Upload
yosuaedwin
View
21
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN (hal 719)
Dalam upaya meringankan beban penderita kanker, perawatan Paliatif dan Bebas
Nyeri j (PPBN) merupakan suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Hal ini tercermin
pada definisi perawatan paliatif yang menunjukkan "semua tindakan aktif guna
meringankan beban penderita kanker, terutama yang tidak dapat disembuhkan".
Tindakan aktif yang dimaksud antara lain adalah menghilangkan rasa nyeri dan
keluhan-keluhan lain, perbaikan dalam aspek psikologis, sosial, dan spritual, yang
semua ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup maksimal bagi penderita dan
keluarganya (Tejawinata, 1992).
Kenyataan menunjukkan bahwa PPBN belum dimanfaatkan secara maksimal. Ada
berbagai sebab, terutama tentu saja karena belum meluasnya informasi tentang
perawatan paliatif dan bebas nyeri kanker.
(hal 721)
PPBN merupakan suatu usaha perawatan yang ditujukan pada penderita kanker
stadium lanjut. Dengan demikian, kontak dapat terjadi terutama dengan penderita
kanker yang umumnya tidak dapat disembuhkan. Dalam hal ini kontak penderita
dengan asuhan paliatif bukanlah pada tahap awal, di mana penderita merasakan
gejala ada yang tidak beres pada dirinya, melainkan justru pada tahap-tahap akhir.
PENGELOLAAN NYERI KANKER (hal 723)
PENDAHULUAN
Data WHO menyebutkan bahwa ⅔ dari penderita kanker akan meninggal karena
penyakitnya dan bahwa dalam perjalanan penyakitnya 45 - 100% dari mereka akan
mengalami nyeri yang ringan sampai berat.
Dengan bertambah majunya usaha pengobatan penyakit kanker, bertambahlah
jumlah penderita dengan ketahanan hidup yang panjang sehingga bertambah
banyak pulalah penderita nyeri yang membutuhkan pengobatan.
Laporan dari negara maju menunjukkan bahwa pada saat ini 50 - 80% nyeri
kanker tidak mendapatkan pengelolaan yang adekuat. Data di RSUD Dr. Soetomo
menunjukkan 56% penderita kanker disertai rasa nyeri dan dari sejumlah penderita
tersebut 83% belum mendapat pengelolaan secara adekuat.
Sesungguhnya 80 - 90% nyeri kanker dapat ditanggulangi jika hal tersebut di-
lakukan sesuai dengan prosedur pengelolaan penderita nyeri kanker yang
dianjurkan oleh WHO. Dalam naskah berikut akan dibahas bagaimana mengelola
nyeri kanker secara rasional.
BATASAN NYERI KANKER
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
dihubungkan dengan jaringan yang rusak, cenderung rusak, atau segala keadaan
yang menunjukkan adanya kerusakan jaringan.
PENYEBAB NYERI KANKER
Faktor Jasmani
Akibat tumor
Nyeri akibat tumor terjadi pada 70 % penderita kanker yang disertai rasa nyeri dan keadaan ini dapat
diterangkan melalui berbagai mekanisme keadaan sebagai berikut.
Infiltrasi tumor ke tulang
Infiltrasi atau penekanan terhadap jaringan syaraf
Pengaruh langsung terhadap organ yang terkena
Pengaruh langsung terhadap jaringan lunak yang terkena
Ulserasi jaringan
Peningkatan tekanan intrakranial
Berhubungan dengan tumor
Nyeri yang terjadi pada penderita kanker dan berhubungan dengan tumor dapat dite-
rangkan melalui mekanisme keadaan sebagai berikut.
Kejang otot
Dekubitus
Infeksi dengan jamur Kandida
Trombosis Vena Dalam
Sembelit
Sembab akibat sumbatan pembuluh limfe
Neuralgia pascainfeksi Herpes Zoster
Emboli Paru
Akibat pengobatan tumor
Nyeri akibat pengobatan tumor terjadi pada 20% penderita kanker\dan keadaan ini
dapat diterangkan melalui mekanisme keadaan sebagai berikut.
Akibat pembedahan
- Pascabedah kanker serviks radikal
- Pascahisterektomi
- Pascavulvektomi
- Pascaovarektomi
Akibat Kemoterapi
- Neuropati perifer
- Pseudorematik steroid (penghentian steroid mendadak)
- Nekrosis tulang aseptik
- Neuralgia pascainfeksi Herpes Zoster
Akibat Radiasi
- Fibrosis pleksus Brakhialis
- Fibrosis pleksus Lumbosakral
- Mielopati radiasi
- Tumor saraf perifer akibat radiasi
Tidak Langsung Akibat Tumor Ataupun Pengobatan Nyeri yang tidak
langsung akibat tumor ataupun pengobatannya terjadi pada 10% penderita
kanker yang disertai rasa nyeri dan dapat diterangkan melalui mekanisme
keadaan sebagai berikut.
- Nyeri otot dan tulang
- Sakit kepala atau migrain yang terjadi akibat ketegangan jaringan otot
- Artritis
- Nyeri akibat kelainan kardiovaskuler
- Neuropati
Faktor Kejiwaan
Marah
Nyeri yang terjadi akibat rasa marah dapat diterangkan melalui keadaan berikut.
Marah pada sistem birokrasi yang menghambat
Marah pada teman yang tidak mau menjenguk
Marah pada prosedur diagnostik yang lama, dokter tidak ada di tempat, atau
pengobatan yang dirasakan gagal.
Cemas
Nyeri yang terjadi akibat rasa cemas dapat diterangkan melalui keadaan-keadaan
berikut.
Takut pada Rumah Sakit, Dokter, dan Perawat
Khawatir nasib keluarga
Takut sakit dan mati
Khawatir masalah finansial
Takut kehilangan masa depan dan sebagainya.
Depresi
Nyeri yang terjadi akibat depresi dapat diterangkan melalui keadaan-keadaan
berikut.
Kehilangan kedudukan sosial
Kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan harga diri
Kehilangan peran dalam keluarga
Lelah yang berkepanjangan dan insomnia
Tidak punya harapan
Bentuk badan abnormal.
JENIS NYERI KANKER
Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul akibat rangsangan pada aferen serta saraf
perifer. Nyeri ini terjadi akibat pengaruh Prostaglandin E2 sehingga nosiseptor serat
saraf perifer menjadi lebih peka terhadap bahan mediator penyebab nyeri.
Nyeri Neurogenik
Nyeri neurogenik adalah nyeri yang terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan
ini bisa terjadi akibat:
terpotongnya serat saraf misalnya saraf interkostal akibat mastektomi atau
torakotomi
Tekanan kronis pada saraf-saraf perifer misalnya invasi tumor yang menekan
pleksus brakhialis atau lumbosakralis.
Nyeri Psikogenik
Nyeri psikogenik terjadi akibat faktor nonfisik atau lazim disebut faktor kejiwaan.
Faktor kejiwaan dapat mempengaruhi hebatnya nyeri, terutama pada kanker yang
lanjut. Nyeri psikogenik dapat timbul akibat:
Marah (anger)
Cemas (anxiety)
Depresi.
SIFAT NYERI KANKER
Akut
Nyeri akut timbul sccara mendadak dan segera lenyap bila penyebabnya hilang.
Nyeri akut ditandai oleh:
Aktivitas sistem saraf otonom berupa takikardia, hipertensi, hiperhidrosis,
midriasis, dan pucat.
Terdapat perubahan pada wajah seperti menyeringai, cemas, atau menangis.
Kronik
Nyeri kronis terjadi berkepanjangan hingga dapat berlangsung berbulan-bulan, pe-
nyebabnya sulit dijelaskan dan gejala objektif tidak jelas.
DERAJAT NYERI KANKER
Derajat nyeri kanker dapat digolongkan menjadi tiga ialah:
Ringan: Tidak mengganggu kegiatan sehari-bari dan penderita dapat tidur
Sedang: Mengganggu kegiatan sehari-hari tetapi penderita dapat tidur
Berat: Mengganggu kegiatan sehari-hari dan penderita tidak dapat tidur.
Dasar pengobatan analgesik
Mencegah timbulnya nyeri dan bukan menghilangkan nyeri yang telah ada
sebab rasa takut akan nyeri dapat menaikkan dosis analgesik. Oleh karena
itu, pemberian analgesik harus teratur, sesuai dengan jadual (by the clock
dan bukan PRN).
Pilih obat yang tidak menurunkan kesadaran sebab kemampuan penderita
untuk berkomunikasi dengan sekitarnya merupakan hal penting yang harus
dipertahankan selama mungkin.
Kombinasi obat hanya untuk meningkatkan efek analgesik atau mengurangi
efek samping obat.
Tidak dibenarkan menggunakan plasebo untuk menilai nyeri.
Dosis ditentukan secara individual. Pada usia lanjut dan anak perlu
disesuaikan. Pemberian sedapat mungkin secara oral. Jika tidak mungkin
dapat per rektal. Hindari pemberian parenteral, kecuali dalam keadaan
terpaksa. Biasanya menjelang ajal terpaksa diberikan pcrenteral.
Menggunakan cara Analgesic Ladder sesuai dengan pedoman WHO.
Langkah-langkah pengobatan analgesik (Analgesic Ladder)
Berikan analgesik Nonopiat dengan dosis penuh. Bila nyeri masih ada, secara
bertahap dosis dinaikkan sampai dosis maksimal, ditambah ajuvan analgesik, opiat
lemah. Gambar 45-1 adalah skema Analgesic Ladder untuk penanggulangan nyeri
kanker.
Pedoman Khusus
Obat Analgesik
Analgesik yang digunakan untuk pengobatan nyeri kanker.
Golongan Nonopiat
Golongan Opiat
Golongan Ajuvan
Obat analgesik ajuvan
Antidepresan trisiklik misalnya: Amitriptilin, Imipramin, Desipramin dapat me-
ningkatkan khasiat analgesik dari obat analgesik pada terapi nyeri akibat
kerusakan atau penekanan saraf. Dosis: 25 - 150 mg per hari, terbagi dalam
tiga dosis atau itu dosis malam hari.
Antihistamin mis: Hidroksizin Mempunyai efek antihistamin, juga mempunyai
efek analgesik, antimuntah, dan sedatif. Dapat memperbesar efek analgesik
opiat.
Kafein: dapat meningkatkan efek analgesik dari Asam Asetil Salisilat atau
Opiat.
Steroid: dapat mengurangi nyeri pada infiltrasi tumor dalam saraf dan tulang.
Juga dapat mengurangi nyeri akibat tekanan intrakranial yang meningkat.
Yang biasa digunakan untuk menaikkan berat badan dan menimbulkan
perasaan nyaman ialah Deksamethason 4 - 1 6 mg atau Prednison 20 - 80
mg per hari.
Fenothiazin, misalnya: Metotrimeprazin, Klorpromazin dan Proklorferazin
dapat mencegah rasa mual akibat opiat. Metrotrimeprazin mempunyai efek
analgesik, kurang menimbulkan obstipasi, dan kurang mengadakan depresi
pernapasan. Obat ini dapat digunakan untuk mengobati nyeri kanker pada
penderita yang mengalami toleransi terhadap opiat.
Antikonvulsan antara lain fenitoin, karbamazepin, klonazepan, sodium
valproat. Yang dapat menghilangkan rasa nyeri diferentasi yang bersifat
menusuk, misalnya pada neuralgia trigcminal, neuralgia pascaherpetik,
atau neuralgia pascatrauma. Dosis Karbamazepin dimulai dengan dosis
100 mg sehari, ditingkatkan pelan-pelan sampai 400 - 800 mg, terbagi
atas 2 - 4 dosis sehari. Fenitoin: 200 - 500 mg, terbagi atas 2 dosis
sehari.
RINGKASAN (hal 733)
Dalam perjalanan penyakitnya 45 - 100% penderita kanker akan mengalami rasa
nyeri yang ringan sampai berat, dan 80 - 90% nyeri kanker dapat ditanggulangi jika
dilakukan prosedur pengelolaan sesuai dengan anjuran WHO. Pedoman
pengelolaan nyeri kanker di Indonesia terdiri atas Pedoman Umum dan Pedoman
Khusus.
PENGGUNAAN ANALGESIK NONNARKOTIK DAN AJUVANNYA PADA NYERI
KANKER (hal 734)
PENDAHULUAN
Masalah penyakit kanker dewasa ini dirasakan makin menonjol bila dibanding
dengan 20 tahun yang lalu. WHO melaporkan bahwa pada tahun 1989 terdapat ± 7
juta penderita baru setiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100
penderita baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahun. Penelitian yang telah
dilakukan di RSUD Dr. Soetomo menunjukkan sebagian besar penderita kanker
berobat dalam stadium lanjut. Sedikitnya dua pertiga dari penderita kanker akan
meninggal akibat dari penyakitnya dan dalam perjalanan penyakitnya. Sejumlah
45% - 100% penderita akan mengalami rasa nyeri dengan derajat ringan sampai
berat. Sesungguhnya 80% - 90% rasa nyeri pada penderita kanker dapat
ditanggulangi jika pengelolaan nyeri kanker tersebut dilakukan sesuai dengan
pedoman Analgesic Ladder yang dianjurkan WHO.
Dalam 20 tahun terakhir ini, telah banyak riset yang membahas mengenai nyeri,
terutama mekanisme terjadinya dan bagaimana cara kerja obat-obatan analgesik
meredakan nyeri. Ada banyak cara untuk menghalangi nyeri mencapai Susunan
Syaraf Pusat. Berbagai obat bekerja dengan berbagai mekanisme, dari lokasi ujung
syaraf sampai ke neuron di korteks serebri. Untuk itu, obat analgesik dibedakan 2
kelompok besar, yaitu (1) analgesik yang bekerja perifer, seperti golongan
Analgesik nonnarkotik (Asam asetil salisilat, NSAID); (2) analgesik yang bekerja
sentral., misalnya morfin, petidin, atau obat opioid lainnya. Analgesik nonnarkotik
merupakan obat pilihan per- 'tama untuk pengobatan nyeri kanker dengan derajat
ringan sampai sedang.
I KUTUT SUWIYOGA
1. Obat-obatan Analgesik merupakan pendekatan utama dalam penanganan nyeri kanker. Dengan koordinasi terapi primer seperti kemoterapi, radioterapi dan pembedahan, farmakoterapi dengan opioid, nonopioid dan analgesik ajuvan dilakukan per individu untuk mendapatkan keuntungan dan keseimbangan antara hilangnya nyeri dan tidak timbulnya efek samping.1,3,5
WHO pada tahun 1986 mempublikasikan buku kecil dengan penuntun untuk pemberian obat untuk penderita dengan nyeri kanker. Penuntun ini memformulasikan mengenai konsep tangga analgesik (analgesik ladder). Tangga analgesik ini telah diuji di banyak negara baik negara maju dan negara yang sedang berkembang dengan hasil dapat mengobati lebih dari 80% penderita. Di negara yang sedang berkembang, tantangannya terletak pada pendidikan dan implementasi prinsip-prinsip dasar di balik tangga analgesik ini.1,3,5,9,10
WHO Three Step ladder adalah sebagai berikut. Step I: Penderita dengan nyeri kanker ringan sampai sedang harus diobati dengan analgesik
nonopioid, yang harus dikombinasikan dengan obat-obat tambahan jika ada indikasi.
Step II: Penderita yang relatif tidak toleran dan menderita nyeri sedang sampai berat, atau yang gagal mendapatkan perbaikan setelah percobaan dengan analgesik nonopioid harus diobati dengan opioid konvensional yang digunakan untuk nyeri sedang (opioid lemah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah kodein, hidrokodon, dihidrokodein, oksikodon profoksifen. Obat-obatan ini umumnya dikombinasikan dengan nonopioid dan bisa diberikan bersama-sama dengan analgesik ajuvan.
Step III: Penderita yang menderita nyeri berat, atau gagal
mendapatkan perbaikan yang adekuat setelah pemberian obat pada
tangga kedua, harus menerima opioid konvensional yang digunakan
untuk nyeri berat (opioid kuat). Yang termasuk obat-obatan ini
ialah morfin, oksikodon, hidromorfon, metadon, levofanol,
fentanil. Obat-obatan ini bisa dengan petunjuk dosis yang sesuai,
pengobatan ini memberikan kesembuhan pada 70-90% penderita.