Pertumbuhan

Embed Size (px)

Citation preview

Pertumbuhan, perkembangan seseorang berlangsung sejak dilahirkan sampai dengan mati. Memiliki arti kuantitatif atau segi jasmani bertambah besar bagianbagian tubuh. Kualitatif atau psikologis bertambah perkembangan intelektual dan bahasa (Siti Rahayu). Pertumbuhan dan perkembangan dicakup dalam kematangan. Manusia disebut matang jika fisik dan psikisnya telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai pada tingkat tertentu (Langeveld). Konsep pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara interpendensi saling bergantung satu sama lain. Tidak bisa dipisahkan tetapi bisa dibedakan untuk memperjelas penggunaannya (Sunarto, 1999). Perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan jika seorang individu mengalami pertumbuhan yang baik maka perkembangan akan baik pula. Pernyataan ini berbanding lurus dengan H.M. Arifin tentang perkembangan, bahwa perkembangan diprasyarati oleh adanya pertumbuhan, oleh karena itu pertumbuhan sangatlah mendukung perkembangan seseorang (Diah Puji, 2009). Fase perkembangan individu tidak terlepas dari proses pertumbuhan individu itu sendiri. Perkembangan pribadi individu meliputi beberapa tahap atau periodisasi perkembangan, antara lain perkembangan berdasarkan analisis Biologis, perkembangan berdasarkan Didaktis, perkembangan berdasarkan psikologis. Fase perkembangan Biologis merupakan perubahan kualitatif terhadap struktur dan fungsi-fungsi fisiologis atau pembabakan berdasarkan keadaan atau proses pertumbuhan tertentu. Fase perkembangan dedaktis dapat dibedakan menurut dua sudut tujuan, yaitu dari sudut tujuan teknis umum penyelenggara pendidikan dan dari sudut tujuan teknis khusus perlakuan pendidikan. Fase perkembangan psikologis merupakan pribadi manusia dimulai sejak masa bayi hingga masa dewasa. Aspek aspek perkembangan individu meliputi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, moral dan agama. Perkembangan fisik meliputi pertumbuhan sebelum lahir dan pertumbuhan setelah lahir. Intelektual (kecerdasan) atau daya pikir merupakan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situas baru atau lingkungan pada umumnya. Sosial, setiap individu selalu berinteraksi dengan lingkungan dan selalu memerlukan manusia lainnya. Emosi merupakan perasaan tertentu yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang lain. Moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsipprinsip moral. Agama merupakan kepercayaan yang dianut oleh individu. Untuk efisiensi waktu, maka penulis membatasi penulisan ini pada perkembangan peserta didik fase remaja SMA aspek moral. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang

sehat (Konopka, dalam Pikunas, 1976; Kaczman & Riva, 1996). Apabila gagal dalam tugas perkembangannya, dalam mengembangkan rasa identitasnya. Maka remaja akan kehilangan arah. Dampaknya remaja akan mengembangkan perilaku menyimpang (telinquent) melakukan kriminalitas atau menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat karena tidak menduduki posisi yang harmonis dalam masyarakat. Seperti pada kasus Nico Putra, pelajar SMU Swasta di Jl. Ngaglik (Koran Surya, Minggu 23 Nopember 2008). Nico adalah otak penjambretan yang berperan memilih calon mangsa sekaligus pelaksana perampasan tas para korban yang semuanya perempuan. Hereditas atau keturunan serta lingkungan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan. Adapun faktor yang berpengaruh terhadap kasus Nico Putra adalah faktor lingkungan. Lebih spesifik lagi lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan sosial teman sebaya atau teman dalam pergaulan. Faktor utama yang menentukan daya tarik hubungan interpersonal diantara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam minat, nilai-nilai, pendapat dan sifat-sifat kepribadian. A. Deskripsi Umum Perkembangan Peserta Didik Fase Remaja 1. Konsep tentang Perkembangan Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati. Seseorang yang mempelajari psikologi perkembangan berarti sedang mempelajari proses perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada dua hal yang penting dalam perubahan psikologi perkembangan, yaitu pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development) (Dariyo, 2007: 19). Berdasarkan pengertian diatas, penulis merangkaikan pengertian perkembangan secara umum sebagai suatu proses perubahan menuju kesempurnaan. Perkembangan berkaitan dengan perubahan kuantitatif dan kualitatif yang terjadi pada individu yang tidak dapat diulang, bersifat progresif teratur dan berlangsung secar bertahap serta terdiri dari beberapa fase (bayi, balita, anak, remaja, dewasa, tua). Adapun tujuan perkembangan adalah pencapaian kemampuan, upaya menjadi orang yang baik secara fisik dan mental. 2. Fase Perkembangan Remaja Karena remaja sulit didefinisikan secara mutlak, maka penulis mendefinisikan pengertian remaja dari sudut pandang batasan remaja menurut WHO. Remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana individu . berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (fisik) sampai saat ia mencapai kematangan seksual serta mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, yang dikutip oleh Sarlito, 1991: 9). Perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Pertumbuhan badan menjadi lebih tinggi dan panjang, mulai berfungsinya alat reproduksi (ditandai dengan haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki) serta tanda-tanda seksual sekunder yang mulai tumbuh. Secara umum batasan usia remaja adalah sekitar 13 21 tahun. Masa remaja menghadapi kondisi pencarian identitas. Remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya di masyarakat dan cenderung merasa tidak puas dengan keberadaan dirinya, sehingga berusaha untuk menarik perhatian dari lingkungan. Diantara remaja yang sukses dan berprestasi ada beberapa remaja yang melewati masa remajanya dengan tidak sukses, dengan kata lain remaja bermasalah. Remaja bermasalah tidak mampu menyaring berbagai pengaruh buruk lingkungan di sekitarnya. Disinilah peran orang tua sebagai pendidik utama perlu mengerti dan memahami proses tumbuh kembang anak remajanya sehingga dapat berperan aktif untuk membimbing, mengarahkan dan mengantarkan mereka ke posisi yang harmonis dalam masyarakat menuju puncak kebahagiaan. Aspek aspek perubahan pada fase remaja : a. Aspek fisik Meliputi perubahan hormonal : - Fungsi reproduksi - Ciri seksual sekunder - Perubahan fisik (tidak seimbang) - Perubahan suara - Peningkatan energi b. Aspek psikologis - Meningginya dorongan perasaan kaku atau ego, sehingga cenderung menentang terhadap otoritas, senang protes, membangkang, mengkritik, egois dan egosentris. - Emosi mudah meluap, perasaan diri merasasuper - Konflik emosional, suasana hati mudah berubah - Mencari identitas atau jati diri, senang tampil beda, suka mode, mulai merokok, suka kebut-kebutan, membual, berpetualang - Meningkatnya fungsi kognisi, besar rasa ingin tahu, idealisme tinggi - Ketertarikan terhadap lawan jenis - Kebutuhan narsistik (cinta pada diri sendiri) 3. Aspek aspek perkembangan remaja Semua individu khususnya remaja akan mengalami perkembangan baik fisik

maupun psikis yang meliputi aspek-aspek intelektual, sosial, emosi, bahasa, moral dan agama. 8 (a) Perkembangan Fisik Dalam perkembangan remaja, perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik. Tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Ciri ciri seks primer : (1) Remaja pria Ditandai dengan sangat cepatnya pertumbuhan statis pada tahun pertama dan kedua, kemudian pada tahun berikutnya tumbuh lebih lambat dan akan mencapai ukuran pada usia 20 21 tahun. Matangnya organ organ seks yang memungkinkan remaja pria yang berusia sekitar 14 15 tahun mengalami mimpi basah. (2) Remaja wanita Ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina dan ovarium (indung telur). Ovarium menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon- hormon yang diperlukan untuk kehamilan, menstruasi dan perkembangan seks sekunder. Pada usia 11 15 tahun, menstruasi pertama sering ditandai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kadang kejang, lelah, depresi dan mudah tersinggung. b) Perkembangan Psikis 1. Aspek Intektual Perkembangan intelektual (kognitif) pada remaja bermula pada umur 11 atau 12 tahun. Remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas. Bagaimana dunia ini tersusun tidak lagi dilihat sebagai satu-satunya alternatif yang mungkin terjadi, misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebayanya dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai hal-hal yang mungkin berubah. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotesis dan kontrafaktual, yang nantinya akan memberikan peluang pada individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. 2. Aspek Sosial Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial atau proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi. Meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling

berkomunikasi dan bekerja sama. Aspek ini meliputi kepercayaan akan diri sendiri, berpandangan objektif, keberanian menghadapi orang lain, dan lain-lain. Perkembangan sosial pada masa remaja berkembang kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik. Baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai atau perasaan sehingga mendorong remaja untuk bersosialisasi lebih akrab dengan lingkungan sebaya atau lingkungan masyarakat baik melalui persahabatan atau percintaan. Pada masa ini berkembangan sikap cenderung menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, keinginan orang lain. Ada lingkungan sosial remaja (teman sebaya) yang menampilkan sikap dan perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan misalnya: taat beribadah, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain. Tapi ada juga beberapa remaja yang terpengaruh perilaku tidak bertanggung jawab teman sebayanya, seperti : mencuri, free sex, narkotik, miras, dan lain-lain. Remaja diharapkan memiliki penyesuaian sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat Berikut ini ciri-ciri penyesuaian sosial remaja, diantaranya : Di Lingkungan Keluarga - Menjalin hubungan yang baik dengan orang tua dan saudaranya - Menerima otoritas orang tua (menaati peraturan orang tua) - Menerima tanggung jawab dan batasan (norma) keluarga - Berusaha membantu anggaran kalau sebagai individu atau kelompok Di Lingkungan Sekolah - Bersikap respek dan mentaati peraturan - Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah - Menjalin persahabatan dengan teman sebaya - Hormat kepada guru, pemimpin sekolah atau staf lain - Berprestasi di sekolah Di Lingkungan Masyarakat - Respek terhadap hak-hak orang lain - Menjalin dan memelihara hubungan dengan teman sebaya atau orang lain - Bersikap simpati dan menghormati terhadap kesejahteraan orang lain - Respek terhadap hukum, tradisi dan kebijakan-kebijakan masyarakat. 3. Aspek Emosi (Afektif) Perkembangan aspek emosi berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (1314 tahun) dan remaja tengah (15-16 tahun) pada masa remaja awal ditandai oleh

rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir (18 21 tahun). Pada masa remaja tengah anak terombang-ambing dalam sikap mendua (ambivalensi) maka pada masa remaja akhir anak telah memiliki pendirian, sikap yang relatif mapan. Mencapai kematangan emosial merupakan tugas yang sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosioemosional lingkungannya, terutama lingkungan-lingkungan keluarga dan teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut kondusif maka akan cenderung dapat mencapai kematangan emosional yang baik, seperti adolesensi emosi (cinta, kasih, simpati, senang menolong orang lain, hormat dan menghargai orang lain, ramah) mengendalikan emosi (tidak mudah tersinggung, tidak agresif, optimis dan dapat menghadapi situasi frustasi secara wajar). Tapi sebaliknya, jika seorang remaja kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, maka cenderung mengalami perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional, sehingga remaja bisa berealisi agresif (melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi, senang mengganggu) dan melarikan diri dari kenyataan (melamun, pendiam, senang menyendiri, meminum miras dan narkoba). 4. Aspek Bahasa Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi baik alat komunikasi lisan, tulisan, maupun menggunakan tandatanda dan isyarat. Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang, baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya lingkungan teman sebaya sedikit banyak lebih membentuk pola perkembangan bahasa remaja. Pola bahasa remaja lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Pada umumnya remaja akhir lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu, menggemari literatur yang mengandung nilai-nilai filosofis, etnis dan religius. Penggunaan bahasa oleh remaja lebih sempurna serta perbendaharaan kata lebih banyak. Kemampuan menggunakan bahasa ilmiah mulai tumbuh dan mampu diajak berdialog seperti ilmuwan. 5. Aspek Moral Perkembangan moral pada remaja menurut teori Kohlberg menempati tingkat III: pasca konvensional stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara remaja dengan lingkungan sosial. Ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan 14 masyarakat. Pada tahap ini remaja lebih mengenal tentang nilai-nilai moral, kejujuran, keadilan kesopanan dan kedisiplinan. Oleh karena itu moral remaja

harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial. Selain itu peranan orang tua sangat penting. Dalam membantu moral remaja, orang tua harus konsisten dalam mendidik anaknya, bersikap terbuka serta dialogis, tidak otoriter atau memaksakan kehendak. 6. Aspek Agama Pemahaman remaja dalam beragama sudah semakin matang, kemampuan berfikir abstrak memungkinkan remaja untuk dapat mentransformasikan keyakinan beragama serta mengapresiasikan kualitas keabstrakan Tuhan.

B. Mengenali Perkembangan Anak Sebagian orang berpendapat bahwa mengajar di Sekolah Minggu bukanlah pekerjaan yang sukar. Anggapan seperti inilah yang sering menjadi penyebab kegagalan dalam mengajar. Karena disamping persiapan mengajar yang matang, seorang Guru Sekolah Minggu dituntut untuk memahami/memperhatikan perkembangan Psikologi Anak berdasarkan usianya. Hal ini akan berpengaruh pada tehnik mengajar yang harus digunakan sesuai dengan perkembangan usia mereka. Dari berbagai ahli yang menyusun tentang tingkat perkembangan anak, ada dua model yang sangat berpengaruh dalam pengajaran di Sekolah Minggu. Dengan mempertimbangkan batasan umum Sekolah Minggu, maka dalam pembahasan inipun dibatasi sampai pada usia pra-remaja dengan perkembangan normal. Perkembangan KOGNITIF ANAK Menurut PIAGET perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap: 1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun) Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'. Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu). 2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun) Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki

kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit. Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga. 3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun) Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis. Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa. Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami. 4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas) Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga. Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.

Perkembangan PSYCHO-SOSIAL Menurut ERICK ERICKSON perkembangan Psycho-sosial atau perkembangan jiwa manusia yang dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi 8 tahap: 1. Trust >< Mistrust (usia 0-1 tahun) Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri. Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan. 2. Otonomi/Mandiri >< Malu/Ragu-ragu (usia 2-3 tahun) Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa 'nakal' nya. sebagai contoh langsung yang terlihat adalah mereka akan sering berlari-lari dalam Sekolah Minggu. Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap dimana anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik dan mentalnya. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya (Orang Tua - Guru Sekolah Minggu)

3. Inisiatif >< Rasa Bersalah (usia 4-5 tahun) Dalam tahap ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Pada usia ini juga mereka mengalami pengembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. Mereka sudah lebih bisa tenang dalam mendengarkan Firman Tuhan di Sekolah Minggu. 4. Industri/Rajin >< Inferioriti (usia 6-11 tahun) Anak usia ini sudah mengerjakan tugas-tugas sekolah - termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian. A. Latar Belakang Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut. Guru terutama guru SD diharapkan mempunyai pemahaman konseptual tentang perkembangan dan cara belajar anak di SD. Pemahaman konseptual tersebut meliputi gambaran tentang siapa anak SD, bagaimana mereka berkembangdan bagaimana cara belajar mereka. Dengan bekal pemahaman konseptual tersebut, guru diharapkan dapat mengimplementasikan pemahaman tersebut dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak SD. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses perkembangan anak itu? 2. Bagaimana cara belajar anak? 3. Bagaimana strategi guru membelajarkan anak? C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut 1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perkembangan anak. 2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tipe belajar anak. 3. Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan cara membelajarkan anak. BAB II PEMBAHASAN A. Perkembangan Anak 1. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak.

Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menentukan ketrampilan anak bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara memandang dirinya sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain. a. Pertumbuhan Tinggi Pertumbuhan tinggi badan setiap anak berbeda-beda, tapi mengikuti pola yang sama. 1) Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh saat lahir. Setelah itu melambat 7 cm setiap tahun. 2) Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah sampai usia 18 tahun ketika mengakhiri masa remaja. Pada akhir usia SD dan anak masuk masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dari anak perempuan. Namun setelah itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat. b. Perkembangan Berat Tubuh Peserta Didik 1) Anak usia 5 tahun: berat 5x setelah dilahirkan. 2) Anak masa anak: berat 35-40 kg. 3) Anak usia 10-12 tahun (permulaan masa remaja): Anak mengalami periode lemak, mengalami pematangan kelamin yang berasal dari hormon, nafsu makan anak semakin besar, pertumbuhan tubuh yang cepat, penumpukan lemak pada perut, pinggul, pangkal paha, dada, sekitar rahang, leher dan pipi. c. Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan Lemak 1) Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposis) pada peserta didik usia SD/MI cenderung lambat dibandingkan anak awal dan remaja. 2) Pengerasan tulang dan tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung terus sampai akhir masa remaja. 3) Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya berbeda, tergantung pada hormone, gizi dan zat mineral yang dikonsumsi. 4) Pada dua tahun terakhir masa anak akhir dimana terjadi periode lemak, terjadi pembengkokkan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras menompang berat badan. 5) Pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta didik usia SD/MI menjadi peristiwa penting karena dapat mempengaruhi perilaku anak. 6) Perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang mempengaruhi perkembangan indra dan berpikir anak yang berdampak pada kemampuan anak dalam belajar. 7) Sebagian peserta usia SD/MI juga berbeda pada masa awal remaja/puber. 2. Perkembangan Intelek Perkembangan Intelek sangat erat dengan perkembangan kognitif. Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek: persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Perkembangan kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan lingkungannya. Menurut Teori Piaget(dalam Siti Rahayu haditono:2006:218) perkembangan kognitif dibedakan menjadi 4 yaitu

1) Stadium sensori-motorik (0-18 bulan atau 24 bulan) Selama stadium sensori motoris anak berkembang suatu proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. 2) Stadium pra-operasional ( 18 bulan-7 tahun) Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi, serta bayangan dalam mental. Anak sudah mampu untuk berbuat pura-pura, artinya dapat menimbulkan situasisituasi yang tidak langsung ada. Ia mampu menirukan tingkah laku yang dilihatnya(imitasi) dan apa yang dilihatnya sehari sebelumnya(imitasi tertunda). Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu mengambil perspektif orang lain. Cara berpikir praoperasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi yang lain dan akhirny juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini. Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik(ir-reversable). Anak belum mampu untu meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya. 3) Stadium operasional konkret (7-11) tahun Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas, menkonservasi angka melalui 3 macam proses operasi, yaitu: a) Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan antara keduanya. b) Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik. c) Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada. Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu berfikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih objektif. 4) Stadium Operasional formal (mulai 11 tahun) Pada fase ini, anak sudah dapat berfikir abstrak, hipotesis dan sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam abstraksi, memahami, dan membuat perkiraan di masa depan. 3. Perkembangan Afektif Erikson (dalam http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20/ciri kecenderungan-belajar-dan-cara-belajar-anak-sd-dan-mi) melahirkan teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap. a. Trust vs Mistnis/Kepercayaan dasar (0;0 -1;0). Orang yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan bicara, akan turnbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang

di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia menggantungknn nasibnya. Jika pemeliharaan terhadap bayi itu tidak menetap, tidak memadai sebagaimana mestinya, serta terkandung di dalarnnya sikap-sikap menolak, akan turnbuhlah pada bayi itu rasa takut serta ketidak-percaya.in yang mendasar terhadap dunie sekelilingnya dan terhadap orang-orang di sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat-tingkat perkembangan. b. Autonomy vs Shame and Doubt/Otonomi (1-3 tahun) Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menutup-membuka menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan. Anak sangat bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendir hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut langkah dan waktunya; sendiri. Anak kemudian akan mengembangkan perasannya bahwa ia dapat mengendalikan otot-ototnya, dorong-dorongannya, serta mengendalikan diri dan lingkungannya. Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak sabar dan selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada anak itu rasa; malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anak-anak, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak dapat mengendalikan dunia dan dirinya sendiri, Jika anak, meninggalkan masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa malu dan ragu, ia akar mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada masa remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang dapal melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus-siklus kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang diperoleh pada masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh perisliwa-peristiwa di masa selanjutnya. c. Initiatives vs Guilt/Inisiatif (3-5 tahun) Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la dapat mengendarai sepeda roda tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisialif anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang tua member! respons yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melaknkan. kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan bukan lianya bereaksi atnu nienirn anak-anak lain. Hal yang sama terjadi pada kemampuan anak nnluk menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi. d. Industry vs litferioriry/Produkttvltns (611 tahun) Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang rnuncul pada masa ini adalah: sense of industry, sense of inferiority Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan di mana perlu diberi hadiah. Dengan demikian rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan meneakup juga lembaga-iembaga lain yang

mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Pengalamanpengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman sekolah yang kurang memuaskan walaupun sifat indusryi dipupuk dan dikembangkan di ruitiah. Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang berhubungan dengan anak itu e. Identity vs Role Confusion/Identitas (12;0 18;0) Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahanperubahan itubuhnya. Pandangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengilami perkembangan. la mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. la berpikir puh apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. la mulai mengrrti tentang keluarga yang ideal, agama, dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya sendiri. Menurut Erikson, pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul adalah: ego identity -4 > role confusion. Pada masa ini siswa harus dapat mengirtegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya sebagai anak, siswa, teman, anggota pramuka, dan lain sebagainya menjadi suatu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas dengan masa lalu dan siap menghadapi masa datang. Peran orang tua yang pada masa lalu berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan, maka pada masa ini pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapii masa remaja dengan rasa terima kasih kepada orang tua, dengan penuh kepercayaan, mempunyai autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat industry, maka kesempatannya kepada ego indentiti sudah berkembang. f. Intimacy vs Isolation/Keakraban (19;0 25;0) Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat di antara sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagai rasa dan saling memperhatikan. g. Generavity vs Self Absorption/Generasi Berikut (25;0 45;0) Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi ifi liidnp. Generativily ini bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum muda serta berusaha membuat tempat bekerja yang lebih baik untuk mereka hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai gereralivily berarti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanyr memutuskart perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadinya saja. h. Integrity vs Despair/Integritas (45;0) Pada tahap ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan

cucu-cucu. Integrity timbul dari kemampupn individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan di mana individu yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika ia memulai lagi sudah terlambat. Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa penahapan perkembangan afektif manusia merupakan perpaduan dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh secara positif maupun negatif terhadap tahap berikutnya. Jika anak mencapai tahap ketiga yang bergaul dengan anak bukan hanya orang tuanya saja melainkan juga orang dewasa lainnya di sekolah, yaitu guru. Guru yang membimbing dan mengasuh peserta didiknya pada berbagai aspek tingknt kelas perlu memahami dan menyadari sikap, kebutuhan dan perkembangan mereka. 4. Perkembangan Minat a. Pengertian Minat Meichati(dalamhttp://revyarmy.wordpress.com/2010/04/01/perkembang an-dan-cara-belajar-anak-di-sd/) mengartikan minat adalah perhatian yang kuat, intensif, dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas. Secara operasional, Lilawati(dalam http://revyarmy.wordpress .com /2010/04/01/perkembangan-dan-cara-belajar-anak-di-sd/) mengartikan minat adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap suatu kegiatan sehingga mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan tersebut dengan kemauan sendiri. Sinambela (dalam http://revyarmy.wordpress.com/2010/04/01/perkem bangandan-cara-belajar-anak-di-sd/ mengartikan minat adalah sikap positif dan adanya rasa ketertarikan dalam diri anak terhadap suatu aktivitas tertentu. Jadi dapat diartikan bahwa minat adalah kekuatan yang mendorong anak untuk memperhatikan, merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap suatu aktivitas sehingga mereka mau melakukan aktivitas tersebut dengan kemauannya sendiri. Minat terdiri dari dua aspek, yaitu : 1) Aspek kognitif, berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada manfaat dari obyek tersebut. 2) Aspek afektif, nampak pada rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut. b. Faktor yang Mempengaruhi Minat pada anak 1) Faktor personal, merupakan faktor-faktor yang ada pada diri anak itu (meliputi usia, jenis, kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan psikologi). 2) Faktor instusional, merupakan faktor-faktor di luar diri anak (melalui pengaruh orang tua, guru, dan teman sebaya). Minat anak SD terhadap suatu kegiatan lebih tergantung pada pengaruh teman sebayanya. Mereka lebih cenderung ikut-ikutan dalam melakukan suatu kegiatan (pengaruh lingkungan). Pada dasarnya mereka lebih mempunyai minat yang tinggi kepada suatu aktivitas yang menarik perhatian mereka dan yang memberi kesenangan pada mereka. Anak sekolah dasar kurang begitu tertarik

kepada hal-hal yang menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. 5. Perkembangan Bahasa a. Pola Perkembangan Bahasa Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat. Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu: 1) Keterampilan mendengarkan 2) Keterampilan berbicara 3) Keterampilan membaca 4) Keterampilan menulis Di sekolah dasar, keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah, pengumuman, beruta, dan konsep materi pelajaran. Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi. Keterampilan membaca meliputi ketrampilan memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas. Keterampilan menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte, mendeskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan paragraf. b. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa anak sama, namun tetapada perbedaan individual. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut: 1) Kesehatan Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek mental berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar berbahasa. 2) Kecerdasan Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih baik dan memiliki penguasaan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berpikir. 3) Jenis kelamin Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki, baik dalam pengucapan, kosa kata maupun keseringan berbahasa. 4) Keluarga Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak mendengar dan berbicara. Demikian pula anak pertama lebih baik perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih banyak memiliki waktu untuk berbicara dan berbahasa. 5) Keinginan dan Dorongan Komunikasi Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang lain

terutama teman sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak untuk berbicara dan berbahasa. 6) Kepribadian Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki kepribadian yang baik cenderung memiliki kemampuan bicara dan berbahasa lebih baik daripada anak yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri. 6. Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembangkan tugas perkembangannya. Dalam belajar hidup bermasyarakat diperlukan tiga proses dalam bersosialisasi, yaitu: a. Belajar berperilaku yang dapat diterima sosial. b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima c. Perkembangan sikap sosial. Jika peserta didik tidak mampu melakukan 3 proses sosialisasi diatas maka peserta didik tersebut berkembang menjadi orang yang nonsosial, asosial, dan anti sosial. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi adalah sebagai berikut: a. Kesempatan dan waktu untuk bersosialisai dengan orang lain. b. Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain. c. Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. d. Metode belajar efisien dan bimbingan bersosialisasi. Pengalaman sosial awal memegang peranan penting bagi perkembangan dan perilaku sosial selanjutnya. Sebab pengalaman sosial awal cenderung menetap. Jadi mudah atau sulitnya perkembangan sosial anak selanjutnya tergantung pada baik buruknya si anak mempelajari sikap dan perilaku sosial. Selain itu, pengalaman sosial awal juga berpengaruh terhadap partisipasi sosial anak. Anak yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok social begitu juga sebaliknya. Para peserta didik usia SD atau MI yang berada pada posisi anak akhir akan mulai membentuk kelompok bermain yang selanjutnya berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan aktifitas pada masa anak. Sedangkan peserta didik kelas 5 atau 6 kadang-kadang sudah mengalami masa puber. Pada masa ini seorang peserta didik mengalami perubahan fisik sensual yang pesat. Sehingga seorang anak cenderung menarik diri dari kelompoknya, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Juga terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktifitas kelompok serta cenderung bersikap antisosial. 7. Tugas Perkembangan Peserta Didik Usia SD Tugas perkembangan atau development tasks menurut Havighurst(http://revyarmy.wordpress.com/2010/04/01/perkembangan-dan-carabelajar-anak-di-sd/) adalah tugas yang harus dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu pada setiap periode perkembangannya agar supaya individu

menjadi berbahagia. Dilihat dari karakteristik yang ada, maka untuk tugas perkembangan pada anak usia Sekolah Dasar antara lain: a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan permainan yang umum. Hakikat dari tugas perkembangan ini adalah mempelajari keterampilan keterampilan yang bersifat fisik/jasmani untuk dapat melakukan permainan. b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluq yang sedang tumbuh. Hakikat tugas perkembangan ini adalah belajar mengembangkan sikap kebiasaan untuk hidup sehat. c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman teman seusianya. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial antar teman sebaya, dan belajar membina persahabatan dengan teman sebaya, termasuk juga bergaul dengan musuhnya. d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita dengan tepat. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar dan bertindak sesuai dengan peran seksnya yaitu sebagai anak laki laki atau anak perempuan. e. Mengembangkan keterampilan keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar mengembangkan tiga keterampilan dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung yang diperlukan untuk hidup di masyarakat. f. Mengembangkan pengertian pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari hari. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak harus mempelajari berbagai konsep agar dapat berpikir efektif mengenai permasalahan sosial di sekitar kehidupan sehari hari. g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, serta tata dan tingkatan nilai. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan moral yang bersifat batiniah yaitu hati nurani, serta mengembangkan pemahaman dan sikap moral terhadap peraturan dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan anak. h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok kelompok sosial dan lembaga lembaga. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan menghargai orang lain. i. Mencapai kebebasan. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak menjadi individu yang otonom atau bebas, dalam arti dapat membuat rencana untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, bebas dari pengaruh orang tua atau orang lain. B. Cara Belajar Anak Sekolah dasar 1. Pengertian Cara Belajar Anak SD Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang keberhasilan anak. Sebaliknya, jika cara belajar anak tidak dipahami, maka hasilnya akan kurang maksimal. Secara umum, cara belajar adalah bagaimana seseorang menangkap, mengerti, memproses, mengungkapkan, dan mengingat suatu informasi. Cara belajar anak SD dibanding orang dewasa mempunyai perbedaan yang besar. Menurut Piaget (1950), setiap anak memiliki cara tersendiri dalam

menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata. Schemata adalah sistem konsep yang merupakan hasil pemahaman anak atas objek yang berada di sekitar anak. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu menghubungkan objek baru dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah proses memanfaatkan konsep-konsep yang sudah ada dalam pikiran untuk menafsirkan objek baru. Kedua proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sehingga membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan demikian anak akan dapat membangun pengetahuan melalui interaksi secara langsung dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. 2. Macam-Macam Gaya Belajar Para ahli mengelompokkan tipe pembelajar kedalam 3 kelompok utama, yaitu: a. Pembelajar tipe Auditori (pendengaran) atau auditory learner Para pembelajar auditori adalah pendengar yang baik, mereka cenderung dapat menyerap informasi lebih efisien melalui pendengaran sehingga merupakan kelompok yang paling mengambil manfaat dari teknik mengajar konvensional yaitu teknik ceramah. Bila diminta, pembelajar tipe ini mudah menjelaskan secara lisan suatu ceramah/pidato yang didengarnya. Diperkirakan di dunia, populasi orang tipe auditori mencapai 30%. Ciri-ciri pembelajar tipe auditori antara lain: 1) Suka laporan lisan. 2) Suka berbicara. 3) Bagus dalam menjelaskan sesuatu secara lisan atau mempresentasikan secara lisan. 4) Mudah mengingat nama orang. 5) Bagus dalam tata bahasa dan bahasa asing. 6) Membaca perlahan-lahan. 7) Mudah menirukan ucapan orang dengan baik. 8) Tidak bisa diam untuk waktu yang lama. 9) Suka bertindak dan berada di panggung. 10) Sering menjadi yang terbaik dalam kelompok belajar. 11) Suka membaca keras untuk diri sendiri. 12) Tidak takut berbicara di dalam kelas. Kelemahan pembelajar auditori antara lain: 1) Kurang baik dalam membaca 2) Kurang dapat mengingat apa yang dibacanya bila tidak disuarakan. 3) Kurang baik dalam menulis karangan. b. Pembelajar tipe Visual (penglihatan) atau visual learner Para pembelajar tipe visual cenderung lebih berhasil dalam pembelajaran yang menggunakan sesuatu yang dapat dilihat. Artinya, informasi lebih mudah ditangkap bila ada bukti-bukti yang dapat dilihat, misalnya gambar, foto, peta,

diagram, grafik. Di seluruh dunia, populasi orang dengan tipe ini diperkirakan mencapai 65%. Ciri-ciri pembelajar visual antara lain: 1) Sering duduk di kursi deretan depan ketika mengikuti pelajaran 2) Bagus dalam mengeja (spelling). 3) Perlu berpikir sebentar (tidak langsung bereaksi) dalam memahami apa yang baru didengarnya. 4) Menyukai warna-warna dan mode. 5) Mimpi berwarna. 6) Mudah mengerti dan menyukai grafik-grafik. 7) Mudah mempelajari bahasa isyarat. 8) Suka menggunakan bahasa tubuh. 9) Dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut tanpa merasa terganggu. 10) Berbakat dalam menulis. 11) Mengerjakan dengan baik tugas-tugas tertulis. Kelemahan pembelajar visual antara lain: 1) Kurang baik dalam menangkap pesan-pesan lisan. 2) Kurang suka berlama-lama mendengarkan orang berbicara. 3) Mudah melupakan nama orang. 4) Lambat mendengarkan dan merespon pembicaraan orang (sebenarnya hal ini bisa juga merupakan kelebihan tipe ini. c. Pembelajar Tipe kinestetik/taktil atau kinesthetic/tactile learner Para pembelajar tipe ini cenderung lebih berhasil dalam pembelajaran bila dia mengalami, bertindak, mempraktekkan, bergerak, menyentuh dan menggunakan jari-jari (motorik halus) untuk mengingat dan membangun konsentrasi. Diperkirakan di dunia ada sekitar 5% populasi orang bertipe kinestetik/taktil. Ciri-ciri pembelajar tipe kinestetik antara lain: 1) Bagus dalam bidang olahraga. 2) Cenderung frustrasi dan gelisah bila harus duduk mendengarkan kuliah untuk jangka waktu yang lama, oleh karena itu mereka sering mengambil break (istirahat) saat kuliah sedang berlangsung. 3) Mengunyah permen ketika mendengarkan kuliah. 4) Kurang bagus dalam mengeja (spelling) 5) Tidak memiliki tulisan tangan yang besar. 6) Menyukai kerja di laboratorium sains. 7) Suka belajar sambil mendengar musik. 8) Suka buku-buku dan film petualangan. 9) Suka bermain peran. 10) Membangun/membuat model, diorama dan proyek. 11) Menyukai seni bela diri dan seni tari. 12) Koordinasi mata dengan tangan sangat bagus. 13) Menyukai tes/ujian jenis multiple choice dan definisi pendek, tetapi tidak menyukai tes jenis esai dan tes tertulis yang memakan waktu yang panjang. C. Cara Guru Membelajarkan Peserta Didik Guru merupakan orang tua sekaligus pendidik di dalam sekolah. Seorang guru

harus memahami gaya belajar anak. Seorang guru harus mampu menciptakan strategi-strategi belajar sesuai dengan gaya belajar peserta didiknya. 1. Anak Visual: a. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta. b. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting. c. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi. d. Gunakan multi-media seperti komputer dan video. e. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar. 2. Anak Auditori: a. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga. b. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras. c. Gunakan musik untuk mengajarkan anak. d. Diskusikan ide dengan anak secara verbal. e. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset. 3. Anak Taktil/Kinestetik: a. Dalam kegiatan belajar, jangan terlalu banyak memberikan materi, sesekali berikan b. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru). c. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan. d. Ciptakan suasana belajar kooperatif BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perkembangan anak sangat berpengaruh terhadap potensi dan cara belajar anak . 2. Seorang guru harus memahami gaya belajar anak supaya dapat memaksimalkan potensi belajar anak. 3. Memahami gaya belajar anak dapat membantu dalam proses belajar-mengajar yang lebih efektif dan efisien B. Saran Setelah penulis menguraikan masalah tersebut banyak sekali kekurangannya. Untuk itu kami harapkan kepada bapak dosen khususnya dan kepada para rekan/pembaca pada umumnya untuk meneliti dan mengkaji kembali hal-hal yang berhubungan dengan masalah ini, supaya para pembaca mendapat wawasan yang lebih luas, dan kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya untuk perbaikan kami dalam penyusunan makalah selanjutnya. Pola Tidur Usia Dewasa Pola tidur pada usia remaja dan dewasa tentu berbeda dengan anak-anak. Pada usia 13-28 tahun terjadi perubahan-perubahan hormonal yang terjadi di masa pubertas. Pada masa ini mereka mengalami pergeseran irama sirkadian sehingga jam tidur pun bergeser.

Secara umum kebutuhan tidur orang dewasa muda berkisar 8,5 9,25 jam per hari. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, orang dewasa muda memiliki cara tersendiri dalam mengatur pola tidurnya. Namun, biasanya pola tidur orang dewasa muda berubah-ubah alias tidak menentu. Saat orang lain mulai mengantuk pada pukul 21.00 atau 22.00, orang dewasa muda justru bersemangat untuk bekerja, belajar, atau menyelesaikan tugas-tugasnya. Rasa kantuk baru menyerang sekitar tengah malam, yaitu pada pukul 00.00-01.00. Bahkan, ada yang tidak tidur hingga pagi hari. Fakta tentang Pola Tidur Orang Dewasa Amerika (National Sleep Foundation, Amerika Serikat) Lebih dari sepertiga (36%) dewasa muda usia 18-29 tahun dilaporkan mengalami kesulitan untuk bangun pagi (dibandingkan dengan 20% pada usia 3064 tahun dan 9% di atas usia 65 tahun). Hampir seperempat dewasa muda (22%) sering terlambat masuk kelas atau bekerja karena sulit bangun (dibandingkan dengan 11% pada pekerja usia 30-64 tahun dan 5% di atas usia 65 tahun). Empat persen dewasa muda mengeluhkan kantuk saat bekerja sekurangnya 2 hari dalam seminggu atau lebih (dibandingkan dengan 23% pada usia 30-64 tahun dan 19% di atas usia 65 tahun). Di usia dewasa, kebanyakan orang telah membentuk pola tidurnya sendiri. Pola tidur tersebut sangat terkait dengan aktivitas kerja, baik di kantor atau di lapangan. Pola tidur orang kantoran yang harus kerja pagi pasti berbeda dengan pola tidur artis kebanyakan. Bagi orang kantoran, mereka harus terjaga pagi hari, jarang atau bahkan tidak pernah tidur siang karena beban kerja, dan tidur malam rata-rata pada pukul 22.00. Bagi orang kantoran atau anak kuliahan, mereka harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan diri ke sekolah, kuliah, atau bekerja. ltulah sebabnya orang muda mengalami banyak kekurangan tidur. Tak heran jika banyak di antara mereka yang tertidur di kelas atau terkantuk-kantuk di kantor. Di akhir minggu, remaja atau dewasa muda banyak yang tidur hingga siang hari. Istilahnya balas dendam. utang tidur yang dibiarkan menumpuk sepanjang minggu akibat kerja dibayarkan dalam satu hari tersebut. Cara membayar utang tidur tersebut banyak dilakukan oleh pare karyawan swasta yang aktivitasnya sangat padat sepanjang minggu. Istilahnya berangkat subuh, pulang malam. Waktu untuk tidur normalpun kurang dari 6 jam/hari. Jika kebutuhan tidur orang dewasa 8 jam/hari maka ada 2 jam utang tidur/hari. Artinya, dalam seminggu (5 hari kerja) terdapat 10 jam utang tidur. Utang inilah yang dibayar pada akhir pekan. Pola tidur di atas tentu berbeda dengan orang dewasa yang banyak beraktivitas pada malam hari, seperti anis, DJ (disk jockey) di tempat hiburan malam, satpam, atau supir taksi. Pekerjaan yang dikerjakan pada malam hari menyebabkan mereka tidur pada pagi hingga siang hari. Siang hingga malam atau bahkan dini hari mereka kembali bekerja. Setelah bekerja, subuh dini hari mereka akan tidur lagi hingga siang, dan seterusnya. Pola tidur mereka mirip kelelawar. Namun, gaya hidup yang salah, apalagi dengan tekanan kerja sehari-hari, membuat mereka

mudah terserang insomnia dan berbagai gangguan tidur lainnya. Namun, tahukah Anda bahwa kekurangan tidur dapat merugikan tubuh Anda sendiri? Kurang tidur dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Selain itu, kurang tidur juga mengakibatkan penurunan kemampuan mental, kemampuan otak, dan kreativitas untuk menggunakan data hapalan. Penurunan kemampuan otak tersebut secara otomatis akan menurunkan produktivitas kerja. Secara psikologis, seseorang yang kurang tidur cenderung mengalami gangguan stabilitas emosional. Orang mudah marah, kecewa, sedih, serta tidak bergairah (lemah, letih, dan lesu). Selain pekerjaan, pola tidur orang dewasa juga dipengaruhi oleh kebiasaan (behavior). Umurnnya, orang dewasa memiliki kebiasaan menonton TV, hang out di cafe atau di diskotik usia bekerja, bermain di depan komputer sebelum tidur, dan Alasannya agar mata cepat mengantuk. Padahal kondisi tersebut malah rnemperburuk keadaan. Ketegangan yang diakbatkan oleh aktivitas-aktiyitas tadi bisa menyebabkan mata terlalu segar untuk dipejamkan. Belum lagi efek cahaya terang yang dapat mengelabui jam biologis yang sebenarnya diciptakan untuk membedakan waktu siang dan malam. Pola Tidur di Usia Lanjut Pola tidur sesorang pasti mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia dan semakin beragamnya pekerjaan atau aktivitas. Semakin bertambah usia, efisiensi tidur semakin berkurang. Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring di tempat tidur. Kebutuhan tidur pun semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang. Hal ini dialami oleh para lanjut usia. Pada usia lanjut, wanita lebih banyak mengalami insomnia, dibandingkan pria yang lebih banyak menderita sleep apnea atau kondisi medis lain yang dapat mengganggu tidur. Gangguan tidur pada usia lanjut biasanya muncul dalam bentuk kesulitan untuk tidur dan sering terbangun atau bangun terlalu awal. Atur waktu tidur dengan baik, ikuti petunjuk sleep hygiene, dan cobalah untuk lebih berpikiran positif dengan lebih berfokus pada vitalitas di siang hari yang segar bugar dibandingkan kualitas tidur malam sebelumnya. Perubahan pola tidur pada usia lanjut banyak disebabkan oleh kemampuan fisik usia lanjut yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun terkait oleh kemampuan organ dalam tubuh yang menurun juga, seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan turut berpengaruh. Pada usia lanjut biasanya insomnia lebih sering menyerang. Hal ini terjadi sebagai efek samping (sekunder) dari penyakit lain, seperti nyeri sendi, osteoporosis, payah jantung, parkinson atau depresi. Jika penyebab utamanya tidak diatasi, dengan sendirinya gangguan tidur tidak akan pernah teratasi. Pada kondisi seperti ini obat tidur bukanlah solusi yang tepat. Tidak perlu merasa khawatir karena semuanya berjalan dengan wajar dan manusiawi. Umumnya dorongan homeostatik untuk tidur lebih dulu menurun, baru diikuti oleh dorongan irama sirkadian untuk terjaga. Oleh karena itu, kita

sering melihat orangtua yang sebelumnya menderita insomnia, tetapi setelah beberapa waktu malah lebih banyak tidur. Orang lanjut usia amat mudah lelah sehingga sering tertidur pada siang hari. Kita harus lebih berhati-hati karena kantuk di siang hari bisa menjadi tanda adanya gangguan tidur. Gangguan tersebut bisa berupa Sleep Apnea (OSA) dan Periodic Limb Movements in Sleep (PLMS). Keduanya adalah gangguan yang bisa diatasi dengan pola tidur yang baik. Untuk mengatasinya lakukan olahraga yang ringan, tetapi teratur seperti jalan kaki pagi hari, berlari-lari kecil, senam, atau sekadar peregangan otot. Hal ini terbukti mampu memperbaiki kualitas tidur pada lanjut usia. Melakukan jalan pagi atau berkemih di malam hari atau senam lanjut usia di saat subuh mampu meningkatkan vitalitas di usia lanjut dengan berolahraga, diharapkan dapat tidur lebih cepat, lebih jarang terbangun, dan tidur lebih dalam. Tidur siang hanya dianjurkan jika pada saat malam sebelumnya kekurangan tidur. Tidur siang akan mengurangi utang tidur, padahal utang tidur diperlukan untuk meningkatkan dorongan homeostatik untuk tidur. Tidur siang selama 15 menit biasanya sudah cukup memberikan kesega Pola tidur berubah seiring dengan bertambahnya usia. Semakin bertambah usia maka tubuh mulai banyak melakukan beragam aktivitas. Anak-anak asyik bermain dari pagi hingga petang, kegiatan anak sekolah dipadati dengan tugas dan kegiatan belajar, dan orang dewasa sibuk dengan rutinitas pekerjaan setiap hari. ltulah sebabnya jam biologis akan berubah-ubah menyesuaikan dengan aktivitas dan ritme kebutuhan tubuh. Perubahan-perubahan ini penting dicermati untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik. Penyesuaian jadwal aktivitas dengan jam biologis perlu dilakukan. Dengan memiliki jam biologis yang teratur, kesehatan tidur akan membaik dan produktivitas kerja tubuh meningkat. Pola tidur sebaiknya diatur dengan baik sejak balita hingga dewasa. Dengan kebiasaan pola tidur yang baik, kita akan memiliki kualitas tidur yang baik pula. Dengan demikian, kesehatan pun tetap terjaga. Pola Tidur Bayi Manusia mulai mengenal tidur sejak ia dilahirkan. Bahkan sejak di dalam kandungan pun, bayi telah mengalami peristiwa tidur. Setelah lahir, bayi berusia 0-5 bulan akan menjalani hidup barunya dengan 80-90% tidur. Bagi bayi, tidur merupakan salah satu bentuk adaptasi dengan lingkungan barunya. Udara yang dihirup di dalam rahim tentu sedikit berbeda dengan udara yang berada di lingkungan bebas. Begitu pula dengan cahaya, suhu, dan kelembaban di sekitarnya. Selama tidur, organ-organ dalam, seperti jantung dan paru-paru akan beradaptasi meski pun dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan organ-organ tersebut belum berfungsi secara normal. Namun, selama proses tidur tersebut, pertumbuhan dan perkembangan organorgan tubuh bayi akan meningkat secara pesat. Bagi bayi, tidur merupakan saat yang tepat untuk mengumpulkan energi agar proses adaptasi dan metabolisme di dalam tubuhnya berjalan lancar. Sesaat setelah bayi lahir, ia biasanya tidur selama 16-20 jam sehari yang dibagi menjadi 4-5 periode. Pola tidur bayi masih belum teratur karena jam biologis yang

belum matang. Namun, perlahan-lahan dengan bertambahnya usia, polo tidur tersebut akan bergeser. Memasuki usia 2 bulan bayi mulai lebih banyak tidur malam dibanding siang. Pada usia 3-6 bulan jumlah tidur siang semakin berkurang, kira-kira 3 kali dan terus berkurang. Pada masa ini tidur bayi sering kali amat aktif, mereka bisa tersenyum, menghisap, dan tampak gelisah. Bayi usia 1-2 bulan juga menunjukkan kebutuhan tidur dengan caranya sendiri. Ada yang menjadi rewel, menangis, atau mengusap-asap mata. Pada usia 6-12 bulan, bayi hanya tidur siang 2 kali. Menjelang usia 1 tahun biasanya hanya perlu tidur siang satu kali saja, sisanya akan dihabiskan pada malam hari. Total jumlah waktu tidur berkisar antara 12 14 jam/hari. Pola tidur yang tidak beraturan tersebut akan menimbulkan gangguan tidur pada orangtua. Pada usia bayi 5 bulan hingga 2 tahun, orangtua akan kehilangan 1 jam waktu tidur setiap malamnya. Bahkan, penelitian lain membuktikan bahwa orangtua akan kekurangan tidur sebanyak 2 jam setiap harinya hingga si bayi berusia 5 bulan. Pada bayi yang terbiasa tidur dengan orangtua, mereka terbiasa untuk menangis di tengah malam hanya untuk memanggil. Mereka tidak terbiasa untuk tidur kembali sendiri. Oleh karena itu, jangan membiasakan bayi tidur di dalam gendongan kita. Orangtua pun perlu menyiasati waktu tidurnya agar sesuai dengan pola tidur bayi. Pola Tidur Anak dan Remaja Pada masa anak-anak, tidur merupakan hal yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangannya selain asupan makanan bergizi dan vitamin. Hal ini disebabkan tidur berperan penting bagi anak untuk: 1. Memberikan daya tahan tubuh yang kuat. Asupan makanan bergizi dan berbagai suplemen multivitamin akan sia-sia tanpa tidur yang cukup. 2. Pada tahap tidur N3 (slow wave sleep) dihasilkan hormon pertumbuhan yang amat penting bagi pertumbuhannya. 3. Tidur menjaga kemampuan kognitif, mental, dan emosionalnya. Anak dengan tidur yang cukup mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan dengan anak yang kurang tidur atau yang mengalami gangguan tidur. Secara emosional, mereka juga lebih stabil. Oleh karena itu, orangtua harus mulai menanamkan kebiasaan pola tidur yang baik pada anak sejak dini. Pahami pola tidur si buah hati sehingga ia mendapatkan seluruh manfaat tidur bagi proses tumbuh kembangnya. Memasuki usia 2 tahun, anak tidur selama 12 13 jam sehari, dengan pembagian 1-2 jam tidur siang dan 11 jam tidur malam. Pada usia ini biasanya anak tidak mau tidur sendirian dan terkadang bangun menangis di tengah malam. Pada anakanak irama sirkadian dan dorongan homeostatis untuk tidur sudah berkembang lebih baik, tetapi pada usia tersebut dorongan untuk tidur ataupun bangun tetap kuat. Ketika bangun mereka benar-benar segar, tetapi kalau sudah mengantuk tidak ada yang bisa mencegahnya tertidur. Pernahkah Anda melihat anak yang tertidur saat makan atau bermain? Sejak usia 6 tahun umumnya seorang anak memerlukan waktu tidur sebanyak 11 jam, tanpa tidur siang. Di usia 10 tahun biasanya ia tidur selama 10 jam. Biasanya anak-anak di usia ini menolak untuk tidur karena godaan acara televisi, ajakan

bermain dari teman, atau pekerjaan rumah (PR) dari sekolah yang belum selesai. Namun, jika lelah dan kantuk menghinggapi, mereka langsung tertidur. Memasuki usia sekolah atau usia 6-12 tahun adalah masa yang rentan terkena gangguan tidur. Hal ini disebabkan oleh padatnya aktivitas anak-anak mulai dari kegiatan sekolah hingga ekstra kurikuler, seperti les dan klub olahraga. Kegiatankegiatan tersebut menyita waktu dari pagi hingga sore. ltulah sebabnya, mereka kurang mendapatkan waktu yang cukup untuk tidur. Padahal tidur yang cukup sangat penting bagi perkembangan otak seorang anak. Untuk memperoleh prestasi akademis yang maksimal, seorang siswa harus memperhatikan jam biologisnya dengan baik. Pada jam-jam tertentu, mereka cenderung aktif dan penuh vitalitas, sedangkan pada jam-jam lain mereka menjadi lamban tak bersemangat. Itu sebabnya, sekolah-sekolah di Amerika saat ini justru memundurkan jam masuk sekolah menjadi pukul 8.30. Cara ini dilakukan untuk menyesuaikan aktivitas dengan jam biologis siswa sehingga kesehatan, kecerdasan, dan kebahagiaan mereka lebih terjamin. Hal terpenting adalah menciptakan suasana tidur yang nyaman. Buatlah kamar tidur yang terisi dengan karakter kartun faveritnya. Ciptakan suhu yang nyaman, penerangan yang cukup, dan suasana yang tenang. Sabin itu, orangtua juga perlu mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sebelum tidur agar si kecil tahu waktu menjelang tidur. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan lingkungan tidur yang baik. Lingkungan tidur yang kurang baik bisa mengakibatkan mimpi buruk pada anak-anak. Maklum, mereka belum mampu membedakan antara mimpi dan kenyataan. Jika hal itu terjadi, tenangkan dengan kata-kata yang lembut dan melindungi. Mengompol saat Tidur Mengompol atau enuresis adalah masalah tidur yang umum ditemui pada anakanak. Pada anak di bawah usia 5 tahun, mengompol masih dianggap normal. Namun, jika terjadi pada usia 6-8 tahun maka orangtua sebaiknya memeriksakan kondisi anak ke dokter spesialis. Enuresis dianggap primer jika anak belum bisa belajar mengendalikan kandung kemih. Sementara itu, jika pernah mengalami berhenti mengompol selama 3 bulan lalu kambuh kembali, dianggap sebagai enuresis sekunder. Enuresis primer disebabkan oleh fungsi kandung kemih dan sistem pengendalian kencing yang belum matang. Biasanya dengan bertambahnya usia, fungsi tersebut akan semakin sempurna. Kebiasaan mengompol pun akan hilang dengan sendirinya. Berbeda dengan enuresis primer, enuresis sekunder merupakan tanda dari adanya suatu penyakit atau masalah psikologis. Jika disertai dengan mengompol di siang hari, sakit perut, dan rasa sakit ketika kencing, kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi pada saluran kemih. Selain itu, penyakit lain yang juga bisa menyebabkan enuresis antara lain, diabetes, gangguan ginjal, dan masalah saraf. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa mengompol bisa juga menjadi tanda terjadinya sleep apnea. Apalagi, jika disertai dengan tidur mendengkur. Jika Anak Anda Masih Ngompol: Biasakan ia untuk kencing sebelum tidur.

Batasi minum satu jam sebelum tidur. Jika kita tahu jam-jam berapa ia mengompol, bangunkan dan ajak ke toilet pada jam-jam tersebut. Jangan hukum anak Anda. Mengompol berada di luar kendalinya. Masa Anak sekolah umur 6-12 tahun Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan di luar sekolah. Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang mendukung hasil belajar di sekolah. Banyak aspek perilaku dibentuk melalui penguatan (reinforcement) verbal, keteladanan dan identifikasi. Anak-anak pada masa ini harus menjalani tugas-tugas perkembangan yakni : 1. Belajar keterampilan fisik untuk permainan biasa 2. Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri 3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya 4. Belajar peranan jenis yang sesuai dengan jenisnya 5. Membentuk keterampilan dasar : membaca, menulis dan berhitung 6. Membentuk konsep-konsep yang perlu untuk hidup sehari-hari 7. Membentuk hati nurani, nilai moral dan nilai sosial 8. Memperoleh kebebasan pribadi 9. Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga.lembaga Dalam perkembangan ini anak tetap memerlukan penambahan pengetahuan melalui belajar. Belajar secara sistematis di sekolah dan mengembangkan sikap, kebiasaan dalam keluarga. Anak perlu memperoleh perhatian dan pujian perilaku bila prestasi-prestasinya yang baik, baik di rumah maupun di sekolah. Anak tetap memerlukan pengarahan dan pengawasan dari guru dan orang tua untuk memunculkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan keterampilan-keterampilan baru. Pengawasan yang terlalu ketat atau persyaratan yang terlalu luas bisa berakibat kurangnya inisiatif untuk mengembangkan kemampuankemampuannya. Terlebih lagi, apabila anak terlalu ketat dibatasi ruang geraknya ia tidak akan bisa mengembangkan dirinya. Penyesuaian dan pengarahan diri menjadi sulit baginya. Anak yang bergantung akan memindahkan ketergantungannya dari orang tua ke orang lain, teman sebaya. Hubungan timbal balik dan saling memuaskan dengan orang tua dan teman sebaya perlu dalam pembentukan harga diri dan sosialisasinya. Masa Pra Remaja Masa pra remaja ditandai dengan meningkatnya cara berpikir kritis. Anak tanggung selalu menanyakan sebab-sebab, akibat-akibat dengan cara menyanggah pendapat orang dewasa. Pada masa ini mudah terjadi identifikasi yang sifatnya emosional dengan teman sebaya yang sejenis. Minat dan aktivitas mulai mencerminkan jenisnya secara lebih jelas. Pengendalian emosi dan kesediaan bertanggung jawab lebih terlihat melalui perbuatan atau tindakan. Perkembangan anak berlangsung dengan cepat, disertai dorongan kuat untuk ekspansi diri dan berpetualang karena merasa bisa dan tangkas. Pengaruh kelompok sebaya sangat

besar, sedangkan pengendalian dari pihak orang tua dan orang dewasa berkurang. Anak tanggung sering menolak segala hal yang dianggap baik oleh orang tua. Perilaku mengritik orang tua menyusahkan orang tua. Namun demikian anak tanggung tetap memerlukan kehangatan dan keserasian dalam keluarga di rumah dan membutuhkan dukungan emosional orang tua bila mengalami kekecewaan dalam pergaulan. Pengertian orang tua sangat dibutuhkan justru pada saat ia mengalami kepahitan hidup karena kegagalannya, menyesuaikan dalam kelompok sebaya. Dalam hubungannya dengan saudara-saudara di rumah, mereka lebih memperoleh kesan dari saudara yang lebih tua. Sebaliknya adik-adik tidak dianggap, bahkan disuruh-suruh atau dihindari. Pertengkaran dan persaingan antara saudara-saudara sering kali sulit dihindarkan. Anak tanggung pada saat-saat tertentu bisa ramah, tetapi saat berikutnya siap tempur (berkelahi). Kadangkadang mereka menyenangi perilaku yang penuh kejutan-kejutan, ancaman dan perilaku mengganggu orang lain. Mereka mudah mencari dukungan dari saudara ataupun teman untuk bersatu melawan orang tua atau guru. Dalam kehidupan keluarga perlu diperhatikan agar ada komunikasi yang baik, untuk memudahkan penyaluran kasih sayang, yang juga dibutuhkannya. Pada masa ini, anak laki-laki dan perempuan senang bergabung dengan mereka yang sebaya, jenis dan status yang sama. Mereka cepat membentuk hubunganhubungan emosional dan membanggakan temannya atau kelompok mereka. Permainan kelompok, tim, kegiatan olahraga musiman sangat menarik baginya. Persahabatan teman sebaya sangat dibutuhkan, sehingga mereka seolah-olah hanya ke sekolah karena ingin bermain dengan kawan-kawannya. Mereka tertarik pada kelompok anak dengan minat, patokan dan harapan yang sama. Sering kali terlihat dua anak atau lebih mempunyai kebutuhan atau minat yang sama, lalu bergabung. Mereka saling mengerti keinginan-keinginannya dan memperoleh kepuasan dari persahabatan tersebut. Kelompok anak tanggung memungkinkan terbentuknya persahabatan yang mendalam dan identifikasi dengan anggota sejenis yang terpilih. Mereka mendapatkan seorang teman yang bisa dipercayai dan menjadi tempat tumpahan kesulitan dan masalahnya. Pada kelompok-kelompok ini, jarang terlihat jenis yang lainnya. Kelompok anak perempuan biasanya terdiri dari jumlah yang lebih kecil daripada kelompok anak laki-laki dan berkumpul di rumah salah seorang diantara mereka. Kelompok anak laki-laki lebih senang bergabung dengan tujuan kegiatan petualangan yang menggelorakan. Biasanya yang menonjol diantara mereka menjadi pemimpin dan banyak hal ditentukan oleh inisiatif pemimpin kelompok tersebut. Kompetisi dan kooperasi banyak terlihat dan sedapat mungkin dipuaskan secara wajar. Kompetisi dapat menyebabkan anak menjadi sadar akan kemampuan dan keterbatasannya. Kompetisi bersifat negatif apabila anak sebagai akibat dari pertandingan merasa diri rendah atau kurang, ataupun mengakibatkan orang lain, anak lain menjadi tidak bahagia. Sifat-sifat yang dihargai anak tanggung disamping kepemimpinan, keramahan, enthusiasme, keberanian dan originalitas. Kadang-kadang seorang anak tanggung bisa terjerumus ke perilaku delinkwen (nakal) untuk bisa menjadi pemimpin dan sebagai penyaluran dan agresivitasnya

atau kegagalannya dalam pekerjaan di sekolah. Keinginan mempengaruhi kelompok untuk mengikuti ide-idenya dan melibatkan diri dalam pelanggaranpelanggaran, membuat dia senang berkelakuan buruk. Kalau pengaruh kelompok bertambah dan sebaliknya pengaruh orang-tua berkurang, maka identifikasi terhadap orang tua beralih ke identifikasi kelompok. Ikatan dengan teman sebaya ditandai dengan loyalitas dan solidaritas yang kuat dan mengurangi pengaruh orang tua, sehingga kehidupan kelompok sangat berkesan terhadap perkembangan kepribadian. Pengaruh keluarga atau orang tua dan pengaruh kelompok bersamasama membentuk sikap dan minatnya. Seyogyanya kedua pengaruh ini saling mendukung, tetapi sering kali keduanya justru berlawanan, sehingga mengakibatkan timbulnya konflik dan cemas pada anak. Untuk memenuhi kebutuhan mereka akan ekspansi diri dan perasaan aman terbentuklah kelompok (gang), yang memungkinkan melatih diri mengenai hubungan-hubungan sosial. Demikian pula kerja sama dengan mereka yang sebaya meinungkinkan terbinanya keterampilan berkomunikasi. Keinginan untuk membentuk kelompok dapat disalurkan melalui perkumpulan yang disponsori orang dewasa dengan memperhatikan 2 aspek: 1. cukup bimbingan untuk melalukan kegiatan-kegiatan yang wajar 2. cukup kebebasan untuk memuaskan kebutuhan anak Seorang anak yang belajar berperilaku berdasarkan aturan atau patokan di perkumpulan di bawah pengawasan orang dewasa, diharapkan kelak dibimbing oleh patokan-patokan tersebut bila sudah mandiri. Masa anak tanggung berakhir pada umur 10 tahun, 11 tahun lalu mulai persiapan untuk tugas-tugas perkembangan masa remaja. Prestasi sekolah penting bagi mereka, karena mereka ingin membanggakan hasil usahanya. Kerinduan akan prestasi yang lebih baik menambah usahanya. Akan dicarinya tempat di mana ia bisa berhasil baik pada prestasi akademis atau nonakademis. Perasaan berguna akan memperkuat kemantapannya, sehingga menutupi perasaan tidak sesuai (inadekwat), yang cepat mempengaruhinya. Mengingat pentingnya keberhasilan anak pada masa anak tanggung, perlu diberi dorongan, semangat, pengawasan dan pengarahan. Sebagai persiapan untuk tahap perkembangan berikutnya, dengan tercapainya kematangan seks, maka pada masa ini perlu diberi penerangan tentang perkembangan yang akan dialami. Saat yang tepat untuk memberikan penerangan tergantung dari kebutuhan dan minat anak. Tanda yang jelas, yakni pada pertumbuhan tinggi badan dan berat badan yang mendahului kematangan seks, menunjukkan saatnya yang tepat untuk memberi penerangan seks meliputi pengetahuan tentang perkembangan dan perubahan seks yang segera akan dialami, sikap-sikap yang sehat dan wajar, terutama segi-segi moralitas sebagai dasar penerangan tersebut. Perlu diberi keterangan tentang pertimbangan moral dalam hubungan dengan teman sebaya, kegiatan-kegiatan dan apa yang bisa merugikan orang lain, dan analisa tentang perilaku bermoral dan kaidah-kaidah agama. Keterangan-keterangan ini akan mengembangkan dan memupuk hati nuraninya. Sebaliknya, hati nurani yang terpupuk baik akan memudahkan berperilaku sesuai

dengan prinsip moral dan nilai-nilai manusiawi. Dengan demikian nilai-nilai moral sudah diperkuat sebelum timbul gejolak masa remaja. Seluruh perkembangan merupakan suatu rangkaian bertahap dan berkesinambungan. Setiap tahap berikut dipengaruhi oleh tahap sebelumnya. Demikianlah tahap anak tanggung menentukan masa remaja dengan corak apakah yang akan dialami selanjutnya, dalam perkembangan dan penyesuaiannya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjangi oleh factor lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan dari lingkungan yang banyak berpengruh dalam kehidupan anak menuju dewasa. Ada pula ciri-ciri anak prasekolah dan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten . Dan itu semua akan saya coba bahas dalam makalah ini. 1.2 Tujuan Pembuatan Makalah Di dalam pembuatan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami jabarkan, diantaranya adalah : 1. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Psi & Teknologi Internet 2. Dari hasil diatas, saya ingin mengetahui lebih dalam akan motivasi diri 3. Untuk membantu para mahasiswa dalam mengenal motivasi diri dan mengetahui cara atau tips untuk memotivasi diri. 1.3 Metode Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, kami menggunakan metode pengambilan data secara sekunder, yaitu pengambilan data secara tidak langsung melalui informasi yang sudah ada seperti internet dan berbagai macam buku. BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PERKEMBANGAN Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998). Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, kesadaran emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan. Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang di tunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan dari lingkungan yang banyak berpengaruh dalam kehidupan anak menuju dewasa. Perkembangan menandai maturitas dari organ-organ dan sistem-sistem, perolehan ketrampilan, kemampuan yang lebih siap untuk beradaptasi terhadap stress dan kemampuan untuk memikul tanggung jawab maksimal dan memperoleh kebebasan dalam mengekspresikan kreativitas. 2.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN Menurut Soetjiningsih secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor lingkungan (ekstrinsik). Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini adalah bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, suku bangsa / bahasa, gangguan pertumbuhan di

negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh faktor genetik juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal. 2.3 FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN Faktor faktor pendukung perkembangan anak menurut Soetjiningsih, (1998), antara lain: 1) Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut 2) Peran aktif orang tua 3) Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak 4) Peran aktif anak 5) Pendidikan orang tua 2.4 CIRI-CIRI ANAK USIA PRA SEKOLAH Menurut Snowman (1993 dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada TK. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. 1. Ciri fisik anak prasekolah atau TK a. b. Anak pra sekolah umumnya aktif Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup. c. Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari control terhadap jari dan tangan. Jadi biasanya anak masih belum terampil malakukan pekerjaan yang rumit, seperti mengikat tali sepatu. d. Anak-anak masih sering mengalami kesulitan apabila hrus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna. e. Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft).

f.

Walaupun anak lelaki lebih besar, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut diatas. 2. Ciri social anak prasekolah

a.

Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara social

b.

Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti

c.

Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar 3. Ciri emosional anak prasekolah

a.

Anak TK cenderung mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.

b.

Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru. 4. Ciri kognitif anak prasekolah

a. b.

Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih saying Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut: a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak. b) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. c) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal. c) Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri. e) Doronglah anak agar mau mencoba

mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku. f) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya. g) Kagumilah apa yang dilakukan anak. h) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Makalah yang telah disusun oleh kami merupakan program yang sangat membantu para mahasiswa dalam pembahasan tentang Perkembangan Anak Usia PraSekolah. Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjangi oleh factor lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan dari lingkungan yang banyak berpengruh dalam kehidupan anak menuju dewasa. terdapat dua faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor lingkungan (ekstrinsik). Faktor faktor pendukung perkembangan anak menurut Soetjiningsih, (1998), antara lain: 1) Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut, 2) Peran aktif orang tua, 3) Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak , 4) Peran aktif anak, 5) Pendidikan orang tua. Ada juga cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut: a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak. b) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. c) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal. Dan banyak lagi cara lainnya.