12
 LAJU DIGESTI Oleh: Nama : Lu’luk Fuadah NIM : B1J010018 Rombongan : III Kelompok : 2 Asisten : Widhita Purwandari LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2011

LAJU DIGESTIlulu

Embed Size (px)

Citation preview

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 1/12

 

LAJU DIGESTI

Oleh:

Nama : Lu’luk Fuadah 

NIM : B1J010018

Rombongan : III

Kelompok : 2

Asisten : Widhita Purwandari

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2011

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 2/12

 

I.  PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Digesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks yang

dirombak menjadi molekul sederhana dalam bentuk-bentuk seperti glukosa, asam

lemak, dan gliserol serta nutrisi-nutrisi lain yang ada dan bermanfaat bagi tubuh

ikan. Sedangkan zat-zat yang dibutuhkan dan yang akan diabsorpsi ikan melalui

darah juga akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk keperluan metabolisme. Laju

digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari molekul

yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorpsioleh tubuh ikan.

Laju digesti pakan pada umumnya berkorelasi dengan laju metabolisme

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah ukuran tubuh hewan,

usia, jenis kelamin, bobot ikan, aktivitas gerak, stress fisiologis, kualitas pakan

dan temperatur. Laju metabolisme diukur dengan menentukan konsumsi O2 yang

diperlukan oleh tubuh dan dimanfaatkan oleh sistem-sistem yang ada dalam

tubuh. Proses metabolisme memerlukan energi yang didapatkan dari luar tubuh

atau energi yang berasal dari faktor eksternal, maka laju digesti dapat terjadi dari

adanya konsumsi O2 yang langsung berhubungan dengan adanya laju

metabolisme yang terjadi pada tubuh ikan.

Pada praktikum kali ini preparat yang digunakan adalah ikan lele (Clarias

batrachus). Ikan lele digunakan pada praktikum kali ini karena ikan lele mudah

dipelihara, harganya yang terjangkau, dan mudah didapat. Selain itu, ikan lele

memiliki lambung sejati, yang mana lambung ikan yang kita perlukan untuk 

diamati dalam praktikum ini.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat laju digesti atau

pengosongan lambung ikan.

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 3/12

 

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah akuarium kaca berukuran 30

x 50x 30 cm sebanyak empat buah, gunting bedah, pinset, bak preparat, dan

timbangan analitik.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan berlambung yaitu

ikan lele (Clarias batrachus) dan pelet.

B. Metode

1.  Tiga buah akuarium dan isi akuarium disiapkan dengan air setinggi 25 cm,

kemudian beri aerasi.

2.  Ikan dengan ukuran yang seragam ditebarkan pada akuarium yang telah

disediakan dengan kepadatan 3 ekor per akuarium.

3.  Ikan diberi pakan secukupnya, dan dibiarkan ikan mengkonsumsi pakan selama

15 menit.

4.  Semua ikan pada salah satu akuarium diambil dan dilakukan pembedahan

untuk mengambil lambung ikan, setelah lambung diambil kemudian ditimbang

untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan

sebagai bobot lambung dalam keadaan kenyang arau nol jam setelah makan.

5.  30 menit setelah pemberian pakan semua ikan diambil pada salah satu

akuarium yang lain dan dilakukan pembedahan seperti prosedur diatas. Bobot

lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dalam persentase bobot

lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada

waktu kenyang.

6.  Prosedur diatas dilakukan untuk ikan pada akuarium yang lain pada waktu 60

menit setelah pemberian pakan.

7.  Data hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama

pengamatan dengan persentase bobot lambung.

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 4/12

 

III.  HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel Persentase Berat Lambung Ikan Lele (Clarias batrachus)

Kelompok Bx Bx% By By% Bz Bz%

I 0,8 100% 0,6 75% 0,5 62,5%

II 0,7 100% 0,4 57,1% 0,8 114,3%

III 1,1 100% 1,8 164% 1,6 145%

IV 0,3 100% 0,1 33,3% 0,6 200%

V 0.5 100% 0.4 80% 0,3 60%

VI 0,7 100% 0,6 85,7% 0,4 57,1%

Grafik hubungan Laju Digesti, antara persentase bobot lambung ikan

dengan waktu pengamatan

0%

50%

100%

150%

200%

250%

0' 30' 60'

  p  e  s  e  n   t  a  s  e   B  e  r  a   t   l  a  m   b  u  n  g

 

Waktu Pengamatan (menit)

Grafik Persentase Berat Lambung Ikan Lele semua kelompok

Kel 1

Kel 2

Kel 3

Kel 4

Kel 5

Kel 6

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 5/12

 

 

Perhitungan Laju Digesti Kelompok 2

% BL : 0 menit (X) = %100

 Bx

 Bx 

= %1007,0

7,0  

= 100%

30 menit (Y) = %100

 Bx

 By 

= %1007,0

4,0  

= 57,1%

60 menit (Z) = %100

 Bx Bz  

= %1007,0

8,0  

= 114,3%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

0' 30' 60'

  p  e  r  s  e  n   t  a  s  e   b  o   b  o   t   l  a  m   b  u  n  g   (   %   )

 

waktu pengamatan (menit)

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 6/12

 

B. Pembahasan

Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat diukur dengan

mengetahui laju pengosongan lambung, selain dipengaruhi oleh temperatur laju

digesti juga dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, sebab dalam pakan yang

akan dikonsumsi ikan banyak terdapat kandungan-kandungan mineral yang akan

diserap oleh usus ikan, melalui proses pencernaan yang berlangsung selama ikan

mengkonsumsi pakan. Pakan ikan yang bervariasi mempengaruhi cepat lambatnya

laju digesti, atau cepat lambatnya laju pengosongan lambung pada ikan. Hal ini

sejalan dengan pendapat (Marshal, 1980) bahwa laju digesti adalah laju

pengosongan lambung atau laju energi per unit waktu oleh akibat pembakaran

pakan ikan yang dikonsumsi demi memperoleh energi.

Berdasarkan hasil percobaan laju digesti pada ikan Lele (Clarias

batrachus) yang sudah diberi pakan maka keadaan lambung pada saat itu adalah

lambung dalam keadaan kenyang yaitu mencapai 0,7 gram dengan persentase

bobot 100 %, setelah dilakukan pemuasaan selama 30 menit, terjadi penurunan

berat lambung, di mana berat lambung turun menjadi 0,4 gram dengan persentase

bobot 57,1 %, namun setelah dilakukan pemuasaan selama 60 menit, bobot

lambung mengalami kenaikkan menjadi 0,8 gram dengan persentase bobot 114,3

%. Dibandingkan dengan kelompok 1, 5, dan 6, grafik laju digesti dari kondisi

kenyang hingga dipuasakan sampai 60 menit ke depannya menunjukkan grafik 

yang menurun. Hal ini terjadi dikarenakan bobot ikan yang diambil memiliki

bobot yang stabil dengan kondisi badan yang sama, dan ikan tidak stress.

Sedangkan pada kelompok 2, 3, dan 4, grafik tidak sesuai dengan pustaka. Hal ini

terjadi dikarenakan bobot ikan yang diambil tidak stabil, dalam artian ikan yang

diletakkan di dalam akuarium memiliki bobot tubuh yang berbeda, sehingga berat

tubuh ikan sangat mempengaruhi, karena secara otomatis berat lambung ikan pun

akan berbeda dibandingkan dengan berat tubuh ikan yang memiliki bobot tubuh

yang sama. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhinya selain di atas yaitu

stress fisiologis, aktivitasi gerak, musim, ukuran tubuh, temperatur lingkungan,

umur, jenis kelamin, dan status reproduksi. Berikut merupakan grafik hubungan

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 7/12

 

bobot lambung ikan preparat dengan lama waktu pengamatan yang dilakukan oleh

kelompok 2:

Laju digesti dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, jenis

kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus, stress fisiologis, aktivitasi gerak,

musim, ukuran tubuh, dan temperatur lingkungan (Yuwono, 2001). Menurut

peryataan Murtidjo (2001) laju digesti selain dipengaruhi oleh temperatur air juga

dipengaruhi oleh kualitas pakan yang dikonsumsi. Perbedaan kualitas pakan akan

mencerminkan perbedaan komponen penyusun pakan, dan perbedaan ini pada

akhirnya akan berakibat pada perbedaan laju dan kemampuan digesti pakan.

Gumiriza (2009) juga mengungkapkan bahwa buangan limbah metana dari

industri selain dapat menurunkan laju digesti ikan, juga dapat mengganggu

keseimbangan ekologis lingkungan tercemar. 

Ikan Lele (Clarias bathrachus) termasuk hewan nokturnal dan termasuk 

hewan karnivora. Dalam keadaan siang hari atau terdapat cahaya, ikan lele tidak 

dapat melakukan aktivitas makan. Ikan Lele pada siang hari beraktivitas di dasar

perairan untuk mendapatkan makanan dan pada malam hari muncul ke

permukaan. Pencernaan memecah pakan menjadi senyawa sederhana baik melalui

peristiwa fisik maupun kimiawi dengan bantuan enzim dan selanjutnya senyawa

pakan tersebut diabsorsi untuk didistribusikan ke sel-sel dalam tubuh. Pencernaan

pada ikan Lele terjadi lebih cepat karena Lele merupakan hewan karnivora,

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

0' 30' 60'

  p  e  r  s  e  n   t  a  s  e   b  o   b  o   t   l  a  m   b  u  n  g   (   %   )

 

waktu pengamatan (menit)

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 8/12

 

sehingga makanan yang masuk akan mudah dicerna dengan baik dalam lambung

(Schmidt, 1990).

Pencernaan merupakan proses yang berlangsung terus-menerus. Bermula

setelah pengambilan makanan dan berakhir dengan pembuangan sisa makanan.

Sistem pencernaan makanan Ikan Lele (Clarias batrachus) dimulai dari mulut,

rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rektum, dan anus.

Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan.

Sungut terdapat di sekitar mulut lele yang berperan sebagai alat peraba atau

pendeteksi makanan dan ini terdapat pada ikan yang aktif mencari makan pada

malam hari (nokturnal). Rongga mulut pada ikan lele diselaputi sel-sel penghasil

lendir yang mempermudah jalannya makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat

organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Faring pada ikan ( filter 

 feeder ) berfungsi untuk menyaring makanan, karena insang mengarah pada faring

maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang (Fujaya, 2002).

Esophagus adalah permukaan dari saluran pencernaan yang berbentuk 

seperti pipa, mengandung lendir untuk membantu peredaran makanan ke

lambung. Lambung ini berfungsi sebagai tempat penampung makanan yang

seluruh permukaannya ditutupi oleh sel muskus yang mengandung

mukopolisakarida. Pepsin merupakan enzim gastrik yang utama pada vertebrata

termasuk ikan. Enzim proteolitik ini hanya aktif di lingkungan asam. Aktivitas

peptik sudah diuji pada ikan yang berperut, termasuk lele. Ikan hanya mempunyai

satu tipe sel untuk menjalankan dua fungsi,yaitu sekresi pepsin dan HCl.

Biasanya, nilai pH pada Ikan Lele yang berkisar antara 2  –  4 cukup menjamin

aktivitas peptik. Terpisah dari enzim proteolitik, enzim lipolitik dan kitinolitik 

 juga telah diuji di perut ikan. Adanya gastrin yang merangsang sekresi gastrik diasumsikan adanya kesamaan antara perut ikan dan perut mamalia (Fujaya,

2002).

Pylorus pada ikan berfungsi sebagai pengatur pengeluaran makanan dari

lambung ke usus. Pencernaan makanan dalam usus anterior dipengaruhi oleh

enzim yang berasal baik dari dinding usus maupun pankreas. Ketiga tipe enzim

(protease, lipase, dan karbohidrase) terdapat dalam usus anterior dan enzim

proteolitik terlihat terdapat pada  pyloric  caeca. Terlepas dari produksi enzim,

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 9/12

 

terjadi juga produksi lendir. Enzim dalam usus anterior mempunyai aktivitas

dalam suasana alkalin. Hal ini tepat karena nilai pH dalam usus anterior ikan

antara 8,0  –  8,5. Enzim proteolitik utama adalah tripsin dari pankreas. Aktivitas

tripsin dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan dari dinding usus, hal

ini menyatakan adanya enzim enterokinase dalam ikan. Lipase juga ada di hati,

limpa kecil, dan empedu (Zonneveld et al., 1991).

Hati dapat dianggap sebagai unit pembongkaran dan pembangunan.

Pembangunan berlangsung dengan menggunakan suplai makanan yang telah

dicerna dan diabsorpsi melalui sistem sirkulasi. Aktivitas utama pembongkaran

menyangkut pembongkaran hemoglobin menjadi bilirubin dan biliverdin,

mengemulsikan lipida. Emulsifikasi sendiri cukup untuk melembutkan ukuran

partikel menjadi butiran mikro yang secara langsung dapat diabsorpsi oleh

dinding usus anterior (Zonneveld et al., 1991).

Pencernaan dilanjutkan sampai saat pembuangan sisa makanan.

Pencernaan pada usus posterior berada pada nilai pH dekat dengan titik netral.

Usus posterior mengabsorpsi air sehingga akan memadatkan feses. Penyerapan

ion-ion terjadi di rektum, protein pada ikan masih berada dalam tahap larva. Anus

merupakan ujung dari saluran pencernaan yang letaknya di sebelah depan saluran

genital pada ikan telestoi (Fujaya, 2002).

Energi metabolisme dapat ditentukan dengan mengurangi energi hasil-

hasil ekskresi (feses, urine/insang, ekskresi permukaan tubuh) dari jumlah energi

makanan yang dilumatkan. Laju digesti pakan berbanding lurus dengan laju

metabolisme. Laju metabolisme ikan akan meningkat pada temperatur air yang

optimal. Peningkatan laju metabolisme ini harus diimbangi dengan pasokan pakan

yang diperoleh dari lingkungannya. Energi metabolisme ikan menurun agak tajamdengan peningkatan ransum makanan, yang bertepatan dengan penurunan daya

pencernaan yang nyata tentang makanan (Henken et al., 1986).

Ikan-ikan herbivora dan pemakan plankton nabati, seperti ikan lele jumlah

konsumsi makanan hariannya berbobot lebih banyak daripada ikan karnivora. Hal

ini disebabkan karena bahan makanan nabati itu kalorinya yang lebih rendah

daripada bahan makanan yang hewani, selain itu kandungan air bahan nabati juga

lebih tinggi daripada bahan hewani. Faktor-faktor kimia dalam perairan

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 10/12

 

(kandungan O2, CO2, H2S, PH, dan Alkalinitas). Biasanya semakin banyak 

aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga

proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh

lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Mujiman, 1984). Semakin tinggi

temperatur hidup ikan, maka kandungan lemak dari ikan tersebut semakin rendah,

sebaliknya pada temperatur yang rendah maka kandungan lemaknya tinggi,

karena pada temperatur yang tinggi metabolisme ikan semakin tinggi sehingga

cadangan lemaknya rendah dibandingkan pada temperatur yang rendah

(Bendiksen et al., 2003).

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 11/12

 

IV.  KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1.  Bobot rata-rata lambung awal ikan preparat sebesar, setelah dipuasakan

selama 0 menit sebesar 0,7 gram, dan setelah dipuasakan selama 30 menit

bobot rata-rata lambung ikan menjadi 0,4 gram, namun pada saat pemuasaan

selama 60 menit bobot rata-ratanya mejadi 0,8 gram.

2.  Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti atau laju pengosongan lambungadalah temperatur air, suhu, musim, waktu siang dan malam, intensitas

cahaya, ritme internal, aktivitas gerak, stress fisiologis, jenis kelamin ikan,

usia, dan kualitas pakan yang dikonsumsi.

B. Saran

Praktikum laju digesti ini, hendaknya menggunakan preparat ikan lele

(Clarias batrachus) yang memiliki ukuran yang sama, sebab dalam pengambilan

data, terlihat jelas data didapat menyimpang dari referensi.

5/11/2018 LAJU DIGESTIlulu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laju-digestilulu 12/12

 

DAFTAR REFERENSI

Bendiksen, E.A., O.K. Berg, M. Jobling, A.M. Arnesen, K. Masoval. 2003.

Digestibility, Growth and Nutrient Utilisation of Atlantic Salmon Parr(Salmo salar L.) in Relation to Temperature, Feed Fat Content and Oil

Source. Aquaculture, 224:283-299.

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional,

Makasar.

Gumiriza Robert, Anthony Manoni Mshandete,  Mugassa Steven Thomas ,

Rubindamayugi , Frank Kansiime,  dan Amelia Kajumulo Kivaisi. 2009.

Enhancement of Anaerobic Digestion of Nile Perch Fish Processing.

African Journal of Biotechnology Vol. 8 (2).P_328-333.

Henken A.M., H. Lucas, P.A.T. Tijjsen, M.A.M. Machiels. 1986. A Comparison

Between Methods Used to Determine the Energy Content of Feed, Fish

and Faeces Samples. Aquaculture, 58 : 195-201.

Marshal, P. T. 1980. Physiology of Mammals and Other Vertebrates Second

Edition. New York, New Rochelle, Melbourne. Sydney.

Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murtidjo, A. B. 2001. Pedoman Meramu Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Schmidt, Nielsen. K. 1990. Animal Physiology-Adaptation and Enviroment

Fourth Edition. Cambridge University Press. Cambridge.

Yuwono, E. dan Sukardi, D. 2001. Fisiologi Hewan Air Edisi Pertama. CV

Sagung Seto. Jakarta.

Zonneveld, N., E.A. Huisman dan J.H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya

Ikan. Gramedia, Jakarta.