7
PENYELEWENGAN PENGADAAN BARANG DAN JASA 1. Achsana Miftahul J. I0114002 2. Belviana Dyas T. I0114022 3. Nabilla K. Ishadi I0114084 4. Sabila Rahmatika I0114111 5. Suci Indah P. I0114116

Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pengertian, contoh kasus penyelewengan pengadaan barang dan jasa, dan lain-lain

Citation preview

Page 1: Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

PENYELEWENGAN PENGADAAN BARANG DAN JASA1. Achsana Miftahul J. I0114002

2. Belviana Dyas T. I0114022

3. Nabilla K. Ishadi I0114084

4. Sabila Rahmatika I0114111

5. Suci Indah P. I0114116

Page 2: Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

Dari seluruh penelitian perbandingan tingkat korupsi, Indonesia hampir dipastikan selalu menempati posisi teratas sebagai salah satu negara terkorup di dunia.

 Dari kenyataan pahit ini, pemerintah dan masyarakat harus lebih bersinergi dan bersungguh-sungguh dalam memberantas praktek korup dan koruptor jika tidak ingin terus menanggung malu menyandang predikat salah satu negara terkorup.

Salah satu bentuk korupsi yang paling banyak dilakukan adalah penyelewengan pengadaan barang dan jasa.

Page 3: Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

Proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik di daerah maupun pusat sering dijadikan “ladang” untuk korupsi. Bentuk-bentuk penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa antara lain adalah penggelembungan harga, penunjukan langsung, pembuatan syarat tender yang dapat membatasi peserta lelang, pengadaan fiktif atau penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang terlalu tinggi. kolusi antara panitia lelang dan rekanan, antara sesama rekanan, monopoli dan premanisme, serta kurangnya akses publik ke pasar pengadaan barang.

Page 4: Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

• Selain itu, juga karena kurangnya integritas panitia, tidak transparan dan akuntabel, serta penyalahgunaan wewenang. peluang paling besar terjadinya penyelewengan pengadaan barang/ jasa ada pada paket-paket pekerjaan kecil yang menggunakan proses penunjukan langsung, banyak kelemahan-kelemahan pada proses pengadaan ini diantaranya :

1.      Harga barang/ jasa tidak kompetitif. Sering terjadi mark up harga;

2.      Rekanan yang di tunjuk adalah teman, saudara / keluarga sehingga asas adil dan bersaing di kesampingkan;

3.      Sebelum di laksanakan pekerjaan biasanya terlebih dahulu ada kesepakatan antar penyedia dan pemesan (Pejabat pengadaan/PPK/KPA) untuk menentukan jumlah fee, atau uang yang akan di kembalikan kepada Pemesan dengan asalan untuk operasional kantor;

Page 5: Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

Dari pandangan KPK, program pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) merupakan solusi mencegah terjadinya korupsi. Karena dengan program ini, para pengusaha atau panitia lelang yang nakal akan sulit melakukan aksi kotornya. “Siapa yang gunakan (pengadaan barang dan jasa) konvensional berarti masih pakai celah-celah korupsi. Untuk solusinya, gunakan e-procurement,” ujar Jasin.

Page 6: Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

Deputi Monitoring dan Evaluasi Lembaga Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Himawan Adinegoro memastikan program e-procurement tak akan merugikan pengusaha. Karena dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) para pengusaha yang terlibat pengadaan tak akan bertemu langsung dengan pihak panitia lelang sebelum pengumuman tender keluar.

Untuk pengguna barang yaitu pemerintah, anggaran taktis seperti biaya penggandaan surat ataupun penggunaan kertas dapat ditekan lagi. Jika menggunakan e-procurement, panitia lelang hanya cukup menyediakan CD (compact disk) berisi administrasi lelang kepada pengusaha yang ingin ikut tender. “Dengan e-procurement semakin mudah pengawasannya,” kata Himawan.

Page 7: Penyelewengan Pengadaan Barang Dan Jasa

Dari beberapa pengadaan elektronik yang telah dilakukan instansi pemerintahan belakangan ini sebagian besar hasil auditnya di BPK bukan disclaimer, melainkan wajar dengan pengecualian dan bahkan ada yang wajar tanpa pengecualian.

Sebelumnya, LKPP melansir pelaksanaan e-procurement pada 2010 masih minim. Buktinya, baru mampu menyerap Rp13 triliun dari APBN dari seharusnya bisa mencapai sekitar Rp430 triliun. Di daerah, tercatat baru Jawa Barat yang paling sering menggunakan e-procurement.