Upload
yanzrahman
View
884
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA
Tambang batu bara terutama tambang terbuka memerlukan lahan yang
luas. Hal tersebut tentu menimbulkan permasalahan lingkungan hidup
eperti erosi tanah, polusi debu, suara, air, serta dampak terhadap
keanekaragaman hayati setempat. Perencanaan dan pengelolaan
lingkungan yang baik akan meminimalisir dampak yang terjadi.
1. Gangguan lahan
Dalam praktek yang sesuai aturan, kajian tentang lingkungan hidup
daerah disekitarnya dilakukan beberapa tahun sebelum suatu tambang
batu bara dibuka untuk mengidentifikasi kepekaan dan masalah-
masalah yang mungkin akan terjadi. Kajian tersebut mempelajari
dampak pertambangan terhadap permukaan dan air tanah, tanah, dan
tata guna lahan setempat, tumbuhan alam serta populasi fauna
2. Amblesan Tambang
Kondisi ini terjadi dimana permukaan tanah ambles sebagai akibat dari
ditambangnya batu bara yang ada di dalamnya.
3. Pencemaran Air
Acid mine drainage atau drainase tambang asam (AMD) adalah air
yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang
mengandung mineral belerang. Biasanya yang dihasilkan mengandung
asam dan sering berasal dari daerah dimana bijih atau kegiatan
tambang batu bara telah membuka batuan yang mengandung pirit.
AMD terbentuk pada saat pirit bereaksi terhada udara dan air untuk
membentuk asam belerang dan besi terlarutkan. Limpasan asam
tersebut melarutkan logam-logam berat seperti tembaga, timbal dan
merkuri ke dalam air tanah dan air permukaan.
AMD merupakan permasalahan yang muncul pada tambang batu bara
permukaan.
4. Polusi Debu dan Suara
Selama melangsungkan kegiatan eksploitasi, dampak polusi udara dan
suara terhadap para pekerja dan masyarakat setempat dapat ditekan
melalui teknik perencanaan tambang modern dan peralatan khusus.
Selama kegiatan penambangan, debu dapat ditimbulkan oleh truk-truk
yang berjalan di atas jalan yang tidak beraspal, pemecahan batu bara,
dan pengeboran.
5. Penggunaan Gas Metana dari Tambang Batu Bara
Metana (CH4) adalah gas yang terbentuk dari proses pembentukan
batu bara. Gas tersebut keluar dari lapisan batu bara dan di sekitar
strata yang terganggu selama kegiatan penambangan. Gas metana
adalah gas rumah kaca yang potensial, diperkirakan memberikan
kontribusi sebesar 18% dari seluruh pengaruh pemanasan global yang
timbul dari kegiatan manusia (CO2 diperkirakan memberikan kontribusi
sebesar 50%). Batu bara bukan satu-satunya sumber daya yang
mengeluarkan gas metana – produksi beras di sawah basah dan
kegiatan lainnya merupakan emiten utama – metana dari lapisan batu
bara dapat digunakan daripada dilepaskan ke atmosfir dengan
manfaat lingkungan hidup yang penting.
Coal mine methane (CMM – metana tambang batubara) adalah metana
yang disemburkan oleh lapisan batu bara selama penambangan batu
bara. Coalbed methane (CBM – Metana Lapisan Batu Bara) adalah gas
metana yang terperangkap pada lapisan batu bara yang tidak atau
tidak akan ditambang. Gas metana sangat mudah meledak dan harus
dikeringkan selama kegiatan penambangan untuk menjaga keamanan
kondisi kerja. Pada tambang bawah tanah yang aktif, sistem ventilasi
berskala besar memindahkan udara dalam kuantitas yang besar
melalui tambang untuk menajaga tambang agar tetap aman namun
juga mengemisi gas metana dalam konsentrasi yang sangat kecil ke
atmosfir. Beberapa tambang aktif dan tua menghasilkan gas metana
melalui sistem degasifikasi, juga dikenal sebagai sistem drainase gas
yang menggunakan sumur-sumur untuk mendapatkan gas metana.
Selain meningkatkan keselamatan pada tambang batu bara,
penggunaan CMM meningkatklan kinerja lingkungan hidup dari suatu
kegiatan penambangan batu bara dan dapat memiliki manfaat
komersial. Gas metana tambang batu bara memiliki berbagai
kegunaan, termasuk produksi listrik di tapak dan di luar tapak,
penggunaan dalam proses industri dan sebagai bahan bakar untuk
menghidupkan ketel.
6. Rehabilitasi
Tambang batu bara hanya menggunakan lahan untuk sementara
waktu, sehingga sangat penting untuk melakukan rehabilitasi lahan
segera setelah kegiatan praktek penambangan dihentikan. Dalam
proses yang terbaik, rencana rehabilitasi atau reklamasi dirancang dan
disetujui untuk setiap penambangan batu bara, sejak awal hingga
akhir kegiatan penambangan. Rehabilitasi lahan merupakan satu
kesatuan dari kegiatan pertambangan dan biaya rehabilitasi lahan
dibebankan pada biaya operasi penambang.
Lahan yang telah direklamasi dapat digunakan untuk berbagai
keperluan seperti pertanian, kehutanan, habitat margasatwa, dan
rekreasi.
KEGIATAN PENGEBORAN MINYAK TANAH
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut.[1] Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif.[1] Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.[2]
Pengeboran di laut
Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow aut) di sumur minyak.[3] Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran.[3] Contohnya, ledakan anjungan minyak yang terjadi di teluk meksiko sekitar 80 kilometer dari Pantai Louisiana pada 22 April 2010.[3] Pencemaran laut yang diakibatkan oleh pengeboran minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British Petroleum (BP).[3] Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000 galon minyak ke perairan di sekitarnya.[3]
Tumpahan minyak di laut berasal dari kecelakaan kapal tanker.[4] Contohnya tumpahan minyak terbesar yang terjadi pada tahun 2006 di lepas pantai Libanon.[4] Selain itu, terjadi kecelakaan Prestige pada tahun 2002 di lepas pantai Spanyol.[4] Bencana alam seperti badai atau banjir juga dapat menyebabkan tumpahan minyak.[4] Sebagai contoh pada tahun 2007, banjir di Kansas menyebabkan lebih dari 40.000 galon minyak mentah dari kilang tumpah ke perairan itu.[4]
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:[5]
1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.
4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
KEGIATAN INDUSTRI PERTERNAKAN AYAM
Banyak industri peternakan ayam yang mengabaikan cara penanganan limbah yang baik sehingga menimbulkan pencemaran dan mengganggu lingkungan. Padahal, dalam analisis mengenai dampak lingkungan, sebuah industri harus menyertakan metode pengelolaan limbahnya sehingga tidak menimbulkan dampak negatif baik secara fisik, sosial, ekonomi, maupun budaya.
Beberapa dampak negatif peternakan ayam, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Polusi udara. Polusi berupa bau menyengat yang timbul dari proses aktivitas mikroorganisme pada sisa-sisa pakan maupun kotoran ternak.
2. Mengganggu kesehatan. Lalat banyak mengerumuni lingkungan kandang yang tidak terjaga kebersihannya. Lalat tersebut menyebarkan penyakit yang mengganggu kesehatan.
3. Endemi penyakit. Flu burung yang belakangan ramai dibicarakan, adalah jenis penyakit
ganas yang virusnya berkembang pada populasi ayam. Peternakan ayam yang tidak mengindahkan kebersihan dan pengelolaan limbah sering menjadi tempat berkembangnya virus tersebut.
Apabila limbah peternakan ayam diolah dengan tepat, permasalahan tersebut bisa diatasi. Bahkan, pengolahan limbah ekonomis berpeluang meningkatkan penghasilan.
Limbah Ekonomis
Berdasarkan nilai ekonomis setelah pengolahan, limbah bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah ekonomis dan non-ekonomis.
Limbah ekonomis adalah limbah yang bisa diproses menjadi produk baru yang memiliki nilai jual, sedangkan limbah non-ekonomis tidak. Pengolahan limbah non-ekonomis hanya ditujukan agar limbah mudah diuraikan dan tidak mencemari lingkungan.
Pada peternakan ayam, salah satu limbah ekonomis adalah kotoran ternak yang secara praktis bisa digunakan untuk pupuk tanaman. Namun belakangan ini, mulai dikembangkan teknologi yang berfungsi meningkatkan nilai ekonomis. Kotoran ternak bisa diproses menjadi produk lain yang nilai jualnya lebih tinggi.
Dari kotoran ayam, ada beberapa produk yang bisa diperoleh, yaitu gas bio, pupuk padat, dan pupuk cair.
Gas Bio
Gas bio adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme. Pada hewan ternak sapi dan kambing, misalnya, kotorannya mengandung mikroba tertentu yang secara otomatis berproses membentuk gas bio. Dalam teknik lingkungan, kotoran tersebut dicampur dengan air, kemudian dimasukkan ke dalam tangki pencerna gas bio.
Kotoran ayam tidak tidak mengandung mikroba sebagaimana dalam kotoran sapi. Karena itu, perlu pemrosesan lebih lanjut agar kotoran ayam bisa digunakan untuk memproduksi gas bio. Caranya dengan memasukkan ragi ke dalam kotoran ayam tersebut. Ragi berupa kotoran yang telah diproses sebelumnya dan memiliki kandungan mikroba cukup, sehingga berfungsi sebagai strarter.
Pupuk Padat
Kotoran ayam secara otomatis bisa digunakan sebagai pupuk. Namun, dalam pengolahan limbah, pupuk padat yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik dan siap pakai. Pupuk tersebut merupakan endapan limbah dalam proses pembuatan gas bio.
Pada pupuk padat endapan tersebut, telah terjadi proses oksidasi oleh udara. Dampak terhadap pembaruan unsur hara tanah bisa lebih maksimal. Indikasi pupuk padat yang baik adalah warnanya yang kehitam-hitaman menyerupai tanah dan tidak mengeluarkan bau menyengat.
Dalam proses pengolahan gas bio, limbah yang telah dicampur dengan air, dilakukan penyaringan menggunakan media pasir dan kerikil. Endapan di atas lapisan pasir inilah yang akan diproses menjadi pupuk padat, sedangkan rembesannya akan diproses menjadi pupuk cair.
Pupuk Cair
Rembesan air dalam proses pengendapan gas bio memerlukan penanganan lanjutan untuk bisa digunakan sebagai pupuk cair. Caranya dengan melakukan oksidasi pada kolam untuk meningkatkan kandungan oksigennya. Proses ini memakan waktu sekitar seminggu.
Setelah itu, limbah cair diberi bibit ganggang Chlorella untuk meningkatkan oksidasi. Di sisi lain, ganggang tersebut bisa dipanen untuk campuran pakan ayam karena mengandung protein dalam jumlah cukup tinggi. Bisa juga digunakan untuk makanan ikan.
Perlu Sosialisasi
Banyak pihak yang belum mengetahui potensi ekonomi dari limbah peternakan ayam. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya aktif dari pemerintah terkait dalam mensosialisasikan pengolahan limbah dengan lebih ekonomis.
Saat ini, teknologi pengolahan limbah telah banyak berkembang. Misalnya dengan adanya mesin pengaduk bokasi sederhana dengan penggerak motor bensin 3,5 PK. Mesin semacam ini terbilang efektif untuk proses awal pengolahan limbah.
Mesin yang dilengkapi pisau pengaduk, corong, bingkai, dan motor penggerak ini memiliki kapasitas 400 kg bahan bokasi/jam. Sangat tepat untuk pengolahan limbah industri menengah kecil. Dan diharapkan bisa mengurangi keengganan pemilik peternakan dalam mengelola limbahnya.