista. Sel-sel di dalam inner cell mass, yang sekarang disebut embrioblas, terletak pada salah satu kutub, sedangkan sel-sel di outer cell mass atau trofoblas, menipis dan membentukdinding epitel untuk blastokista. Zona pelusida kini sekarang sudah menghilang, sehingga implantasi bisa dimulai. Pada manusia, sel trofoblas di atas kutub embrioblas mulai menyusup di antara sel epitel mukosa rahim kira-kira pada hari keenam. Penembusan dan selanjutnya pengikisan oleh sel epitel pada selaput lendir tersebut mungkin disebabkan oleh ebzim proteolitik yang dihasilkan oleh trofoblas. Tetapi, selaput lendir rahim menunjang kegiatan proteolitik blastokista tersebut, sehingga implantasi merupakan hasil kerja sama trofoblas dan endometrium. Dengan demikian, menjelang akhir minggu pertama

perkembangan, zigot manusia telah melewati tingkaat morula dan blastokista dan sudah mulai berimplantasi di selaput lendir rahim

Figure 1-1 Summary of the first week showing development and migration of the zygote, morula, and blastocyst in the uterine tube and uterus. (From Moore KL, Persaud TVN: The developing human: clinically oriented embryology,

Figure 1-2 The blastocyst at approximately 6 days has two distinct cell populations surrounding the fluid-filled blastocyst cavity. The trophoblast forms the embryonic portion of the placenta, and the inner cell mass (embryoblast) develops into the embryo.

3. Bilaminar Disk Stage (perkembangan minggu kedua) a. Perkembangan hari kedelapan Pada perkembangan hari kedelepan, blastokista sebagian terbenam di dalam stroma endometriun. Pada daerah di atas embrioblas, trofoblas berdiferensiasi menjadi 2 lapisan yaitu satu lapisan sel-sel berinti tunggal yang disebut sito trofoblas dan satu zona luar berinti banyak tanpa batas sel yang jelas disebut sinsitiotrofoblas. Gambaran mitosis mitosis biasanya ditemui di dalam sitotrofoblas, tetapi tidak pernah ditemukan di dalam sinsitiotrofoblas. Dengan demikian, sel-sel di dalam sitotrofoblas membelah dan kemudian bermigrasi ke sinsitiotrofoblas, untuk kemudian menyatu dan kehilangan selaput selnya. Inner cell mass atau embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapisan (bilaminar disk) yaitu (a) satu lapisan sel silinder tinggi yang dipisahkan dari sitotrofoblas oleh rongga amnion yang disebut lapisan epiblas, dan (b) satu lapisan sel-sel kecil kuboid berdampingan dengan rongga blastokista, yang dikenal dengan lapisan hipoblas. Sel-sel dari masing-masing mudigah membentuk sebuah cakram datar dan keduanya dikenal sebagai cakram mudigah bilaminer. Pada saat yang sama, sebuah rongga kecil muncul di dalam epiblas. Rongga ini membesar menjadi rongga amnion. Sel-sel epiblas yang dekat

dengan sitotrofoblas yang disebut amnioblas dan bersama dengan sisa epiblas lainnya melapisi rongga amnion. Stroma endometrium yang berada di dekat tempat implantasi tampak edematous dan sangat vaskular. Kelenjar-kelenjar besar yang berkelok-kelok mengeluarkan banyak sekali glikogen dan mukus. b. Perkembangan hari kesembilan Blastokista semakin dalam terbenam di dalam endometrium, dan lukabekas penembusan pada permukaan epitel ditutup oleh endapan fibrin. Trofoblas menunjukkan kemajuan perkembangan yang pesat, terutama pada kutub embrionalnya, dimana terlihat vakuola-vakuola pada sinsitium. Bila vakuola ini menyatu terbentuklah lacuna-lakuna yang besar, dan tahap perkembangan trofoblas ini dikenal dengan tahap lakunaris. Sementara itu, pada kutub abembrional, sel-sel gepeng yang mungkin berasal dari hipoblas membentuk suatu selaput tipis, yang dikenal sebagai selaput eksoselom, yang melapisi permukaan dalam sitotrofoblas. Selaput ini, bersama dengan hipoblas, membentuk lapisan untuk rongga eksoselom (kantung kuning telur primitif).

Figure 1-3 The blastocyst, approximately 9 days after fertilization, is embedded within the endometrium. The trophoblast has differentiated into the cytotrophoblast and syncytiotrophoblast. Cavities called trophoblastic lacunae develop within the syncytiotrophoblast. The inner cell mass is now a bilaminar disk consisting of epiblast and hypoblast. The amniotic cavity is located between the epiblast and cytotrophoblast, and the blastocyst cavity has become the primitive yolk sac.

c. Perkembangan hari kesebelas sampai keduabelas Pada hari kesebelas sampai duabelas, blastokista telah terbenam seluruhnya di dalam stroma endometrium, dan epitel permukaan menutupi

hampir seluruh cacat pada dinding rahim. Kini blastokista hanya menonjol ke dalam rongga rahim. Trofoblas ditandai dengan rongga lakuna dalam sinsitium yang membentuk suatu jalinan yang saling berhubungan. Jalinan ini terutama tampak jelas pada kutu embrional, akan tetapi pada kutub abembrional, trofoblas terutama masih terdiri atas sel-sel sitotrofoblas. Pada waktu yang sama, sel-sel sinsitiotrofoblas menembus lebih dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel pembuluh-pembuluh kapiler ibu. Pembuluh-pembuluh kapiler ini tersumbat dan melebar yang dikenal sebagai sinusoid, dan darah ibu memasuki sistem lakuna. Karena trofoblas terus merusak sinusoid, darah ibu mulai mengalir melalui sistem trofoblas, sehingga terjadilah sirkulasi uteroplasenta. Sementara itu, sekelompok sel baru muncul di antara permukaan dalam sitotrofoblas dan permukaan luar rongga eksoselom. Sel-sel ini berasal dari sel kantong kuning telur dan membentuk suatu jaringan penyambung yang halus dan longgar, mesoderm ekstraembrional, yang pada akhirnya akan mengisi semua ruang di antara trofoblas di sebelah luar dan amnion serta selaput eksoselom di sebelah dalam. Lalu, dengan segera, terbentuk ronggarongga besar di dalam mesoderm ekstraembrional, dan ketika rongga-rongga ini menyatu, terbentuklah sebuah rongga baru yang dikenal sebagai selom

ekstraembrional (rongga korion). Rongga ini memliki kantung kuning telur primitive dan rongga amnion kecuali pada tempat cakram mudigah berhubungan dengan trofoblas melalui tangkai penghubung. Mesoderm ekstraembrional somatopleural sedangkan yang menutupi kantung kuning telur dikenal sebagai mesoderm ekstraembrional splanknopleural. Pertumbuhan cakram mudigah bilaminer lebih lambat dibandingkan dengan perkembangan trofoblas, akibatnya cakram tersebut tetap sangat kecil (0,1-0,2 mm). sementara itu, sel-sel endometrium menjadi polyhedral dana banyak mengandung glikogen dan lemak sedangkan ruang antar sel terisi dengan cairan eksravasasi, dan jaringa menjadi sembab. Perubahan-perubahan ini dikenal sebagai reaksi desidua, mula-mula terbatas di daerah sekitar temapat implantasi, tetapi segera meluas ke seluruh endometrium. d. Perkembangan hari ketigabelas Pada hari ketigabelas, luka permukaan endometrium biasanya telah sembuh. Akan tetapi, kadang-kadang dapat terjadi pendarahan pada tempat implantasi karena meningkatnya aliran darah ke dalam ruang-ruang lakuna. Biasanya pendarahan terjadi kira-kira mendekati hari ke-28 daur haid, maka pendarahan ini sering disangka pendarahan haid biasa, sehingga

ketidaktepatan dalam memperkirakan tanggal harapan kelahiran.

Trofoblas ditandai dengan munculnya struktur-struktur villi. Sel-sel dari sitotrofoblas berproliferasi setempat dan menembus ke dalam sinsitiotrofoblas, sehingga membentuk silinder-silinder sel yang dikelilingi sinsitium. Silinder-silinder sel yang dibungkus sinsituim ini dikenal sebagai villi primer. Sementara itu, hipoblas menghasilkan sel-sel lain yang bermigrasi ke sisi dalam selaput eksoselom. Sel ini berproliferasi dan berangsur-angsur membentuk rongga baru di dalam rongga eksoselom. Rongga baru ini dikenal sebagai kantung kuning telur sekunder atau kantung kuning telur definitif. Kantung kuning telur ini jauh lebih kecil daripada rongga eksoselom asli atau kantung kuning telur primitive. Selama pembentukannya, sebagian rongga eksoselom terjepit. Bagian ini diwakili oleh kista-kista eksoselom, yang sering dijumpai di dalam selom ekstraembrional atau rongga korion. Sementara itu, selom ekstraembrional meluas dan membentuk sebuah rongga besar yang dikenal sebagai rongga korion. Mesoderm ekstraembrional yang melapisi permukaan dalam sitotrofoblas kemudian disebut dengan lempeng korion. Satu-satunya tempat mesoderm ekstraembrional melintasi rongga korion adalah di tangkai penghubung. Dengan berkembangnya pembuluh darah, tangkai penghubung tersebut akan menjadi tali pusat.

Menjelang akhir minggu kedua, cakram mudigah terdiri atas dua cakram sel yang saling berhadapan: epiblas, yang membentuk lantai rongga amnion yang terus semakin meluas, dan hipoblas, yang membentuk atap kantung kuning telur sekunder. Di daerah kepalanya, cakram hipoblas memperlihatkan sedikit penebalan yang dikenal sebagai lempeng prekordal. Ini adalah daerah sel toraks yang melekat erat pada cakram epiblas yang berada di atasnya. 4. Trilaminar Disk Stage (perkembangan minggu ketiga) a. Gastrulasi Peristiwa yang paling khas dalam minggu ketiga adalah gastrulasi, yaitu proses yang membentuk ketiga lapisan germinal pada embrio. Gastrulasi dimulai dengan pembentukan primitive streak pada permukaan epiblas. Mulamula batas garis ini samar-samar, tetapi pada mudigah 15-16 hari, garis ini jelas terlihat sebagai alur sempit dengan sedikit daerah penonjolan pada kedua tepinya. Ujung kepala garis ini dikenal sebagai primitive node, berupa daerah yang sedikit meninggi di sekeliling primitive pit. Pada potongan melintang tampak bahwa sel-selnya berbentuk seperti botol dan bahwa muncul sebuah lapisan sel baru di antara epiblas dan hipoblas. Sel-sel epiblas berpindah mengikuti alur arah garis primitif untuk membentuk mesoderm dan endoderm intraembrional. Setelah tiba di daerah garis tersebut, sel ini menjadi berbentuk seperti botol, memisahkan diri dari epiblas, dan menyisip di bawahnya.

Pergerakan masuk ke dalam ini dikenal sebagai invaginasi. Begitu sel telah terinvaginasi, sebagian menempatkan diri diantara epiblas dan endoderm yang baru saja terbentuk untuk membentuk mesoderm. Sel-sel yang tetap berada di epiblas kemudian membentuk ektoderm. Dengan demikian epiblas, walaupn terjadi proses gastrulasi, merupakan sumber dari semua lapisan germinal pada embrio (ektoderm, mesoderm, dan endoderm). Karena semakin banyak sel yang menyusup masuk di antara lapisan epiblas dan hipoblas, maka mereka mulai menyebar kea rah lateral dan ke arah kepala. Berangsur-angsur, sel-sel tersebut bergerak melampaui batas cakram dan membuat hubungan dengan mesoderm ekstraembrional yang membungkus kantung kuning telur dan amnion. Ke arah kepala, sel-sel ini melewati samping kanan dan kiri lempeng prekordal dan saling bertemu di depan lempeng ini, mereka membentuk lempeng kardiogenik atau lempeng pembentuk jantung. b. Pembentukan Notokord Sel-sel prenotokord yang menjalani invaginasi di primitive pit, bergerak maju menuju ke arah kepala sampai mencapai lempeng prekordal. Sel-sel prenotokord ini terkumpul di dalam hipoblas, sehingga dalam waktu singkat, garis di tengah-tengah embrio terdiri dari dua lapisan sel yang membentuk lempeng notokord. Lalu, sel-sel pada lempeng notokord berproliferasi dan

lepas dari endoderm. Kemudian mereka membentuk

tali sel yang padat,

notokord definitive, yang berada di bawah tuba neuralis dan menjadi dasar bagi kerangka sumbu badan. Karena pemanjangan notokord merupakan suatu proses yang dinamik, ujung kranial terbentuk pertama kali, dan daerah-daerah kaudal ditambahkan karena primitive streak berada pada posisi yang meluas kea rah kranial menuju lempeng prekordal dan ke arah kaudal menuju primitive pit. Pada titik lubang tersebut membentuk suatu lekukan pada epiblas, sebuah saluran kecil, saluran neurentik, untuk sementara waktu berhubungan dengan rongga amnion dan rongga kantung kuning telur. Membran kloaka terbentuk di ujung kaudal diskus embrional. Selaput ini mempunyai struktur yang sama denga lempeng pekordal dan terdiri dari selsel ektoderm dan endoderm yang menempel ketat tanpa diselangi oleh mesoderm. Ketika selaput kloaka muncul, dinding posterior kantung kunig telur membentuk divertikulum kecil yang menonjol ke dalam tangkai penghubung. Tonjolan ini, divertikulum allantoenterik atau allantois, tampak kira-kira pada hari ke-16 perkembangan. Walaupun pada beberapa vertebrata tingkat rendah allantois menjadi tempat penampungan untuk zat-zat ekskresi dari sistem ginjal, pada manusia allantois tetap rudimenter. Tetapi mungkin saja terlibat pada kelainan-kelainan perkembangan kandung kemih. c. Pertumbuhan Cakram Mudigah

Cakram mudigah yang mula-mula rata dan bundar, berangsur-angsur memanjang dengan ujung kepala lebar dan ujung kaudal sempit. Perluasan cakram mudigah terutama terjadi di daerah kepala; daerah primitive streak kurang lebih besarnya tetap sama. Pertumbuhan dan pemanjangan bagian kepala cakram tersebut disebabkan oleh migrasi sel yang terus-menerus dari primitive streak menuju ke arah kepala. Invaginasi sel-sel permukaan di primitive streak dan kemudian perpindahannya ke depan dan lateral tersebut berlangsung terus hingga akhir minggu keempat. Pada tingkat ini, primitive streak menujukkan perubahan-perubahan regresif dengan cepat menyusut, dan segera menghilang. Ujung kaudal cakram terus-menerus memasok sel-sel baru hingga akhir minggu keempat mempunyai arti penting pada perkembangan mudigah tersebut. Pada bagian kepala, lapisan-lapisan germinal mulai mengadakan diferensiasi spesifik pada pertengahan minggu ketiga, sedangkan di bagian kaudal diferensiasi ini terjadi menjelang minggu keempat. Dengan demikian, gastrulaso atatu pembentukkan lapisan-lapisan mdogah berlanjut terus di segmen-segmen kaudal, sementara struktur kranial sedang berdiferensiasi dan sedang berdiferensiasi dan embrio berkembang secara sefalokaudal. d. Perkembangan Trofoblas Lebih Lanjut

Menjelang permulaan minggu ketiga, trofoblas ditandai oleh villi primer yang terdiri atas sitotrofoblas yang dibungkus selapis sinsitium. Pada perkembangan selanjutnya, sel-sel mesoderm menembus inti villi primer dan tumbuh kea rah desidua. Susunan yang baru terbentuk ini dikenal sebagai villi sekunder. Menjelang akhir minggu ketiga, sel-sel mesoderm dalam inti villi mulai berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh darah kecil, dengan demikian membentuk susunan kapiler villi. Villi ini disebut villi tersier atau villi plasenta definitif. Pembuluh kapiler di dalam villi tersier berhubungan dengan kapiler yang berkembang di dalam mesoderm lempeng korion dan di tangkai penghubung. Selanjutnya pembuluh-pembuluh darah ini membentuk hubungan dengan sistem peredaran darah di dalam mudigah. Oleh karena itu, ketika jantung mulai berdetak pada minggu keempat perkembangan, sistem villi ini telah siap memasok mudigah khususnya memasok zat makanan dan oksigen yang penting. Sementara itu, sel-sel sitotrofoblas di dalam villi terus menembus ke dalam sinsitium di sekitarnya hingga mencapai endometrium ibu. Di sini mereka mengadakan hubungan dengan tonjol-tonjol yang sama dari villi sebelahnya, sehingga terbentuklah suatu kulit sitotrofoblas luar yang tipis. Kulit ini lambat laun mengelilingi seluruh trofoblas dan melekatkan kantung korion kuat-kuat ke jaringan endometrium ibu. Villi yang menjulur dari

lempeng korion ke desidua basalis disebut villi batang. Villi yang keluar dari sisi-sisi villi batang merupakan villi bebas, tempat terjadinya pertukaran nutrient. Rongga korion, sementara itu terus bertambah besar, dan pada hari ke19 dan ke-20 mudigah menempel ke kulit trofoblasnya hanya dengan suatu tangkai penghubung kecil. Tangkai penghubung ini kemudia berkembang menjadi tali pusat dan menjadi penghubung antara plasenta dengan mudigah.

REFERENSI Langmans Medical Embryology Textbook of Orthodontics