2
61 Edisi 4 - 2013 M enurut Weberian Bureaucrachy, pemerintah terdiri dari sebuah struktur organisasi yang terdiri dari se- kumpulan karyawan dengan kualifikasi tertentu, terdiri dariberbagai divisi dengan pembagian tugas dan hirarki yang jelas serta menjalankan tugasnya sesuai dengan pera- turan perundangan. Struktur tersebut menjamin keteraturan dan keberlanjutan fungsi penyelenggaraan pemerintahan namun seringkali gagal menanggapi secara cepat perubah- an yang terjadi di masyarakat bahkan di dalam birokrasi itu sendiri. Hal ini dapat dipahami mengingat seringkali birokrasi pemerintahan bekerja berdasarkan prosedur yang ketat (red tape). Dalam pelaksananaan tugasnya seringkali karakterisk birokrasi tersebut menjadikan pemerintah berada dalam ke- sulitan manakala suatu keluaran (output) dan dampak (out- come)pembangunan di sektor tertentu merupakan hasil dari gabungan berbagai program/kegiatan yang tersebar di berba- gai instusi pemerintah (fragmented system). Kondisi tersebut tercermin dalam pembangunan peru- mahan dan kawasan permukiman dimana kewenangannya terpisah secara verkal antara pemerintah pusat dan daerah serta terbagi secara horisontal antarkementerian/lembaga. Lebih jauh lagi, rumah merupakan barang pribadi (private good) yang permintaan dan pilihannya sepenuhnya berada di tangan masyarakat dengan pilihan penyediaannya bisa dilaku- kan secara swadaya atau membeli dari pengembang (develop- er).Karakterisk tersebut menjadikan sistem penyediaan peru- mahan agak berbeda dengan sistem penyediaan infrastruktur publik seper jalan dan pelabuhan udara. Penyediaan peru- mahan bagi masyarakat berpendapatan menengah ke atas sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar namun pe- merintah memberikan berbagai fasilitasi bagi masyarakat ber- pendapatan rendah yang dak mampu mengakses penyediaan rumah dari pasar perumahan. Untuk mengelola kompleksitas di sektor perumahan dan permukiman diperlukan kesamaan tujuan dan harmonisasi program dan kegiatan dari berbagai pemangku kepenngan yang terlibat, khususnya di jajaran pemerintahan (Tabel 1). Kedaksinkronan program dan kegiatan antarinstusi baik di ngkat pusat dan daerah berpotensi menyebabkan lambat- nya pencapaian hasilpembangunan yang diharapkan. Dite- ngaraipencapaian target 7(d) Millenium Development Goals (MDGs)dakakanterwujud. Memperkuat Koordinasi melalui Pokja PKP Tujuan pembangunan perumahan dan kawasan permu- kiman sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah me- ningkatkan akses masyarakat terhadap hunian yang layak dan terjangkau serta didukung oleh prasarana dan sarana dasar permukiman yang memadai. Tujuan tersebut seper halnya tujuan MDGs akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh berbagai rencana dan kegiatan yang dilakukan oleh ber- bagai kementerian dan lembaga terkait. Pencapaian tujuan tersebut dak dapat dicapai hanya melalui keberhasilan dari suatu program/kegiatan tertentu karena dak ada satu pun kementerian/lembaga yang dapat menyelesaikan permasalah- an pembangunan perumahan dan kawasan permukiman se- cara sendirian. Pada sisi lainnya, perbedaan persepsi terhadap tujuan pembangunan berpotensi menyebabkan terjadinya perbedaan indikator yang digunakan yang berimplikasi pada kedaksinkronan kegiatan dan output yang dihasilkannya de- ngan dampak (outcome) yang ingin dicapai. Pada kasus ter- tentu perbedaan juga seringkali terjadi pada jenis pendekatan yang digunakan serta besaran ban- tuan yang diberikan. Tanpa keterpa- duan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, suatu program akan berjalan dak efekf, dak efisien bahkan cenderung tumpang ndih. Untuk meningkatkan efekfitas pembangunan perumahan dan ka- wasan permukiman, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasio- nal/BAPPENAS bersama Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum berinisiaf mem- bentuk Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP). Berdirinya kelompok kerja pe- rumahan dan kawasan permukiman diawali dengan pembentukan Tim Pengarah pada tanggal 16 Agustus Pemangku Kepenngan (Stakeholders) Peran Perencanaan & Penganggaran Pedoman dan Standar Bangunan Perizinan dan Administrasi Pertanahan Data Penyediaan Perumahan, Prasarana, Sarana, dan ulitas BAPPENAS Kementerian Keuangan Kementerian Perumahan Rakyat Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pusat Stask Pemerintah Daerah Kementerian Sosial Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Pembangunan Daerah Ternggal Tabel 1. Keterkaitan Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Perumahan dan Permukiman Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP): Memperkuat Koordinasi Menuju Kolaborasi Nurul Wajah Mujahid dan Adi Perdana* Profil

Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman. Memperkuat Koordinasi Menuju Kolaborasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dimuat dalam Majalah HUDMagz Edisi 4 Tahun 2013. diterbitkan oleh Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Permukiman dan Perkotaan (LP P3I)/HUD Institute

Citation preview

Page 1: Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman. Memperkuat Koordinasi Menuju Kolaborasi

61

Edisi 4 - 2013

Menurut Weberian Bureaucrachy, pemerintah terdiri dari sebuah struktur organisasi yang terdiri dari se-kumpulan karyawan dengan kualifikasi tertentu,

terdiri dariberbagai divisi dengan pembagian tugas dan hirarki yang jelas serta menjalankan tugasnya sesuai dengan pera-turan perundangan. Struktur tersebut menjamin keteraturan dan keberlanjutan fungsi penyelenggaraan pemerintahan namun seringkali gagal menanggapi secara cepat perubah-an yang terjadi di masyarakat bahkan di dalam birokrasi itu sendiri. Hal ini dapat dipahami mengingat seringkali birokrasi pemerintahan bekerja berdasarkan prosedur yang ketat (red tape). Dalam pelaksananaan tugasnya seringkali karakteristik birokrasi tersebut menjadikan pemerintah berada dalam ke-sulitan manakala suatu keluaran (output) dan dampak (out-come)pembangunan di sektor tertentu merupakan hasil dari gabung an berbagai program/kegiatan yang tersebar di berba-gai institusi pemerintah (fragmented system).

Kondisi tersebut tercermin dalam pembangunan peru-mahan dan kawasan permukiman dimana kewenangannya terpisah secara vertikal antara pemerintah pusat dan daerah serta terbagi secara horisontal antarkementerian/lembaga. Lebih jauh lagi, rumah merupakan barang pribadi (private good) yang permintaan dan pilihannya sepenuhnya berada di tangan masyarakat dengan pilihan penyediaannya bisa dilaku-kan secara swadaya atau membeli dari pengembang (develop-er).Karakteristik tersebut menjadikan sistem penyediaan peru-mahan agak berbeda dengan sistem penyediaan infrastruktur publik seperti jalan dan pelabuhan udara. Penyediaan peru-mahan bagi masyarakat berpendapatan menengah ke atas sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar namun pe-

merintah memberikan berbagai fasilitasi bagi masyarakat ber-pendapatan rendah yang tidak mampu mengakses penyediaan rumah dari pasar perumahan.

Untuk mengelola kompleksitas di sektor perumahan dan permukiman diperlukan kesamaan tujuan dan harmonisasi program dan kegiatan dari berbagai pemangku kepentingan yang terlibat, khususnya di jajaran pemerintahan (Tabel 1). Ketidaksinkronan program dan kegiatan antarinstitusi baik di tingkat pusat dan daerah berpotensi menyebabkan lambat-nya pencapaian hasilpembangunan yang diharapkan. Dite-ngaraipencapaian target 7(d) Millenium Development Goals (MDGs)tidakakanterwujud.

Memperkuat Koordinasi melalui Pokja PKPTujuan pembangunan perumahan dan kawasan permu-

kiman sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah me-ningkatkan akses masyarakat terhadap hunian yang layak dan terjangkau serta didukung oleh prasarana dan sarana dasar permukiman yang memadai. Tujuan tersebut seperti halnya tujuan MDGs akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh berbagai rencana dan kegiatan yang dilakukan oleh ber-bagai kementerian dan lembaga terkait. Pencapaian tujuan tersebut tidak dapat dicapai hanya melalui keberhasilan dari suatu program/kegiatan tertentu karena tidak ada satu pun kementerian/lembaga yang dapat menyelesaikan permasalah-an pembangunan perumahan dan kawasan permukiman se-cara sendirian. Pada sisi lainnya, perbedaan persepsi terhadap tujuan pembangunan berpotensi menyebabkan terjadinya perbedaan indikator yang digunakan yang berimplikasi pada ketidaksinkronan kegiatan dan output yang dihasilkannya de-ngan dampak (outcome) yang ingin dicapai. Pada kasus ter-tentu perbedaan juga seringkali terjadi pada jenis pendekatan

yang digunakan serta besaran ban-tuan yang diberikan. Tanpa keterpa-duan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, suatu program akan berjalan tidak efektif, tidak efisien bahkan cenderung tumpang tindih.

Untuk meningkatkan efektifitas pembangunan perumahan dan ka-wasan permukiman, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasio-nal/BAPPENAS bersama Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum berinisiatif mem-bentuk Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP). Berdirinya kelompok kerja pe-rumahan dan kawasan permukiman diawali dengan pembentukan Tim Pengarah pada tanggal 16 Agustus

Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

Peran

Perencanaan & Penganggaran

Pedoman dan Standar

Bangunan

Perizinan dan Administrasi Pertanahan

DataPenyediaan Perumahan,

Prasarana, Sarana, dan utilitas

BAPPENAS ●Kementerian Keuangan ●Kementerian Perumahan Rakyat ● ● ● ●Kementerian Pekerjaan Umum ● ● ● ●Badan Pertanahan Nasional ●Badan Pusat Statistik ●Pemerintah Daerah ● ● ● ●Kementerian Sosial ●Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ● ●

Kementerian Kelautan dan Perikanan ● ●Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal ● ●

Tabel 1.Keterkaitan Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Perumahan dan Permukiman

Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP):

Memperkuat Koordinasi Menuju KolaborasiNurul Wajah Mujahid dan Adi Perdana*

Profil

Page 2: Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman. Memperkuat Koordinasi Menuju Kolaborasi

62

2011 melalui Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Nomor 81/M.PPN/HK/08/2011.

Adapun tugas Pokja PKP sebagai berikut:menyiapkan rumusan rekomendasi kebijakan, strategi, a. dan pro gram pembangunan perumahan dan kawasan permukim an;menyiapkan langkah-langkah koordinasi, pengendalian, b. dan pemantapan pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;menyiapkan bahan arahan dalam upaya percepatan pen-c. capaian target dan sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Millenium Deve-lopment Goals bidang perumahan tujuan 7 target 7D: “Men-capai peningkatan yang signifikan dalam kehi dupan pen-duduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020”;menyiapkan rumusan bahan-bahan bagi pengembangan d. dan pengarahan pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dengan sumber pendanaan da-lam dan luar negeri;melaporkan secara berkala perkembangan hasil pelaksana-e. an tugas dan pencapaian hasil kepada Tim Pengarah;melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Tim f. Pengarah.Untuk mendukung pelaksanaan tugas yang diberikan, Ke-

lompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman dileng-kapi dengan bidang-bidang. Setiap bidang dipimpin oleh pe-jabat setingkat eselon 2 dan beranggotakan pejabat eselon 3 dari berbagai kementerian/lembaga sebagaimana ter daftar di struktur tim pengarah.

Agenda KerjaKeberadaan Pokja PKP tidak dimaksudkan untuk meng-

gantikan peran dan tugas kementerian/lembaga namun lebih diarahkan untuk menjadi wadah pendukung pengambilan ke-bijakan agar lebih efektif dan konsisten dengan agenda pem-bangunan nasional. Terdapat 5 (lima) agenda besar kelompok kerja perumahan dan kawasan permukiman, yaitu:

Pembenahandata dan indikator pembangunan peru-a. mahan dan kawasan permukimanPerbaikan penyelenggaraan perumahan dan kawasan b. permukiman (housing delivery system)Penanganan kawasan permukiman kumuhc. Penyelenggaraan pertanahan dan perizinan untuk pe-d. rumahan Penataan kelembagaan perumahan dan kawaan per-e. mukiman

Selain akan menitikberatkan pada penyelesaian kelima agenda besar di atas, Pokja PKP juga diharapkan bisa men-dukung koordinasi penyelesaian isu-isu aktual yang lintas ke-menterian/lembaga. Selain mengelola koordinasi kebijakan, Pokja PKP dirancang agar menjadi sarana untuk sinkronisasi kegiatan dalam mendukung sasaran dan tujuan pembangunan perumahan dan kawasan permu kiman termasuk penanggu-langan kemiskinan. Pada sisi lainnya, untuk mendukung si-nergi de ngan pemerintah daerah, Pokja PKP tingkat nasional diharapkan dapat mengadvokasi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang lebih efektif di daerah.

Dari Koordinasi Menuju KolaborasiSelain perlunya memperkuat koordinasi antarkemente-

rian/lembaga, Pokja PKP juga diharapkan dapat meningkat-kan kolaborasi dengan lembaga non-pemerintah termasuk masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,perguruan tinggi, dan kalangan dunia usaha. Kolaborasi diperlukan sei ring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kebutuhan masyarakat dan adanya perubahan baik di internal maupun eksternal pemerintahan seperti menguatnya otonomi daerah, demokrasi, dan peran masyarakat. Tantangan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang ada seringkali tidak sesuai dengan sumber daya yang dimiliki oleh lembaga pemerintah baik pembiayaan, pengetahuan, maupun kapasi-tas kelembagaan dan sumber daya manusia.

Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah seharusnya mendorong lembaga pemerintah untuk menyatu-kan sumber daya yang dimilikinya baik antarlembaga di tingkat pusat maupun dengan pemerintah daerah. Kolaborasi dilaku-kan selain untuk mendapatkan manfaat yang paling optimal juga dapat menghemat overhead cost, meningkatkan sumber daya, dan berbagi keahlian yang pada akhirnya dapat mening-katkan kinerja pelayanan dan meningkatkan reputasi instansi yang terlibat. Proses kolaborasi secara kongkrit biasanya di-awali dengan menyusun perencanaan yang multi-sektor, pem-buatan pilot project program/kegiatan baru, serta membangun budaya kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan.

Proses kolaborasi seringkali tidak berjalan dengan mudah dikarenakan budaya birokrat itu sendiri yang enggan untuk berubah secara radikal (incremental culture) dan bisa juga diakibatkan oleh konflik kepentingan di antara pemangku ke-pentingan. Sistem birokrasi yang kaku dan berorientasi melihat ke dalam (inward-looking culture) tidak akan peka terhadap dinamika kebutuhan masyarakat yang seringkali melampaui batas-batas organisasi (Goldsmith and Eggers, 2004). Proses awal kolaborasi biasanya membutuhkan waktu dan energi yang besar karena diwarnai oleh perbedaan budaya organisasi, masalah kepemimpinan dan ego sektoral, kehilangan otonomi, keengganan berbagi sumber daya yang dibutuhkan serta per-saingan untuk memperoleh reputasi yang paling menonjol dari berbagai pihak yang terlibat.

Terlepas dari sisi positif dan negatif kolaborasi, peran pe-merintah di bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman sudah saatnya bergeser dari semangat “provider” menuju “enabler” untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada dan tersebar di berbagai pemangku kepen tingan. Pokja PKP menjadi sebuah harapan menuju pemba ngunan perumahan dan kawasan permukiman yang lebih efektif dan efisien. Untuk itu, pada tahap awal kegiat annya Pokja PKP perlu melakukan advokasi untuk penguatan kapasitas ang-gotanya, membangun kesepahaman (consensus building) mengenai indikator yang akan digunakan serta merumuskan masalah dan arah kebijakan pembangunan ke depan, khusus-nya menyongsong penyusunan RPJMN 2015-2019 yang meru-pakan tahap ketiga dari Rencana Pembangun an Jangka Pan-jang (2005-2025).

*) Perencana di Direktorat Permukiman dan Perumahan, Kementerian PPN/BAPPENAS

Profil