7
IJTIHAD SEBAGAI SUMBER DAN METODE STUDY ISLAM A. Pengertian Ijtihad Pada dasarnya, kata ijtihad artinya berusaha sungguh- sungguh. Kata ijtihad hampir sama dengan kata jihad yang artinya berjuang. Tetapi, kedua istilah tersebut berkembang membentuk konsep sendiri-sendiri. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, sedangkan orang yang jihad dan mujahadah disebut mujahid. Karena ke tiga akar kata tersebut sama maka tafsiran maknanya tergantung konteks ayat Al-qur’an. Kata ijtihad dapat berarti al- thaqah (kemampuan, kekuatan) atau berarti al- masyaqqah (kesulitan, kesukaran). Dikatakan demikian, karena lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang sukar dan berat. Orang yang mampu melakukan ijtihad adalah orang yang benar- benar pakar. Berkaitan dengan itu, isu pintu ijtihad tertutup karena semakin banyak orang yang sembarangan dalam ijtihad, walaupun sebenarnya tidak ada yang menutup pintu ijtihad. Sehubungan dengan beratnya lapangan ijtihad, al-ghazali menekankan bahwa, ijtihad hanya berlaku pada upaya-upaya yang sulit dilakukan, sedangkan pekerjaan yang ringan tidak dapat dikatakan ijtihad. Demikian juga al-saukany mengatakan bahwa ijtihad yaitu pengarahan kemampuan dalam aktifitas-aktifitas yang berat atau sukar.[1] Jadi, ijtihad adalah mengarahkan segenap kemampuan intelektual dan spiritual untuk mengeluarkan hukum yang ada dalam Al-qur’an atau as-sunnah, sehingga hukum tersebut dapat diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia sebagai solusi atas persoalan-persoalan umat. Sukar tidaknya masalah yang dihadapi tergantung kepada tinggi rendahnya kualitas intelektual dan spiritual seorang mujtahid. Jadi, bukan maslahnya yang sukar dan berat sebagaimana dikemukakan al- ghazali dan al-syaukani di atas, tetapi kualitas mujtahidnya. Di lihat dari pelaksanaannya, ijtihad dapat di bagi atas dua macam, yaitu ijtihad fardi dan ijtihad jama’i. Ijtihad fardi merupakan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan, ijtihad jama’i adalah ijtihad yang di lakukan oleh para mujtahid secara kelompok. Namun pada hakikatnya ijtihad jama’i tersebut tetap dilakukan oleh akal orang perorang, hanya saja dalam merumuskan satu masalah secara bekerjasama.

Ijtihad Sebagai Sumber Dan Metode Study Islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan kuliah

Citation preview

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER DAN METODE STUDY ISLAM

A.Pengertian IjtihadPada dasarnya, kataijtihadartinya berusaha sungguh-sungguh. Kata ijtihad hampir sama dengan kata jihad yang artinya berjuang. Tetapi, kedua istilah tersebut berkembang membentuk konsep sendiri-sendiri.Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, sedangkan orang yang jihad dan mujahadah disebut mujahid. Karena ke tiga akar kata tersebut sama maka tafsiran maknanya tergantung konteks ayat Al-quran. Kata ijtihad dapat berartial-thaqah(kemampuan, kekuatan) atau berartial-masyaqqah(kesulitan, kesukaran). Dikatakan demikian, karena lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang sukar dan berat. Orang yang mampu melakukan ijtihad adalah orang yang benar-benar pakar. Berkaitan dengan itu, isu pintu ijtihad tertutup karena semakin banyak orang yang sembarangan dalam ijtihad, walaupun sebenarnya tidak ada yang menutup pintu ijtihad.Sehubungan dengan beratnya lapangan ijtihad, al-ghazali menekankan bahwa, ijtihad hanya berlaku pada upaya-upaya yang sulit dilakukan, sedangkan pekerjaan yang ringan tidak dapat dikatakan ijtihad. Demikian juga al-saukany mengatakan bahwa ijtihad yaitu pengarahan kemampuan dalam aktifitas-aktifitas yang berat atau sukar.[1]Jadi, ijtihad adalah mengarahkan segenap kemampuan intelektual dan spiritual untuk mengeluarkan hukum yang ada dalam Al-quran atau as-sunnah, sehingga hukum tersebut dapat diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia sebagai solusi atas persoalan-persoalan umat. Sukar tidaknya masalah yang dihadapi tergantung kepada tinggi rendahnya kualitas intelektual dan spiritual seorang mujtahid. Jadi, bukan maslahnya yang sukar dan berat sebagaimana dikemukakan al-ghazali dan al-syaukani di atas, tetapi kualitas mujtahidnya.Di lihat dari pelaksanaannya, ijtihad dapat di bagi atas dua macam, yaitu ijtihad fardi dan ijtihad jamai. Ijtihad fardi merupakan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan, ijtihad jamai adalah ijtihad yang di lakukan oleh para mujtahid secara kelompok. Namun pada hakikatnya ijtihad jamai tersebut tetap dilakukan oleh akal orang perorang, hanya saja dalam merumuskan satu masalah secara bekerjasama.

B.Syarat dan Sifat MujtahidSyarat adalah ketentuan formal yang harus terpenuhi seluruhnya oleh seorang mujtahid. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka tidak sah (gugur) aktifitas ijtihadnya. Sedangkan sifat adalah kepribadian yang idealnya dimiliki oleh seorang mujtahid untuk sempurnanya hasil ijtihad. Sifat ini merupakan adab batin seseorang. Jika sifat-sifat ideal tidak dimiliki, tidak berarti gugurnya hasil ijtihad.M. Dawam Raharjo mengutip pendapat Yusuf Al-qardhawi, tentang syarat-syarat mujtahid, yaitu:1.Memahami Al-quran2.Memahami sunnah rosul3.Menguasai bahasa Arab4.Mengetahui masalah-masalah hukum yang telah ijma5.Menguasai ilmu ushul fiqih, terutama metode qiyas dan ijma.6.Memahami maksud dan tujuan syariat7.Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya, dan8.Memiliki sikap adil dan taqwa.[2]Yang menjadi persyaratan di atas adalah para mujtahid yang berprofesi sebagai pakar menyusun pedoman keputusan hukum yang hasilnya di sajikan kepada masyarakat umum. Persyaratan yang berat ini dimaksudkan agar menghasilkan standar mutu yang dapat di pertanggungjawabkan kepada publik. Akan tetapi, ijtihad sebagai upaya kemauan seseorang dalam menemukan suatu hukum perlu di dorong dan di latih agar tradisi keilmuan dapat berkembang terus. Mereka yang baru ahli dalam ilmu kedokteran misalnya, tetapi tidak ahli dalam bahasa arab perlu mencari korelasi antara pendekatan medis dengan pendekatan ayat Al-quran melalui terjemahan yang paling sederhana di tambah tafsir-tafsir yang sudah di terjemahkan. Dengan demikian, persyaratan berat di atas tidak menakut-nakuti yang berakibat tidak melakukan suatu action (tindakan). Mulailah bekerja dari apa yang sudah mulai dapat dikerjakan. Dengan kata lain, mulailah ijtihad dengan memanfaatkan ilmu yang sudah dimiliki untuk mengembangkan tradisi keilmuan islam.

C.RUANG LINGKUP IJTIHAD (MAJAL AL-IJTIHAD)

Ruang lingkup ijtihad adalah masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad. Istilah teknis yang terdapat dalam ikmuusul fiqhadalahal mujtahid fih. Menurut Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali (t.th : 354), lapangan ijtihad adalah setiap hukumsyarayang tidak memiliki hukumqothi.Adapun hukum yang diketahui dari agama secaradlarurahdanbidahah(pasti benar berdasarkan pertimbangan akal), tidak termasuk lapangan ijtihad. Secara tegas, Wahbah Al-Zuhaili menjelaskan bahwa sesuatu yang ditetapkan berdasarkandalil qathi al-tsubut wa dalalahtidak termasuk lapangan ijtihad. Persoalan-persoalan yangtergolong ma ulima min al-din bi al dlarurah, diantaranya kewajiban sholat lima waktu, puasa pada bulan rhamadan, zakat, haji, keharaman zina, pencurian dan minuman khamar.Secara lebih jelas, Wahbah Al-Zuhaili (1978: 497) menjelaskan lapangan ijtihad itu ada dua.Pertama,sesuatu yang tidak dijelaskan sama sekali oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW dalam Al-Quran dan al-Sunnah (ma la nasha fi ashlain). Kedua sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalilzhanni al-tsubut wa al-dalalahatau salah satunya (zhanni al-tsubutatauzhanni al-dalalah).Selama ada dalil yang pasti maka dalil itu tidak bisa dijadikan obyek ijtihad, atas dasar ayat-ayat hukum tadi telah benar menunjukkan arti yang jelas dan tidak mengandung tawil yang harus diterapkan untuk ayat-ayat itu. Contoh masalah yang sudah ada hukumnya dalam nash: Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing seratus kali dera.(QS.An-Nuur: 22).Contoh diatas sudah jelas, bahwa baik laki-laki maupun perempuan yang berzina, masing-masing didera seratus kali, hukum ini sudah jelas sehingga tidak perlu diijtihadi.Sedangkan contoh masalah yang membutuhkan ijtiihad adalah: Artinya :Dan lakukanlah sholat, tunaikanlah zakat(QS.Al-Baqoroh:43)Dalam contoh ini memang sudah jelas bahwa umat manusia diperintahkan untuk melaksanakan sholat dan zakat, namun bagaimana cara melakukannya belum diterangkan dalam ayat tersebut, jadi masih perlu diijtahadi, contohnya berapa ukuran zakat padi, zakat perdagangan, zakat profesi, dan seterusnya.

Berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :1. Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum sendiri2. Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan manusia.

D.HUKUM MELAKUKAN IJTIHADUlama berpendapat, jika seorang Muslim dihadapkan kepada suatu peristiwa, atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukumsyara,maka hukum ijtihad bagi orang itu bisawajibain, wajib kifayah, sunat,atauharam,bergantung pada kapasitas orang tersebut.Pertama,bagi seorang Muslim yang memenuhi kriteria mujtahidyang dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akan hilang begitu saja tanpa kepas-tian hukumnya, atau ia sendiri mengalami peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nas, maka hukum ijtihad menjadiwajib ain.Kedua,bagi seorang Muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang diminta fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia mengkhawatirkan peristiwa itu lenyap dan selain dia masih ada mujtahid lainnya, maka hukum ijtihad menjadiwajib kifayah.Artinya, jika semua mujtahid tidak ada yang melakukan ijtihad atas kasus tersebut, maka semuanya berdosa. Sebaliknya, jika salah seorang dari mereka melakukan ijtihad, maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka.Ketiga,hukum berijtihad menjadi sunat jika dilakukan atas persoalan-persoalanyang tidak atau belum terjadi.Metodologi Studi IslamKeempat,hukum. ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang sudah jelas hukumnya secaraqathi,baik dalam Alquran maupun al-Sunnah atau ijtihad atas peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secara ijmak.

E.Ijtihad Sebagai Sumber dan Metode Study IslamIjtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat islam untuk menetapkan atau menentukan suatu hukum syariat islam dalam hal-hal yang ternyata belum di tegaskan hukumnya oleh Al-quran dan sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-quran dan sunnah. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang di atur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi Al-quran dan sunnah tersebut. Karena itu, ijtihad di pandang sebagai salah satu sumber hukum islam yang sangat di butuhkan sepanjang masa setelah Rasulallah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yangsemakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi,melainkan juga di bidang sistem dalam artinya yang luas.Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-quran dan sunnah yang di olah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yangberhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus di kaitkan dengan ajaran islam dan kebutuhan hidup.Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran islam yang terdapat dalam Al-quran dan sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja. Bila ternyata ada yang agak terperinci, maka perincian itu adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu. Sejak di turunkan sampai nabi Muhammad SAW wafat, ajaran islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang di tuntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula. Sebaliknya, ajaran islam sendiri telah berperan mengubah kehidupan manusia menjadi kehidupan muslim.Pergantian dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, yang bermuara pada perubahan kehidupan sosial telah menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian kembali prinsip-prinsip ajaran islam, apakah ia boleh di tafsirkan dengan yang lebih serasi dengan lingkungan dan kehidupan sosial sekarang ? kalau ajaran itu memang prinsip yang tak boleh di ubah, maka lingkungan dan kehidupan sosiallah yang perlu di ciptakan dan di sesuaikan dengan prinsip itu. Sebaliknya, jika dapat di tafsir maka ajaran-ajaran itulah yang menjadi lapangan ijtihad.Sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial, manusia tentu saja mempunyai kebutuhan individu dan kebutuhan sosial menurut tingkatan-tingkatannya. Dalam kehidupan bersama, mereka mempunyai kebutuhan bersama untuk kelanjutan hidup kelompoknya. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi berbagai aspek kehidupan individu dan sosial, seperti sistem politik, ekonomi, sosial dan pendidikan. Pendidkan adalah kebutuhan yang terpenting karena ia menyangkut pembinaan generasi mendatang dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tersebut sebelumnya.Sistem pembinaan, di satu pihak di tuntut agar senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu dan tekhnologi yang berkembang cepat. Di pihak lain, di tuntut agar tetap bertahan dalam hal kesesuaiannya dengan ajaran islam. Hal ini merupakan masalah yang senantiasa menuntut mujtahid muslim di bidang pendidikan untuk selalu berijtihad sehingga teori pendidikan islam senantiasa relevan dengan tuntutan zaman, ilmu dan tekhnologi tersebut. Sedangkan di Indonesia ijtihad di bidang pendidikan itu harus pula di jaga agar sejalan dengan falsafah hidup bangsa.

KESIMPULANIjtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat islam untuk menentukan/menetapkan sesuatu hukum syariat islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-quran dan Sunnah. Kata ijtihad dapat berartial-thaqah(kemampuan, kekuatan) atau berartial-masyaqqah(kesulitan, kesukaran). Dikatakan demikian, karena lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang sukar dan berat. Orang yang mampu melakukan ijtihad adalah orang yang benar-benar pakar. Berkaitan dengan itu, isu pintu ijtihad tertutup karena semakin banyak orang yang sembarangan dalam ijtihad, walaupun sebenarnya tidak ada yang menutup pintu ijtihad. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Untuk menjadi seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan.Ulama berpendapat, jika seorang Muslim dihadapkan kepada suatu peristiwa, atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukumsyara,maka hukum ijtihad bagi orang itu bisawajibain, wajib kifayah, sunat,atauharam,bergantung pada kapasitas orang tersebut.Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-quran dan sunnah yang di olah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yangberhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus di kaitkan dengan ajaran islam dan kebutuhan hidup