11
Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633) PROSES AKUMULASI TRANSFORMASI STRUKTURAL Transformasi struktural, terbagi menjadi 3 proses yaitu: Akumulasi, Alokasi, dan Distribusi. Pada paper kali ini kami akan menganalisa mengenai proses akumulasi yang terjadi di Indonesia dan Brazil. Proses akumulasi adalah proses pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan produksi ekonomi, seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakatnya. Variabel-variabel yang digunakan dalam proses akumulasi ialah : 1. Investasi (Akumulasi Modal Fisik, % terhadap GDP) Apabila pendapatan per kapita meningkat, maka tabungan domestik dan investasi domestik pun meningkat pula, hal ini dikarenakan semakin banyak masyarakat yang melakukan saving dan investing karena pendapatan mereka pun semakin banyak. Sebaliknya, apabila pendapatan per kapita meningkat maka aliran modal masuk mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan, negara tersebut merasa sudah memiliki cukup tabungan atau investasi domestik, sehingga mengurangi jumlah aliran modal yang masuk dari luar negeri ke dalam negeri. a. Foreign Direct Investment Peningkatan rasio investasi terhadap GDP ( Investment GDP ¿ dapat disebabkan karena meningkatnya Investasi Asing (Foreign Investment) dan Pinjaman Asing (Foreign Loan). Berikut ini adalah data Foreign Direct Investment Indonesia negara Indonesia dan Brazil.

Perekonomian Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Studi mengenai transformasi struktural di Indonesia, dibandingkan dengan Brazil.

Citation preview

Page 1: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

PROSES AKUMULASI TRANSFORMASI STRUKTURAL

Transformasi struktural, terbagi menjadi 3 proses yaitu: Akumulasi, Alokasi, dan Distribusi.

Pada paper kali ini kami akan menganalisa mengenai proses akumulasi yang terjadi di Indonesia dan

Brazil. Proses akumulasi adalah proses pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan produksi

ekonomi, seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakatnya. Variabel-variabel yang

digunakan dalam proses akumulasi ialah :

1. Investasi (Akumulasi Modal Fisik, % terhadap GDP)

Apabila pendapatan per kapita meningkat, maka tabungan domestik dan investasi domestik

pun meningkat pula, hal ini dikarenakan semakin banyak masyarakat yang melakukan saving dan

investing karena pendapatan mereka pun semakin banyak. Sebaliknya, apabila pendapatan per

kapita meningkat maka aliran modal masuk mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan, negara

tersebut merasa sudah memiliki cukup tabungan atau investasi domestik, sehingga mengurangi

jumlah aliran modal yang masuk dari luar negeri ke dalam negeri.

a. Foreign Direct Investment

Peningkatan rasio investasi terhadap GDP ( InvestmentGDP¿ dapat disebabkan karena

meningkatnya Investasi Asing (Foreign Investment) dan Pinjaman Asing (Foreign Loan).

Berikut ini adalah data Foreign Direct Investment Indonesia negara Indonesia dan Brazil.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

-1

0

1

2

3

4

5

WorldBrazilIndonesia

FOREIGN DIRECT INVESTMENT (%GDP)

Page 2: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

Country Name 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

World 1,53 1,67 3,00 3,40 4,39 3,56 1,96 2,08 2,33

Brazil 1,84 2,74 1,75 1,78 3,26 3,07 1,94 2,49 2,89

Indonesia -0,25 0,74 2,92 1,35 1,60 1,83 0,90 1,94 2,14

Apabila diperhatikan, trend FDI Brazil lebih meningkat dibandingkan dengan FDI Indonesia.

Tingkat investasi yang lebih tinggi menunjukkan adanya peningkatan investment terhadap PDB.

Peningkatan ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah gedung, penyediaan listrik, jalanan dan

public transportation. Public transportation yang semakin banyak juga mendukung distribusi barang

produksi.

Apabila dilihat, FDI di Indonesia bersifat lebih volatile dibandingkan dengan Brazil. Salah satu

hal penyebabnya ialah karena infrastruktur Indonesia yang masih belum begitu baik dalam

menyokong bisnis dan industri jika dibandingkan dengan negara lain, atau bahkan negara South East

Asia lainnya. Sedangkan, FDI di Brazil lebih terlihat stabil jika dibandingkan dengan Indonesia.

Infrastruktur di Brazil sudah lebih berkembang daripada Indonesia, terutama untuk

transpoertasi udara yang sudah well-developed. Untuk jalan raya dan pelabuhan, pemerintah sedang

menanamkan modal besar untuk memperbaiki infrastrukturnya. Tetapi, dari total proyek yang

dicanangkan pemerintah untuk perbaikan infrastruktur Brazil hingga tahun 2014 (Brazil adalah host

piala dunia), terdapat 19 proyek yang belom berjalan. Hal ini disebabkan karena antara lain karena

aksi pemerintah yang lambat dalam privatisasi (banyak proyek pembangunan infrastruktur dilakukan

oleh swasta), ketidakpastian aturan, dan struktur manajemen yang membingungkan. Di sini dapat

kita lihat bahwa walaupun Brazil sudah lebih maju daripada Indonesia, namun pemerintah kadang

masih menjadi “penghambat” perkembangan negaranya sendiri.

Brazil menggunakan foreign investement dalam membiayai pembangunan infrastrukturnya,

sedangkan Indonesia masih banyak mengandalkan pemnerimaan pemerintah. Ini menunjukkan

bahwa walaupun status kedua negara adalah sama-sama emerging countries, namun pihak luar

negeri lebih mempercayai Brazil untuk mengelola dananya, karena keadaan di Indonesia yang masih

belum stablil.

Namun terdapat satu kesamaan yang dapat dilihat dari data diatas, yaitu pada tahun 2007 kedua

negara mengalami penurunan tingkat investasi, hal tersebut karena adanya pergejolakan ekonomi di

dunia yang disebabkan dampak dari krisis mortgage bond di Amerika.

b. Gross Domestic Savings

Selain FDI, kita juga dapat menganalisa proses akumulasi dari variabel Gross Domestic Savings

dimasing-masing negara. Karena indikator tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan

Page 3: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

per kapita masyarakat, maka akan semakin tinggi pula savings nya. Berikut ini adalah data Gross

Domestic Savings negara Indonesia dan Brazil.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 20110

5

10

15

20

25

30

35

40

WorldBrazilIndonesia

Country Name 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

World 20,86 21,55 21,63 22,18 22,47 21,46 19,21 19,73 19,54

Brazil 18,68 20,99 19,81 19,66 19,85 20,88 17,68 19,21 18,99

Indonesia 32,94 28,73 29,23 30,81 28,96 28,87 33,79 34,25 34,18

Apabila dilihat dari data diatas, Gross Domestic Savings (GDS) Indonesia lebih besar jika

dibandingkan dengan negara Brazil, bahkan dunia. Tabungan dan investasi merupakan faktor

penentu dalam pertumbuhan GDP jangka panjang dan standard of living yang dicerminkan dari

pendapatan per kapita suatu negara. Namun sayangnya, tingginya tingkat GDS yang tinggi ini tidak

diikuti dengan pertambahan output atau GDP per kapita penduduk. Hal ini dikarenakan saving tidak

memberikan return yang tinggi dibandingkan bila kita melakukan investasi. Masyarakat Indonesia

masih cenderung untuk melakukan tabungan ketimbang investasi karena return stabil yang

didapatkan. Ini menyebabkan GDS akan menunjukkan adanya transformasi struktural, namun

sayangnya kegiatan ini tidak mendorong perekonomian, karena terlalu banyak melakukan saving,

maka perekonomian akan stagnan, tanpa ada perkembangan yang berarti.

Sedangkan di Brazil, masyarakat lebih cenderung untuk melakykan investasi, maka itu GDS nya

tidak terlalu tinggi, malah di bawah rata-rata dunia. Ini adalah salah satu dari kebijakan pemerintah

untuk mendorong masyarakatnya berinvestasi, agar perkenomian cepat bertumbuh.

c. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB)

Investasi = Pembentukan modal tetap domestik bruto + perubahan inventory

GROSS DOMESTIC SAVINGS (%GDP)

Page 4: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

Itulah mengapa,

InvestmentGDP

=PembentukanModalTetap Domestik Bruto (PMTDB )

PDB

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 20110

5

10

15

20

25

30

35

WorldBrazilIndonesia

Country Name 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

World 20,32 20,76 21,18 21,63 21,68 21,34 19,72 19,25 19,43

Brazil 15,28 16,10 15,94 16,43 17,44 19,11 18,07 19,46 19,28

Indonesia 19,51 22,45 23,64 24,13 24,95 27,70 31,11 32,08 32,02

PMTDB Indonesia relatif lebih tinggi daripda Brazil, begitu juga dengan dunia. Maka dari itu

dapat dikatakan proses transformasi struktural Indonesia memiliki perkembangan yang lebih baik

jika dibandingkan dengan Brazil. Namun, apabila dianalisa lebih dalam, PMTDB Indonesia memiliki

perbedaan yang cukup jauh menurut harga berlaku dan harga konstan menunjukkan kondisi

infrastruktur Indonesia yang buruk.

2. Pendidikan

a. School Enrollment

School Enrollment Primary (% gross)

Country Name 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK BRUTO (%GDP)

Page 5: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

Brazil 142,23 141,02 136,66

Indonesia 91,50 91,81 92,39 95,45 94,83 95,70 95,31 96,49

Tingkat school enrollment primary school di Indonesia dan Brazil masih di atas jumlah rata-

rata dunia. Hal ini dapat terjadi karena adanya kewajiban belajar selama beberapa tahun di kedua

negara, sehingga grafik kedua negara cenderung jauh dari grafik School Enrollment dunia. Namun,

jika dilihat secara rinci, tingkat School Enrollment di Brazil mengalami penurunan. Berdasarkan

pencarian yang kami lakukan, hal ini terjadi karena adanya peningkatan tuition fee untuk pendidikan

primer di Brazil antara tahun 2000-2008 sebesar 2.6%. Walaupun demikian, tingkat School

Enrollment negara Brazil masih jauh di atas Indonesia dan rata-rata Dunia. Untuk Indonesia sendiri,

School Enrollment Rate untuk primary school masih cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata

dunia. Hal ini bisa terjadi karena adanya dukungan pemerintah atas program wajib belajar 9 tahun

dengan membebaskan biaya pendidikan dasar untuk murid SD dan SMP.

b. Belanja Pemerintah untuk Pendidikan

Public Spending on Education Total (% of GDP)

Country

Name2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Brazil 4,01 4,53 4,95 5,08 5,40 5,62

Indonesia 3,22 2,75 2,87 3,60 3,04 2,90 3,53 3,00

Page 6: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

Berdasarkan data di atas, tingkat spending rata-rata Pemerintah untuk pendidikan dunia

relatif stabil dan meningkat di tahun 2009. Di Brazil, spending yang dilakukan Pemerintah untuk

pendidikan terus meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2009, pengeluaran ini juga masih

melampaui rata-rata dunia. Di Indonesia tingkat pengeluaran pemerintah atas pendidikan

berfluktuasi dan berpuncak di tahun 2006 dan 2009. Hal ini terjadi sejak dikeluarkannya amandemen

atas Undang-Undang Pendidikan di tahun 2003, bahwa setiap penduduk memiliki hak untuk

mendapatkan pendidikan dasar, selain itu Pemerintah berkewajiban untuk membiayai pendidikan

dasar tanpa mengenakan biaya apapun kepada siswa, sehingga Pemerintah diwajibkan untuk

mengalokasikan 20% pengeluarannya untuk pendidikan. Selain itu di tahun 2005, Pemerintah

meluncurkan program BOS (Biaya Operasional Sekolah) sebagai salah satu cara untuk menyuntik

dana secara langsung ke sekolah-sekolah untuk dapat mempertahankan murid agar bisa tetap

bersekolah serta memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk mengatur sendiri dana mereka.

3. Penerimaan Pemerintah

Tax Revenue (%of GDP)

World Brazil Indonesia

2004 14.7 15.9 12.32005 14.8 16.7 12.52006 15.4 16.5 12.32007 15.6 16.8 12.42008 14.9 16.7 132009 13.5 15.4 11.42010 14.2 15.3 10.9

Page 7: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

Dapat terlihat bahwa besarnya pendapatan pajak (tax revenue) di Indonesia berada jauh

dibawah negara Brazil juga secara rata-rata keseluruhan di dunia. Hal ini disebabkan oleh tarif pajak

yang diterapkan dan rata-rata penghasilan di Indonesia secara keseluruhan masih relative rendah

dibandingkan negara lain, selain itu juga disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat sendiri dalam

membayar pajak, terutama pajak langsung yang dikenakan terhadap penghasilan dan kekayaan.

Selain dari sisi pajak yang dikenakan penghasilan (pajak langsung), rendahnya jumlah penerimaan

pajak pajak tidak langsung di Indonesia di dukung oleh tingkat konsumsi pemerintah yang rendah

terhadap barang-barang nonprimer karena masyarakat di Indonesia lebih mengutamakan barang-

barang primer di Indonesia.

Di sisi lain, World Bank juga menamai code tax Brazil sebagai yang paling rumit. Ini

dikarenakan setiap indutri mempunyai perhitungan tersendiri yang terlalu spesifik, sehingga

menyulitkan dalam perhitungan. Namun, pemerintah Brazil membuat kebijakan baru untuk

menurunkan tarif pajak yang berlaku.

Tetapi, perbedaan angka penerimaan pemerintah antara Indonesia dan Brazil tidak hanya

disebabkan oleh penerimaan pemerintah melalui pajak, namun juga melalui konstribusi sosoal,

grant receivables, dan penerimaan yang lain. Ini menunjukkan bahwa dari semua faktor ini, Brazil

lebih unggul dari Indonesia.

Pada tahun 2009, persentase penerimaan pajak baik di Indonesia maupun Brazil mengalami

penurunan seiring dengan domino effect dari krisis sub-prime mortgage di Amerika di tahun itu

yang menyebabkan barang manufaktur, industry, dan jasa ekspor juga impor negara-negara di dunia

mengalami penurunan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pajak penerimaan suatu

negara dipengaruhi oleh pajak tidak langsung yang dikenakan pada produk barang dan jasa yang

dikonsumsi oleh masyarakat.

Page 8: Perekonomian Indonesia

Dinda Nurlatifah F (1006695961); Joan Dohartha R. (1006764044); Indriana Adani (1006731802); Sona Salsabila (1006712633)

KESIMPULAN

Kami memilih Brazil sebagai negara pembanding dengan Indonesia, karena Indonesia dan

Brazil banyak memiliki kesamaan, meskipun sekarang Brazil sudah jauh lebih unggul daripada

Indonesia. Yang pertama adalah soal jumlah penduduk. Brazil dan Indonesia sama-sama masuk

dalam urutan 5 teratas untuk negara dengan jumlah penduduk terbanyak. Jumlah penduduk ini yang

menyebabkan GDP kedua negara relatif tinggi, walaupun keduanya masih mempunyai distribusi

pendapatan yang kurang baik. Walau begitu, Brazil lebih unggul di GDP karena komoditi ekspornya

yang mulai memproduksi barang olahan ketimbang bahan baku. Yang kedua adalah letaknya yang

sama-sama di wilayah tropis, membuat kedua negara kaya akan sumber daya alam, dan keduanya

juga sama-sama kuat di ekspor raw material. Yang ketiga adalah peran pemerintah yang terkadang

menghambat perkembangan ekonomi. Walaupun Brazil kini sudah lebih transparan dibandingkan

Indonesia, namun peran pemerintah di kedua negara masih dianggap kurang efisien. Yang keempat

adalah kenyataan bahwa kedua negara adalah emerging countries, membuat keduanya sama-sama

berpotensi untuk kuat secara ekonomi di masa mendatang.

Dari analisis transformasi struktural kami di atas, dapat disimpulkan bahwa hampir dalam

setiap sektor, Brazil lebih unggul daripada Indonesia. Indonesia hanya unggul dalam dua variabel

yaitu Gross Domestic Savings dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto ini menunjukkan

kecenderungan masyarakat Indonesia untuk menggunakan penerimaannya untuk saving ketimbang

investasi. Selain itu juga besarnya pengeluaran pemerintah untuk membeli modal tetap

menunjukkan kebijakan pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur Indonesia.

Brazil dan Indonesia mempunyai karateristik yang sangat similiar, namun pencapaian yang

didapatkan Brazil sudah lebih maju bila dibandingkan dengan Indonesia. Ini berarti, Indonesia juga

mempunyai kesempatan yang sama untuk maju, namun terhambat oleh banyak faktor internal yang

masih harus banyak diperbaiki.