10
I/1 Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan secara geografis terletak di khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana alam. Letak negara di khatulistiwa juga menyebabkan wilayah Indonesia memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan dan kemarau yang sama panjang. Pada saat kondisi iklim global berpengaruh terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan musim dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Lempeng Eurasia yang bertumbukan langsung dengan Lempeng Indo Australia membentuk tunjaman lempeng tektonik yang melintas dari barat Sumatera melalui selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Bagian timur Indonesia merupakan pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Philipina, Pasifik dan Australia. Kondisi pertemuan lempeng tersebut menyebabkan Indonesia berpotensi terhadap gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor dan tsunami. Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah, jumlah penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata ruang yang belum tertib, masalah penyimpangan pemanfaatan kekayaan alam, keanekaragaman suku, golongan, agama, adat dan budaya yang masih mengakar hingga saat ini dan pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang sangat kompleks, mengakibatkan wilayah Indonesia berpotensi rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana yang disebabkan ulah manusia. Secara umum terdapat beberapa peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun; bahkan saat ini peristiwa bencana lebih sering terjadi

Latar Belakang Gunung Berapi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gunung berapi

Citation preview

Page 1: Latar Belakang Gunung Berapi

I/1

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara kepulauan secara geografis

terletak di khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta

di antara Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan

tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia

sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana

alam. Letak negara di khatulistiwa juga menyebabkan wilayah

Indonesia memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan

dan kemarau yang sama panjang. Pada saat kondisi iklim global

berpengaruh terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan

musim dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir,

kekeringan dan kebakaran hutan. Lempeng Eurasia yang

bertumbukan langsung dengan Lempeng Indo Australia

membentuk tunjaman lempeng tektonik yang melintas dari barat

Sumatera melalui selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Bagian

timur Indonesia merupakan pertemuan tiga lempeng yaitu

lempeng Philipina, Pasifik dan Australia. Kondisi pertemuan

lempeng tersebut menyebabkan Indonesia berpotensi terhadap

gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor dan tsunami.

Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah, jumlah

penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata,

pengaturan tata ruang yang belum tertib, masalah penyimpangan

pemanfaatan kekayaan alam, keanekaragaman suku, golongan,

agama, adat dan budaya yang masih mengakar hingga saat ini

dan pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang

sangat kompleks, mengakibatkan wilayah Indonesia berpotensi

rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana yang

disebabkan ulah manusia. Secara umum terdapat beberapa

peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun; bahkan

saat ini peristiwa bencana lebih sering terjadi

Page 2: Latar Belakang Gunung Berapi

I/2

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

Tidak berbeda dengan negara lain, Indonesia juga rawan

terhadap berbagai bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi,

transportasi, gangguan ekologis, biologis serta kesehatan.

Serangan teroris juga merupakan ancaman yang sudah terbukti

menimbulkan bencana nasional.

Sejarah kebencanaan di Indonesia telah memberikan

dampak yang cukup signifikan dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Terjadinya bencana alam tsunami Flores, Aceh-Nias

dan Pangandaran; gempa Nabire dan Yogyakarta; erupsi gunung

berapi Soputan, Merapi, Semeru; banjir Jakarta, Lampung, Jawa

Barat, Jawa Tengah dan beberapa daerah lain di luar Jawa;

tanah longsor Trenggalek, Banjarnegara, Bandung, Padang;

kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan;

kekeringan di wilayah Indonesia timur; wabah flu burung dan

HIV/AIDS; konflik etnis Sambas, Ambon dan Poso yang terjadi di

beberapa tahun lalu merupakan potret kebencanaan di Indonesia

yang memberikan dampak negatif terhadap hasil pembangunan.

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di tengah

Pulau Jawa. Karakteristik fisik Provinsi Jawa Tengah mempunyai

bentuk bervariasi yang tidak lepas dari proses pembentukannya.

Sebagaimana layaknya kepulauan yang terjadi karena tumbukan

lempeng, di Provinsi Jawa Tengah terdapat busur gunung berapi

yang tumbuh pada zona lemah sehingga terdapat beberapa

gunung berapi di atasnya. Dampak dari tumbukan lempeng

tektonik adalah terjadinya pengangkatan dan pelipatan lapisan

geologi pembentuk pulau sehingga membentuk geomorfologi

yang bervariasi seperti dataran landai, perbukitan dan dataran

tinggi. Kondisi geologi yang demikian menjadikan Provinsi Jawa

Tengah mempunyai potensi ancaman bencana alam. Gempa

bumi di Klaten, tsunami di pantai selatan Jawa, erupsi gunung

berapi Merapi dan tanah longsor di Banjarnegara merupakan

sebagian bukti kebencanaan yang pernah terjadi di Provinsi Jawa

Tengah.

Page 3: Latar Belakang Gunung Berapi

I/3

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

Kondisi iklim tropis Provinsi Jawa Tengah yang terletak

antara 5o40'-8o30' LS dan antara 108o30'-111o30' BT menjadikan

potensi dan ancaman bencana. Dampak dari bahaya iklim

tersebut adalah banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan badai

angin. Kejadian bencana alam karena iklim dalam sepuluh tahun

terakhir diantaranya adalah banjir di Demak, Semarang, Brebes,

Cilacap, Kebumen dan Purworejo; kekeringan di Demak,

Grobogan dan Wonogiri; kebakaran lahan di lereng Lawu,

Merbabu, Merapi, Sumbing dan Slamet; terjadi pula badai angin

terjadi di Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Klaten dan bagian

selatan Provinsi Jawa Tengah.

Kesenjangan antar wilayah, antar kelompok masyarakat

dan perbedaan sosial ekonomi di beberapa daerah di Jawa

Tengah dapat menimbulkan konflik sosial. Kesenjangan ekonomi

dan beragamnya golongan menjadikan potensi kerusuhan sosial

semakin nyata. Beberapa daerah yang dilaporkan pernah terjadi

konflik sosial di antaranya Jepara, Brebes, Tegal dan Wonosobo

disamping ancaman nyata di eks Karesidenan Surakarta.

Sebagai daerah terbuka, daerah penghubung utama antar

provinsi di Sumatera–Jawa dan Bali sampai Nusa Tenggara,

maka Provinsi Jawa Tengah sangat potensi terjadi berbagai

Kejadian Luar Biasa (KLB), wabah dan epidemi penyakit menular

baik pada hewan dan atau manusia yang mengakibatkan

kerugian dan atau permasalahan sosial lainnya. Hampir semua

Kabupaten/Kota dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir pernah

mengalami kasus–kasus KLB, wabah dan atau epidemi penyakit;

seperti diare, campak, malaria, HIV/AIDS termasuk KLB Avian

Influenza atau Flu Burung.

Pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti

pencemaran air, tanah, udara dan terjadinya abrasi-sedimentasi

merupakan indikasi penurunan kualitas lingkungan di beberapa

Kabupaten/Kota seperti Karanganyar, Surakarta, Tegal,

Pemalang, Pekalongan, Rembang dan Cilacap. Sebagai jalur

penghubung utama transportasi, maka kegagalan teknologi dan

Page 4: Latar Belakang Gunung Berapi

I/4

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

ulah beberapa anggota masyarakat yang tidak bertanggungjawab

dapat mengakibatkan kecelakaan lalulintas dan kecelakaan kerja.

Hal ini merupakan salah satu potensi ancaman bahaya yang

harus diperhitungkan pada masa yang akan datang.

Berbagai kejadian bencana di Provinsi Jawa Tengah

menunjukkan bahwa daerah ini merupakan wilayah yang

mempunyai potensi ancaman bencana. Pada hakekatnya semua

jenis bencana, baik yang disebabkan oleh alam, non alam dan

bencana sosial selalu berpotensi mengancam kehidupan seperti

timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis bagi masyarakat. Mengingat

kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis Provinsi

Jawa Tengah, maka diperlukan suatu upaya yang menyeluruh

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik ketika

bencana itu sedang terjadi, sudah terjadi maupun bencana yang

berpotensi terjadi dimasa yang akan datang. Hal tersebut

merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam

melindungi segenap warga dengan tujuan untuk memberikan

perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk

perlindungan atas korban bencana, kesemuanya itu dilakukan

dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang

berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penanganan bencana pada saat ini cenderung kurang

efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain

paradigma penanganan bencana yang bersifat parsial, sektoral

dan kurang terpadu, disamping itu masih memusatkan tanggapan

pada upaya pemerintah, sebatas pemberian bantuan fisik dan

dilakukan hanya pada fase kedaruratan. Pada bagian lain,

perubahan pada sistem pemerintahan serta semakin terlibatnya

organisasi non pemerintah dalam kegiatan kemasyarakatan

memerlukan perubahan mendasar pada sistem penanganan

bencana.

Page 5: Latar Belakang Gunung Berapi

I/5

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

Latar belakang tersebut menjadikan konsep Pengurangan

Resiko Bencana (PRB) perlu diintegrasikan ke dalam

perencanaan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah dalam

bentuk Rencana Aksi Daerah (RAD).

B. MAKSUD

Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana

(RAD PRB) ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah dan masyarakat dalam menyusun

pedoman perencanaan, kebijakan publik dan implementasi dalam

pengurangan resiko bencana di Jawa Tengah secara lebih

terpadu dan efektif.

C. TUJUAN

Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana

(RAD PRB) ini bertujuan sebagai landasan konseptual, landasan

operasional dan keterpaduan pelaksanaan dalam pengurangan

resiko bencana di Jawa Tengah. Landasan konseptual diartikan

sebagai landasan untuk menyamakan visi pendekatan dalam

memahami bencana sebagai ancaman yang riil dan dapat terjadi

pada suatu waktu tertentu dan menjadi tanggung jawab bersama.

Landasan operasional diartikan bahwa RAD PRB merupakan

acuan dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengurangan

resiko bencana sehingga lebih terarah dan mempunyai tujuan

yang jelas. Keterpaduan pelaksanaan sangat penting utamanya

agar semua kegiatan dapat dilakukan dalam wadah koordinasi,

integrasi dan sinkronisasi kendali, sehingga pelaksanaannya

lebih jelas dan tidak terjadi tumpang tindih antara satu dengan

yang lainnya.

Page 6: Latar Belakang Gunung Berapi

I/6

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

D. RUANG LINGKUP

Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana

(RAD PRB) ini mempunyai ruang lingkup wilayah Provinsi Jawa

Tengah sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik

Indonesia; Di dalamnya memuat kebijakan dan program-program

dalam rangka pengurangan ancaman bahaya, pengurangan

kerentanan dan penguatan kapasitas masyarakat terhadap

ancaman bencana yang bersifat dinamis dalam jangka waktu

2008-2013; Adapun penjabaran pelaksanaannya berdasarkan

prioritas sesuai dengan tugas dan fungsi kelembagaan di daerah.

E. BATASAN ISTILAH

1. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa

yang bisa menimbulkan bencana.

2. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan

bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat

keadaan darurat.

3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

4. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh

alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

5. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain

berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan

wabah penyakit.

Page 7: Latar Belakang Gunung Berapi

I/7

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

6. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh

manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau

antarkomunitas masyarakat, dan teror.

7. Kapasitas adalah penguasaan sumber daya, cara, dan

kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan

mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri,

mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat

memulihkan diri dari akibat bencana.

8. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk

menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

9. Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis,

geografis, sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya dan

teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka

waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat

tersebut mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan

menanggapi dampak bahaya tertentu.

10. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian

serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

11. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang

menderita atau meninggal dunia akibat bencana.

12. Lembaga internasional adalah organisasi yang berada

dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-

Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan

Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya dan

lembaga asing nonpemerintah dari negara lain di luar

Perserikatan Bangsa-Bangsa.

13. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat

berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik

daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai dengan

Page 8: Latar Belakang Gunung Berapi

I/8

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

ketentuan peraturan perundang-undangan yang

menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang

bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

14. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko

bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi

ancaman bencana.

15. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, atau

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah.

16. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

17. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk

mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup

yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali

kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan

upaya rehabilitasi.

18. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko

bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana

maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

19. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang

terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk

jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak

buruk bencana.

20. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian

peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang

Page 9: Latar Belakang Gunung Berapi

I/9

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh

lembaga yang berwenang.

21. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis,

biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya,

politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk

jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan

mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi

kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya

tertentu.

22. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek

pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang

memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran

utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar

semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat

pada wilayah pasca bencana.

23. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua

prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah

pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun

masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan

berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,

tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta

masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat

pada wilayah pasca bencana.

24. Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan

akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu

tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa

terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan

atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

25. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan

yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu

tertentu atas dasar rekomendasi dari institusi/badan yang

diberi tugas untuk menanggulangi bencana.

Page 10: Latar Belakang Gunung Berapi

I/10

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013

26. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan

yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana

untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi

kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,

pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan

pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan

sarana.