7
"Permesta Bukan Pemberontakan"   Herman Nicolas Ventje Sumual: Gerbang gubernuran di Kota Makassar terbuka lebih lebar hari itu, menyambut para tamu yang datang dari jauh dan dekat. Andi Pangerang Petta Rani berdiri di ambang pintu, menyambut rombongan dengan sangat ramah-tamah, kendati ia tahu pertemuan itu akan lebih merupakan sidang yang makan urat saraf ketimbang silaturahmi bahagia. Sekitar 51 tokoh Perjuangan Semesta (Permesta) yang datang kemudian berunding selama tiga jam di kediaman Gubernur Sulawesi Andi Pangerang. Pada akhir pertemuan, mereka menandatangani Piagam Perdjoangan Semesta dalam Wilajah IT-VII Wirabuana. Dan Herman Nicolas "Ventje" Sumual, penanda tangan pertama, lantas membacakan ikrar  bersama, yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Permesta. Dengan membacakan ikrar, Ventje saat itu sesungguhnya tengah menuliskan bab yang penting dalam sejarah negeri leluhurnya. Deklarasi yang ditujukan ke alamat pemerintah pusat itu mengandung dua tuntutan  penting: otonomi seluas-luasnya kepada daerah dan penghapusan sifat sentralisasi dari sistem pemerintahan politik nasional. Maka, lahirlah Permesta, pada hari itu, 2 Maret 1957. Sejarah kemudian mencatat, Permesta, yang mula-mula hanya sebuah deklarasi perjuangan, akhirnya  berbuntut pada pemberontakan. Mengapa? Herman Nicolas Sumual alias Ventje adalah orang yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan ini. Ia bukan saja seorang pejuang tangguh, melainkan juga terlibat secara emosiserta fisik dalam seluruh proses  panjang—sejak ide gerakan dicetuskan hingga akhir yang antiklimaks. Gerakan itu ditumpas TNI, sedangkan Ventje bersama kawan-kawannya harus membayar keterlibatan mereka dengan harga sepadan: masuk penjara. Ventje lahir di Rembokan, Minahasa, 11 Juni 1922. Sebagai anak seorang sersan KNIL (serdadu Belanda), Ventje pernah belajar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (1946-1948),Yogyakarta. Sembari kuliah, ia aktif sebagai perwira penghubung Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) dan diangkat menjadi Kepala Staf Brigade XVI dengan pangkat mayor. Ia memimpin satuan-satuan KRIS dalam perjuangan menangkis serangan Belanda di Yogyakarta pada Januari 1949. Setahun kemudian, ia menjadi anggota Komisi Militer untuk Indonesia Timur dengan tanggung jawab wilayah Sulawesi Utara. Pada Mei 1956 ia menjabat Kepala Staf Tentara Teritorium (TT) VII. Setelah tiga bulan, Ventje dilantik menjadi Komandan TT VII Indonesia Timur dengan pangkat kolonel. Pada 2 Maret 1957, ia mengumumkan SOB (staat van oorlog en beleg, negara dalam keadaan bahaya) di Indonesia

Permesta Bukan Pemberontakan

Embed Size (px)

Citation preview

5/8/2018 Permesta Bukan Pemberontakan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/permesta-bukan-pemberontakan 1/7

 

"Permesta Bukan Pemberontakan"

   Herman Nicolas Ventje Sumual:

Gerbang gubernuran di Kota Makassar terbuka lebih lebar hari itu,

menyambut para tamu yang datang dari jauh dan dekat. Andi Pangerang

Petta Rani berdiri di ambang pintu, menyambut rombongan dengan sangatramah-tamah, kendati ia tahu pertemuan itu akan lebih merupakan sidang

yang makan urat saraf ketimbang silaturahmi bahagia.

Sekitar 51 tokoh Perjuangan Semesta (Permesta) yang datang

kemudian berunding selama tiga jam di kediaman Gubernur Sulawesi AndiPangerang. Pada akhir pertemuan, mereka menandatangani Piagam

Perdjoangan Semesta dalam Wilajah IT-VII Wirabuana. Dan Herman Nicolas"Ventje" Sumual, penanda tangan pertama, lantas membacakan ikrar  bersama, yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Permesta.

Dengan membacakan ikrar, Ventje saat itu sesungguhnya tengah

menuliskan bab yang penting dalam sejarah negeri leluhurnya. Deklarasiyang ditujukan ke alamat pemerintah pusat itu mengandung dua tuntutan

 penting: otonomi seluas-luasnya kepada daerah dan penghapusan sifat

sentralisasi dari sistem pemerintahan politik nasional. Maka, lahirlah

Permesta, pada hari itu, 2 Maret 1957. Sejarah kemudian mencatat,Permesta, yang mula-mula hanya sebuah deklarasi perjuangan, akhirnya

 berbuntut pada pemberontakan. Mengapa?

Herman Nicolas Sumual alias Ventje adalah orang yang paling tepatuntuk menjawab pertanyaan ini. Ia bukan saja seorang pejuang tangguh,

melainkan juga terlibat secara emosiserta fisik dalam seluruh proses

 panjang—sejak ide gerakan dicetuskan hingga akhir yang antiklimaks.Gerakan itu ditumpas TNI, sedangkan Ventje bersama kawan-kawannya harus

membayar keterlibatan mereka dengan harga sepadan: masuk penjara. Ventje

lahir di Rembokan, Minahasa, 11 Juni 1922. Sebagai anak seorang sersanKNIL (serdadu Belanda), Ventje pernah belajar di Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada (1946-1948),Yogyakarta. Sembari kuliah, ia aktif 

sebagai perwira penghubung Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS)

dan diangkat menjadi Kepala Staf Brigade XVI dengan pangkat mayor. Ia

memimpin satuan-satuan KRIS dalam perjuangan menangkis serangan Belandadi Yogyakarta pada Januari 1949. Setahun kemudian, ia menjadi anggota

Komisi Militer untuk Indonesia Timur dengan tanggung jawab wilayahSulawesi Utara.

Pada Mei 1956 ia menjabat Kepala Staf Tentara Teritorium (TT) VII.

Setelah tiga bulan, Ventje dilantik menjadi Komandan TT VII IndonesiaTimur dengan pangkat kolonel. Pada 2 Maret 1957, ia mengumumkan SOB

(staat van oorlog en beleg, negara dalam keadaan bahaya) di Indonesia

5/8/2018 Permesta Bukan Pemberontakan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/permesta-bukan-pemberontakan 2/7

 

Timur—sekaligus memproklamasikan Permesta.

 Nama Permesta lantas digunakan oleh kalangan tertentu di Sulawesi

Utara yang bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia(PRRI). Alhasil, PRRI dan Permesta sering ditulis sebagai suatu kesatuan

menjadi PRRI/Permesta. Penyatuan seperti ini ditolak Ventje. "Permesta bukangerakan pemberontakan, melainkan suatu piagam perjuangan," ujarnya.Kakek delapan cucu ini memimpin pemerintahan militer yang dibentuk 

Permesta. Kegiatan itu membuat Ventje dipecat dari TNI pada 26 Februari

1958. Sejak itu, ia pun semakin memusatkan kegiatannya dalam pergolakan.

Dari 1958-1961, Ventje berjuang bersama pasukan PRRI/Permesta diSulawesi Utara dan Maluku Utara. Gerakan itu ternyata tidak bertahan

lama.

Pada 20 Oktober 1961 ia menyerah kepada pemerintah pusat dan masuk karantina serta tahanan militer selama lima tahun. Lepas dari bui,

Ventje banting setir menjadi orang swasta. Ia mendirikan PT Konsultasi

Pembangunan, yang bergerak di bidang perkayuan. Bekas tentara inimendapat hak pengelolaan hutan seluas 100 ribu hektare di Maluku. Ada

yang unik dari perusahaan itu: mempekerjakan sejumlah orang yang pernah

terlibat PRRI/Permesta. Ventje

sebagai presiden direktur, Kolonel Simbolon sebagai presiden komisaris,Ahmad Husein sebagai direktur, adapun para bekas anggota pasukan menjadi

staf.

Kini, dalam usia 77 tahun, pendengaran dan daya ingat ayah empat anak ini tetap cemerlang. Setiap detail peristiwa tersimpan rapi dalam kotak 

memorinya, sedangkan rambutnya sudah memutih perak. Staminanya terjaga

 baik. Maklum, sampai hari ini Ventje masih lari pagi dengan semangat

seorang tentara. "Ini olahraga murah dan sehat," katanya.Pekan lalu, wartawan TEMPO Setiyardi dan fotografer Fernandez

Hutagalung menemui Ventje di kantornya, di kawasan Jatinegara, JakartaTimur.

Petikannya:  Apa sebetulnya yang melahirkan Permesta?

UUD Sementara 1950 menegaskan otonomi seluas-luasnya bagi daerah dan

 pengakuan hak asasi manusia. Namun, hal itu tidak pernah dilaksanakan.Jadi, telah terjadi pelanggaran konstitusi.

 Jadi, bukan karena alasan kepincangan ekonomi pusat-daerah?

Itu hanya soal manajemen. Ada manusia yang menyusun dan menjalankannyadan menentukan maju-tidaknya perekonomian suatu negara. Untuk meluruskan

soal otonomi dan manajemen ekonomi, apa perlunya memberontak?

Ini yang sejak dulu ingin saya luruskan. Permesta bukan

 pemberontakan, melainkan suatu deklarasi politik. Isinya seperti yangdiperjuangkan gerakan reformasi sekarang ini. Dulu, gerakan reformasi

kami sebut sebagai Permesta.

 Lantas, mengapa PRRI/Permesta begitu populer sebagai "duet" pemberontak?

5/8/2018 Permesta Bukan Pemberontakan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/permesta-bukan-pemberontakan 3/7

 

Itulah, mengapa harus menggabungkan PRRI/Permesta? Mengapa tidak 

PRRI/Dewan Banteng? Atau PRRI/Dewan Gajah? Pemerintah seperti ingin

menciptakan citra tertentu yang negatif terhadap gerakan Permesta.Lo, kalau bukan PRRI/Permesta, siapa yang memberontak pada 1957-1961 itu?

Unit-unit TNI dan perwira yang banyak berjasa dalam pembentukan TNI dan

mempertahankan proklamasi, seperti Kolonel Simbolon, Kolonel ZulkifliLubis, Kolonel Dahlan Djambek, Kolonel Warouw, Kolonel A.E. Kawilarang.

Dari tokoh sipil ada Mr. Asaat, Mohamad Natsir, Burhanuddin Harahap,

Sumitro Djojohadikusumo, dan Syafrudin Prawiranegara. Contoh unit TNIyang ikut PRRI adalah Daerah Militer Sumatra Tengah dan Daerah Militer 

Sumatra Utara.

 Jadi, bagaimana bentuk hubungan PRRI-Permesta?

Tidak ada hubungan apa-apa. Kalau PRRI memang pemberontakan. Tapi

Permesta hanyalah suatu program untuk pembangunan Indonesia Timur.

Pemerintah yang kemudian ingin memecah belah. Jadi, seolah-olah ada dua

 pemberontakan, PRRI di Sumatra dan Permesta di Sulawesi.

 Anda ikut Deklarasi Palembang pada Januari 1957. Bukankah hal itumenunjukkan hubungan yang kuat antara PRRI dan Permesta?

Yang ikut Deklarasi Palembang adalah unit-unit TNI. Tidak ada urusannyadengan masyarakat umum. Lagipula, ketika itu UUD-nya bersifat sementara

(UUDS 1950), hingga segala sesuatu bisa berubah. Sebagai Angkatan 45,

kami merasa harus mengambil sikap atas keadaan yang berkembang.

 Bukankah Barbara Silars Harvey dari Cornell University, yang menulis

 Permesta sebagai tesis doktornya, menyebut gerakan tersebut a half 

rebellion, pemberontakan setengah hati?

Saya sudah membaca tulisan itu. Isinya kurang akurat. Dia menyebutPermesta sebagai Perjuangan Semesta Alam. Padahal, Permesta adalah

Piagam Perjuangan Semesta, tanpa ada kata alam. Apa tanggapan pemerintah setelah Permesta dideklarasikan?

Pak Nasution (KSAD) dan Pak Yani sebetulnya setuju dengan Permesta.

Sekitar Mei 1957, keduanya datang ke Makassar.

"Saya setuju dengan isi Permesta. Ini untuk kepentingan prajurit,tapi tidak usah berpolitik," kata Pak Nasution.

 Kalau gerakan Permesta bukan pemberontakan, lalu wewenang apa yang Anda

 gunakan untuk mendeklarasikannya atas nama Indonesia Timur?

Undang-undang yang ada memungkinkan panglima teritorial menyatakan

keadaan darurat perang. Saat itu kita masih menggunakan SOB buatan

Belanda. Nah, melihat situasi yang ada, saya lalu menyatakan Indonesia

Timur dalam keadaan darurat perang. Situasi seperti apa itu?

Di luar masalah ekonomi, daerah-daerah di Indonesia Timur mulai

menyatakan ingin berdiri sendiri. Di Sulawesi Selatan ada DewanHasanudin, di Maluku ada dewan serupa. Daripada berdiri sendiri, semua

saya ambil alih dan Permesta sebagai simbol perjuangan. Kemudian, saya

menyelenggarakan kongres Bhinneka Tunggal Ika di Makassar. Wakil darisemua kabupaten di empat provinsi Indonesia Timur hadir sekaligus

5/8/2018 Permesta Bukan Pemberontakan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/permesta-bukan-pemberontakan 4/7

 

menyatakan dukungan terhadap Permesta.

 Beberapa publikasi sejarah menyebut bantuan Amerika untuk Permesta. Seberapa

besar bantuan itu?

Omong kosong! Mereka tidak membantu Permesta, tapi memanfaatkan Permesta untuk 

kepentingannya sendiri. Setelah terbukti bahwa Jakarta masih kuat

dan perwira Angkatan Darat seperti Nasution dan Yani bukanlah komunis,mereka meninggalkan kami begitu saja. Tujuan mereka, kan, mencegah blok 

komunis makin berkuasa di dunia.

 Lo, bukankah Permesta juga antikomunis? Jadi, mengapa Amerika harus

 pergi bila alasannya adalah soal komunis?

Ini sebetulnya pilihan politik. Setelah tahu bahwa jenderal-jenderal di

 pusat ternyata punya sikap antikomunis yang kuat, Amerika lebih memilih berpihak ke Jakarta ketimbang daerah.

 Jadi, Anda sadar kalau ditunggangi Amerika?

Sadar sekali. Tapi itu hal biasa dalam politik. Rasanya, tidak jauh beda

ketika blok komunis menunggangi kita ketika Indonesia mau merebut

Irianjaya. Yang penting, kan, kita mendapat senjata untuk OperasiMandala. Tapi, dalam kasus Permesta, saya tidak merasa telah menjual

diri ke Amerika. Seberapa besar rasa kecewa Anda terhadap Amerika?

Saya sadar, ini bukan perjuangan mereka. Memang, kalau mereka tidak 

 pergi, saya yakin kami akan berhasil merebut Jakarta. Paling lama, kamiakan menghabiskan waktu sekitar dua bulan untuk menguasai seluruh

Indonesia.

 Bagaimana caranya?

Jakarta adalah titik kunci. Setelah menguasai Banjarmasin, sebetulnyamudah saja untuk menguasai Jakarta. Yang dibutuhkan adalah lapangan

terbang Kemayoran. Dari situ, tinggal mengebom kilang minyak diTanjungpriok. Kalau kilang minyak sudah dibom, Jakarta dan Bandung akanlumpuh.

Tampaknya, Anda begitu yakin dengan kekuatan Permesta?

Bagaimana tidak? Saat mendarat di Morotai, Maluku, saya tidak mendapat perlawanan. Sewaktu mendarat di Banjarmasin, kami juga tidak mendapat

 perlawanan.

 Masa, TNI akan diam saja kalau Anda mendarat di Jakarta?

Pasukan Siliwangi tidak akan menembak kami. Mereka juga antikomunis.

Lagi pula, orang-orang Siliwangi adalah teman saya. Tahun 1956 kami

melakukan reuni Korps Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di

Bandung. Salah satu keputusan reuni, bila terjadi "apa-apa", kami tidak akan salingmenembak.

 Mengapa sampai ada kesepakatan itu?

Saat itu kami sudah bisa melihat kondisi ke depan akan gawat. Ada yang tidak konsisten dengan penjelasan Anda tentang Permesta:

menolak cap pemberontak tapi mengerahkan tentara untuk menguasai wilayah. Apa

itu bukan pemberontakan?

Tuntutan yang kami ajukan ke pemerintah pusat dijawab dengan bom di

5/8/2018 Permesta Bukan Pemberontakan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/permesta-bukan-pemberontakan 5/7

 

Ambon. Dan kami menegaskan, kalau Kabinet Djuanda (1957-1959) tidak 

dibubarkan, kami tidak akan menaati pemerintah pusat lagi. Menurut kami,

kabinet itu dibentuk secara inkonstitusional.Tapi hasilnya adalah ironi: Anda melawan hal yang inkonstitusional

dengan cara yang juga tidak konstitusional.

Keadaan mengharuskan kami melakukan perlawanan. Sebagai prajurit pejuang, kami tidak bisa berpangku tangan melihat keadaan yang ada. PKI

ketika itu mulai membesar. Bung Karno membentuk Dewan Nasional, yang

salah satu kakinya adalah komunis.

 Permesta berakhir dengan antiklimaks ini: gagal dan Anda sekalian dicap

 pemberontak. Bagaimana perasaan Anda?

Saya pribadi tidak pernah menyesal disebut pemberontak. Kami,orang-orang yang ikut mempertahankan republik ini, tidak rela kalau

negara kita tidak terurus. Orang seperti Pak Syafrudin

Prawiranegara—presiden PRRI—bukan anak kemarin sore yang mau

ikut-ikutan. Pasti beliau memiliki pertimbangan matang.

 Kalau semua rencana berjalan menurut skenario, apa yang akan terjadi?Kami tidak akan mengganti Bung Karno. Kami hanya menuntut ada kabinet

 baru di bawah pimpinan Bung Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX. Selainitu, kami ingin komunisme dihapus dari Indonesia. Kalau saja usaha

PRRI/Permesta berhasil, pemberontakan PKI pada 1965 tidak akan terjadi.

 Jadi, Permesta gagal?

Di atas kertas, ya. Semua sudah disusun dengan baik. Tiba-tiba Allen Pope—anggota

angkatan udara Amerika yang membantu PRRI/Permesta—tertembak jatuh di Ambon.

Maka, Amerika pun angkat kaki begitu saja.

 Sebetulnya, bagaimana proses pendekatan dengan Amerika?

Mereka yang menghubungi kami. Saya dan Prof. Sumitro Djojohadikusumo

 berunding dengan pihak Amerika, yang diwakili Kolonel Collin.Perundingan berlangsung di Singapura sekitar tahun 1957. Kolonel Collinini memang menyembunyikan informasi terhadap George Benson, asisten

khusus duta besar AS (1962-1965) untuk Indonesia. Maka, si Benson jadi

tidak tahu apa-apa perihal dukungan Amerika.

 Setelah Permesta kalah, Anda langsung ikut dalam "apel penyerahan diri", yang 

disaksikan Jenderal Nasution dan Jenderal Yani?

Sampai saat apel, saya tetap tidak mau ikut menyerah. Sekitar 50 ribuanggota saya sudah menyerah. Saya menunggu perintah dari Pak Syafrudin

Prawiranegara. Saat itu saya ada di hutan. Padahal, hampir semua pasukan

sudah ikut apel.

 Benarkah Jenderal Nasution menemui Anda secara pribadi?Tidak benar. Saya yang menemui Pak Nas di rumahnya di Jakarta. Saya

melapor dan menyerah tanpa syarat, diantar oleh Pak Sunandar.

 Dan Anda mengaku memberontak?

Ya, saya mengaku. Tapi saya memberontak terhadap kezaliman. Dan perlu

saya tegaskan lagi: saya tidak pernah menyesal pernah jadi pemberontak.

 Apakah Pak Nas marah?

Tidak. Ia hanya mengatakan, saya dan kawan-kawan harus masuk karantina.

5/8/2018 Permesta Bukan Pemberontakan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/permesta-bukan-pemberontakan 6/7

 

Saya dikarantina di Cipayung, Pak Simbolon di Malang, Pak Syafrudin

Prawiranegara di Blora. Karena PKI makin lama makin kuat dan Bung Karno

akan melakukan konfrontasi dengan Malaysia, akhirnya kami semuadimasukkan ke rumah tahanan militer di Setiabudi, Jakarta.

 Mengapa Anda dan kawan-kawan ditahan, sementara Kolonel A.E. Kawilarang 

direhabilitasi namanya oleh Bung Karno?Bung Karno seperti tidak peduli pada orang seperti kami. "Revolusi belum selesai dan

tuan-tuan ini adalah penghalang roda revolusi," kata Bung Karno kepada kami. Dan

kami kemudian ditahan tanpa melalui proses pengadilan. Ini suatu kesewenang-wenangan.

 Barangkali penahanan itu ada kaitannya dengan peristiwa granat di 

Cikini, yang ingin menghabisi Bung Karno?

Isu itu memang sengaja diembuskan orang-orang komunis. Kami orang-orang

daerah yang dituduh, padahal kami sangat menghargai Bung Karno.

 Bagaimana pengalaman dalam karantina?

Kesedihan sebagai pejuang yang dikarantina tidak bisa dimungkiri,

kendati kita tinggal di bungalow di Cipayung. Namun, Pak Yani selalu berusaha memberi semangat, "Ini cuma soal politik. Kalau hari ini tidak punya harga,

siapa tahu besok harganya naik tiga kali lipat," kata Pak Yani kepada saya. Tatkalasaya masuk tahanan militer, 1963-1966, Pak 

Yani tidak pula meninggalkan kami. "Tunggu saja waktunya," begitu ujarnya, sering-

sering.

 Antara 1963 dan 1966 Anda harus pindah dari bungalow Cipayung ke tahanan

militer Setiabudi. Mengapa?

Kami harus masuk sel pada saat Komando Dwikora yang ingin mengganyang

Malaysia dikumandangkan. Mungkin pihak Angkatan Darat merasa tidak sanggup bila harus mengawasi kami. Selain itu, desakan kaum komunis

makin kuat. Saya, Simbolon, Ahmad Husein, Syafrudin Prawiranegara, Mr.Asaat, dan Anak Agung Gede Agung tinggal di blok yang sama. Pada 1965,kami pun harus satu tahanan dengan orang-orang PKI yang sangat kami tentang.

 Ironis betul?

Memang ironis. Namun, saya katakan kepada kawan-kawan, sebaiknya kitatidak mempersoalkan sebab-sebab penahanan mereka. Karena, saat berada

dalam satu tahanan, berarti kita satu nasib.

 Anda dibebaskan hanya sehari setelah Pak Harto jadi presiden. Bagaimana

 prosesnya?

Pada 26 Juli 1966, seorang jaksa bernama Adnan Buyung Nasution datang ke

rumah tahanan. Buyung membacakan surat pembebasan kami.

 Apakah Pak Harto pernah menghubungi Anda sebelum itu?Ali Moertopo, asisten Pak Harto, sering menghubungi kami di tahanan. Dia

mencari orang berpengalaman tapi harus antikomunis. Maka, begitu jadi

 presiden, Pak Harto langsung membebaskan kami. Pihak keluarga pun tidak tahu. Sewaktu keluarga saya berkunjung, polisi militer yang menjaga di

depan tahanan mengatakan agar keluarga membawa saya pulang. Itu

 betul-betul kejutan, ha-ha-ha....

 Bukankah Anda dan Pak Harto kenalan lama

5/8/2018 Permesta Bukan Pemberontakan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/permesta-bukan-pemberontakan 7/7

 

Benar. Saya jadi anak buahnya dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di

Yogyakarta.(NB: saat itu Ventje Sumual sebagai Komandan SWK-103A/WK-III,

sedangkan Presiden Soeharto sebagai Komandan SWK-103C/WK-III di Jogjakarta)

 Benarkah Pak Harto terlalu membesarkan jasanya dalam peristiwa tersebut?

Itu tidak benar.

Bahwa selama 32 tahun ia berkuasa ada penyimpangan, itu soal lain. Tapi ia memiliki

kemampuan.

 Apakah Pak Harto kemudian membantu kehidupan Anda?

Persoalan tidak selesai begitu saja. Selama setahun, masing-masing kami

harus mencari hidup sendiri. Kemudian saya ditugasi ke luar negeri

 bersama Pak Ali Moertopo, Yoga Soegama, Benny Moerdani, untuk ke Bangkok menyiapkan pembentukan ASEAN.

 Apakah Anda dipilih karena punya hubungan dengan Sekjen SEATO (Organisasi 

 Pertahanan Asia Tenggara)?

Saya memang sebelumnya sudah kenal Sekjen SEATO, Jenderal Targas, di

Filipina. Ketika itu, pembentukan ASEAN hampir gagal karena Filipina

menolak kesepakatan soal pangkalan asing yang bersifat temporer.Untunglah, karena saya kenal Jenderal Targas itu, dia bisa memberi

masukan kepada Ferdinand Marcos agar setuju dengan prinsip temporer 

untuk pangkalan asing.**(Tempo).

Sumber: http://www.khatulistiwamgz.com/Jan/wawancara.htm