52
Teknologi Pendidikan gustianarozi Menu Langsung ke isi Beranda

Landasan kurikulum pendidikan indonesia tahun 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Teknologi Pendidikan

gustianarozi

MenuLangsung ke isi

Beranda Profile

Teknik   Elektro Teknologi   Pendidikan S1 KKT Teknik   Informatika

PHILOSOPHOCAL FOUNDATIONS OF CURICULUM ( LANDASAN FILOSOFIS KURIKULUM)A. Pendahuluan

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dipandang sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan – landasan yang kuat, yang didasarkan kepada hasil – hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan kepada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

B. Filsafat dan Kurikulum

Filsafat membantu orang orang yang berhubungan dengan kurikulum yang didasarkan pada bagaimana sekolah dan kelas diorganisir. Pentingnya filsafat itu menentukan keputusan – keputusn dalam sebuah kurikulum, seperti menurut L. Thomas Hopkins, ketika pejabat dipendidikan menyarankan akan skedul yang berpihak kepada gurudan siswa, pasti berdasarkan kepada filsafat yang dianutnya. Selanjutnya Hopkins menyatakan bahwa filsafat itu penting untuk semua aspek kurikulum. Apakah filsafat itu dinyatakan secara jelas atau tidak. Jhon Goodlad menyatakan bahwa filsafat adalah titik awal dalam memutuskan suatu kurikulum dan menjadi basis untuk semua bagian kurikulum. Filsafat menjadi kriteria untuk menentukan tujuan, alat dan hasil dari kurikulum.

Smiths, Stanlay dan Shores juga berpendapat bahwa peranan filsafat dalam mengembangkan kurikulum adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan tujuan pendidikan2. Menyeleksi dan mengorganisasikan pengetahuan3. Memformulasi aktifitas dan proses dasar

Menjawab masalah ketimpangan antara apa yang dilihat dengan yang sebenarnya.

C. Filsafat dan Peranan Kurikulum

Filsafat mempengaruhi pandangan kurikulum yang mana kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang telah direncanakan, dan mengembangkan peran sebagai berikut:

1. Peranan Konseruatif

Menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana mantransnusikan nilai – nilai budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda.

1. Peranan Kreatif

Menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan pertimbangan yang terjadi dan kebutuhan – kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan yang akan datang.

1. Peranan Kritis dan Evaluatif

Peranan imi dilatar belakangi oleh adanya budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai – nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.

D. Filsafat Sebagai Sumber Kurikulum

Sumber kurikulum ada dua, yaitu :

1. Titik awal dari pengembangan kurikulum2. Sebagai interpedensi ( menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya)

Jhon Dewey menyakan bahwa bagian dari filsafat adalah menyediakan kerangka kerja atau acuan bagi tujuan, metode dari sekolah( menyediakan pengetian umum tentang kehidupan dan cara berfikir). Selanjutnya Jhon Dewey menyakan bahwa filsafat itu tidak hanya sebagai titik awal tetapi juga penting bagi segala aktifitas kurikulum dan sekolah yang merupakan laboratorium pendidikan, dimana perbedaan filsafat terlihat dengan jelas.

Sementara itu menurut Tyler’s filsafat adalah suatu kriteria untuk menyusun pendidikan, selanjutnya tyler’s juga berpendapat bahwa filsafat sosial dan pendidikan yang dianut oleh suatu sekolah dapat berfungsi sebagai lapissan pertama untuk mengembangkan program – program sekolah, karena itu filsafat pendidikan dalam masyarakat demokrasi secara tegas juga menekankan niai – nilai demokrasi disekolah.

E. Aliran – Aliran Filsafat Utama

Ada beberapa aliran filsafat yang mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan di Amerika, diantaranya ialah Idealisme, realisme, Pragmatisme, dan eksistensialisme. Untuk lebih jelasnya, bentuk ini akan diuraikan secara ringkat keempat aliran tersebut :

1.      Idealisme

Tokoh – tokoh yang menganut faham idealisme adalah Plato, yang berpengruh besar terhadap faham – faham pendidikan. Idealisme menekankan kepada moral dan kenyataan spritual sebagai

ide utama dalam dunia. Kebenaran dan nilai – nilai yang sifatnya absolut tak terbatas waktu dan universal. Pikiran dan ide sifatnya permanen terus menerus dan tersusun pada susunan yang sempurna.

Mengetahui adalah memikirkan kembali ide terakhir yang pernah muncul dalam pikiran. Tugas guru adalah membangkitkan pengetahuan yang dimilikikepada kesadaran. Oleh karenya, belajar melibatkan ingatandan belajar dengan ide, kemudian pendidikan sangat konsen terhadap konsep – konsep materi pendidikan yang idealis lebih menyukai susunan dan poloa dari ilmu pengetahuan dalam kurikulum yang berhubungan dengan ide-ide dan konsep satu sama lain.

2.      Realisme

Tokoh aliran realisme adalah Aristoteles, Thomas Aquinas, Harry Broudy dan John wild, mereka melihat dunia dari segi objek dan materi. Kaum realisme menekankan kurikulum berisikan mata pelajaran yang diorganisasikan secara terpisah, yang sangat penting adalah membaca, menulis, aritmatik B\bagi kaum realisme ini. Dan bagi kaum idealisme pengetahuan berasal dari mempelajari  ide – ide nasional dan kebenaran – kebenaran universal dalam kontek seni, sastra bahasa ( Art ), akan tetapi bagi penganut paham realisme kebenaran dan kenyataan berasal dari saiins dan seni.

3.      Pragmatisme

Tokoh pragmatisme adalah John Dewey. Pragmatisme menganggap bahwa pengetahuan adalah proses dimana realita selalu berubah. Karena itu belajar terjadi jika seseorang terlibat dalam pemecahan masalah ( Problem Solving ).

Menurut John Dewey, pendidikan adalah proses meningkatkan bukan menerima kondisi manusia. Oleh karena itu penekanan pada problem solving menggunakan metode scientific tidak mengumpulkan fakta – fakta atau pandangan – pandangan. Jadi mata pelajaran itu adalah interdisipliner. Kaum pragmatisme menganggap proses pembelajaran adalah proses merekonstruksi pengalaman sesuai dengan metode scientific, karena itu belajar harus secara aktif, baik secara individu/kelompok dalam menyelesaikan masalah.

4.      Eksistensial

Pragmatisme itu berasal dari Amerika sedangkan Eksistensial itu berasal dari Eropa. Menurut kaum Eksistensial ini manusia dihadapkan kepada berbagai pilihan dalam situasi yang dihadapinya. Setiap manusia menciptakan defenisinya sendiri termasuk dalam melakukannya sesuai dengan pilihannya.

Eksistensial lebih menyukai benda secara bebas untuk memilih apa yang ingin dipelajarinya dan yang dianggapnya benar karena sasaran eksistensialisme sama dengan pragmatis yaitu meningkatkan kehidupan umat manusia. Pembelajaran lebih banyak diskusi/dialog tentang apa yang dianggapnya baik.

F. Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan juga diwarnai dengan aliran-aliran, yaitu Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme dan Rekonstruksianisme, berikut penjabarannya :

1.      Perenialisme

Perenialisme, jawaban terhadap pertanyaan pendidikan merujuk pada satu pertanyaan yaitu apakan hakikat manusia?. Perenialisme menganggap bahwa hakikat manusia adalah konstan atau tetap. Manusia mempunyai kemampuan memahami dan mengerti kebenaran-kebenaran universal dari alam. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan rasionalitas manusia dan membuka kebenaran-kebenaran universal dengan cara melatih intelektual.

Kurikulum perenial adalah subjek center (berpusat pada subjek) berasal dari disiplin-disiplin ilmu apa yang disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra, matematika, arts dan sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu harus menguasai bidangnya atau disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk berdiskusi. Mengajar didasarkan terutama sekali pada metode sokrates yaitu penjelasan secara lisan, perkuliahan. Minat siswa tidak relevan untuk pengembangan kurikulum karena siswa belum m atang dan tidak punya pertimbangan untuk menentukan apa pengetahuan dan nilai-nilai terbaik. Nilai-nilai terbaik yang akan dipelajarinya. Oleh karena itu dalam kurikulum ini sangat sedikit yang sifatnya elektif (semua sudah ditentukan/tidak ada pilihan).

2.      Essensialisme

Pencetus essensialisme adalah William Bagley. Essensialisme lebih konsen pada isu-isu kontemporer. Menurut esensialis kurikulum sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang esensial saja sains, sejarah, sastra, matematika dan art. Sedangkan untuk sekolah menengah bahasa inggris, matematika, sains, sejarah dan bahasa  bahasa asing.

Sebagaimana perenial, essensial yang menolak subjek-subjek yang lain seperti art, fisikal, vokasional/ pendidikan kejuruan. Sebagaimana perenial esssensial juga menganggap setiap siswa apapun kemampuannya harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan jumlah yang disesuaikan dengan kemampuannya. Peranan guru adalah sebgai model dan menguasai bidang ilmunya secara maksimal. Guru memegang kendali penuh atas kelasnya.

Essensialis sekarang terefleksi dalam tuntutan untuk menaikkan standar akademis dan kemampuan berpikir siswa. Sesuatu yang paling perlu dikuasai yang esensial  mesti ditingkatkan, sedangkan subjek-subjek yang lain diabaikan. Misalnya bagi siswa yang akademis tinggi itu diberi kelas aksel.

3.      Progresifisme

Progresifisme dikembangkan dari pragmatisme. Menurut paham ini keterampilan dan alat untuk belajar meliputi metode problem solving dan sientific inkuiri. Pengalaman belajar harus meliputi perilaku kerjasama dan disiplin diri. Keduanya dianggap penting untuk kehidupan yang demokratis. Bag paham progresif kurikulum interdisipliner buku dan disiplin keilmuan (materi pelajaran) adalah bagian dari proses belajar bukan sumber ilmu pengetahuan. Peranan guru unik,

dia berfungsi sebagai pembimbing siswa dalam pemecahan masalah dan projek scientifik. Guru dan siswa merencanakan aktifitas bersama-sama. Progresif sifatnya berpusat pada anak dan pendidikan progresif berpusat kepada anak sebagai peserta didik tidak sebagai subjek didik. Lebih menekankan aktifitas dan pengalaman dari pada verbal dan pembelajaran dengan cara bekerja sama dari pada kompetisi.

Saat ini progresif terlihat dalam beberapa gerakan seperti relevan kurikulum; humanistik; dan reformasi sekolah yang radikal.  Relevan kurikulum maksudnya pesertaa didik harus dimotivasi dan ditarik dalam belajar dalam bentuk tugas dan kelas harus diberi pengalaman-pengalaman yang nyata. Humanistik kurikulum menekankan pada hasil belajar afektif yang berakar pada Abraham Moslow dan Ragger bahwa tujuan utama adalah untuk menciptakan orang-orang yang mampu beraktualisasi diri. Reformasi sekolah yang radikal, merubah suasana sekolah dari suasana yang eksis saat ini  dimana guru berperan sebagai penjaga penjara, sekolah sebagai penjara, tidak ada kebebasan untuk berekspresi diubah ke situasi sekolah yang memiliki kebebasan yang besar.

4.      Rekonstruksianisme

Rekonstruksinisme tokohnya adalah Teodore Branell. Rekonstruksionisme menganggap siswa dan guru tidak hanya mengambil posisi tertentu tetapi juga mesti bertindak sebagai agen perubahan untuk memperbaharui masyarakat. Netralitas dalam kelas tidak perlu untuk proses demokrasi, tetapi guru dan siswa harus mengambil sikap untuk memberikan alasan-alasan berpartisipasi dalam tanggungjawab sosial. Dalam kurikulum, dengan pendidikan harus sesuai dengan ekonomi politik yang baru. Bagi rekonstruksionis analisis, interpretasi dan evaluasi dari masalah tidak cukup, komitmen dan aksi dari siswa dan guru diperlukan karena masyarakat selalu berubah maka kurikulum juga berubah. Siswa dan guru bertindak sebagai agen perubahan. Kurikulum yang didasarkan pada isu-isu sosial dan pelayanan sosial dianggap ideal. Masalah-masalah yang terjadi di masyarakat dimasukan ke dalam kurikulum, perubahan dalam masyarakat dihendel oleh  kurikulum termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan.

Share this:

Twitter Facebook

Like this:

Tinggalkan Balasan

Cari

Tulisan Terkini Materi Kuliah Pertemuan   1-3 Teori Memproses   Informasi Model-Model Sistem   Pembelajaran Resume Pengantar Jaringan Komputer “Media Transmisi Wire   (Guide)” Resume Pengantar Jaringan Komputer “Perangkat Jaringan (Network   Device)”

Arsip November 2012 Oktober 2012 Maret 2012 Januari 2012 Desember 2011

Kategori Disain Kurikulum Statistik Teori Belajar & Pembelajaran Uncategorized

Meta Daftar Masuk RSS Entri RSS Komentar WordPress.com

Blog pada WordPress.com. | Tema: Babylog oleh Caroline Moore. Ikuti

Follow “Teknologi Pendidikan”

Get every new post delivered to your Inbox.

Powered by WordPress.com

PENDIDIKAN KITA Blog 2. PERENCANAAN 3. PELAKSANAAN 5. PENDIDIKAN 4. PENILAIAN

Landasan Hukum   KTSP

LANDASAN HUKUM PENYUSUNAN KTSP

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 36 ayat (1) :’Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”

Pasal 36 ayat (2) :” Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi, sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.”

Pasal 38 ayat (2) :” Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar, dan provinsi untuk pendidikan menenga

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pasal 1 ayat (15) ;” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

Pasal 6 ayat (1) :” Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.

Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan akhlak mulia.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kelompok mata pelajaran estetika.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Pasal 6 ayat (4) :” Setiap kelompok mata pelajaran (KMP) dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.

Pasal 6 ayat (5) :” Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 6 ayat (6) :” Kurikullum dan silabus SD/MI/SDLB/PAKET A, atau bentuk lain yang sederajat, menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.

Pasal 8 ayat (1) :” Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. SK/KD

Pasal 13 dan 14 menekankan bahwa Kurikulum SMP/MTs./SMPLB/SMA/MA/SMALB :

dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.

Dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Pasal 16 ayat (1) :” Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.

Pasal 17 ayat (1) ;” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan……. dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

Pasal 17 ayat (2) :” Sekolah dan komite Sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan dan silabusnya berdasarkan Kerangka dasar kurikulum dan Standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD,SMP,SMA dan SMK ; dan departemen yang menangani urusan pemerintah di bidang agama untuk MI,MTs., MA dan MAK.

Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi.

Peraturan Mendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.

Peraturan Mendiknas RI Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi, dan Peraturan Mendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah

0 Tanggapan ke “Landasan Hukum KTSP”Pengumpan untuk Entri ini Alamat Jejakbalik

Sekolah Event Tutorial Teknologi Features Psikologi Lifestyle Repose

Follow us on Twitter Follow us on Facebook Subscribe To Rss Feed

Home » Seminar » Membedah Landasan Filosofis Kurikulum 2013, Manusia ialah Tujuan Akhir Pendidikan

Posted By Nugroho Angkasa on Jun 16, 2013 | 0 comments

Selasa pagi (28/5/2013) matahari bersinar cerah. Jam tangan masih menunjuk pukul 09.30 WIB tapi puluhan hadirin peserta diskusi telah memadati ruang Dinamika Edukasi Dasar (DED) di Jalan Gejayan – Affandi, Gang. Kuwera 14 Mrican, Depok, Sleman, Yogyakarta. Sembari menanti pengunjung bisa membaca buku-buku di perpustakaan dan menikmati jajanan pasar serta teh hangat yang telah disediakan oleh panitia. Tepat pukul 10.00 WIB acara “Seri Diskusi Pemikiran Pendidikan” pun dimulai. Acara yang digelar rutin setiap dua bulan sekali tersebut hasil kerja sama DED dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Kali ini tema yang diangkat masih hangat, yakni “Membedah Landasan Filosofis Kurikulum 2013”.

Selaku narasumber ada dua praktisi pendidikan kota gudeg yang diundang, yakni Prof. Dr. M. Amin Abdullah (Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan P. Hardono Hadi, Ph.D (Dosen Pascasarjana Univeristas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. A. Mardani, S.Sos, ketua divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) DED memberikan kata pengantar, “Dunia pendidikan dewasa ini terpengaruh tegangan politik dan ekonomis. Oleh sebab itu, tujuan diskusi kita kali ini untuk memberi landasan filosofis yang lebih mapan bagi perubahan Kurikulum 2013 tersebut.”

“Pembicara pertama ialah dosen tamu saat saya masih kuliah S2 di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta beberapa waktu lalu. Beliau juga selama dua masa jabatan menjadi Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain itu, Prof. Amin banyak menulis buku dan opini di media massa yang bertemakan pendidikan. Isinya sejalan dengan cita-cita mendiang Romo Mangun, yakni agar siswa/mahasiswa dapat berpikir integral, kreatif, komunikatif, dan eksploratif,” imbuhnya.

“Pembicara kedua ialah Pak Hardono. Beliau mengajar di UGM dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Dulu Pak Hardono ini sekantor dengan saya di Yayasan Satu Nama. Latar belakang kedua pembicara memang filsafat epistemologis. Lewat diskusi ini, kita hendak memberikan landasan filosofis agar Kurikulum 2013 prosesnya kelak lebih manusiawi,” pungkasnya.

Menurut Prof. Amin, ini forum diskusi yang bagus sekali. “Kita sharing saja menyikapi tema besar Kurikulum 2013. Kabarnya pada Juli 2013 akan mulai diterapkan di seluruh Indonesia. Kegelisahan terhadap dunia pendidikan nasional memang dirasakan oleh semua orang. “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” tanyanya kepada para hadirin.

Prof. Amin mau berangkat dari pengalamannya sendiri beberapa waktu lalu sebagai rektor. Saat itu, IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Kalijaga akan berubah menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga. “Saya sebagai pelaku saat perubahan IAIN ke UIN juga mengalami pergumulan serupa. Tapi menurut saya yang paling pokok ialah merumuskan paradigma keilmuannya dulu. Itu saya lakukan terus-menerus sepanjang tahun 2003-2004,” ujarnya.

“Pergumulan epistemilogis dan filosofis itu ternyata tidak mudah. Kadang-kadang saya juga merasa hopeless, tapi kita sebagai pemikir, pemandu, aktivis jangan mudah menyerah begitu saja. Harus terus maju!” ujarnya dengan penuh semangat.

“Saya mencermati debat di media massa terkait Kurikulum 2013: Tematik-Integratif. Dulu pada tahun 2002 sampai 2006 saya menyebutnya integrative dan interconnected. Karena ada istilah “inter” jadi di situ yang paling aktif ialah dosen/guru. Dosen/guru merupakan ujung tombak. Tapi kenapa para dosen dan guru malah belum di-training?” tanyanya. Masih menurut Prof. Amin, seharusnya ada naskah akademik yang memuat proses active learning, KTSP, dll. Itu semua belum ada tapi Kurikulum 2013 sudah keburu segera di-launching, the show must go on.

Integratif

Selanjutnya secara teoritis, Prof Amin memaparkan empat tingkatan integratif dari aspek keilmuan, yakni intradisiplin, multidisiplin, interdisiplin, transdisiplin. “Banyak buku yang bisa teman-teman baca untuk memahaminya lebih lanjut,” ujarnya.

“Pertanyaan kritisnya ialah apa yang hendak diintegrasikan dalam Kurikulum 2013? Kenapa tak dibuka secara transparan kepada publik naskah akademiknya? Dalam pengamatan saya dan berdasarkan pengalaman saya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Diknas sekarang baru berada pada level 1 dan 2, tapi belum masuk ke tahap 3-4,” imbuhnya lagi.

Selain itu menurut Prof. Amin, saat ini masih ada dikotomi mata pelajaran/kuliah. “Dosen/guru hanya ahli di satu bidang tertentu. Tapi ia tidak aware pada bidang lainnya. Itu bisa menjadi tema seri diskusi pemikiran pendidikan selanjutnya,” ujarnya.

“Intinya, para dosen dan juga harus disentuh. Lha sekarang mereka sama sekali belum di-training. Itu bisa menjadi problem besar dalam penerapan Kurikulum 2013. Bahkan kalau pun kelak ada pelatihan, tapi pola pelatihannya masih menggunakan paradigma lama hasilnya niscaya lebih parah lagi,” katanya mengingatkan.

Kotak-kotak pemisah antara aspek kehidupan dan mata pelajaran/kuliah tersebut sebenarnya sudah hendak dijebol oleh Umar Kayam dan Kuntowijoyo. Lalu, Prof. Amin mengutip tesis Umar Kayam, “Kita ini mendidik mahasiswa/siswa dalam kotak-kotak ilmu yang saling terpisah.”

“Bisa jadi hubungan sosial mengalami kebuntuan – misalnya relasi anak dan orang tua, relasi guru dan murid, dst – karena model pembelajaran yang terkotak-kotak semacam itu. Jadi memang perlu kita perbaiki bersama, supaya bisa keluar dari pemisahan kotak-kotak ilmu tersebut. Tapi kenapa begitu tergesa-gesa Diknas-nya? Debat publiknya masih kurang memuaskan dan belum tuntas,” pungkasnya.

Tamasya Peradaban

Narasumber kedua Pak Hardono mengajak peserta diskusi bertamasya ke sejarah peradaban umat manusia. “Pada zaman Yunani kuno yang mendominasi ialah cara berpikir mitologi. Alhasil, siapa saja yang menentang mitos pasti disingkirkan oleh penguasa,” paparnya.

“Lalu, lahirlah generasi Socrates, Plato, dll. Mereka itu rasional sekali. Oleh sebab itu, hidup yang tak direfleksikan tak layak dijalani. Mereka juga bertanya terus, sedangkan yang menjawab ialah pihak-pihak lain. Itulah cikal-bakal ilmu filsafat,“ imbuhnya lagi. Menurut Pak Hardono, proses dialektika itu terus berlanjut sampai pada satu titik yang tak tertanyakan lagi, yakni hakikat segala sesuatu. Tapi cara berpikir seperti ini membuat mereka meremehkan mitologi. Kenapa? Karena mitologi itu tidak rasional sehingga tak pantas dijadikan pegangan. Akhirnya, Socrates dibunuh karena mengajari orang muda berpikir kritis.

“Selanjutnya, muncul agama Kristen yang menafikan filsafat. Tapi ada yang berpikir lain, mari kita tundukkan filsafat dengan teologi. Tokoh seperti Galileo pun sampai dibunuh karena teori “Matahari sebagai Pusat Tata Surya” dianggap tidak teologis oleh gereja,” ujarnya.

“Lalu ada lagi yang mengkritisi teologi karena bahasanya seragam, konon terus. Nah saat itulah natural science dan teknologi mulai berkembang. Para ahli bahkan beranggapan bahwa dengan ilmu sains dan teknologi segala persoalan manusia bisa diselesaikan. Alhasil, pada tahun 1990-an perkembangan kapitalisme tak terbendung lagi,“ imbuhnya lagi.

“Pertanyaan kritisnya, dalam bidang medis misalnya, kenapa penelitian tentang penyakit panu tidak berkembang? Sedangkan penelitian penyakit jantung, kanker justru berkembang sedemikian pesat? Ternyata kaum pidak pedarakan tak diperhatikan karena patokannya benefit semata. Manusia sekadar menjadi homo economicus,” ujarnya.

“Dalam konteks zaman modern ini, nilai-nilai keutamaan seperti religiusitas, moral, kultural juga tergadaikan. Manusia jadi satu dimensi, yakni ekonomi saja. Hal itulah yang membuat kaum post modernis merasa gelisah. Sejatinya, Kurikulum 2013 merupakan tanggapan atas situasi makro tersebut,” katanya.

Tapi menurut Pak Hardono, masyarakat itu kompleks sekali, tapi kenapa mau disikat semua? “Oleh sebab itu, seyogianya buat pilot project dulu, kalau berhasil baru diterapkan secara nasional” tukasnya. Selain itu masih menurut Pak Hardono, “Apakah ada riset sungguh-sungguh meneliti kelemahan Kurikulum 2006 silam? Tolong ditunjukkan evaluasinya seperti apa? Jadi kita bisa lebih mudeng. Selama ini kita selalu mendapat kejutan-kejutan yang membuat shock dan merepotkan,” pungkasnya.

Broad Minded

Pada sesi tanya jawab, Bu Dini dari SD Sang Timur bertanya bagaimana implementasi Kurikulum 2013 bagi para guru? Menurut Prof Amin, guru-guru se-Indonesia memang mau tak mau harus menghadapi Kurikulum 2013 ini. “Tapi kurikulum kok dianggap suci amat. Kurikulum hanya guide line, bagaimana menyampaikannya semua tergantung pada para gurunya. Kalau gurunya dangkal ya penyampaiannya juga dangkal,” ujarnya.

“Sifat materi pelajaran/kuliah memang begitu, Bu. Sebagai sesama praktisi pendidikan, saya berpendapat bahwa metode tak tergantung kurikulum, tapi justru tergantung wawasan guru. Sesuai keyakinan guru dan the way to teach alias gaya berinteraksi kita dengan siswa/mahasiswa,“ imbuhnya lagi.

“Ironisnya, approach, the way to think itu jarang disentuh. Padahal siswa/mahasiswa bisa punya broad minded atau narrow minded tergantung pada guru/dosennya. Sejak tahun 1972 saya sudah mengajar, sempat break saat kuliah di luar negeri. Saya mengajar dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore. Tapi tetap bersemangat karena fully engaged. Agar bisa mengajar dengan menarik kita juga harus terus belajar dan mengikuti perkembangan ilmu terkini Bu,” imbuhnya lagi.

Menurut Prof. Amin salah satu akar masalah dunia pendidikan ialah sistem monokulturnya. Padahal begitu lulus sekolah/kuliah, siswa/mahasiswa bertemu dengan masyarakat multikultural. “Oleh sebab itu, saya juga membuka diri pada mutlicutural studies, conflict resolution, dll,” pungkasnya.

Selanjutnya, Pak Gunawan guru Bahasa Indonesia bertanya tentang model berpikir yang integratif. Ia pernah mencoba model pembelajaran lintas disiplin ilmu. Dalam tema puisi ”Panggilan Minggu Pagi” ia melibatkan guru Fisika untuk menjelaskan mekanisme suara dari lonceng hingga sampai ke telinga manusia. Ia juga melibatkan guru Agama untuk menjelaskan pentingnya ibadah. Sedangkan ia sendiri menjelaskan dari aspek Tata Bahasa. “Apakah yang telah saya lakukan tersebut sudah Tematik-Integratif Prof?” tanyanya.

Menurut Prof. Amin, Pak Gunawan inilah contoh seorang guru yang dapat memberi inspirasi. Alangkah lebih baik, jika ditambahi lagi dengan nilai budaya saat mengajar puisi “Panggilan Minggu Pagi” tersebut sehingga lebih inklusif dan multikultural.

Penanggap selanjutnya Ninik seorang penyandang disabilitas. Ia mengapresiasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah menjadi universitas inklusif pertama di Indonesia. Karena UIN Sunan Kalijaga mengakomodir kaum disabilitas. Selain itu, UIN Sunan Kalijaga juga memberi perhatian pada pendidikan karakter dan menghargai pluralisme.

Menurut Prof Amin, kehidupan seperti sesi tanya jawab kita ini, “Ya, memang sangat kompleks. Kalau guru/dosen tak bisa bicara tentang isu-isu kemanusiaan baru, keberpihakan pada penyandang difabel, dll bagaimana dengan siswa/mahasiswanya? Di Indonesia ada sekian persen kaum disabilitas, itu menjadi inner calling untuk membuka Center of Difabel di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Stafnya saya kuliahkan dulu di luar negeri. Itu keterpanggilan kami untuk menjadi problem solver dengan wawasan broad minded,”ujarnya.

Sebagai penutup tepat pada pukul 12.00 WIB Pak Hardono Hadi pun menandaskan, “Perguruan Tinggi (PT) sekarang cenderung mengikuti perkembangan zaman, lalu yang mengembangkan zaman siapa? Seyogianya, PT mengambil peran untuk mengarahkan perkembangan zaman. Kalau tak sampai ke sana, itu PT yang belum tuntas.”

“Dulu istilah ekonomi sampai masuk ke dunia pendidikan, universitas harus link and match dengan industri, yakni dalam rangka menyediakan buruh dan tenaga kerja murah. Itu kan melas (kasihan) sekali. Ekonomi seharusnya untuk manusia, bukan justru sebaliknya. Manusia adalah tujuan terakhir pendidikan,“ pungkasnya.

Artikel Terkait

Ketua Dewan Pendidikan DIY: Kurikulum 2013 Terkesan Buru-buru

Hari Gini Mendidik Siswa dengan Hati dan Empati? Memang Tak Mudah, Tapi Tetap Bisa!

Detik-Detik Menjelang Penerapan Kurikulum 2013

Sekilas Catatan Akhir Tahun Dunia Pendidikan Indonesia

Author: Nugroho Angkasa

Share This Post On

Google Facebook Twitter

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Berlangganan dan dapatkan artikel terbaru kami langsung terkirim ke e-mail Anda

Managed by MJE.CO.ID

Pengembangan Kurikulum

 

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI UNISBAOleh : Prof.Dr.Hj.Mulyani Sumantri, M.Sc.

Pengantar Pengembangan kurikulum PAI di Unisba perlu mempertimbangkan kaidah-kaidah yaitu landasan-landasan yang kokoh dan komponen-komponen yang merupakan bagian dari kurikulum.

A. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUMPengembangan kurikulum memerlukan :Landasan Filosofis Landasan PsikologisLandasan SosiologisLandasan IPTEKS

LANDASAN FILOSOFISFilsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah – masalah pendidikan.    Filsafat akan menentukan   ke arah mana perserta didik akan dibawa.  Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.

LANDASAN PSIKOLOGISKurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku peserta didik itu harus dikembangkan.  Karakteristik perilaku setiap individu padaberbagai tingkatan perkembangan  merupakan kajian  dari ppsikologi perkembangan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum  landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar .  Perkembagan-perkembangan  yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar.

LANDASAN SOSIOLOGISPendidikan  adalah proses buday untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.  Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui 8interaksi insani  menuju manusia yang berbudaya.   Dalam konteks  inilah mahasiswa dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan 

sesuai dengan nilai budayanya,  serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.

LANDASAN IPTEKSTeknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan  masalah-masalah praktis.  Ilmu dan  teknologi  tidak bisa dipisahkan dan selalu berkembang dengan pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.  Pendidikan merupakan upaya menyiapkan mahasiswa  menghadapi  masa depan  dan perubahan masyarakat, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Seni merupakan hal yang penting yang dapat memperhalus budi pekerti.

B. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM     Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu.1. Komponen Tujuan.     Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi berjenjang : Tujuan pendidikan nasional,  tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Menurut Bloom,  ada tujuan afektif, kognitif dan psikomotor.

2.  Komponen Isi / Materi Pelajaran  Isi kurikulum berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki mahasiswa.  Isi kurikulum menyangkut aspek pengetahuan atau materi pelajaran, maupun kegiatan mahasiswa.

3.  Komponen Metode / Strategi  Komponen ini berhubungan dengan implementasi kurikulum dan cara penyampaian  materi. Mengingat kemampuan mahasiswa yang beragam, dosen dituntut dapat menyampaikan materi dengan metode yang berfariasi

4. Komponen Evaluasi.Melalui evaluasi dapat ditentukan nilai dan arti kurikulum,  apakah suatu kurikulum dapat dipertahankan atau tidak.  Dengan evaluasi dapat ditentukan pula apakah tujuan yang direncanakan  sudah tercapai atau belum.

TERIMA KASIH 

Latestnews

TAFSIR AL-QURAN Visi Misi LSI Makna Hijrah Shabar dan Ikhlas Tujuh Perkara Mengalir

Popular

Makna Hijrah Keutamaan Sifat Tawadhu

Wakaf Dan Islam Pengembangan Kurikulum Makna Kemuliaan Wanita

Sign In Sign In

Explore People

New post!

udinjuhrodinMar 16, 2013

Landasan-landasan Penyusunan Kurikulum

Sukmadinata dan Nasution mengemukakan bahwa secara komulatif landasan penyusunan kurikulum adalah : (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis, (3) landasan sosiologis, (4) landasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, (5) landasan organisatoris.

Landasan Filosofis

Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan-kebijakan (love of wisdom) orang-orang belajar berfilsafat agar agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat bijak, untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara baik, ia harus tahu atau berpengetahuan.

Dalam kajian filsafat terdapat banyak aliran. Usaha-usaha pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari pengaruh aliran filsafat yang dianutnya. Aliran-aliran filsafat pendidikan yang mendasari pendidikan termasuk dalam penyusunan kurikulum menurut Brameld, dapat Diklasifikasikan menjadi empat aliran, yaitu: progresifisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksionisme.

Progresifisme berpendirian bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam keberadaan manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres. Karena itu ilmu pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan atau progres adalah bagian yang utama dari kebudayaan.

Sarana utama untuk memperoleh pengetahuan dan kebijakan adalah pengalaman. Pengetahuan adalah pengalaman-pengalaman yang telah dipolakan, diatur dan diorganisasikan sedemikian rupa. Pengetahuan bersifat rasional, empirik dan dapat ditingkatkan menjadi kebenaran. Dengan demikian kurikulum pendidikan menurut progresifme bersifat eksperimental, mempertinggi kecerdasan, dan mamandang peserta didik sebagai kesatuan jasmani, rohani serta manifestasinya sebagai tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalaman. Metode ini bukan suatu keharusan mutlak, yang jelas metode harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.

Esensialisme berpendirian bahwa pendidikan berfungsi sebagai pemelihara kebudayaan, karena itu pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai esensial kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan itu bersumber dari ajaran para filosuf, ahli ilmu pengetahuan yang memiliki nilai-nilai yang bersifat kekal dan monumental yang telah teruji oleh sejarah.

Manusia dalam pandangan esensialisme adalah makhluk yang padanya berlaku hukum mekinistik evolusionistik di samping merupakan refleksi dari Tuhan. Oleh karenanya perbuatan manusia dapat dipahami sebagai konvergensi antara pembawa-pembawa siologis dan pengaruhnya dari lingkungan.

Sedangkan parenialisme muncul sebagai reaksi terhadap kebudayaan manusia yang sedang krisis. Aliran ini memberikan pemecahan dengan jalan kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam arti kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realitas dan nilai dari zaman tersebut. Sikap ini bukan nostalgia, melainkan berkeyakinan bahwa nilai-nilai asasi tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembangunan kebudayaan abad sekarang.

Pengetahuan menurut parenialisme adalah hasil persatuan dunia luar dengan indera yang telah diolah oleh budi manusia. Budi adalah kemamuan manusia yang tinggi yang mempunyai cita-cita untuk menuju kepada kebenaran sejati yang bersumber pada Tuhan. Sesuatu dikatakan memiliki kebenaran sejati manakala menunjukkan adanya persesuaian antara pikir dengan benda-benda dalam arti esensi. Metode efektif untuk menuntun orang sampai pada kebenaran hakiki adalah penalaran, baik itu bersifat induktif, deduktif maupun perpaduan dari keduanya.

Landasan Psikologis

Merujuk pada taksonomi jiwa yang dikonsepsi oleh Blomm, perilaku dapat diidentifikasikan menjadi tiga, yakni perilaku kognitif, perilaku efektif dan perilaku psikomotorik. Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial budaya juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari lahir.

Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar menjadi karena usaha belajar, baik melalui proses imitasi, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan masalah. Cara belajar mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara

optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistimatik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar.

Jadi minimal ada dua bidang psikologis yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan baik di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.

a. Psikologi Perkembangan

Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan sperma dengan sel telur sampai dengan dewasa. Dalam pembahasan ini dapat ditemukan prinsip-prinsip perkembangan anak, pola perkembangan anak serta karakteristik individu pada tahap perkembangan tertentu.

Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasaan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan dalam pendidikan, khususnya kurikulum. Psikologi perkembangan bermanfaat bagi penyesuaian isi kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak.

b. Psikologi belajar

Secara tradisional, belajar dianggap sebagai menambah ilmu pengetahuan berarti lebih mengutamakan aspek intelektual. Dan biasanya belajar ditempuh dengan jalan menghafal pelajaran.

Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Pengalaman adalah suatu interaksi, yakni aksi, dan reaksi antara individu dengan lingkungan.

c. Landasan Sosiologis

Kita tahu bahwa pendidikan mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula. Oleh karena itu kehidupan masyarakat, dengan segala karateristik dan kekayaan budayanya harus menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi penyusunan kurikulum sebagai rancangan pendidikan. Artinya tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan sistem sosial budaya, lingkungan alam, serta sarana dan prasarana yang ada.

Al-Quran sebagai sumber inspirasi Islam telah menjelaskan tatanan nilai-nilai yang Islami. Untuk mewujudkan masyarakat madani yang Islami, penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Islam harus melandaskan dan mengacu pada tatanan nilai yang dijelaskan al-Quran tersebut. Dengan penelaahan ini akan diperoleh gambaran representatif tentang masyarakat madani idaman al-Quran. Sehingga tujuan, isi dan proses pendidikan Islam yang terangkum dalam kurikulum tidak menyimpang dari etika tersebut.

Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi atau materi yang akan disampaikan dalam pendidikan dan mempengaruhi proses pendidikan. Pengaruh tak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problem-problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan.

Untuk penyusunan kurikulum, Hilda Taba menegaskan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai ilmu pengetahuan, yaitu the nature of knowledge dan the content of dicipline.

Landasan Organisatoris

Landasan ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, ataukah diusahakan adanya hubungan secara lebih mendalam dengan menghapus segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu Jiwa Asosiasi yang berpendirian bahwa keseleruhan yang subject centered, atau yang terpusat pada mata pelajaran yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih bermakna dan relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated curriculum.

Facebook Twitter Google+ LinkedIn Repost Comments Read Later Views 250 Repost this publication Or share it with your friends: Facebook Twitter Google+ LinkedIn View original source

Udin Juhrodin 0

Indonesian

0 followers All publications (368)

Follow Send message

© 2013, AtContent™ All rights reserved. Facebook Twitter

Home Publications People Features

For Enterprise AtContent API Terms and Conditions Privacy Policy

Support FAQ AtContent tours

Plugin for WordPress AtContent Blog About

Help Center

HKA Education

Digital clock

Anda pengunjung ke

12117

Popular Posts

MAKALAH CARA MENCEGAH KEBAKARAN KARENA LISTRIK Pertumbuhan Dan Perkembangan Peserta Didik LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENYESUAIAN DIRI REMAJA ROBOT LINE TRACER ANALOG / LINE FOLLOWER LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM

PENGEMBANGAN KURIKULUM LANDASAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM MODEL KONSEP KURIKULUM Makalah Teknik Antar Muka TOTALITAS dan LOYALITAS

Blog Archive

►   2012 (7)

▼   2013 (39) o ►   Januari (3) o ►   Februari (4) o ▼   Maret (19)

ROBOT LINE TRACER ANALOG / LINE FOLLOWER K3 Praktek Dasar Instalasi modul rangkaian listrik lengkap Gerbang Dasar Logika KONSEP DASAR ELEKTRONIKA DIGITAL SISTEM BILANGAN DIGITAL Gerbang Gerbang Logika Aritmatika Biner Pengkodean Biner

Buku Modul Sistem Digital Ilmu Bahan Listrik Dimmer atau AC Phase Control LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM ENGEMBANGAN KURIKULUM LANDASAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN

KURIKUL... LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM

PENG... MODEL KONSEP KURIKULUM ANATOMI DASAR KURIKULUM karakteristik dioda

o ►   Mei (12) o ►   September (1)

Selasa, 19 Maret 2013

LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

KURIKULUM

A.    Latar Belakang

Pada proses pembelajaran, suatu ketika seorang guru pasti menemukan masalah-masalah

dan hal-hal yang dirasa kurang tepat dengan apa yang diajarkan dengan kurikulum yang

ditetapkan pemerintah dengan keadaan yang sebenarnya terjadi di sekolah tersebut. Misalnya,

berdasarkan kurikulum yang ada pada mata pelajaran TIK pada kelas XII SMA harus bisa

membuat email, sedangkan di sekolah tersebut belum terjangkau oleh internet. Timbul

pertanyaan guru mencari upaya untuk mengatasinya? Apa yang harus dilakukan guru? Apa

seorang guru tetap mengajar seperti biasanya dan masalah itu diabaikan? Tentunya tidak, guru

harus bisa memecahkan masalah tersebut, yaitu dengan mengembangkan kurikulum tersebut

dengan kondisi sekolah masing-masing.

Apa sebenarnya kurikulum tersebut dan landasan pengembangan kurikulum? Akan

dijelaskan lebih lanjut di makalah ini.

B.     Tujuan

Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Memahami pengertian kurikulum.

2.      Memahami landasan filosofis pengembangan kurikulum.

C.    Kajian

1.            Pengertian Kurikulum

Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam

bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut

berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar

yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak

yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka

waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.

Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada

hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa

rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu

tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum

dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan

dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.

Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima

puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini

istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah

“rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.

1.      Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus

ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran

(subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau,

yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran

yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang

berguna baginya.

2.      Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang

disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai

kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai

dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan

bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun

sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah

mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan

siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar,

halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara

efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan

dalam suatu kurikulum.

3.      Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak

berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum

merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini

menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences

which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine,

1945,h. 14).”

Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang

kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang

tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman

belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi

maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir

6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan

Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan

tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan

Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan

Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar

pengertian kurikulum yaitu:

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2.            Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh

kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan

manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan

kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil

pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada

landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan

sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan

tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan

pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai

dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37). Pengebangan

kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut: (1) tujuan filsafat dan pendidikan nasional

yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya

menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan, (2) Sosial

budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia,

1.            Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan peserta didik.

2.            Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal),

lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta

lingkungan alam (geoekologis).

3.            Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi,

kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.

4.            Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan

kemanusiawian serta budaya bangsa.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam

pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu

pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas

keempat landasan tersebut.

1.      Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti

dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,

essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan

kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai

terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada

pemikiran Ella Yulaelawati (2003: hal), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-

masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

a.       Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari

warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang

memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada

kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini

lebih berorientasi ke masa lalu.

b.      Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan

keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.

Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum

yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga

lebih berorientasi pada masa lalu.

c.       Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan

makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini

mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?

d.      Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada

peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi

pengembangan belajar peserta didik aktif.

e.       Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada

rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan

tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh

menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan

mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu?

Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang

mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat

progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.

Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model

Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh

karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung

dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai

kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara

dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan

kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.

2.      Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang

psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)

psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku

individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang

hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas

perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang

semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan

kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam

konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta

berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori

psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran

Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan

”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi

kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:

a. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan

untuk melakukan suatu aksi.

b. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau

informasi.

c. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.

d. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;

e. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya

manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada

permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan

lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan

(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan hal tepat

untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit

untuk dikenali dan dikembangkan.

3.      Landasan Sosial-Budaya

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,

kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan

merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat.

Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,

keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di

masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal

dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan

masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan

sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi

terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih

mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun

proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan

perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang

mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting

dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan

berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,

politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga

turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan

penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui

pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan

membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan

sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-

budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4.      Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif

sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai

penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan

terus semakin berkembang.

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang

tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau

manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di

Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir

telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.

Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan

keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada

konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang

berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan

keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan

kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan

belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai

pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang

transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,

kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

 D.    KESIMPULAN

1.      Pengertian KurikulumKurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2. Landasan Kurikulum

Dari pembahasan makalah ini kami mengambil garis besar dari beberapa landasan

kurikulum, yaitu meliputi:

1)      Landasan Filosofis 2)      Landasan Psikologis 3)      Landasan Sosial-budaya 4)      Landasan Ilmu pengetahuan dan teknologi

DAFTAR RUJUKAN

Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Nasution, M.A. 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.