11
Pemanfaatan cost recovery oleh pemerintah indonesia Ancaman Kedaulatan Energi Migas Dalam UU No 22 Tahun 2001 dan Relevansinya Terhadap Penerapan Cost Recovery. Ringkasan Minyak dan gas bumi (migas) merupakan komponen sumber daya alam tidak terbarukan dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak. migas sendiri adalah komoditas yang sepenuhnya di kuasai oleh negara sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, sebagaimana senada dengan semangat jiwa pancasila yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini Indonesia menjalankan fungsinya dalam mengelola migas guna memenuhi kebutuhan nasional melalui Pertamina dan BUMN. Namun sejauh ini cetak biru pengelolaan migas oleh negara belum pernah terlihat, Negara dinilai masih belum maksimal dalam mensejahterakan rakyat, apalagi setelah diberlakukannya UUD Nomor 22/2001 tentang tata kelola migas dimana konsideran dalam konstitusi ini sangat kontradiktif dengan UUD 1945, UU ini cenderung liberal karena menempatkan migas sebagai komoditi pasar, bukan komoditas strategis. UU ini bisa menjadi

Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

good

Citation preview

Page 1: Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

Pemanfaatan cost recovery oleh pemerintah indonesia

Ancaman Kedaulatan Energi Migas Dalam UU No 22 Tahun 2001 dan Relevansinya Terhadap Penerapan Cost

Recovery.

Ringkasan

Minyak dan gas bumi (migas) merupakan komponen sumber daya alam tidak

terbarukan dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang

banyak. migas sendiri adalah komoditas yang sepenuhnya di kuasai oleh negara

sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran

dan kesejahteraan rakyat, sebagaimana senada dengan semangat jiwa pancasila

yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini Indonesia

menjalankan fungsinya dalam mengelola migas guna memenuhi kebutuhan

nasional melalui Pertamina dan BUMN.

Namun sejauh ini cetak biru pengelolaan migas oleh negara belum pernah terlihat,

Negara dinilai masih belum maksimal dalam mensejahterakan rakyat, apalagi

setelah diberlakukannya UUD Nomor 22/2001 tentang tata kelola migas dimana

konsideran dalam konstitusi ini sangat kontradiktif dengan UUD 1945, UU ini

cenderung liberal karena menempatkan migas sebagai komoditi pasar, bukan

komoditas strategis. UU ini bisa menjadi ancaman karena bisa merapuhkan

kedaulatan negara akan sumber daya energinya sendiri. Dengan adanya penerapan

UU ini negara memiliki kontrol yang lemah akan produksi migas oleh pihak

kontraktor sehingga penerapan Cost Recovery selalu disalah gunakan, hal ini

sangat merugikan negara.

Pada dasarnya kebijakan pemerintah dalam konstitusi yang sering tidak berpihak

pada rakyat dikarenakan banyaknya praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme) ditubuh pemerintah, selain itu juga dominasi kapitalisme telah

menggerogoti Ideologi Pancasila. Oleh karenanya tidak ada jalan keluar selain

merevitalisasi semangat Ideologi Pancasila dalam setiap birokrasi pemerintah.

Page 2: Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

Liberalisasi Tata Kelola Migas Berkedok Konstitusi

Peraturan tata kelola pertambangan minyak bumi dan gas dalam konstitusi telah

diamandemen menjadi Undang-undang nomor 22 tahun 2001. Dalam putusan

undang-undang ini pengelolaan migas dibagi menjadi dua sektor yaitu hulu dan

hilir yang masing-masing memiliki ketentuan dan aturan, baik kegiatan hulu dan

hilir keduanya diserahkan kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) melaui

sistem tender dimana tender ini dibuka secara luas untuk BUMN, BUMD,

koperasi dan badan usaha swasta, dalam hal ini perusahaan milik negara seperti

Pertamina disejajarkan dengan perusahaan swasta. Dalam UU ini badan usaha

milik negara seperti Pertamina bukan hanya disejajarkan dengan perusahaan

swasta lainnya tapi juga adanya bentuk pelemahan BUMN dalam pengelolaan

migas1, selain itu juga dalam UU ini negara mengizinkan perusahaan asing untuk

menguasai usaha pertambangan hingga 95%2.

Penerapan undang-undang nomor 22 tahun 2001 menuai banyak polemik bagi

negara dikarenakan undang-undang ini syarat dengan liberalisasi, meskipun

beberapa konsideran dalam UU No 22/2001 merupakan bentuk pengejawantahan

dari pasal 33 UUD 1945 namun pada kenyataannya sangat kontradiktif, karena

migas ditempatkan sebagai komoditas pasar yang seharusnya menjadi komoditas

strategis. Buktinya dalam UU ini yang tercantum dalam isi kandungan pasal 28

ayat (2) dan ayat (3) negara menyerahkan penetapan harga komoditas kepada

mekanisme pasar hal ini membuka peluang besar bagi perusahaan asing untuk

menguasai migas di indonesia walau pada akhirnya mahkamah konstitusi (MK)

pada tanggal 21 Desember 2004 melakukan pencabutan pasal tersebut

dikarenakan bertentangan dengan UUD 1945 hal ini terjadi karena desakan dari

sejumlah LSM seperti APHI3, BPHI4, SNB5, dan serikat pekerja Pertamina

melalui Judicial Review Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi.

1 Lihat PP No 36/2004 dan Permen ESDM No 19/2009

2 Lihat UU No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal

3 Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia

4 Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia

5 Solidaritas Nusa Bangsa

Page 3: Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

Peranan Pertamina kini kian melemah setelah adanya aturan yang merubah bentuk

perusahaan Pertamina yang tadinya adalah milik negara sepenuhnya dan

mendapat hak monopoli pengelolaan pertambangan minyak bumi dan gas menjadi

perusahaan perseroan, padahal sebenarnya perubahan bentuk perusahaan

Pertamina sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 .Ayat (2) dan (3).

Dimana dalam pasal ini disebutkan bahwa

“ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ” 6

Dominasi perusahaan asing atas pengelolaan ladang migas menjadi sangat ironi,

Menurut data dari SKK Migas tahun 2012 88% ladang migas dikuasai perusahaan

asing, 8% BUMS nasional dan BUMN, serta 4% konsorsium yang melibatkan

perusahaan asing. UU No 22/2001 seakan sebuah agenda legalisasi liberalisasi

pengelolaan migas dengan dalih konstitusi, dengan adanya liberalisasi dalam

tubuh UUD tentang pertambangan migas dan dominasi pihak asing menyebabkan

kendali dan kontrol negara atas migas melemah, pemerintah sudah tidak memiliki

wewenang untuk melakukan kontrol terhadap penetapan harga pokok produksi,

pengajuan besaran cost of recovery dan lifting, sehingga banyak penyelewengan

yang dilakukan oleh perusahaan swasta asing yang sangat merugikan negara.

Lemahnya Konsepsi Cost recoverydan kerugiannya bagi negara

UU No 22/2001 mengganti penerapan sistem bagi hasil yang sebelumnya

didasarkan pada Kontrak bagi hasil (psc- production sharing contract)7, menjadi

kontrak kerjasama (KKS) dimana Pertamina bukan lagi sebagai perusahaan yang

ditunjuk sebagai perwakilan negara dalam pengelolaan kontrak namun negara

memberikan sepenuhnya pengelolaan kontrak bagi hasil kepada badan pelaksana

kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) didasarkan pada peraturan

pemerintah No.42 Tahun 2002. Dalam hal ini pembagian hasil produksi dihitung

6 Radhi, F. 2013. Deliberalisasi Tatakelola Migas. http//www.sidonews.com. 23 November 2013

(09:35)7 Kontrak bagi hasil pada masa itu didasarkan pada UU No 8/1971, dimana Pertamina ditunjuk

oleh pemerintah menjadi perwakilan dalam melakukan kontrak dengan perusahaan migas

Page 4: Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

setiap tahun berdasarkan presentase tertentu dari selisih antara hasil penjualan

produksi migas (lifting) dengan biaya pokok atau biaya operasionalnya, nilai

selisih ini disebut Equity to be split (ETBS).

pada kegiatan hulu pertambangan migas yang terdiri dari eksplorasi dan

eksploitasi, perusahaan KKKS ketika melakukan eksplorasi untuk menemukan

cadangan minyak harus mengeluarkan investasi besar terlebih dahulu, investasi ini

dipakai untuk membiayai semua kegiatan eksplorasi. Semua biaya ini ditanggung

sementara oleh pihak kontraktor selama kegiatan eksplorasi sampai didapatkannya

cadangan minyak, jika pihak kontraktor berhasil menemukan cadangan minyak

maka pemerintah akan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan dengan

mengurangi bagian migas yang akan dibagikan antara pemerintah dan perusahaan

(Equity to be Split), nilai penggantian ini disebut sebagai Cost Recovery. Namun

jika ternyata pihak kontraktor tidak berhasil menemukan cadangan minyak maka

seluruh biaya operasi eksplorasi ditanggung sendiri oleh pihak kontraktor.

Pada paragraf diatas telah diterangkan mengenai filosopi cost recoverysehingga

dapat diketahui dari mana asal-muasal adanya cost recoverydan pengaruhnya

terhadap penerimaan negara. Cost recoverypada penerapannya memiliki banyak

kelemahan hal ini dikarenakan dalam UU No 22/2001 belum adanya ketentuan

yang jelas yang mengatur akan komponen biaya yang bisa dikatagorikan sebagai

cost recovery, banyak sekali penyelewengan yang dilakukan oleh perusahaan

asing dalam pembebanan cost recovery, kadang perusahaan menggarkan biaya-

biaya yang sama sekali tidak relevan dengan kegiatan eksplorasi pertambangan,

hal ini tentunya sangat merugikan negara karena cost recovery yang tinggi akan

mengurangi besaran ETBS yang merupakan pembagian hasil antara negara dan

pihak kontraktor, dengan begitu sama saja perusahaan mengambil porsi

keuntungan yang besar diawal dengan me-mark-up baiaya biaya yang dibebankan

pada cost recovery. Kerugian negara dari penerapan cost recovery terlihat dari

anggaran APBN dimana setiap tahunnya besaran cost recovery yang dianggarkan

cenderung meningkat, sedangkan lifting justru menurun. Negara tidak bisa

mengelak dengan adanya penyelahgunaan dalam cost recovery karena negara

Page 5: Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

tidak memiliki kontrol akan berapa volume produksi yang dihasilkan, kendali

sepenuhnya ada di pihak kontraktor.

Kapitalisme akar dari semua masalah

Arus globalisasi dibidang perdagangan seakan mengarahkan ekomoni dunia untuk

berkiblat pada ekomoni kapitalis, hal ini terlihat dari beberapa kebijakan

internasional yang mengatur tentang perdagangan antar negara. Sama halnya

dengan sistem perekonomian konvensional yang diterapkan oleh negara indonesia

hampir semuanya mengarah pada kapitalisasi, dimana pihak yang memiliki modal

terbesar memiliki pengaruh yang besar dalam kebijakan negara.

Hegemoni kapitalisme bukan hanya pada bidang ekonomi tapi juga menjalar

dalam bidang pendidikan, dimana institusi pendidikan bukannya menjadi tempat

pembelajaran suatu bidang ilmu secara konprehensif dan penanaman nilai-nilai

yang telah diwariskan, malah layaknya menjadi tempat peternakan dengan

mendidik lulusannya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan perusahaan dalam

lowongan pekerjaan. Banyak institusi pendidikan yang mulai menggeser tujuan

mereka yang semestinya mendidik lulusannya untuk kesejahteraan masyarakat

malah menjadi kesejahteraan pribadi bahakan dengan cara-cara yang tidak

konfromis. Tidak mengherankan jika banyak lulusan yang hanya mengejar nilai

tanpa tahu kualitas dari keilmuan yang ia pelajari, wajah kapitalisme inilah yang

saat ini sudah meracuni ideologi pancasila8. Jika kita melihat banyak sekali

konstitusi yang kontradiktif dengan asas pancasila dan pembukaan UUD 1945,

wajah konstitusi saat ini adalah bentuk keinginan para elit politik yang sering

berpihak pada asing, tak sedikit hak hidup rakyat untuk sejahtera yang luput dari

penerapan konstitusi, sebagai akibatnya budaya KKN sering mewarnai konstelasi

politik negara, oleh karenanya anomali hukum terjadi hampir disemua sektor hal

ini tidak lain karena adanya ambivalensi nilai-nilai pancasila di setiap penetapan

kebijakan oleh para penguasa.

Saran

8 Pranawadipta, K ., M. Prendit, dan L. Lelepadang. 2008. Kapitalisme sebagai Penyebab Korupsi.

Corruption Cultulre in Indonesia Proceedings. 5-6 Desember: 127-139.

Page 6: Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

Dalam hal ini penulis memiliki dua saran yaitu mengusungkan perbaikan dalam

pendidikan dan konstitusi yang mengatur pengelolaan migas:

Perbaikan Pendidkan

Pemerintah melalui sarana pendidikan harus merevitalisasi kembali pendidikan

pancasila yang menjadi ideologi negara, dengan menerapkan pendidikan pancasila

dalam kurikulum, memberikan perhatian penuh pada pendidikan karakter dan

moral bukan hanya pendidikan yang mengarah pada penilaian kogntif, pendidikan

harus dikembalikan kepada orientasi dasar yaitu mencetak manusia yang beradab

yang saat ini sering luput dari pendidikan kita. karena saat ini pendidikan kita

terkesan seperti pendidikan kapitalis yang menjadikan lembaga pendidikan

sebagai peternakan untuk nantinya di ekploitasi melalui pekerjaan. Dengan

beradabnya para lulusan dan didasari dengan ideologi pancasila, akan berkolerasi

dengan pemerintahan yang terbentuk dengan begitu tidak ada lagi kebijakan yang

ditumpangi dengan kepentingan individu.

Perbaikan konstitusi

Isi ketetapan peraturan pemerintah tentang pengelolaan migas harusnya

dijabarkan dan didefinisikan dengan jelas menganai apa-apa yang berkaitan

dengan pengelolaan migas, dalam hal ini penerapan cost recoverydiniali banyak

celah yang merugikan negara karena tidak adanya ketetapan yang jelas mengenai

komponen penghitungan cost recovery, selain UU juga seharusnya mengatur

fungsi pengawasan KKKS secara optimal.

Daftar pustaka

“UU Migas, Sudahkah Rakyat ter-Sejahtera-kan ?“. 2011.

(http://umum.kompasiana.com/2009/07/uu-migas-sudahkah-rakyat-ter-

sejahtera-kan/). 22 November 2013 pkl: 08.00 WIB.

Dharmawan, H. dkk. 2005. BBM Antara Hajat Hidup dan Lahan Korupsi.

Jakarta: kompas.

Salim, H. 2004. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers

Page 7: Liberalisasi Migas Dalam Uu No 22 Tahun 2001 Dan

Judul Naskah Esai :

Ancaman Kedaulatan Energi Migas Dalam UU No 22 Tahun 2001 dan Relevansinya Terhadap Penerapan Cost Recovery.

Nama Penulis : Angga Khoerul Umam

Tempat & Tanggal Lahir : Serang, 22 September 1992

Nama Perguruan Tinggi : Universitas Airlangga

Nama Fakultas & Jurusan/Program studi : Fakultas ekonomi dan bisnis

Domisili : Gubeng Kertajaya 5D/22, Surabaya, Jawa Timur

Alamat Email : [email protected]

Telepon/Ponsel : 085691573709