10
MAKALAH Non Positivistik dan Pragmatik Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Dosen pengampu: Ermi Suhasti S. Disusun oleh: Asep Ilham Taufiq 11340022 ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

Non Positivistik Dan Pragmatik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Non Positivistik Dan Pragmatik

MAKALAH

Non Positivistik dan Pragmatik

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen pengampu: Ermi Suhasti S.

Disusun oleh:

Asep Ilham Taufiq

11340022

ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Non Positivistik Dan Pragmatik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAh SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya

kepada setiap keberadaan setiap makhluk di dunia ini sehingga Saya dapat menyelesaikan

makalah ini tentunya dengan keterbatasan dari suatu kesempurnaan. Shalawat serta salam

selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,yang karena kepribadian

dan tradisi yang dibangunnya mengilhami kami untuk menulis makalah ini.

Melalui makalah yang Saya beri judul “NON POSITIVISTIK DAN PRAGMATIK”

secara khusus Saya susun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadis Filsafat Ilmu. Namun

besar harapan Saya dengan disusunnya makalah ini dapat memperkaya khazanah dunia

hukum khususnya dalam masyarakat islam dan bagi siapapun yang membacanya.

Oleh karena itu ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu Ermi Suhasti

selaku dosen pengampu mata kuliah Saya yang senantiasa memberikan bimbingannya,serta

teman-teman yang telah sudi memberikan masukannya dalam rangka proses pembuatan

makalah ini.

Saya sebagai penulis berusaha menghasilkan karya yang sesempurna mungkin, akan

tetapi Saya sadari atau tidak masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik

dan saran yang membangun sangat Saya harapkan dari pembaca. Semoga apa yang telah

terpapar dalam makalah ini dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi kita

semua.Amin.

Yogyakarta 14 Maret 2012Penulis

…………………………………………….

Page 3: Non Positivistik Dan Pragmatik

BAB I

PENDAHULUAN

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini walaupun kira-kira dau dasawarsa silang ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasai oleh semakin sadarnya para linguis bahwa upaya menguak bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.

Pada awal tahun 1960-an Katz bersama kawan-kawannya mulai menemukan cara mengintegrasikan makna dalam teori linguistik. Mulai tahun-tahun ini keberadaan semantik diperhitungkan oleh para ahli bahasa. Kemudian Lakoff dan Ross pada tahun 1971 menandaskan bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa. Bila makna telah diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa, maka sulit di ingkari pentingnya konteks pemakaian bahasa karena makna itu selalu berubah-ubah berdasarkan konteks pemakaian. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa simantik tidak selalu mudah dibedakan dengan pragmatik.

Kehadiran pragmatik hayalah tahap terakhir dari perkembangan linguistik yang berangsur-angsur, mulai dari disiplin ilmu yang menangani data fisik tuturan menjadi disiplin ilmu yang sangat luas bersangkutan dengan bentuk, makna, dan konteks.

Orang Amerika merasa bangga pada aliran Pragmatik yang di pandang sebagai suatu aliran yang dikembangkan oleh Amerika. Hal itu tampak ini tampak dalam tulisan Edward C. Moore seorang Guru Besar pada University of Massachusetts. Ucapan demikian dapat kita lihat pula pada tulisan Morton White yang menyebut khusus mengenai Pierce sebagai seorang filsuf terbesar yang pernah dihasilkan Amerika.

Page 4: Non Positivistik Dan Pragmatik

BAB II

PEMBAHASAN

Non Positivistik dan Pragmatik

Pragmatik

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Kutipan pragmatik sebagai berikut;

“Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal sctructure of language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate (Parker, 1986:11)”

Menurut Leech (1983: 13 ), pragmatik, sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tatabahasa yang terdiri atas fonologi, morfologi, sintaksis, dan simantik melalui semantik.

Semantik dan pragmatik adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari mmakna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal. Kata “bagus” secara internal bermakna kepala negara, seperti terlihat pada kalimat (1) dan (2) berikut;

(1) Prestasi kerjanya yang bagus membuat ia dapat diangkat untuk masa jabatan yang kedua.

(2) Presiden itu sedang menuruni tangga pesawat.Secara eksternal bila dilihat dari penggunaannya, kata “bagus” tidak selalu makna “baik” atau “tidak buruk”. Begitupula dengan “presiden” tidakn selalu bermakna “kepala negara”, seperti terlihat pada dialog (3) dan kalimat (4) di bawah ini:

(3) Ayah : Bagaimana ujian matematikamu?Anton : Wah, hanya dapat 45, Pak.Ayah : Bagus, besok jangan belajar. Nonton terus saja.

(4) Awas Presidennya datang!

Kata “bagus” dalam (3) tidak bermakna “baik” atau “tidak buruk”, tetapi sebaliknya. Sementara itu, kalimat (4) digunakan untuk menyindir, kata “Presiden” dalam kalimat (4) tidak bermakan “kepala negara”, tetapi bermakna seseorang secara ironis pantas mendapatkan sebuah itu.

Dari uraian di atas terlihat bahwa makna yang ditelaah oleh semantik adalah makna yang bebas kontek sedangkan makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat

Page 5: Non Positivistik Dan Pragmatik

konteks. Sehubungan dengan keterkaitan konteks ini tidak hanya “bagus” dalam dialog (3) bermakna “buruk”, tetapi “besok jangan belajar” dan “nonton terus saja” juga bermakna “besok rajin-rajinlah belajar” dan “hentikan hoby menontonmu”.

Dengan demikian, simantik bersifat bebas konteks (context independent) sedangkan pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent) (purwa, 1990:16).

Bila diamati lebih jauh, makna yang menjadi kajian semantik adalah makna linguistik (linguistic meaning) atau makna semantik (semantic sense), sedangkan yang dikaji oleh pragmatik adalah maksud penutur (sepeaker meaning) (Periksa Verher, 1977; Parker, 1986: 32).

Makna yang dikaji oleh simantik bersifat diadis. Makna itu dapat dirumuskan dengan kalimat “apa makna X itu?”. Makna yang ditelaah oleh pragmatik bersifat triadis. Makna itu dapat dirumuskan dengan kalimat “ pakakah yang kau maksud dengan kalimat X itu?”. Dalam bahasa inggris kedua konsep makna itu dibedakan dengan kalimat What does x mean? Dan what do you mean by x?.

Non Fositifistik

Filsuf di zaman modern, Francis Bacon (1561-1626) dan Rene Descartes (1724-1804), menganjurkan agar pemikiran filsafat masa klasik dan abad tengah yang bercorak spekulatif, dirubah pendekatanya dengan menggunakan cara kkerja ilmu pengetahuan pasti alam. Kritik Bacon dan Descartes didasarkan pada penemuanya bahwa pemikiran filsafat masa lalu lebih terbungkus oleh teologi atau ajaran agama.

Idealisme Platonis menekankan pada yang mengatasi atau tidak menyangkut “ruang” , yang bukan benda fisik, adi-indrawi, bertalian dengan norma-norma atau berkaitan dengan nilai dan tujuan. Istilah ini berkembang menjadi istilah-istilah seperti idea, mind, spirit, dan person.

Pandangan idealism pantheistic memahami bahwa kenyataan mencakup suatu keberadaan, maka hal-hal selain itu merupakan bagian, penampakan, atau proyeksi pantheisme yang berkaitan dengan agama mempunyai makna immanent Theisme, yaitu imanensi tuhan dalam makhluk atau tuhan sama dengan alam.

Dalam pandangan metafisis, monisme menyatakan bahwa kenyataan itu hanya satu, Tunggal.

Penjelasan di atas menggambarkan bahwa fokus aliran-aliran lebih tertuju pada prihal yang bersifat universal, yaitu persoalan yang berada diluar jangkauan yang inderawi.

Non-positifik ini dipelopori oleh Thomas Kuhn melalui buku The Strucure of Scientific Revolution yang terbit pada tahun 1962, non positivim adalah satu cara pandang open mind untuk mendapatkan informasi dan tidak untuk generalisai yang penekatannya berawal pemaknaan untuk menghasilkan teori dan bukan untuk mencari pembenaran terhadap suatu teori, ataupun menjelaskan suatu teori, ; dikarenakan kebenaran yang diperoleh adalah pemahaman terhadap teori yang dihasilkannya.

Page 6: Non Positivistik Dan Pragmatik

Contoh: Pada pembahasan jumlah shalat tarawih, orang-orang Muhamadiyah yang menjalankan shalat tarawih delapan rakaat, dan tiga shalat witir. Karena mereka menganggap itulah yang terbaik bagi mereka dan paling afdol. Namun orang-orang NU melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat dan tiga witir. Jika mencari kebenaran dari kedua pilihan diatas, maka kita tidak akan mendapatkannya. Karena kedua-duanya benar, namun yang membedakan hanyalah tergantung kepercayaan pribadi masing-masing. Untuk ini dalam non positifistik terdapat tiga hal penyikapan, yaitu (1) memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor dengan dunia nyata, (2) arti penting yang terkait. Kegiatan ekonomi adalah merupakan fenomena sosial (fenomena manusia sebagai makhluq rochaniah) Studi yang masuk dalam wilayah ilmu-ilmu sosial, tak bisa dipahami dengan cara-cara distansi atau disekap sebagai obyek manipulasi dan didesain dengan model-model kalkulatif. Karena Peneliti hanya bisa bersikap “memasuki” wilayah ini dengan pemahaman sebab yang diharapkan ditemukan dalam studi ini bukanlah hubungan sebab-akibat yang bersifat pasti, namun tentang dunia makna. Disini diperlukan “mata (hati) seorang manusia” yang dapat memahami makna, bukan “mata seorang biologi atau fisikawan atau matematikawan”. Contohnya Dalam konteks ini peneliti tidak lebih tahu daripada pelaku ekonomi itu sendiri. Karenanya, paradigma non positivisme selalu berupaya menjelaskan fenomena yang ada, yaitu memahami makna yang berada dibalik fenomena. Tujuan pilihan metode pendekatan, paradigma dan model yang tepat untuk memperoleh gambaran menyeluruh yang holistik mengenai realitas ekonomi menurut penelitian kualitatif yang benar adalah bukan to learn about the people, akan tetapi to learn from tthe people. Dengan ini pula dapat ditegaskan bahwa sesuatu jenis penelitian yang diskriptif adalah bukan penelitian kualitatif karena masih membawa anasir Dasar paradigma yang diacu dalam paradigma kualitatif adalah tetap memandang manusia bertindak rasional, namun dalam penyelesaian masalah hidup sehari hari adalah menggunakan ”penalaran praktis” , bukan logika formal.

Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Pragmatik berasal dari bahasa Yunani: Pragma artinya yang dikerjakan, dilakukan, perbuatan, tindakan. Menurut teori pragmatik tentang kebenaran, suatu proporsi adalah benar sepanjang teori berlaku atau memuaskan. Contoh: Pada masa Diponegoro orang yang memakai celana dikatakan kafir, sedangkan yang memakai sarung tidak. Jika zaman Diponegoro yang memakai celana dan yang memakai sarung hanyalah sebagai pembeda antara penjajah (Belanda) dengan kaum pribumi. Untuk zaman sekarang persepsi seperti ini tidak berlaku lagi, karena penjajah sudah tidak ada di Indonesia dan semakin berkembangnya zaman. Menurut A.W.Ewing, digambarkan terang-terangan, benar suatu kepercayaan mungkin saja berlaku baik, walaupun tidak benar, atau sebaliknya suatu kepercayaan yang mungkin saja berjalan buruk walaupun benar. Misal: Kita mencuri harta penjajah yang telah merampas harta penduduk, kemudian harta yang kita curi tersebut kita berikan kepada penduduk yang kelaparan, karena harta mereka dirampas oleh penjajah. Kita tahu bahwa mecuri itu tidak baik, namun memberikan harta kepada yang membutuhkan itu baik. Itulah yang dimaksud

Page 7: Non Positivistik Dan Pragmatik

oleh A.C.Ewing.Menurut A.C.Ewing, kepercayaan-kepercayaan itu berguna karena kepercayaan itu benar, bukan benar karena kepercayaan itu berguna. Contoh: Hukum yang ditegakkan itu digunakan agar semua dapat mematuhinya, sehingga dapat berjalan dengan lancar dan tidak merugikan pihak lain. Dan janganlah kita membenarkan suatu persepsi atau kepercayaan itu karena berguna atau menguntungkan kita walaupun harus merugikan orang lain. Maksudnya adalah jangan kita menjalankan kepercayaan yang sifatnya hanya ingin menguntungkan diri sendiri tanpa mementingkan pihak lain.

Page 8: Non Positivistik Dan Pragmatik

Daftar Pustaka

Muhammad Rohmadi, 2009 Analisis Wacana Pragmatik.

Drs. G.W. Bawengan, S.H, 1981 Sebuah Studi Tentang Filsafat

Ermi Suhasti, 2012 Pengantar Filsafat ilmu