Mendirikan dan Mengelola Perpustakaan Sekolah

  • Upload
    harfano

  • View
    304

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

build and manage the school library

Citation preview

MENDIRIKAN DAN MENGELOLA PERPUSTAKAAN SEKOLAH Bukanlah satu hal yang mudah dan juga bukanlah satu hal sulit untuk mendirikan d an mengelola perpustakaan sekolah. Semuanya kembali kepada kemauan dari pihak ya ng terkait. Untuk mendirikan dan mengelola perpustakaan sekolah ada beberapa hal yang harus diperhatikan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. Koleksi. Sistem Layanan. Manajemen Internal. Sumber Daya Manusia (SDM). Jenis Layanan. Ruangan.KoleksiKoleksi perpustakaan merupakan objek utama yang menjadi barang jualan dari satu pe rpustakaan. Ada berbagai macam bentuk koleksi perpustakaan yaitu buku, majalah, CD, VCD, DVD, kaset, peta, koran, dan yang lainnya. Buku merupakan koleksi yang paling umum dimiliki satu perpustakaan khususnya perpustakaan sekolah. Berdasar kan UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada bagian III pasal 23 ayat 2 di tuliskan bahwa Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki kol eksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pen didikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peser ta didik dan pendidik. Berarti minimal satu perpustakaan SMP yang mengelola 3 tin gkatan kelas dengan asumsi tiap tingkatan terdiri dari 1 kelas dan tiap kelas te rdiri dari 40 murid, dan mata pelajaran yang diajarkan sebanyak 14 mata pelajara n, maka dapat diperkirakan bahwa koleksi minimal perpustakaan tersebut adalah 3x 1x40x14=1.680. Angka 1.680 merupakan jumlah eksemplar sedangkan jumlah judulnya sekitar 143=42 judul. Hitungan ini hanya untuk koleksi yang berdasarkan isi UU No . 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada bagian III pasal 23 ayat 2. Belum term asuk koleksi pengayaan, koleksi untuk tenaga pendidik dan kependidikan. Untuk ju mlah koeksi sesuai anjuran dari UU No. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan sebaik nya dijadikan tambahan saja sebab pada masa sekarang ini perpustakaan sekolah it u tidaklah baik jika hanya diisi dengan buku paket pelajaran yang tiap tahun men galami perubahan (walau hanya beda halaman). Jika kebanyakan buku paket pelajara n maka akan susah untuk guru khususnya siswa dapat bersaing secara global (ilmu pengetahuan dan wawasan hanya sebatas buku paket pelajaran). Untuk koleksi sebai knya 60% itu buku penunjang pembelajaran sedangkan yang 30% berupa fiksi dan kar ya sastra yang bermutu, dan 10% berupa buku paket pelajaran. Koleksi perpustakaa n sekolah harus lebih mendukung kepada pembelajaran sehingga sivitas akademika s ekolah dapat lebih memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Koleksi untuk sek olah juga lebih baik jika dilengkapi dengan CD/VCD pembelajaran, dilengkapi deng an jaringan internet (program schoolnet sudah sangat membantu), dan dilengkapi d engan alat-alat multimedia (seperti TV dan DVD player). Jika sekolah sebagai lembaga induk benar mau menyelenggarakan perpustakaan maka pengadaan koleksi dalam berbagai media tidaklah mahal, selama sekolah benar-bena r memiliki komitmen untuk melakukan penyelenggaraan dan pengelolaan. Untuk kolek si buku dapat dilakukan kerjasama dengan BAPERASDA atau perpustakaan pemko/pemka b setempat, menyurati konsulat negara sahabat yang bermukim di daerah sekolah be rada, masyarakat sekitar, dana BOS, sumbangan siswa, karya siswa, dan sumber lai nnya. Bahkan cara-cara ini dapat diterapkan untuk memperoleh koleksi jenis lainn ya. Untuk peralatan dan perlengkapan multimedia seperti TV, tidak perlu yang bes ar atau layar datar ataupun plasma TV, yang penting ada dan bukan hitam putih at au rusak. Demikian juga dengan pemutar DVD, dengan uang kurang dari 200 ribu sud ah dapat pemutar walaupun bukan merek terkenal.Sedangkan koneksi internet, untuk sekolah-sekolah beruntung yang sudah kebagian jatah program schoolnet dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan maksimal terutama dalam mengumpulkan informasi yang dapat diubah menjadi data sehingga menjadi fak ta dan dapat dikonsumsi sivitas akademika sekolah. Bahkan jika dirasa perlu dan merasa layak untuk melanggar hak cipta maka dapat diunduh koleksi buku yang ters ebar di dunia maya. Sedangkan untuk sekolah yang belum memiliki koneksi internet dapat melakukan pembelian produk-produk komersial dengan harga yang murah dan k ualitas yang bersaing. Ataupun dapat memberanikan diri meminta ke departemen ter kait. 2. Sistem Layanan.Untuk sistem layanan ada 2 pilihan, sistem terbuka dan sistem tertutup. Sedangka n cara menyajikan sistem layanan dapat dibagi menjadi manual dan automasi. Siste m layanan terbuka adalah yang paling umum digunakan, dengan menggunakan sistem i ni maka sivitas akademika sekolah dapat langsung melihat dan memilih koleksi ya ng dimiliki dan dapat dengan bebas dan puas menikmatinya. Kalau menggunakan sistem layanan tertutup maka sivitas akademika sekolah hanya d apat memilih dan menikmati koleksi yang dipinjam. Sedangkan cara menyajikan laya nan, sistem automasi merupakan hal yang umum digunakan pada saat ini. Dengan mei miliki 1 unit komputer maka sistem automasi sudah dapat diterapkan. Pada masa s ekarang ini tidak lagi waktunya dipusingkan dengan biaya puluhan juta untuk dapa t membuat perpustakaan yang telah diautomasi. Dengan modal komputer 1 unit dan k oneksi internet maka dapat diperoleh program untuk automasi perpustakaan. Ada ba nyak program gratisan yang dapat digunakan,seperti SLIMs(Senayan). Dengan menggu nakan layanan yang telah diautomasi maka secara langsung telah mempermudah penge rjaan manajemen internal di perpustakaan, seperti inventarisasi koleksi, pemerik saan koleksi, pembuatan statistik sirkulasi, penerapan sanksi, dan lainnya. Adap un sistem manual adalah sistem cara menyajikan layanan yang masih masih mengguna kan sistem tulis, mulai dari pemesanan koleksi hingga koleksi dipinjam-dipulangk an semuanya menggunaka pemulisan. 3. Manajemen Internal Manajemen internal merupakan hal yang harus diperhatikan karena dengan manajemen yang bagus maka kelangsungan hidup dan pertumbuhan perpustakaan sekolah dapat d ipertahankan. Membicarakan manajemen internal maka membicarakan pengelolaan perp ustakaan saat ini dan akan datang. Pengurusan manajemen internal perpustakaan dimulai dengan penentuan posisi perpu stakaan sekolah dalam satu institusi pendidikan. Untuk melihat ini dapat dilihat pada organigram sekolah. Dengan adanya perpustakaan dalam organigram sekolah ma ka akan diketahui jalur komando dan jalur pertanggung jawaban antara perpustakaa n sekolah dengan sekolah sebagai lembaga induk. Sebagai saran, alangkah baiknya jika perpustakaan langsung berada dibawah naungan kepala sekolah akan tetapi buk an berarti perpustakaan berada dalam satu tingkatan dengan wakil kepala sekolah. Setelah posisi perpustakaan pada sekolah menjadi jelas lalu dibuat organigram mi kro yang menjelaskan unit-unit kerja didalam perpustakaan sekolah. Setelah unitunit kerja jelas lalu dapat dibuat satu diagram yang menggambarkan alur kerja da ri tiap unit di dalam perpustakaan. Secara umum diketahui ada tiga unit besar da lam satu perpustakaan sekolah yaitu pengadaan, pengolahan, dan pelayanan penggun a. Tujuan pembuatan alur kerja adalah untuk memperjelas dan menegaskan apa yang men jadi pekerjaan dari tiap unit sehingga tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan. P ada bagian pengadaan dapat dibuat satu diagram alur kerja yang berhubungan denga n pengadaan koleksi, mulai dari membuat statistik koleksi dan tingkat pemakaian lalu menentukan cara pengadaan koleksi, menyebarkan formulir isian kepada sivita s akademika tentang usulan koleksi, hingga menghubungi penyedia koleksi dan melakukan penawaran harga(jika melalui pembelian). Unit selanjutnya adalah pengolahan koleksi yang setelah menerima koleksi dari ba gian pengadaan maka menjalankan pengolahan sesuai dengan alur kerja yang dibuat. Alur kerja dapat dimulai dengan melakukan pengecekan koleksi, pengelompokkan, p emberian cap (kepemilikan dan inventaris), inventarisasi, pemberian nomor induk, pemberian nomor kelas dan nomor panggil, pembuatan dan penempelan label punggun g buku, pembuatan dan penempelan barcode, penyampulan, pemasukan data buku (jika menggunakan sistem pelayanan automasi), dan diakhiri dengan pengerakan koleksi. Jika menggunakan sistem layanan yang telah diautomasi maka kegiatan inventarisa si dapat digabungkan menjadi satu dengan kegiatan pemasukan data koleksi ke dala m pangkalan data (sesuai dengan program yang digunakan). Lalu alur kerja terkahir adalah bagian pelayanan pengguna. Bagian ini merupakan jalur depan dari satu perpustakaan sekolah karena menjalankan fungsi peminjaman dan pengembalian, yang disebut dengan bagian sirkulasi. Alurkerja bagian ini dap at dimulai dengan pendaftaran anggota, pemberian nomor anggota, pembuatan kartu anggota, lalu melayani peminjaman, menerima pengembalian, menjalankan sanksi, da n menerima pemesanan koleksi. Seiring dengan penentuan organigram makro, organigram mikro, dan alur kerja, dap at dibuat peraturan dan tata tertib perpustakaan. Peraturan dan tata tertib perp ustakaan ini bertujuan untuk menjaga kondusifitas dan kelancaran hubungan antara staf perpustakaan/pustakawan dengan pengguna perpustakaan sekolah. Peraturan da n tata tertib perpustakaan ini harus diketahui dan disetujui oleh kepala sekolah sehingga staf perpustakaan/pustakawan dapat dengan tegas menerapkan peraturan d an tata tertib yang dibuat. Dan jangan lupa untuk membuat dan menetapkan visi dan misi perpustakaan sekolah sehingga akan diperoleh gambaran seperti apa kelak perpustakaan sekolah yang ber sangkutan. Lalu membuat program kerja jangka pendek dan program kerja jangka pan jang yang didapat dari visi dan misi perpustakaan. Dengan lengkapnya organigram, alur kerja, peraturan dan tata tertib, visi dan misi, dan program kerja, maka d apat dituangkan menjadi satu pedoman operasional perpustakaan.Selain alur kerja yang ditulis di paragraf sebelumnya, dapat dibuat juga alur kerja lainnya sepert i rutinitas di dalam perpustakaan sekolah dapat berupa rutinitas harian dan ruti nitas tahunan. Rutinitas harian seperti pekerjaan sebelum perpustakaan buka dapa t dimulai dengan melakukan penghitungan pemakaian koleksi di dalam perpustakaan sekolah, menyalakan penerangan, pendingin ruangan, komputer penelusuran, hingga saat perpustakaan akan tutup. Sedangkan rutinitas tahunan dapat berupa pembuatan laporan tahunan, program kerja tahunan, dan evaluasi internal perpustakaan seko lah. Untuk dapat menjalankan semua ini tidak perlu harus perpustakaan sekolah yang be sar dengan jumlah staf yang banyak tapi cukup perpustakaan kecil dengan 1-2 oran g staf serta dibuat dan dijalankan dengan tegas maka pengelolaan dan pertumbuhan perpustakaan sekolah dapat dengan mudah dan lancar berjalan. Sekedar mengingatk an bahwa perpustakaan khususnya perpustakaan sekolah sebagai pengelola informasi haruslah taat azas dan memiliki keteraturan. 4. Sumber Daya Manusia (SDM) Berbicara SDM merupakan pembicaraan yang susah tapi gampang, susah mencari yang mengerti dan mau kerja tapi gampang mencari salah satunya. Sumber daya manusia d i dalam perpustakaan sesuai dengan UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakan pada BAB VIII bagian kesatu pasal 29 Ayat 1 Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakaw an dan tenaga teknis perpustakaan. Ini diperkuat dengan Peraturan Menteri No. 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah Pasal 1 ayat 1 St andar tenaga perpustakaans sekolah/madrasah mencakup kepala perpustakaan sekolah /madrasah dan tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.Berdasarkan UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Permen No. 25 tahun 20 08 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah maka secara kualifikasi pendidikan terdapat 2 tipe staf perpustakaan sekolah yaitu pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Sedangkan secara hirarki terdapat kepala perpustakaan dan staf perpustakaan. Pada saat ini tidak hanya sekolah yang terkadang merasa keberatan untuk mengangk at pustakawan tetapi juga ada pustakawan yang jual mahal untuk ambil bagian menj adi pustakawan sekolah. Banyak pustakawan yang lebih senang menjadi pengikut sis tem asal dapat berkerja di perpustakaan yang sudah berdiri dengan stabil dari pa da harus menjadi seorang pustakawan sekolah. Dan tidak kalah banyaknya sekolah y ang lebih memilih mengangkat anak kuliah ataupun yang baru tamat SMA untuk dijad ikan staf di perpustakaan dengan alasan umum bahawa gajinya akan jauh lebih mura h. Sumber daya manusia di perpustakaan sekolah sebaiknya adalah SDM yang bermutu da n lebih bagus jika dilengkapi dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai (D II/D III/S1 Ilmu Perpustakaan dan Informasi). Meskipun tidak menutup kemungkinan untu k mengangkat pustakawan bahkan kepala perpustakaan dari luar jalur pendidikan pu stakawan, pembenaran ini dapat dilihat sesuai dengan Bagian A tentang Kualifikas i Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang tercantum di dalam Permen No . 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Penetapan dan pengangkatan pustakawan dan kepala perpustakaan diluar jalur pendidikan perp ustakaan merupakan satu tantangan tersendiri untuk para pustakawan dalam membena hi diri dan merapatkan barisan bahwa bisa dan sanggup melakukan pekerjaan secara profesional. Sudah saatnya dicari dan diperlukan pustakawan yang mau dan mengerti berkerja se suai dengan bidangnya. Ada beberapa kriteria pustakawan dan tenaga teknis perpus takaan yang minimal dimiliki yaitu: Mau berkerja sesuai dengan bidangnya. Mengerti pekerjaan yang dikerjakan. Taat azas. Tegas. Bersahabat. Bersedia untuk terus belajar. Seperti yang ditulis pada paragraf sebelumnya diketahui ada banyak pustakawan ya ng mengerti berkerja tapi tidak mau berkerja dalam arti memilih-milih tempat ker ja ataupun karena gaji yang dibawah standar penghidupan. Ada juga pustakawan yan g mau berkerja tapi tidak mengerti apa yang harus dikerjakan sehingga akhirnya m ereka lebih banyak mengerjakan yang bukan pekerjaannya. Adapun kriteria taat aza s adalah kemampuan staf perpustakaan untuk mematuhi aturan main yang telah diten tukan yang diterapkan kepada diri sendiri. Sedangkan kriteria tegas adalah sikap yang harus dimiliki staf perpustakaan dalam menjalankan peraturan dan tata tert ib perpustakaan sekolah sehingga peraturan dan tata tertib tidak hanya menjadi d okumen pelengkap saja. Kriteria bersahabat merupakan sikap yang harus ditampilkan staf perpustakaan ter hadap semua pengguna perpustakaan sekolah. Staf perpustakaan harus dapat menahan dan mengendalikan emosi. Bagaimana tanggapan kita jika kita mendapat tanggapan kasar dari seorang petugas jaga padahal kita sudah bertanya dengan sopan. Kita t idak boleh melampiaskan kekesalan kita yang kita dapat dirumah atau dijalan kepa da pengguna perpustakaan tersenyumlah walau hati meradang, karena pengguna tidak p ernah tau apa yang telah kita alami. Staf perpustakaan juga harus berkonsentrasi kepada pekerjaannya, khususnya SDM b agian sirkulasi, bagaimana mungkin mau memberikan layanan dan menjawab pertanyaan pengguna jika kita sibuk berbicara dengan sejawat ataupun berbicara melalui te lepon atau bahkan mendengarkan musik dengan menggunakan headset. Staf perpustaka an harus dapat menempatkan kegiatan pada tempatnya. Sekedar mengingatkan bahwa s ebagai SDM tidak hanya sekolah yang memerlukan tenaga kita tetapi kita juga meme rlukan sekolah, kita yang mengajukan lamaran berarti sebagai SDM haruslah siap d engan segala resiko pekerjaan. Sikap untuk terus mau belajar harus dimiliki SDM perpustakaan sekolah. Mengingat perpustakaan sebagai tempat mengumpulkan dan mengelola informasi maka tidaklah lucu jika SDM perpustakaan malah tidak mengetahui apapun. Jika perpustakaan seko lah menyediakan layanan internet kabel dan nirkabel, maka SDM perpustakaan sekol ah minimal harus memahami koneksi internet, dasar LAN, menggunakan dan merawat k omputer. Pengguna perpustakaan sekolah khususnya siswa yang baru mendapatkan tam bahan ilmu dari guru pada saat belajar akan langsung menerapkannya di perpustaka an sehingga siswa akan mengutak-atik komputer dan secara tidak langsung SDM perp ustakaan sekolah harus dapat memperbaiki apa yang telah diperbuat oleh siswa. Selain hal-hal di atas, diperlukan juga jaringan sesama SDM perpustakaan sekolah yang berguna untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan. Disini berperan or ganisasi profesi sebagai wadah untuk menyatukan aspirasi dan sebagai pelindung. Di Indonesia terdapat organisasi profesi untuk pustakawan yaitu IPI (Ikatan Pust akawan Indonesia) dan organisasi lainnya seperti APISI dan ISIPII. Organisasi APISI dapat dijadikan contoh yang paling merakyat kepada para SDM per pustakaan sekolah, gerakan yang dilakukan terasa dan jelas, bahkan keanggotaan j uga jelas sehingga mencerminkan profesionalisme. Untuk dijelaskan bahwa penulis bukanlah anggota APISI tapi pernah merasakan manfaat APISI karena telah membantu membuka wawasan tentang perpustakaan sekolah dengan berjumpa sejawat SDM perpus takaan sekolah dari beberapa propinsi di Indonesia dan dari negara tetangga. Dan penulis merasa tidaklah salah untuk mempromosikan organisasi yang lebih eksis d ari pada harus menunggu organisasi yang tidak jelas eksistensinya. Organisasi pr ofesi haruslah dapat dijadikan pegangan dan perlindungan, mempermudah keanggotaa n, tidak memilih-milih anggota, dan memiliki program yang jelas manfaatnya bukan program yang hanya jelas untuk segelintir SDM perpustakaan. Organisasi profesi harus berperan dalam mengembangkan SDM perpustakaan khususnya perpustakaan sekol ah, dengan mengingat bahwa Indonesia meliputi banyak pulau sehingga banyak perpu stakaan khususnya perpustakaan sekolah yang tersebar diseluruh Indonesia. Berart i ada banyak SDM perpustakaan khususnya perpustakaan sekolah yang tersebar dan m emerlukan perhatian dan perlindungan dari organisasi profesi. Dengan demikian or ganisasi profesi yang bersifat terlalu sentralisasi hanya akan menjadi nama dan menjadi organisasi profesi untuk SDM perpustakaan tertentu saja. 5. Jenis Layanan Layanan yang dimaksud adalah layanan untuk pengguna. Jenis layanan dalam perpust akaan sekolah harus disesuaikan dengan sistem layanan yang digunakan. Dan jumlah layanan yang diberikan juga mempengaruhi jumlah SDM perpustakaan sekolah yang d ibutuhkan. Jika kita menggunakan sistem terbuka dan telah diautomasi maka minima l kita dapat memberikan layanan : a.Koleksi. b. Baca . c. Penelusuran koleksi. d. Sirkulasi (peminjaman dan pengembalian). e. Keanggotaan. Layanan koleksi merupakan jualan utama dari satu perpustakaan sekolah. Koleksi yan g dilayankan pada perpustakaan sekolah pada umumnya adalah koleksi berupa buku, majalah, dan koran. Meskipun telah banyak perpustakaan sekolah yang juga menyedi akan koleksi berupa internet kabel dan nirkabel, kaset, CD, VCD, dan DVD. Layanan baca adalah penyediaan layanan berupa tempat dimana pengguna dapat menikmati k oleksi perpustakaan sekolah. Layanan penelusuran koleksi yaitu disediakannya sep erangkat komputer agar pengguna dapat menelusuri koleksi perpustakaan sekolah se belum mencari langsung ke rak. Dengan disediaknnya mesin penelusuran maka pengguna akan lebih mudah mencari kol eksi. Layanan sirkulasi dan keanggotaan dapat dijadikan dalam satu titik layanan , merupakan layanan dimana pengguna perpustakaan sekolah dapat mengurus keanggot annya, melakukan peminjaman dan mengembalikan koleksi yang telah selesai digunak an. Pada layanan ini juga diberitahukan tentang syarat-syarat keanggotaan besert a peraturan dan tata tertib perpustakaan. 6. Ruangan Kebutuhan ruangan disesuaikan dengan jenis layanan yang digunakan dan sistem la yanannya. Kebutuhan minimal ruangan untuk perpustakaan sekolah yang menggunakan layanan terbuka dan sistem yang digunakan telah diautomasi yaitu : Koleksi. Baca. Sirkulasi. Pandang dengar. Penelusuran koleksi. Internet. Staf. Kepala perpustakaan. Pembagian ruang di atas bukan berarti bahwa tiap perpustakaan sekolah harus meny ediakan ruangan yang khusus, tetapi dapat diatukan dalam satu ruang yang besar d an dibagi menjadi beberapa area. Memang akan lebih baik dan bagus jika tiap bagi an memiliki ruang sendiri. Idealnya utnuk perpustakaan sekolah setidaknya disedi akan perpustakaan dalam ukuran 2 ruang kelas (tiap ruang berdaya tampung 50 sisw a), dengan perkiraan staf perpustakaan sebanyak 1 orang, koleksi sekitar 3000 ek semplar, dan jumlah pengguna sekitar 300 orang dan diasumsikan daya tampung perp ustakaan dalam waktu bersamaan sebesar 20% dari jumlah seluruh pengguna, dan dip erkirakan sirkulasi hanya pada satu titik, ruang staf/kepala perpustakaan, area rak koleksi, area baca, area penelusuran koleksi, dan area internet. Jika perpustakaan sekolah merupakan perpustakaan untuk sekolah dasar maka perlu disediakan satu area sebagai tempat bercerita (story telling area). Area ini mem iliki fungsi yang besar jika digunakan secara maksimum. Pada area ini staf perpu stakaan atau guru dapat menyihir pengguna-pengguna kecilnya agar tertarik membac a dan di area ini juga pengguna-pengguna kecil ini dapat menceritakan kembali rs ume dari buku yang dibacanya. Sedangkan jika perpustakaan sekolah menggunakan sistem layanan tertutup maka yan g perlu diadakan hanya ruang untuk koleksi saja. Perkiraan ini dengan mempertimb angkan bahwa pengguna perpustakaan sekolah tidak dapat masuk langsung ke area ko leksi. Pengguna hanya dapat melakukan permintaan akan koleksi lalu staf perpusta kaan akan mencarikannya. Dan perlu diperkirakan pertambahan koleksi dan penguran gan yang akan dilakukan tiap tahunnya. Dari tulisan ini dapat kita buat satu kesimpulan yang juga dapat dijadikan sebag ai saran dalam mendirikan dan mengelola perpustakaan sekolah, bahwa dalam mendir ikan dan mengelola perpustakaan sekolah tidak sulit jika institusi pendidikan be nar-benar mau menjalankannya, adanya staf perpustakaan yang berkualitas dan mau berkerja, imbal balik yang sesuai untuk staf perpustakaan, dan organisasi profes i yang dijalankan secara profesional. Perlu diingat bahwa perpustakaan sekolah i tu tidak harus besar ruang/gedungnya, tidak harus memiliki koleksi yang sangat b anyak, dan tidak harus memiliki staf yang banyak, tetapi yang dibutuhkan cukup perpustakaan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan sivitas akademikanya. Diperluka n juga perpustakaan dengan manajemen internal yang bagus. Selain itu peran serta pemerintah juga sangat diperlukan, diperlukan orang-orang pemerintahan yang berkualitas dan minimal memahami luar dalam satu perpustakaan sekolah sehingga penilaian perpustakaan dalam melakukan akreditasi dilakukan de ngan benar. Tidak dapat dipungkiri betapa anehnya pemerintah jika pada masa seka rang ini dalam melakukan penilaian satu perpustakaan sekolah hanya berdasarkan f asilitas. Hal ini dapat dilihat pada saat pengisian angket kelengkapan perpustak aan sekolah maka terdapat pertanyaan Ketersediaan lemari katalog (bukankah sekaran g zamannya automasi??? lalu mengapa harus disediakan lemari katalog???). Demikian juga pada saat melakukan penilaian sekolah saat yang dinilai adalah per pustakaan maka yang ditanya adalah jumlah koleksi (yang kadang tidak tentu mana jumlah judul mana jumlah eksemplar), jumlah pengguna, jumlah pengunjung, dan jum lah peminjaman, anehnya disini adalah kenapa tidak ditanya mana peraturan dan tat a tertib, mana alur kerja, mana organigram, bagaimana bentuk pedoman operasional perpustakaan, dan mengapa tidak ditanya apakah staf perpustakaan terdafatar apa tidak dalam satu organisasi profesi atau ditanyakan kualifikasi staf perpustaka an bukankah ini sudah diatur dalam UU No 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Permen No. 25 tahun 2008 tentang Pustakawan?. Bahkan yang paling parah begitu tim penilai masuk dan disambut dengan senyuman lalu melihat ruangan perpus dilengka pi pendingin ruangan, lalu liat-liat bentar, kemudian berkata sudah bagus. Membaca yang seperti ini berarti kita dapat simpulkan bagaimana penilaian yang objektif didapat jika hal yang mendasar diabaikan. Demikian juga dengan pendidikan untuk calon pustakawan baik D II, D III, maupun S 1. Sudah dapat dipertimbangkan untuk mengajarkan pendidikan moral dalam melaya ni baik itu tata kerama, tutur bahasa, hingga sikap dalam melayani pengguna. Hal ini perlu dipertimbangkan karena sudah cukup keadaan yang mengatakan bahawa sta f perpustakaan itu berpenampilan murung dan jutek. Dan kepada para calon mahasis wa Ilmu Perpustakaan dan Informasi sebaiknya melakukan pertimbangan yang matang sebelum memilih jalur pendidikan yang diambil. Demikianlah sedikit cara mendirikan dan mengelola perpustakaan sekolah yang dapa t Saya sampaikan. Tulisan ini dibuat dengan mengutip dari berbagai sumber yang d idapat selama penulis menjadi mahasiswa dan apa yang dialami ketika menjadi staf perpustakaan sekolah. Tulisan ini penuh kekurangan dan mohon kesediaan untuk me lengkapinya dengan memberikan tanggapan-tanggapan yang bersifat membangun (bukan hanya kritikan tanpa jalan keluar) atau membuat tulisan-tulisan lainnya yang da pat dijadikan pedoman untuk mendirikan, mengelola, dan mengembangkan perpustakaa n sekolah.