Click here to load reader
Upload
dewii-satyawati
View
135
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
peradilan desa
Citation preview
Nama : Ngurah Wahyu Resta
N.I.M : 080 300 5037
Tugas Peradilan Desa
Pengertian Peradilan Desa.
Peradilan desa merupakan bentuk dan cara pelaksanaan peradilan yang sangat sederhana
sesuai dengan tingkat pengetahuan masyarakat di pedesaaan. Hal ini telah berlangsung jauh
sebelm zaman penjajahandan terjadi di hamper seluruh pelososk tanah air Indonesia. Didalam
peradilan desa juga terdapat istilah hakim perdamaian desa. Hakim perdamaian desa sebenarnya
bukan istilah baku dalam peraturan perundang-undangan, melainkan hanya istilah yang
digunakan dikalangan akademis. Istilah hakim perdamaian desa sering dianggap memiliki
jabatan khusus, melaksanakan tugas-tugas tertentu, memiliki kantor layaknya seperti hakim pada
umumnya. Padahal hakim perdamaian desa sesungguhnya adalah suatu fungsi yang dilaksanakan
oleh kepala-kepala masyarakat hukum adat untuk menyelesaikan suatu sengketa atau perkara
yang ada didalam wilayahnya. Walaupun hakim perdamaian desa mempunuyai peranan penitng
dan menentukan dalam penyelesaian kasus adat secara damai, namun akhir-akhir ini tampaknya
hakim perdamaian desa mengalami banyak hambatan dalam menegakkan hukum adat dan
mendamaikan para pihak yang berselisih atau yang terlibat dalam konflik. Kenyataan demikian
menunjukan bahwa hakim perdamaian desa seolah-olah tidak berdaya menghadapi situasi
konflik di pedesaan saat ini serta tidak mampu menyelesaiakan kasus-kasus adat secara tuntas.
Dasar Hukum Peradilan Desa.
Menurut Prof. Tjok Istri Putra Astiti dalam orasi ilmiahnya bahwa peradilan desa baru mendapat
pengakuan secara hukum setelah ditambahkannya pasal 3 RO (rechterlijke organisatie) yang
diundangkan dengan staatsblad 1935, No. 102. Pasal 3 RO menyebutkan sebagai berikut :
1. Perkara-perkara yang pemeriksanya menurut hukum adat menjadi wewenang hakim dari
masayarakat umum kecil-kecil (hakim desa) tetap diserahkan kepeada pemeriksaan
mereka itu.
2. Apa yang ditentukan dalam ayat 1, sekali-kali tidak mengurangi wewenang dari parah
pihak untuk setiap waktu menyerahkan perkaranya kepada hakim yang dimaksudkan
dalam ayat 1, 2, dan 3.
3. Hakim-hakim yang dimaksudkan dalam ayat 1, mengadili menurut hukum adat, mereka
tidak boleh mengenakan hukuman. Sehubungan dengan ini, maka seorang hakim desa
menjauhkan keputusan menurut hukum adat. Artinya, hakim menjatuhkan keputusan
yang merupakan suatu perdamaian, oleh karena hakim desa tidak diperbolehkan untuk
menjatuhkan hukuman.
Setelah jaman kemerdekaan, eksistensi masyarakat hukum asli tetap diakui hal ini dalat dilihat
dari pasal 18 UUD 1945. Sedangkan kewenangan lembaga peradilan desa dilihat dalam Undang-
undang darurat No. 1 tahun 1951 tentang “ Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan
Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara pengadilan-pengadilan Sipil.” Dalam pasal 1 ayat 3
ditegaskan dan dapat diketahui bahwa peradilan desa tidak termasuk dalam penghapusan itu,
dengan penegasan sebagai berikut :
“ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam ayat 1, tidak sedikitpun mengurangi hak kekuasaan yang sampai selama ini diberikan kepada hakim-hakim perdamaian di desa-desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 RO.”
Pasal 13 ayat 1 R.I.B (Reglemen Indonesia yang diperbaharui) menyatakan sebagai berikut :
“Mereka haru mengikhtiarkan supaya penduduk desanya tetap dalam kesentosanan dan bersatu padu serta menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menyebabkan perselisihan dan perbantahan”.
Perananan mendamaikan juga diatur dalam pasal 13 ayat 2 dan pasal 23 R.I.B
Pasal 13 ayat 2 menyatakan :
“Perselisihan yang kecil-kecil yang semata-mata hanya mengenai kepentingan penduduk desa itu saja, sedapat-dapatnya harus didamaikan dengan tidak berpihak dan dengan semufakat orang-orang tertua dari desa itu.”
Pasal 23 R.I.B menyebutkan :
“Mereka haru bermufakat dengan orang-orang tertua dalam desanya tentang segala urusan yang menurut adat istiadat Indonesia harus dimufakatkan”.
Jika dibandingkan dengan UU no 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman .
Dalam pasal 1 ayat (5) disebutkan :
Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.Jelas Nampak perbedaan pengertian antara hakim perdamaian desa dalam peradilan desa dan
hakim menurut undang-undang kekuasaan kehakiman.
Dalam pasal 1 ayat (8) yang berbunyi :
Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang.
Dalam Pasal 18 yang berbunyiKekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Dan Pasal 19 yang berbunyi :Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
Dari bunyi pasal diatas dapat diketahui bahwa peradilan desa bukan termasuk bagian dari
wilayah peradilan Khusus apalagi bagian dari peradilan umum, dan peradilan desa itu bukan
suatu lembaga peradilan yang berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan dengan jumlah hakim
fungsional yang diatur oleh undang-undang.
Prinsip-Prinsip /Asas-Asas Yang Digunakan Menyelesaikan Perkara Adat
1. Asas kerukunan adalah suatu asas yang isinya berhubungan erat dengan pandangan dan
sikap orang menghadapi hidup bersama dalam lingkungan sesamanya untuk mencapai
suasana hidup bersama yang aman, tenteram dan sejahtera. Suasana kehidupan demikian
dalam istilah adat disebut “rukun”. Didalam pengertian hukum adat “rukun” merupakan
suatu asas kerja yang menjadi pedoman dalam menyelesaikan sengketa adat. Cara
penerapan asas ini harus benar-benar dipahami dan diperhatikan oleh Hakim Perdamaian
Desa dalam menanganikasus adat.
2. Asas kepatutan merupakan asas yang menekanan perhatian kepada cara menemukan
jawaban tentang bagaimana dalam suatu perkara kualitas dan status para pihak dapat
diselamatkan sebaik-baiknya. Pada intinya sasaran utama asas ini adalah menghindarkan
para pihak jatuh kedalam rasa malu.
3. Asas keselarasan adalah asas yang berkaitan dengan cara bagaimana memberikan
jawaban terhadap persoalan konkret yang bijaksana, sehingga pemecahan yang diberikan
dapat diterima oleh para pihak dan masyarakat sebagai sesuatu yang melegakan perasaan.
Sasaran utama dari asas ini adalah supaya para pihak dan masyarakat dapat menerima
dan merasa puas terhadap pemecahan yang diberikan.
Adil
Kembali kepada pengertian adil yang dimiliki masyarakat, tentu kita harus melakukan beberapa penjelasan seputar pengertian adil tersebut secara lebih umum. Konon cerita menurut Aristoteles, adil tersebut dapat dipandang dari dua sudut pandang, yakni dari sudut persamaan dan dari sudut jasa. Dari sudut pandang persamaan, adil itu identik dengan sama dalam segala hal. Kalau kemudian ada seseorang yang tidak memberikan sesuatu yang sama atas dasar pertimbangan yang sama, maka perbuatan tersebut dianggap tidak adil. Sebaliknya ketika adil itu dipandang dari sudut jasa, maka kesamaan bukan menjadi ukuran, melainkan peran dan status yang dimiliki oleh seseorang akan menentukan keadilan tersebut. Jadi kalau diumpamakan sebuah pemberian, maka peran dan status seseorang itu akan membedakan pemberian tersebut, sehingga kalau pemberian tersebut tidak sama melainkan berbeda yang didasarkan peran dan status tersebut, itulah keadilan. Bahkan kalau peraan dan status orang berbeda tetapi justru diberikan sesuatu yang sama, malahan bisa dianggap tidak adil.Dengan demikian adil tersebut sekali lagi menjadi sangat relative, tinggal siapa yang memandangnya. Bahkan pengertian adil dalam disiplin ilmu
tertentu dapat berubah maknanya, seperti ketika kita mengartikan adil tersebut dari perspektif ilmu hadis misalnya, maka akan ditemukan bahwa adil itu sebuah sifat yang ada dalam diri seseorang yang baik yang menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan bahkan dari perbuatan mubah tetapi dapat merusak reputasi seseorang. Bahkan secara ekstrim adil dalam pengertian tersebut hanya dimiliki oleh orang orang Islam saja, dan tidak bisa dimiliki oleh selain orang Islam.