kehamilan Abdominal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obgyn

Citation preview

  • LAPORAN KASUS

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    Oleh:

    Monica Vety Pramita, S.Ked

    1008011046

    Pembimbing:

    dr. A. A. Heru Tjahyono, Sp.OG

    BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

    RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG

    2015

  • Laporan Kasus 2

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    HALAMAN PENGESAHAN

    Referat ini diajukan oleh:

    Nama : Monica Vety Pramita, S.Ked

    Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

    Bagian : Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

    Laporan Kasus ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah

    satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD

    Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

    PEMBIMBING KLINIK

    1. dr. A.A Heru Tjahyono, Sp. OG

    Ditetapkan di : Kupang

    Tanggal : 14 April 2015

  • Laporan Kasus 3

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul .....................................................................................................i

    Lembar Pengesahan ............................................................................................ii

    Daftar isi ..............................................................................................................iii

    BAB I. Pendahuluan ........................................................................................1

    1. Definisi ...........................................................................................................2

    2. Etiologi ...........................................................................................................3

    3. Patofisiologi ....................................................................................................5

    4. Gambaran Klinik ............................................................................................7

    5. Diagnosis ........................................................................................................9

    6. Penatalaksanaan ..............................................................................................12

    BAB II. Laporan Kasus ....................................................................................13

    2.1 Identitas Pasien ............................................................................................13

    2.2 Ilustrasi Kasus .............................................................................................13

    2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................14

    2.4 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................15

    BAB III. Pembahasan .......................................................................................20

    Daftar Pustaka ...................................................................................................24

  • Laporan Kasus 4

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kehamilan ektopik merupakan masalah kesehatan yang penting bagi

    perempuan pada usia reproduktif karena merupakan penyebab utama kematian ibu

    dan janin pada trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat, yaitu 9% dari

    seluruh kematian pada kehamilan. Frekuensi kehamilan ektopik adalah 1% dari

    seluruh kehamilan dan 90% kasus terjadi pada tuba Fallopii. Selain di tuba

    Fallopii, kehamilan ektopik dapat juga terjadi di ovarium, serviks, atau rongga

    abdomen. Penyebab terjadinya kehamilan ektopik melibatkan banyak faktor.

    Teoritis, semua faktor yang mengganggu migrasi embrio ke dalam rongga

    endometrium dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Obstruksi merupakan

    penyebab separuh kasus kehamilan ektopik. Obstruksi dapat terjadi karena

    inflamasi kronik, tumor intrauterin, dan endometriosis. Komplikasi kehamilan

    ektopik sering terjadi karena salah diagnosis, keterlambatan diagnosis atau

    kesalahan terapi. Komplikasi terburuk kehamilan ektopik adalah ruptur uteri atau

    tuba yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif, syok, Disseminated

    Intravascular Coagulation (DIC), dan kematian.(1,2,4)

    Diagnosis klinik kehamilan ektopik dapat ditegakkan dari ditemukannya

    trias klinik klasik, yaitu nyeri abdomen, amenore, dan perdarahan pervaginam.

    Tetapi pada kenyataanya hanya 50% penderita yang menunjukkan trias klinik

    klasik. Nyeri abdomen dialami oleh 75% penderita, sedangkan perdarahan vagina

    hanya didapatkan pada 40-50% penderita. Kehamilan ektopik harus didiagnosis

    banding dengan apendisitis, salfingitis, ruptur kista korpus luteum atau kista

  • Laporan Kasus 5

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    folikel ovarium, abortus spontan atau abortus iminen, torsi ovarium, dan

    gangguan traktus urinarius. Tetapi kadang-kadang gejala kehamilan ektopik hanya

    menyerupai gejala-gejala hamil muda. Sedangkan kehamilan abdominal

    merupakan salah satu jenis kehamilan ektopik yang mempunyai risiko paling

    tinggi dibandingkan dengan kehamilan ektopik di tempat lain. Frekuensi

    kehamilan abdominal 1:10.000 kelahiran hidup.Angka kematian pada kehamilan

    abdominal adalah 7,7 kali bila dibandingkan dengan kehamilan tuba dan 90 kali

    dari kehamilan intrauterina. Tetapi kehamilan abdominal justru merupakan

    diagnosis klinik kehamilan ektopik yang paling sulit ditegakkan, padahal

    kehamilan abdominal membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Kesalahan

    dan keterlambatan diagnosis akan sangat meningkatkan mortalitas pada kehamilan

    abdominal. Diagnosis kehamilan abdominal umumnya baru ditegakkan setelah

    dilakukan laparotomi, hanya kurang dari separuh kasus kehamilan abdominal

    yang dapat ditegakkan sebelum laparotomi.(1,2,3,4)

    Pada tulisan ini akan dilaporkan kasus seorang perempuan usia 20 tahun

    yang didiagnosis kehamilan abdominal.

    I. Definisi

    Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang

    telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Kehamilan

    ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga

    abdominal, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa

  • Laporan Kasus 6

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    misalnya dalam serviks, pars interstisialis tuba atau dalam tanduk rudimenter

    rahim.(1)

    Kehamilan abdominal merupakan salah satu varian kehamilan ektopik

    yang sangat terjadi. Kehamilan abdominal dapat dibagi menjadi 2 yaitu kehamilan

    abdominal primer dan kehamilan abdominal sekunder. Diagnosis kehamilan

    abdominal primer dapat ditegakkan bila tuba Falopii dan ovarium dalam keadaan

    normal, tidak adanya fistula dari uterus yang ruptur, perlekatan haasil konsepsi

    hanya pada peritonneum. Sedangkan kehamilan abdominal sekunder terjadi bila

    plasenta dari kehamilan di tuba, kornu dan uterus meluas dan melekat pada

    jaringan serosa sekitarnya.(1,2,3)

    II. Etiologi

    Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak diketahui karena secara

    patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak

    pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar

  • Laporan Kasus 7

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian faktor-faktor

    yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium

    menjadi penyebab kehamilan ektopik ini.(1,2,3,4)

    Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba

    menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang hipoksia dan saluran tuba yang

    berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan silia tuba tidak berfungsi dengan

    baik. Juga pada keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan

    predisposisi terjadinya kehamilan ektopik. Faktor tuba yang lain adalah adanya

    kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital.

    Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium

    yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi

    etiologi kehamilan ektopik. (1,4)

    Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang

    kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang

    sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar. Pil KB dan

    semua alat kontrasepsi yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan

    gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan

    terjadinya kehamilan ektopik. Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD

    dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping

    dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang

    sudah tua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya

    kehamilan ektopik.(1)

  • Laporan Kasus 8

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    III. Patofisiologi

    Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium

    untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian

    akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena

    tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka

    pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini: (1)

    Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

    Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

    vaskularisasi kurang dan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita

    tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.

    Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)

    Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah

    oleh villi korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan

    embrio dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.

    Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat

    perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, embrio dan selaputnya

    dikeluarkan ke dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah

    ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada

    implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada

    kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis

    ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini

    disebabkan oleh luman pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat lebih mudah

  • Laporan Kasus 9

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    mengikuti pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus

    dengan lumen sempit.

    Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,

    perdarahan akan terus berlangsung dan akhirnya dapat menjadi mola kruenta.

    Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiruan

    (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium

    tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan membentuk

    hematokel retrouterina.

    Ruptur dinding tuba

    Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya

    pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada

    kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah

    penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

    Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan

    pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,

    kadang sedikit dan kadang banyak, sampai bisa menyebabkan syok dan kematian.

    Bila pseukokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan pada lumen tuba.

    Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal. Bila

    pada abortus dalam tuba ostium tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam

    hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena

    tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum itu.

    Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Ketika ruptur ke

    rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil,

  • Laporan Kasus 10

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat

    berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam keadaan anemia atau

    syok akibat hemoragia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke

    kavum Douglasi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi

    rongga abdomen. Bila penderita tidak di operasi dan tidak meninggal akibat

    perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya

    kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya dan bila

    besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion.

    Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi kantong amnion

    dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan dapat tumbuh terus dalam perut,

    sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi

    kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya

    ke jaringan sekitarnya, misalnya kesebagian uterus, ligamentum latum, dasar

    panggul dan usus.

    IV. Gambaran Klinik

    Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan

    penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam

    kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Pada umumnya

    penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri

    di perut bagian bawah yang tidak seberapa yang tidak dihiraukan. Pada

    pemeriksaan vagina, uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak

  • Laporan Kasus 11

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    sebesar umur kehamilannya. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena

    lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. (1,2,3,5)

    Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba

    tempat lokasi nidasi, maka memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu

    timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau

    pingsan. Ini adalah petanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang terganggu.

    (1,2,3,5)

    Walau demikian gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat bervariasi;

    dari perdarahan yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terjadinya gejala yang

    tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik

    terganggu, abortus atau ruptur tuba, umurnya kehamilan, derajat perdarahan yang

    terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. (1,2,3,5)

    Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik yang terganggu.

    Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan

    intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan

    dan masuk ke dalam syok. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat

    dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula pada satu sisi, tetapi setelah darah

    masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke

    seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma,

    sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina

    dapat menyebabkan nyeri defekasi. (1,2,5)

    Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan

    ektopik yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari

  • Laporan Kasus 12

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak

    banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dikemukakan dari 51-93%.

    Amenore juga merupakan tanda penting pada kehamilan ektopik. Lamanya

    amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian

    penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid

    berikutnya. (1,2,5)

    Pada pemeriksaan vaginal, usaha menggerakkan servik uteri yang

    menimbulkan nyeri (nyeri goyang) atau slinger pijn merupakan tanda yang dapat

    ditemukan pada kehamilan ektopik. Demikian pula kavum Douglasi menonjol dan

    nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah (hematocel retrouterina). Pada

    abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus di

    samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel

    retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba

    dengan perdarahan banyak, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat;

    perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok. (1,2,3,5)

    V. Diagnosis

    Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan abdominal

    sangatlah besar sehingga banyak pasien yang mengalami abortus tuba atau ruptur

    tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnosis yang dapat digunakan

    adalah ultrasonografi, laparoskopi, atau kuldoskopi. (1)

    Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan

    jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis terutama bila ada

    tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan

  • Laporan Kasus 13

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak 1 jam selama 3 kali

    berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit, diagnosis

    kehamilan ektopik terganggu dapat terdukung. Perlu disadari bahwa peningkatan

    kadar Human chorionic gonadotropin (HCG) pada kehamilan ektopik lebih

    rendah dari kehamilan yang normal. (1,5)

    Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam

    kavum Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu

    menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Cara ini dengan melakukan

    pungsi pada kavum Douglasi, dimana hasilnya positif jika ada darah terisap ketika

    dipungsi. (1,5)

    Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara perabdominal atau pervaginam.

    Umumnya kita akan mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada kantong

    gestasinya dan didapatkan gambaran kantong gestasi yang berisi embrio di luar

    uterus. Apabila sudah terganggu (ruptur) maka bangunan kantong gestasi sudah

    tidak jelas, tetapi akan mendapatkan bangunan masa hiperekoik yang tidak

    beraturan, tidak berbatas tegas, dan di sekitarnya didapati cairan bebas (gambaran

    darah intraabdominal). Gambaran USG kehamilan ektopik sangat bervariasi,

    tergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur,

    abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti

    kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi

    berisi janin yang letaknya di luar kavum uteri. Namun gambaran ini hanya

    dijumpai pada 5-10% kasus. (1,5)

  • Laporan Kasus 14

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik.

    Uterus mungkin besarnya tidak normal atau mengalami sedikit pembesaran yang

    tidak sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekogenik sebagai

    akibat reaksi desidua. Kavum uteri sering berisi cairan eksudat yang diproduksi

    oleh sel-sel desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin

    anekoik yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestasional sac). Berbeda

    dengan kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris

    di kavum uteri dan tidak menunjukkan struktur cincin ganda. (1)

    Sering kali dijumpai masa tumor di daerah adneksa, yang gambarannya sangat

    bervariasi. Mungkin terlihat kantong gestasi yang masih utuh dan berisi janin,

    mungkin hanya berupa masa ekogenik dengan batas iregular, ataupun masa

    kompleks yang terdiri atas sebagian ekogenik dan anekoik. Gambaran masa yang

    tidak spesifik ini mungkin sulit dibedakan dari gambaran yang disebabkan oleh

    peradangan adneksa, tumor ovarium, ataupun masa endometrium. Perdarahan

    intraabdomen yang terjadi akibat kehamilan ektopik terganggu juga tidak

    memberikan gambaran spesifik, bergantung pada banyak dan lamanya proses

    perdarahan. Gambarannya dapat berupa masa anekoik di kavum douglasi yang

    mungkin meluas sampai ke bagian atas rongga abdomen. (1)

    Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir, apabila

    hasil penilaian prosedur diagnosis yang lain meragukan. Melalui prosedur ini, alat

    kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus,

    ovarium, tuba, kavum Douglasi dan ligamentum latum. Adanya darah dalam

  • Laporan Kasus 15

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini

    menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi. (1,4)

    VI. Penatalaksanaan

    Penanganan kehamilan abdominal pada umumnya adalah laparotomi. Dalam

    tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:

    kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi

    kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah

    mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.

    (1,2,3,4,5)

    Laparatomi adalah operasi yang dibutuhkan jika terjadi perdarahan internal

    yang tidak terkontrol, tempat kehamilan ektopik yang sulit terlihat dengan

    menggunakan laparoskop atau ahli bedah yang kurang terlatih untuk operasi

    laparokopi. (1)

    Pada kehamilan abdominal, pada saat melakukan laparatomi hendaknya tidak

    melepaskan perlekatan plasenta, karena jika hal itu dilakukan maka akan terjadi

    perdarahan hebat. Oleh karena itu, harus dihindari untuk mengeksplorasi sekitar

    organ. Jika memungkinkan plasenta dilepaskan secara aman, atau jika sudah

    terjadi perdarahan pada tempat implantasi, dan kemudian pengangkatan dilakukan

    secara langsung. Dan jika memungkinkan, pembuluh darah yang mensuplai

    plasenta seharusnya dilakukan ligasi terlebih dahulu.(3,4) Jika plasenta tetap

    ditinggalkan pada cavum abdominal, plasenta biasanya akan menyebabkan infeksi

    disertai abses, perlengketan, obstruksi intestinal, dan luka.

  • Laporan Kasus 16

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    2.1 Identitas Pasien

    Nama : Ny. YK

    Usia : 20 tahun

    Agama : Kristen Protestan

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Alamat : Maumere

    Suku : Timor

    Status Perkawinan : Belum sah

    Masuk RS : 11-3-2015 jam 12:54

    2.2 Ilustrasi Kasus

    Seorang wanita berusia 20 tahun sedang hamil anak pertama datang ke RS

    membawa rujukan dari RS TC Hillers Maumere dengan diagnosa G1P0A0 UK 35-

    36 minggu + ekstrauterin + letak lintang + oligohidramnion. Pasien tidak ada

    keluhan yang dirasakan secara berarti, namun saat perutnya semakin membesar

    dan pada saat janin bergerak pasien merasa perutnya terasa sesak.

    Selama kehamilan pasien rajin memeriksakan kehamilan (antenatal care)

    di puskesmas Lepare daerah tempat tinggalnya secara rutin sebanyak 6 kali.

  • Laporan Kasus 17

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    Menurut pemeriksaan yang dilakukan di puskesmas tidak ada kelainan pada

    kehamilannya. Kemudian pada tanggal 2-3-2015, pasien berinisiatif untuk

    memeriksakan kandungan di RS agar dilakukan USG. Dan hasil USG yang

    didapatkan bahwa kehamilannya di luar kandungan dan tepatnya di rongga

    abdomen.

    2.3 Pemeriksaan Fisik

    Kesadaran : Compos Mentis

    Tanda Vital :

    Tekanan Darah = 120/90 mmHg

    Nadi = 88x/menit regular dan kuat angkat

    Suhu = 37,0oC

    Pernapasan = 18x/menit regular

    Pemeriksaan Fisik Umum

    Mata : Conjunctiva anemis -/-

    Sklera ikterik -/-

    Pupil 3mm/3mm

    Refleks cahaya langsung +/+

    Refleks cahaya tidak langsung +/+

    Leher : Pembesaran KGB

    Cor : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tunggal, murmur - , gallop

  • Laporan Kasus 18

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

    Extremitas : edema tungkai - -

    - -

    Pemertiksaan Obstetri

    Abdomen :

    Inspeksi : Perut tampak cembung, terdapat striae berwarna hitam

    kecoklatan

    Palpasi : Teraba bagian janin secara jelas dengan letak janin

    melintang

    Auskultasi : Denyut jantung janin 150x / doppler

    Vagina Toucher : Tidak dilakukan

    Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Darah Lengkap

    Tanggal 11-3-2015

    Pemeriksaan Hasil Rujukan

    Hemoglobin 9,2 g/dL 11,4-15,1 g/dL

    Leukosit 9,66 x 103/uL 4,7-11,3 x 103/uL

    Trombosit 305 x 103/uL 142-424 x 103/uL

  • Laporan Kasus 19

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    Tanggal 14-3-2015

    Pemeriksaan Hasil Rujukan

    Hemoglobin 9,5 g/dL 11,4-15,1 g/dL

    Leukosit 7,47 x 103/uL 4,7-11,3 x 103/uL

    Trombosit 262 x 103/uL 142-424 x 103/uL

    Tanggal 16-3-2015

    Pemeriksaan Hasil Rujukan

    Hemoglobin 10,0 g/dL 11,4-15,1 g/dL

    Leukosit 7,08 x 103/uL 4,7-11,3 x 103/uL

    Trombosit 232 x 103/uL 142-424 x 103/uL

    Tanggal 18-3-2015

    Pemeriksaan Hasil Rujukan

    Hemoglobin 11,0 g/dL 11,4-15,1 g/dL

    Leukosit 7,84 x 103/uL 4,7-11,3 x 103/uL

    Trombosit 274 x 103/uL 142-424 x 103/uL

    2. Pemeriksaan Faal Hemostasis

    Tanggal 11-3-2015

    Pemeriksaan Hasil Rujukan

    PT 7,7 9,9 13,3

    aPTT 42,0 27,9 -37,7

    INR 0,70 0,85-1,27

  • Laporan Kasus 20

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    3. Pemeriksaan USG

    Tanggal 12-3-2015

    Kesimpulan :

    Tampak massa padat pada bagian posterior uterus mendorong ke anterior dan

    terdapat janin tunggal hidup rongga abdomen, terdapat struktur hypoechoik

    dengan ujung yang melebar. Submyoma subserosa dengan kemungkinan adanya

    kelainan pada traktus digestivus. Usia kehamilan 33-34 minggu. Palcenta

    implantasi pada fornix posterior uterus.

  • Laporan Kasus 21

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    Follow up

    Tanggal 12-3-2015

    Subjective Keluhan (-)

    Objective TD = 100/60 mmHg S = 36,40C

    N = 83x/menit RR = 19x/menit

    Cor dan pulmo dalam batas normal

    Abdomen = teraba janin dalam posisi melintang

    DJJ = 142x / doppler

    VT = tidak dilakukan

    Extremitas = edema -

    Assesment G1P0A0 uk 35-36 minggu + J/T/H + Gravida + Abdominal

    Pregnancy + Anemia ringan

    Planning IVFD RL 500 cc 20 tpm

    SF 2x1 tab

    Pro CITO Laparatomi

    Tanggal 13-3-2015

    Subjective Keluhan (-)

    Objective TD = 100/80 mmHg S = 36,50C

    N = 87x/menit RR = 21x/menit

    Cor dan pulmo dalam batas normal

    Abdomen = teraba janin dalam posisi melintang

    DJJ = 138x / doppler

    VT = tidak dilakukan

    Extremitas = edema -

    Assesment G1P0A0 uk 35-36 minggu + J/T/H + Gravida + Abdominal

    Pregnancy + Anemia ringan

    Planning IVFD RL 500 cc 20 tpm

    Transfusi PRC 1 bag/hari sampai Hb 10 g/dL Pro CITO Laparatomi

    Tanggal 14-3-2015

    Subjective Keluhan (-)

    Objective TD = 120/70 mmHg S = 36,70C

    N = 89x/menit RR = 20x/menit

    Cor dan pulmo dalam batas normal

    Abdomen = teraba janin dalam posisi melintang

    DJJ = 144x / doppler

    VT = tidak dilakukan

    Extremitas = edema -

    Assesment G1P0A0 uk 35-36 minggu + J/T/H + Gravida + Abdominal

  • Laporan Kasus 22

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    Pregnancy + Anemia ringan

    Planning IVFD RL 500 cc 20 tpm

    Transfusi PRC 1 bag/hari sampai Hb 10 g/dL Pro CITO Laparatomi

    Tanggal 15-3-2015

    Subjective Keluhan (-)

    Objective TD = 100/60 mmHg S = 36,40C

    N = 83x/menit RR = 19x/menit

    Cor dan pulmo dalam batas normal

    Abdomen = teraba janin dalam posisi melintang

    DJJ = 142x / doppler

    VT = tidak dilakukan

    Extremitas = edema -

    Assesment G1P0A0 uk 35-36 minggu + J/T/H + Gravida + Abdominal

    Pregnancy + Anemia ringan

    Planning IVFD RL 500 cc 20 tpm

    SF 2x1 tab

    Pro CITO Laparatomi

    Tanggal 18-3-2015

    Subjective Telah dilakukan Laparatomi jam 09.50

    Lahir bayi perempuan, BB=2800 gram, PB=41cm

    A/S= 1/2/5/8

    Objective TD = 100/60 mmHg S = 36,40C

    N = 83x/menit RR = 19x/menit

    Cor dan pulmo dalam batas normal

    Abdomen = terdapat luka operasi yang tertutup kain kasa,

    nyeri tekan (-)

    Extremitas = edema -

    Assesment P1-1 post laparatomi hari ke 0

    Planning IVFD RL : D5 = 2:1 20 tpm

    Drip Analgetik sesuai TS anestesi

    Puasa sampai bisa flatus atau bising usus (+)

    Injeksi Cefotaxime 3x1 amp/ iv

    Injeksi Metronidazole 3x1 amp/ iv

    Injeksi Alinamin F 3x1 amp/iv

    Injeksi Ranitidin 2x1 amp/iv

    Injeksi Kalnex 3x1 amp/iv

    Cek DL post op, jika Hb < 10 g/dL transfusi PRC 1 bag/hari

    Konsul ahli onkologi untuk regimen kemoterapi

  • Laporan Kasus 23

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Kehamilan abdominal merupakan peristiwa yang sangat langka dan

    memiliki insiden 1 dari 402 kehamilan di negara berkembang dan 1 dari 10000

    kehamilan di negara maju. Hal ini terjadi akibat dari hasil ruptur tuba atau aborsi

    tuba (kehamilan abdominal sekunder) atau lebih jarang implantasi langsung pada

    peritoneum dengan tuba falopi yang normal, ovarium yang normal dan tidak ada

    fistula pada tuba (kehamilan abdominal primer).(2,4)

    Angka kematian ibu terkait dengan kehamilan abdominal telah dilaporkan

    pada kisaran 0,5% sampai 18%. Kematian maternal dihubungkan dengan

    terjadinya perdarahan, infeksi, anemia, disseminated intravascular coagulation,

    emboli paru dan fistula pada organ pencernaan yang timbul dari adanya tulang

    janin. Sedangkan kematian perinatal berada pada kisaran 40% sampai 95%,

    bahkan jika kehamilan aterm 20% sampai 40% janin telah menjadi malformasi,

    karena sebagian besar oligohidramnion. Terkait kehamilan abdominal yang saat

    ini terjadi terutama di negara-negara berkembang, kemungkinan dikarenakan

    tingginya insidens penyakit radang panggul yang tidak diobati secara optimal.(2,5)

    Kehamilan abdominal merupakan salah satu varian dari kehamilan ektopik

    yang jarang dijumpai tetapi mengancam jiwa. Hal tersebut terjadi bila kantong

    kehamilan berimplantasi di luar uterus, ovarium dan tuba Fallopii. Kehamilan

    abdominal dapat dibagi menjadi dua, yaitu kehamilan abdominal primer dan

    kehamilan abdominal sekunder. Kehamilan abdominal primer lebih jarang terjadi

  • Laporan Kasus 24

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    dibanding yang sekunder, diagnosisnya harus memenuhi kriteria, yaitu: tuba

    Fallopi dan ovarium dalam keadaan normal, tidak adanya fistula dari uterus yang

    ruptur, perlekatan hasil konsepsi hanya pada peritoneum. Kehamilan abdominal

    sekunder terjadi bila plasenta dari kehamilan di tuba, kornu dan uterus meluas dan

    melekat pada jaringan serosa sekitarnya.(2)

    Kehamilan ektopik pada prinsipnya disebabkan oleh segala hal yang

    menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanis yang

    menghambat adalah infeksi rongga panggul, perlekatan tuba akibat operasi non

    ginekologis seperti apendektomi, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), ligasi

    tuba yang tidak sempurna, teknik-teknik reproduktif misalnya fertilisasi in vitro

    dan penggunaan obat-obatan untuk menginduksi ovulasi. Faktor fungsional yang

    juga berperan adalah perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor

    hormonal, defek fase luteal dan meningkatnya usia seorang perempuan. Secara

    khas kehamilan abdominal berawal dari kehamilan ektopik lainnya, yang

    menyebar keluar dari tuba dan melekat pada jaringan di sekitarnya, tetapi dapat

    juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio Caesaria. Untuk mendiagnosis

    kehamilan abdominal bukanlah hal yang mudah. Langkah pertama untuk

    mendiagnosis adalah dengan anamnesa, pada kehamilan abdominal primer bila

    ditemukan gejala nyeri atau kram pada abdomen dan perdarahan vagina kita harus

    curiga, sayangnya tidak semua perempuan menunjukkan gejala yang khas seperti

    itu. Pada kasus ini, penderita datang dengan kehamilan abdominal sekunder tanda

    yang harus kita curigai adalah nyeri perut yang berulang, mual muntah yang

    terjadi pada trimester kedua dan ketiga, gerakan janin yang menimbulkan rasa

  • Laporan Kasus 25

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    sakit pada ibu, bagian janin mudah diraba dan presentasi janin yang tidak normal.

    Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan serum dan

    urin HCG. Pemeriksaan kadar HCG serial dapat membedakan kehamilan ektopik

    dengan kehamilan intrauterin normal. Pada usia kehamilan 6-7 minggu, kadar

    HCG serum meningkat dua kali lipat pada kehamilan intrauterin normal.

    Peningkatan 66% dijumpai pada 85% kehamilan yang non viable. Bila pada

    pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kavum uteri yang kosong, hal tersebut

    menandakan adanya kehamilan ektopik. Tetapi pemeriksaan serial tersebut tidak

    memberi keuntungan klinis karena memperlambat penegakkan diagnosis,

    berakibat tingginya komplikasi yang dapat terjadi. Pemeriksaan kadar serum

    progesteron juga dapat membedakan kehamilan intrauterin normal dan kehamilan

    yang abnormal, kadar serum progesteron yang terlalu tinggi atau terlalu rendah

    curiga adanya kehamilan ektopik. Dari sebuah studi yang besar, kadar progesteron

    >25ng/ml menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik dengan sensitifitas 97,4%.

    Kadar progesteron 5ng/ml menyingkirkan kehamilan intrauterin normal dengan

    sensitivitas 100%. Progesteron juga bermanfaat untuk menentukan prognosis, bila

    kadarnya karena rasa nyeri pada abdomen, tetapi tidak mengalami perdarahan

    pervaginam. Pada kehamilan posterior uterus dicurigai perdarahan. Tindakan

    tersebut dinilai tepat karena dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih

    lanjut pada ibu. Bagaimana tatalaksana plasenta pada kehamilan abdominal masih

    menjadi perdebatan. Pelepasan plasenta sebagian dapat mengakibatkan

    perdarahan yang hebat. Pengangkatan plasenta secara utuh dilakukan hanya bila

    pembuluh darah yang mendarahi plasenta tersebut dapat diidentifikasi dan

  • Laporan Kasus 26

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    dilakukan ligasi. Regresi total plasenta akan terjadi sempurna dalam waktu 4

    bulan. Pemberian Methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta dianjurkan

    dalam 2 minggu setelah laparatomi. Sebagai ringkasan, telah dilaporkan satu

    kasus kehamilan abdominal. Kehamilan abdominal merupakan kasus yang jarang

    terjadi dan membawa resiko yang tinggi bagi penderita baik infeksi, sepsis,

    perdarahan, syok, DIC dan kematian. Risiko bagi janin adalah kelainan kongenital

    janin dan kematian janin. Sehingga kewaspadaan terhadap terjadinya kehamilan

    abdominal dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas penderita.

  • Laporan Kasus 27

    KEHAMILAN ABDOMINAL

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka; 2014.

    2. Bertrand G, Ray CL, Emond LS, Dubois J, Leduc L. Imaging in the

    Management of Abdominal Pregnancy: A Case Report and Review of the

    Literature. JOGC Janvier. 2009;

    3. Cunningham G, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.

    Obstetri Williams. 23rd ed. Jakarta: EGC; 2012.

    4. Achenani M, Kouach J, Mezzane S. Abdominal Pregnancy: Case Report. Science Journal of Clinical M. 2014;3(2):1720.

    5. Baffoe P, Foffie C, Gandau BN. Term Abdominal Pregnancy with Healthy

    Newborn: a Case Report. Ghana Medical Journal. 2011;