Upload
evin-kamil
View
26
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kajian low cost green car
Citation preview
5/23/2018 LCGC
1/7
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS HUKUM
TUGAS KEBIJAKAN PUBLIK
MENGENAI LOW COST GREEN CAR (LCGC)
Dosen Pengampu:
Dr. Zainal Arifin Muchtar, S.H., LL.M.
Oleh:
Nama: Evin Septa Haryanto Kamil
NIM: 10/299839/HK/18508
YOGYAKARTA
2014
5/23/2018 LCGC
2/7
PENDAHULUAN
Latar Belakang Munculnya Kebijakan Low Cost Green Car (LCGC)
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman, kendaraan yang berasal dari
pabrikan Indonesia semakin banyak yang muncul. Dengan berbagai merek, model dan harga.
Namun, masih disayangkan Indonesia belum mampu memproduksi kendaraan sendiri dengan
kualitas yang tinggi dikarenakan masih mengimpor dari beberapa negara lain.
Yang masih hangat di telinga kita, Indonesia melalui tangan anak-anak SMK dapat
menciptakan mobil sendiri. Mobil rakitan anak-anak SMK di Solo yang diberi nama Esemka.
Bahkan para pejabat tinggi di Solo menggunakan mobil tersebut sebagai kendaraan dinasnya.
namun, mobil-mobil buatan anak SMK ini ternyata belum dapat dipasarkan secara resmi di
Indonesia dikarena masih harus melalui tahapan-tahapan untuk dapat dipasarkan.
Kepercayaan konsumen terhadap kualitas mobil ini juga masih kurang sehingga mobil-mobil
impor lebih diminati oleh mayoritas konsumen.
Seperti yang kita ketahui, setahun belakangan ini sedang masyarakat Indonesia
dihebohkan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk meluncurkan mobil murah atau biasa
yang disebut Low Cost Green Car (LCGC) untuk masyarakat menengah ke bawah.
Kemunculan mobil- mobil dengan merek dari berbagai pabrikan dibandrol dengan kisaran
harga 76,5-120,75 juta. Hal ini lantas menjadi perhatian dari masyarakat. Bukan hanya
kalangan pecinta otomotif, tetapi juga para pemerhati sosial, pejabat pemerintah sampai
politisi. Tentu saja bukan karena keanehan bentuk atau kehebatan kemampuan
kenyamanannya, tapi karena kisaran harga yang dianggap murah dan sangat terjangkau bagi
masyarakat level menengah ke bawah. Pro kontra semakin ramai ketika efek kehadiran mobil
murah ini dikaitkan dengan makin meningkatnya penggunaan BBM bersubsidi. Walaupun
mobil murah ini di design untuk menggunakan bahan bakar pertamax, namun melihat target
pasarnya adalah kalangan menengah ke bawah, bisa dipastikan mereka akan tetap memilih
premium yang harganya jauh lebih murah.
Pengadaan kebijakan mobil murah dan ramah lingkungan atau LCGC yang ditujukan
untuk mengatasi masalah transportasi ini menimbulkan berbagai perdebatan diantara berbagai
lapisan masyarakat. Tidak sedikit dari mereka mengkritik kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tersebut.
5/23/2018 LCGC
3/7
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ini pun juga menuai kontra dari beberapa
pemerintah lainnya. Seperti Gubernur DKI Jakarta (Joko Widodo) dan Gubernur Jawa
Tengah (Ganjar Pranowo). Jokowi mengatakan bahwa yang seharusnya dilakukan saat ini
adalah memperbaiki transportasi massal, karena masyarakat membutuhkan transportasi yang
nyaman, aman dan murah.
Tidak hanya itu, kritikan juga kembali harus diterima produsen kendaraan mobil
murah. Para pengusaha angkutan yang tergabung dalam Organda memperkirakan kehadiran
mobil murah ramah lingkungan ata Low Cost Green Car dapat mengganggu keberadaan
angkutan umum darat, khususnya angkutan umum jarak pendek dan dalam kota. Kehadiran
mobil murah yang memicu kemacetan bakal membuat rute yang biasa ditempuh angkutan
umum jarak pendek semakin panjang. Kemacatan yang muncul akibat bertambahnya jumlah
kendaraan akan membuat rata-rata kecepataan kendaraan di perkotaan turun sekitar 2%-4%
setiap enam bulannya.
Masih perlu dikaji apakah benar LCGC akan ramah lingkungan jika masih
menggunakan BBM. Pemerintah semestinya mewajibkan LCGC memakai bahan bakar gas
(BBG) ataupun menggunakan energi listrik yang jelas-jelas lebih ramah lingkungan
dibandingkan BBM. Selain ramah lingkungan, penggunaan BBG akan menghemat devisa
karena tak perlu impor. Hal yang masih tabu adalah masih belum memadainya infrastruktur
transportasi di kota-kota besar tak terkecuali DKI Jakarta. Seharusnya, kehadiran mobil
murah harus didukung dengan transportasi massal yang baik, seperti mass rapid
transit (MRT), monorel, dan bus. Pemerintah harus mempercepat program transportasi
massal yang aman dan nyaman. Transportasi massal harus menjadi persyaratan mutlak untuk
program LCGC yang harus menjadi perhatian pemerintah.
Dari beberapa faktor diatas penulis akan menyampaikan opini atau kajian terkait
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yaitu Kebijakan Low Cost Green Car (LCGC).
5/23/2018 LCGC
4/7
PEMBAHASAN
Kebijakan mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green car (LCGC) yang
dikeluarkan pemerintah perlu dilakukan pengkajian ulang yang lebih komprehensif untuk
mengetahui dampak positif dan negatif kebijakan tersebut. Kebijakan pemerintah
memproduksi mobil murah ternyata mendapat kritik dari berbagai kalangan. Sebagai
pemimpin, pemerintah hendaknya harus berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Jangan
sampai tujuan pemerintah yang baik awalnya justru akan menimbulkan masalah baru, yang
sebelumnya tidak terlihat. Atau bisa menambah rumit permasalahan yang sudah ada. Menurut
saya kebijakan Low Cost Green Car ini merupakan suatu kebijkan yang muncul ketika
pemerintah mengalami kegagalan dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan
dengan transportasi, seperti kemacetan yang semakin parah, kondisi angkutan umum yang
semakin buruk, keamanan yang semakin terancam, dan masih banyak lagi masalah-masalah
yang terkait. Dikeluarkannya kebijakan ini sebagai kebijakan yang diagung-agungkan karena
pemerintah seolah-olah menjadi pahlawan, karena dengan kebijakan pemerintah tersebut
kalangan menengah ke bawah bisa memiliki mobil dengan harga terjangkau, kita bisa melihat
warga indonesia hampir di setiap rumah memiliki satu buah mobil.
Kebijakan LCGC tidak sejalan dengan program pemerintah untuk mengurai macet di
Jakarta. Di dalam Pola Transportasi Makro (PTM) yang merupakan bagian dari Kebijakan
Pemda DKI Jakarta, peningkatan mobil pribadi justru menjadi masalah yang perlu
diselesaikan. Karena akan berdampak pada peningkatan emisi bahan bakar, meningkatnya
konsumsi BBM, pemborosan energi, dan pemborosan biaya.
Rencana pemerintah memberikan insentif pajak untuk mobil murah ramah lingkungan
berdasarkan program pemerintah yaitu untuk menciptakan transportasi massal yang nyaman
sehingga mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi. Menurut saya,rencana
pemerintah tersebut perlu dipertimbangkan kembali. Karena faktanya berbeda jauh dengan
tujuan tersebut. Terbukti, kendaraan yang diproduksi itu hanya berkapasitas lima penumpang
(ukuran sedan). Jika pengendara motor beralih untuk memakai mobil tersebut, yang
dimensinya tiga kali ukuran motor biasa, jelas akan memperparah kemacetan di Jakarta.
Kebijakan mobil murah lebih merugikan publik daripada manfaat yang akan dirasakan oleh
masyarakat. Karena, kebijakan tersebut jika tidak diikuti dengan perbaikan sarana
transportasi umum akan menjadikan masyaraka tkehilangan hak atas mobilitas serta
transportasi yang layak, kelancaran arus barang dan mobilitas orang pada kota metropolitan
5/23/2018 LCGC
5/7
akan terganggu, serta aksesibilitas masyarakat dari dan ke daerah tertinggal akan semakin
susah. Jadi, kebijakan yang benar adalah kebijakan yang masyarakatnya itu diproteksi,
bukan diabaikan haknya.
Pertanyaannya, bagaimana dengan kesiapan sarana prasarana kesediaan jalan dalam
menampung sejumlah kehadiran mobil murah yang ada di jalanan nantinya? Meskipun
pemerintah telah berusaha memecahkan masalah dengan membangun jalan baru, membangun
jalan tol dalam kota, akan tetapi terbukti bahwa kebijakan ini tidak mampu mengatasi
berbagai masalah kemacetan karena laju kenaikan jumlah kendaraan jauh lebih besar
daripada laju pertambahan ruas jalan. Masalah ini juga memperburuk kondisi lingkungan di
wilayah DKI Jakarta.
Kebijakan Low Cost Green Car mengisyaratkan bahwa pemerintah tidak konsisten
terhadap program pengurangan emisi. Tujuan mengurangi konsumsi BBM bersubsidi
pun tidak masuk akal. Menurut rencana pemerintah yang saya baca, mobil LCGC dilarang
menggunakan BBM bersubsidi. Jika mobil LCGC memang ditujukan untuk golongan
ekonomi yang bukan golongan ekonomi atas, tentunya pengguna pun akan cenderung
mengkonsumsi BBM bersubsidi yang harganya separuh dari BBM non-bersubsidi. Jika
LCGC memang dilarang memakai BBM bersubsidi, sudah pasti konsumen akan lebih
memilih menggunakan mobil konvensional dengan konsumsi BBM 12 kilometer per liter
daripada mobil murah dengan konsumsi BBM 20 kilometer per liter jika mobil konvensional
masih boleh menggunakan BBM bersubsidi. Karena saat ini banyak mobil mewah yang
masih menggunakan BBM bersubsidi. Jadi, bisa dikatakan tujuan pemerintah mengurangi
konsumsi BBM bersubsidi terkesan mengada-ada. Seharusnya, tugas yang perlu dipikirkan
oleh pemrintah adalah bagaimana sistem kontrol terhadap mobil mewah yang masih
menggunakan BBM bersubsidi, bukan malah sebaliknya..
Penggunaan energi BBM sudah jelas menghasilkan emisi CO2 yang signifikan, yang
berdampak pada terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak perubahan iklim
bukan hanya terjadi pada negara yang mengkonsumsi BBM tinggi, tetapi juga negara-negara
lain yang tidak mengkonsumsi BBM sekalipun.
Faktanya, justru sektor transportasi darat merupakan salah satu sektor yang banyak
mengkonsumsi BBM dan menghasilkan CO2 dengan kontribusi cukup signifikan terhadap
pemanasan global. Dengan pengorbanan sebesar Rp 588 milyar berupa insentif PPnBM untuk
mobil jenis LCGC, pemerintah seperti membodoh-bodohi dirinya sendiri dan publik dengan
5/23/2018 LCGC
6/7
mengatakan LCGC sebagai mobil murah yang ramah lingkungan. Dikatakan Low Cost
karena cost yang seharusnya ditanggung oleh konsumen mendapat bantuan insentif dari
pemerintah, sehingga mobil yang mereka beli terkesan murah, padahal sama saja. Mengenai
Green Car yang dimaksud juga tidak sinergis dengan tujuan sebelumnya yang mengatakan
untukefisiensi energi dan mengurangi emisi. CO2 adalah produk akhir proses oksidasi bensin
(bahan bakar). Senyawa ini dihasilkan dari penggabungan C dalam bensin dengan O2 dalam
udara CO2 itu sendiri bukan komponen yang berbahaya. Namun, jika konsentrasi CO2 tinggi
di bumi, maka akan mencegah panas permukaan keluar ke angkasa luar, yang akhirnya akan
meningkatkan suhu bumi. Gas-gas, seperti CO2 tersebutlah yang memiliki efek
meningkatkan suhu di bumi. Kecuali jika LCGC menggunakan energi matahari,emisi akibat
BBM tentu akan bisa dihindarkan. Jadi, jika pemerintah memang bertujuan untuk efisiensi
energi dan BBM, serta mengurangi emisi dan polusi udara, sebaiknya tindakan yang
dilakukan jangan setengah-setengah. Lakukan kebijakan dari akar permasalahannya. Salah
satunya mengurangi jumlah kendaraan yng notabene sebagai pengkonsumsi BBM terbanyak
yang berdampak pada semakin parahnya tingkat emisi yang diakibatkannya. Pemerintah tidak
semestinya mempermudah peluang konsumen untuk memiliki kendaraan pribadi. Karena jika
iya, itu berarti pemerintah semakin memperbanyak sumbangannya terhadap emisi dan
pencemaran udara. Faktanya,Indonesia merupakan salah satu penghasil polusi tertinggi di
kawasan Asia bahkan didunia, penyumbang polusi tertinggi berasal dari gas buangan (emisi)
berbagai jenis kendaraan bermotor. Jadi, tidak akan realistis jika pemerintah justru
menambah jumlah kendaraan lagi.
Mungkin ada beberapa saran atau solusi yang dapat kita bersama tawarkan dalam hal
ini seperti contohnya pemaksimalan moda transportasi angkutan massal, baik itu bus, KRL
ataupun sejenisnya. Kebijakan mobil murah atau Low Cost Green Car (LCGC) hanya
menguntungkan pihak industri otomotif karena potensi pasar menjadi besar dan peningkatan
produksi akan bertambah. Hal ini berdampak negatif pada masyarakat dan pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2013 terkait LCGC dapat dikaji ulang dan di revisi
sehingga kebijakan publik dapat mencapai sasarannya yaitu masyarakat. Pemerintah pusat
seharusnya mendukung pemerintah daerah dalam mengatasi kemacetan di daerah masing-
masing terkait dengan transportasi publik. Adanya mobil murah tidak berdampak apa-apa
terhadap masyarakat dan pemerintah pun akan merugi karena terjadi pembengkakan subsidi
BBM. Industri Otomotif bukan tidak mungkin benar-benar berperan besar terhadap
Ketahanan Ekonomi Nasional, bahkan dalam paparan Direktur Jenderal Industri Unggulan
5/23/2018 LCGC
7/7
Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian bahwa sektor otomotif menyumbang
pemasukan pajak Rp 75 Triliun bahkan ekspor mobil Indonesia sudah merambah ke 80
negara di belahan Asia, Afrika, bahkan sampai ke Amerika Selatan. Bukan sebuah kejutan
kalau mobil Avanza yang akan mengantar wisatawan ketika berada di Afrika Selatan, jadi
ada potensi besar sebenarnya dari sektor ini. Hanya memang persoalan yang terjadi tetaplah
memerlukan keseriusan dari pemerintah untuk menanganinya.