95
Hubungan internasional Hubungan Internasional, adalah cabang dari ilmu politik , merupakan suatu studi tentang persoalan- persoalan luar negeri dan isu-isu global di antara negara-negara dalam sistem internasional, termasuk peran negara-negara, organisasi-organisasi antarpemerintah, organisasi-organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dan perusahaan-perusahaan multinasional. Hubungan Internasional adalah suatu bidang akademis dan kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif karena Hubungan Internasional berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar negeri negara-negara tertentu. Selain ilmu politik, Hubungan Internasional menggunakan pelbagai bidang ilmu seperti ekonomi , sejarah , hukum , filsafat , geografi , sosiologi , antropologi , psikologi , studi-studi budaya dalam kajian-kajiannya. HI mencakup rentang isu yang luas, dari globalisasi dan dampak- dampaknya terhadap masyarakat-masyarakat dan kedaulatan negara sampai kelestrarian ekologis, proliferasi nuklir, nasionalisme, perkembangan ekonomi, terorisme, kejahatan yang terorganisasi, keselamatan umat manusia, dan hak-hak asasi manusia. Sejarah Sejarah hubungan internasional sering dianggap berawal dari [Perdamaian Westphalia] pada [1648], ketika sistem negara modern dikembangkan. Sebelumnya, organisasi-organisasi otoritas politik abad pertengahan [Eropa] didasarkan pada tatanan hirarkis yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa, atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama. Otoritas Yunani dan Roma kuno kadang-kadang mirip dengan sistem Westphalia, tetapi keduanya tidak memiliki gagasan kedaulatan yang memadai. Teori hubungan internasional

Hubungan internasional

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hubungan internasional

Hubungan internasionalHubungan Internasional, adalah cabang dari ilmu politik, merupakan suatu

studi tentang persoalan-persoalan luar negeri dan isu-isu global di antara negara-negara dalam sistem internasional, termasuk peran negara-negara, organisasi-organisasi antarpemerintah, organisasi-organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dan perusahaan-perusahaan multinasional. Hubungan Internasional adalah suatu bidang akademis dan kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif karena Hubungan Internasional berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar negeri negara-negara tertentu. Selain ilmu politik, Hubungan Internasional menggunakan pelbagai bidang ilmu seperti ekonomi, sejarah, hukum, filsafat, geografi, sosiologi, antropologi, psikologi, studi-studi budaya dalam kajian-kajiannya. HI mencakup rentang isu yang luas, dari globalisasi dan dampak-dampaknya terhadap masyarakat-masyarakat dan kedaulatan negara sampai kelestrarian ekologis, proliferasi nuklir, nasionalisme, perkembangan ekonomi, terorisme, kejahatan yang terorganisasi, keselamatan umat manusia, dan hak-hak asasi manusia.

Sejarah

Sejarah hubungan internasional sering dianggap berawal dari [Perdamaian Westphalia] pada [1648], ketika sistem negara modern dikembangkan. Sebelumnya, organisasi-organisasi otoritas politik abad pertengahan [Eropa] didasarkan pada tatanan hirarkis yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa, atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama. Otoritas Yunani dan Roma kuno kadang-kadang mirip dengan sistem Westphalia, tetapi keduanya tidak memiliki gagasan kedaulatan yang memadai.

Teori hubungan internasional

Artikel utama: Teori hubungan internasional

Apa yang secara eksplisit diakui sebagai teori hubungan internasional tidak dikembangkan sampai setelah Perang Dunia I, dan dibahas secara lebih rinci di bawah ini. Namun, teori HI memiliki tradisi panjang menggunakan karya ilmu-ilmu sosial lainnya. Penggunaan huruf besar “H” dan “I” dalam hubungan internasional bertujuan untuk membedakan disiplin Hubungan Internasional dari fenomena hubungan internasional. Banyak orang yang mengutip Sejarah Perang Peloponnesia karya Thucydides sebagai inspirasi bagi teori realis, dengan Leviathan karya Hobbes dan The Prince karya Machiavelli memberikan pengembangan lebih lanjut. Demikian juga, liberalisme menggunakan karya Kant dan Rousseau, dengan karya Kant sering dikutip sebagai pengembangan pertama dari Teori Perdamaian Demokratis. Meskipun hak-hak asasi manusia kontemporer secara signifikan berbeda dengan jenis hak-hak yang didambakan dalam hukum alam, Francisco de Vitoria, Hugo Grotius, dan John Locke memberikan pernyataan-pernyataan pertama tentang hak untuk mendapatkan hak-hak tertentu berdasarkan kemanusiaan secara umum. Pada abad ke-20, selain

Page 2: Hubungan internasional

teori-teori kontemporer intenasionalisme liberal, Marxisme merupakan landasan hubungan internasional.

Teori Epistemologi dan teori HI

Teori-teori Utama Hubungan Internasional Realisme Neorealisme Idealisme Liberalisme Neoliberalisme Marxisme Teori dependensi Teori kritis Konstruksivisme Fungsionalisme Neofungsiionalisme

Secara garis besar teori-teori HI dapat dibagi menjadi dua pandangan epistemologis “positivis” dan “pasca-positivis”. Teori-teori positivis bertujuan mereplikasi metode-metode ilmu-ilmu sosial dengan menganalisis dampak kekuatan-kekuatan material. Teori-teori ini biasanya berfokus berbagai aspek seperti interaksi negara-negara, ukuran kekuatan-kekuatan militer, keseimbangan kekuasaaan dan lain-lain. Epistemologi pasca-positivis menolak ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan bebas-nilai. Epistemologi ini menolak ide-ide sentral tentang neo-realisme/liberalisme, seperti teori pilihan rasional, dengan alasan bahwa metode ilmiah tidak dapat diterapkan ke dalam dunia sosial dan bahwa suatu “ilmu” HI adalah tidak mungkin.

Perbedaan kunci antara kedua pandangan tersebut adalah bahwa sementara teori-teori positivis, seperti neo-realisme, menawarkan berbagai penjelasan yang bersifat sebab-akibat (seperti mengapa dan bagaimana kekuasaan diterapkan), teori pasca-positivis pasca-positivis berfokus pada pertanyaan-pertanyaan konstitutif, sebagai contoh apa yang dimaksudkan dengan “kekuasaan”; hal-hal apa sajakah yang membentuknya, bagaimana kekuasaan dialami dan bagaimana kekuasaan direproduksi. Teori-teori pasca-positivs secara eksplisit sering mempromosikan pendekatan normatif terhadap HI, dengan mempertimbangkan etika. Hal ini merupakan sesuatu yang sering diabaikan dalam HI “tradisional” karena teori-teori positivis membuat perbedaan antara “fakta-fakta” dan penilaian-penilaian normatif, atau “nilai-nilai”. Selama periode akhir 1980-an/1990 perdebatan antara para pendukung teori-teori positivis dan para pendukung teori-teori pasca-positivis menjadi perdebatan yang dominan dan disebut sebagai “Perdebatan Terbesar” Ketiga (Lapid 1989.)Teori-teori pascastrukturalis

Teori-teori pascastrukturalis dalam HI berkembang pada 1980-an dari studi-studi pascamodernis dalam ilmu politik. Pasca-strukturalisme mengeksplorasi dekonstruksi konsep-konsep yang secara tradisional tidak problematis dalam HI, seperti kekuasaan dan agensi dan meneliti bagaimana pengkonstruksian konsep-konsep ini membentuk hubungan-hubungan internasional. Penelitian terhadap “narasi” memainkan peran yang penting dalam analisis pascastrukturalis, sebagai contoh studi pascastrukturalis feminis telah meneliti peran yang dimainkan oleh “kaum wanita” dalam masyarakat global dan bagaimana kaum wanita dikonstruksi dalam perang sebagai “tanpa dosa” (innocent) dan “warga sipil”. Contoh-contoh riset pasca-positivis mencakup: Pelbagai bentuk feminisme (perang "gender" war—“gendering” war) Pascakolonialisme (tantangan-tantangan dari sentrisme Eropa dalam HI)

Konsep-konsep dalam hubungan internasional

Page 3: Hubungan internasional

Konsep-konsep level sistemik

Hubungan internasional sering dipandang dari pelbagai level analisis, konsep-konsep level sistemik adalah konsep-konsep luas yang mendefinisikan dan membentuk lingkungan (milieu) internasional, yang dikarakterkan oleh Anarki.

Kekuasaan

Konsep Kekuasaan dalam hubungan internasional dapat dideskripsikan sebagai tingkat sumber daya, kapabilitas, dan pengaruh dalam persoalan-persoalan internasional. Kekuasaan sering dibagi menjadi konsep-konsep kekuasaan yang keras (hard power) dan kekuasaan yang lunak (soft power), kekuasaan yang keras terutama berkaitan dengan kekuasaan yang bersifat memaksa, seperti penggunaan kekuatan, dan kekuasaan yang lunak biasanya mencakup ekonomi, diplomasi, dan pengaruh budaya. Namun, tidak ada garis pembagi yang jelas di antara dua bentuk kekuasaan tersebut.

Polaritas

Polaritas dalam Hubungan Internasional merujuk pada penyusunan kekuasaan dalam sistem internasional. Konsep tersebut muncul dari bipolaritas selama Perang Dingin, dengan sistem internasional didominasi oleh konflik antara dua negara adikuasa dan telah diterapkan sebelumnya. Sebagai akibatnya, sistem internasional sebelum 1945 dapat dideskripsikan sebagai terdiri dari banyak kutub (multi-polar), dengan kekuasaan dibagi-bagi antara negara-negara besar. Runtuhnya Uni Soviet pada 1991 telah menyebabkan apa yang disebut oleh sebagian orang sebagai unipolaritas, dengan AS sebagai satu-satunya negara adikuasa. Beberapa teori hubungan internasional menggunakan ide polaritas tersebut. Keseimbangan kekuasaan adalah konsep yang berkembang luas di Eropa sebelum Perang Dunia Pertama, pemikirannya adalah bahwa dengan menyeimbangkan blok-blok kekuasaan hal tersebut akan menciptakan stabilitas dan mencegah perang dunia. Teori-teori keseimbangan kekuasaan kembali mengemuka selama Perang Dingin, sebagai mekanisme sentral dalam Neorealisme Kenneth Waltz. Di sini konsep-konsep menyeimbangkan (meningkatkan kekuasaan untuk menandingi kekuasaan yang lain) dan bandwagoning (berpihak dengan kekuasaan yang lain) dikembangkan. Teori stabilitas hegemonik juga menggunakan ide Polaritas, khususnya keadaan unipolaritas. Hegemoni adalah terkonsentrasikannya sebagian besar kekuasaan yang ada di satu kutub dalam sistem internasional, dan teori tersebut berargumen bahwa hegemoni adalah konfigurasi yang stabil karena adanya keuntungan yang diperoleh negara adikuasa yang dominan dan negara-negara yang lain dari satu sama lain dalam sistem internasional. Hal ini bertentangan dengan banyak argumen Neorealis, khususnya yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz, yang menyatakan bahwa berakhirnya Perang Dingin dan keadaan unipolaritas adalah konfigurasi yang tidak stabil yang secara tidak terelakkan akan berubah. Hal ini dapat diungkapkan dalam teori peralihan Kekuasaan, yang menyatakan bahwa mungkin suatu negara besar akan menantang suatu negara yang memiliki hegemoni (hegemon) setelah periode tertentu, sehingga mengakibatkan perang besar. Teori tersebut mengemukakan bahwa meskipun hegemoni dapat mengontrol terjadinya pelbagai perang, hal tersebut menyebabkan terjadinya perang yang lain. Pendukung utama teori tersebut, A.F.K. Organski, mengemukakan argumen ini berdasarkan terjadinya perang-perang sebelumnya selama hegemoni Inggris. Portugis, dan Belanda.

Page 4: Hubungan internasional

Interdependensi

Banyak orang yang menyokong bahwa sistem internasional sekarang ini dikarakterkan oleh meningkatnya interdepedensi atau kesalingbergantungan: tanggung jawab terhadap satu sama lain dan dependensi (ketergantungan) terhadap pihak-pihak lain. Para penyokong pendapat ini menunjuk pada meningkatnya globalisasi, terutama dalam hal interaksi ekonomi internasional. Peran institusi-institusi internasional, dan penerimaan yang berkembang luas terhadap sejumlah prinsip operasional dalam sistem internasional, memperkukuh ide-ide bahwa hubungan-hubungan dikarakterkan oleh interdependensi.

Dependensi

Teori dependensi adalah teori yang paling lazim dikaitkan dengan Marxisme, yang menyatakan bahwa seperangkat negara Inti mengeksploitasi kekayaan sekelompok negara Pinggiran yang lebih lemah. Pelbagai versi teori ini mengemukakan bahwa hal ini merupakan keadaan yang tidak terelakkan (teori dependensi standar), atau menggunakan teori tersebut untuk menekankan keharusan untuk berubah (Neo-Marxisme).

Perangkat-perangkat sistemik dalam hubungan internasional

← Diplomasi adalah praktik komunikasi dan negosiasi antara pelbagai perwakilan negara-negara. Pada suatu tingkat, semua perangkat hubungan internasional yang lain dapat dianggap sebagai kegagalan diplomasi. Perlu diingat, penggunaan alat-alat yang lain merupakan bagian dari komunikasi dan negosiasi yang tak terpisahkan di dalam negosiasi. Pemberian sanksi, penggunaan kekuatan, dan penyesuaian aturan perdagangan, walau bukan merupakan bagian dari diplomasi yang biasa dipertimbangkan, merupakan perangkat-perangkat yang berharga untuk mempermudah serta mempermulus proses negosiasi.

← Pemberian sanksi biasanya merupakan tindakan pertama yang diambil setelah gagalnya diplomasi dan merupakan salah satu perangkat utama yang digunakan untuk menegakkan pelbagai perjanjian (treaties). Sanksi dapat berbentuk sanksi diplomatik atau ekonomi dan pemutusan hubungan dan penerapan batasan-batasan terhadap komunikasi atau perdagangan.

← Perang, penggunaan kekuatan, sering dianggap sebagai perangkat utama dalam hubungan internasional. Definisi perang yang diterima secara luas adalah yang diberikan oleh Clausewitz, yaitu bahwa perang adalah “kelanjutan politik dengan cara yang lain.” Terdapat peningkatan studi tentang “perang-perang baru” yang melibatkan aktor-aktor selain negara. Studi tentang perang dalam Hubungan Internasional tercakup dalam disiplin Studi Perang dan Studi Strategis.

← Mobilisasi tindakan mempermalukan secara internasional juga dapat dianggap sebagai alat dalam Hubungan Internasional. Hal ini adalah untuk mengubah tindakan negara-negara lewat “menyebut dan mempermalukan” pada level internasional. Penggunaan yang terkemuka dalam hal ini adalah prosedur Komisi PBB untuk Hak-hak Asasi Manusia 1235, yang secara publik memaparkan negara-negara yang melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Page 5: Hubungan internasional

← Pemberian keuntungan-keuntungan ekonomi dan/atau diplomatik. Salah satu contohnya adalah kebijakan memperbanyak keanggotaan Uni Eropa. Negara-negara kandidat diperbolehkan menjadi anggota Uni Eropa setelah memenuhi kriteria Copenhagen.

Konsep-konsep unit level dalam hubungan internasional

Sebagai suatu level analisis level unit sering dirujuk sebagai level negara, karena level analisis ini menempatkan penjelasannya pada level negara, bukan sistem internasional.

Tipe rezim

Sering dianggap bahwa suatu tipe rezim negara dapat menentukan cara suatu negara berinteraksi dengan negara-negara lain dalam sistem internasional. Teori Perdamaian Demokratis adalah teori yang mengemukakan bahwa hakikat demokrasi berarti bahwa negara-negara demokratis tidak akan saling berperang. Justifikasi terhadap hal ini adalah bahwa negara-negara demokrasi mengeksternalkan norma-norma mereka dan hanya berperang dengan alasan-alasan yang benar, dan bahwa demokrasi mendorong kepercayaan dan penghargaan terhadap satu sama lain. Sementara itu, komunisme menjustifikasikan suatu revolusi dunia, yang juga akan menimbulkan koeksitensi (hidup berdampingan) secara damai, berdasarkan masyarakat global yang proletar.

Revisionisme/Status quo

Negara-negara dapat diklasifikasikan menurut apakah mereka menerima status quo, atau merupakan revisionis, yaitu menginginkan perubahan. Negara-negara revisionis berusaha untuk secara mendasar mengubah pelbagai aturan dan praktik dalam hubungan internasional, merasa dirugikan oleh status quo (keadaan yang ada). Mereka melihat sistem internasional sebagai untuk sebagian besar merupakan ciptaan barat yang berfungsi mengukuhkan pelbagai realitas yang ada. Jepang adalah contoh negara yang beralih dari negara revisionis menjadi negara yang puas dengan status quo, karena status quo tersebut kini menguntungkan baginya.

Agama

Sering dianggap bahwa agama dapat memiliki pengaruh terhadap cara negara bertindak dalam sistem internasional. Agama terlihat sebagai prinsip pengorganisasi terutama bagi negara-negara Islam, sementara sekularisme terletak yang ujung lainnya dari spektrum dengan pemisahan antara negara dan agama bertanggung jawab atas tradisi Liberal.

Konsep level sub unit atau individu

Level di bawah level unit (negara) dapat bermanfaat untuk menjelaskan pelbagai faktor dalam Hubungan Internasional yang gagal dijelaskan oleh teori-teori yang lain,

Page 6: Hubungan internasional

dan untuk beranjak menjauhi pandangan yang berpusat pada negara (negara-sentris) dalam hubungan internasional.

← Faktor-faktor psikologis dalam Hubungan Internasional - Pengevaluasian faktor-faktor psikologis dalam hubungan internasional berasal dari pemahaman bahwa negara bukan merupakan kotak hitam seperti yang dikemukakan oleh Realisme bahwa terdapat pengaruh-pengaruh lain terhadap keputusan-keputusan kebijakan luar negeri. Meneliti peran pelbagai kepribadian dalam proses pembuatan keputusan dapat memiliki suatu daya penjelas, seperti halnya peran mispersepsi di antara pelbagai aktor. Contoh yang menonjol dalam faktor-faktor level sub-unit dalam hubungan internasional adalah konsep pemikiran-kelompok (Groupthink), aplikasi lain yang menonjol adalah kecenderungan para pembuat kebijakan untuk berpikir berkaitan dengan pelbagai analogi-analogi

← Politik birokrat – Mengamati peran birokrasi dalam pembuatan keputusan, dan menganggap berbagai keputusan sebagai hasil pertarungan internal birokratis (bureaucratic in-fighting), dan sebagai dibentuk oleh pelbagai kendala.

← Kelompok-kelompok keagamaan, etnis, dan yang menarik diri — Mengamati aspek-aspek ini dalam level sub-unit memiliki daya penjelas berkaitan dengan konflik-konflik etnis, perang-perang keagamaan, dan aktor-aktor lain yang tidak menganggap diri mereka cocok dengan batas-batas negara yang pasti. Hal ini terutama bermanfaat dalam konteks dunia negara-negara lemah pra-modern.

← Ilmu, Teknologi, dan Hubungan Internasional—Bagaimana ilmu dan teknologi berdampak pada perkembangan, teknologi, lingkungan, bisnis, dan kesehatan dunia.

Institusi-institusi dalam hubungan internasional

Institusi-institusi internasional adalah bagian yang sangat penting dalam Hubungan Internasional kontemporer. Banyak interaksi pada level sistem diatur oleh institusi-institusi tersebut dan mereka melarang beberapa praktik dan institusi tradisional dalam Hubungan Internasional, seperti penggunaan perang (kecuali dalam rangka pembelaan diri).

Ketika umat manusia memasuki tahap peradaban global, beberapa ilmuwan dan teoritisi politik melihat hirarki institusi-institusi global yang menggantikan sistem negara-bangsa berdaulat yang ada sebagai komunitas politik yang utama. Mereka berargumen bahwa bangsa-bangsa adalah komunitas imajiner yang tidak dapat mengatasi pelbagai tantangan modern seperti efek Dogville (orang-orang asing dalam suatu komunitas homogen), status legal dan politik dari pengungsi dan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, dan keharusan untuk menghadapi pelbagai masalah dunia seperti perubahan iklim dan pandemik. Pakar masa depan Paul Raskin telah membuat hipotesis bahwa bentuk politik Global yang baru dan lebih absah dapat didasarkan pada pluralisme yang dibatasi (connstrained pluralism). Prinsip ini menuntun pembentukan institusi-institusi berdasarkan tiga karakteristik: ireduksibilitas (irreducibility), di mana beberapa isu harus diputuskan pada level global; subsidiaritas, yang membatasi cakupan otoritas global pada isu-isu yang benar-benar bersifat global sementara isu-isu pada skala yang lebih kecil diatur pada

Page 7: Hubungan internasional

level-level yang lebih rendah; dan heterogenitas, yang memungkinkan pelbagai bentuk institusi lokal dan global yang berbeda sepanjang institusi-institusi tersebut memenuhi kewajiban-kewajiban global.

PBB

(Artikel Utama: PBB) PBB adalah organisasi internasional yang mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai “himpunan global pemerintah-pemerintah yang memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional, keamanan internasional, perkembangan ekonomi, dan kesetaraan sosial”. PBB merupakan institusi internasional yang paling terkemuka. Banyak institusi legal memiliki struktur organisasi yang mirip dengan PBB.

Institusi Ekonomi

← Bank Pembangunan Asia ← Dana Moneter Internasional ← Organisasi Perdagangan Dunia ← Bank Dunia

Badan Hukum Internasional

Hak Asasi Manusia

← European Court of Human Rights ← Human Rights Committee ← Inter-American Court of Human Rights ← Pengadilan Kriminal Internasional ← Pengadilan Internasonal untuk Rwanda ← Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia ← Dewan Hak Asasi Manusia PBB

Hukum

← African Court of Justice ← European Court of Justice ← Mahkamah Internasional ← Mahkamah Internasional untuk Hukum Laut

Organisasi tingkat regional

← ASEAN ← Liga Arab ← Persemakmuran Negara-negara Merdeka ← CSCAP ← NATO ← Organisasi Kerjasama Shanghai

Politik

Page 8: Hubungan internasional

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cariPolitik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles) politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Teori politikTeori politik memiliki dua makna: makna pertama menunjuk teori sebagai pemikiran spekulatif tentang bentuk dan tata cara pengaturan masyarakat yang ideal, makna kedua menunjuk pada kajian sistematis tentang segala kegiatan dalam masyarakat untuk hidup dalam kebersamaan. Contoh teori politik yang merupakan pemikiran spekulatif adalah teori politik Marxis-Leninis atau komunisme, contoh lain adalah teori politik yang berdasar pada pemikiran Adam Smith kapitalisme. Pemikiran Tan Malaka dalam tulisannya Madilog, merupakan contoh teori politik Indonesia. Nasakom yang diajukan Soekarno merupakan contoh lain.

Sedangkan teori politik sebagai hasil kajian empirik bisa dicontohkan dengan teori struktural - fungsional yang diajukan oleh Talcot Parson (seorang sosiolog), antara lain diturunkan kedalam teori politik menjadi Civic Culture. Konsep sistem politik sendiri merupakan ciptaan para akademisi yang mengkaji kehidupan politik (sesungguhnya diturunkan dari konsep sistem sosial).

Lembaga politik

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama,

Page 9: Hubungan internasional

organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.

Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.

Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

Partai dan Golongan

Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.

Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.

Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional

Page 10: Hubungan internasional

sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.

Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.

Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

Kekuasaan

Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Indonesia

Page 11: Hubungan internasional

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

← Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin ← Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai

politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat

← Ikut serta dalam pesta politik ← Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas ← Berhak untuk menjadi pimpinan politik ← Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik

guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Hubungan Internasional, adalah cabang dari ilmu politik, merupakan suatu studi tentang persoalan-persoalan luar negeri dan isu-isu global di antara negara-negara dalam sistem internasional, termasuk peran negara-negara, organisasi-organisasi antarpemerintah, organisasi-organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dan perusahaan-perusahaan multinasional. Hubungan Internasional adalah suatu bidang akademis dan kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif karena Hubungan Internasional berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar negeri negara-negara tertentu. Selain ilmu politik, Hubungan Internasional menggunakan pelbagai bidang ilmu seperti ekonomi, sejarah, hukum, filsafat, geografi, sosiologi, antropologi, psikologi, studi-studi budaya dalam kajian-kajiannya. HI mencakup rentang isu yang luas, dari globalisasi dan dampak-dampaknya terhadap masyarakat-masyarakat dan kedaulatan negara sampai kelestrarian ekologis, proliferasi nuklir, nasionalisme, perkembangan ekonomi, terorisme, kejahatan yang terorganisasi, keselamatan umat manusia, dan hak-hak asasi manusia.

Institusi-institusi dalam hubungan internasional

Institusi-institusi internasional adalah bagian yang sangat penting dalam Hubungan Internasional kontemporer. Banyak interaksi pada level sistem diatur oleh institusi-institusi tersebut dan mereka melarang beberapa praktik dan institusi tradisional dalam Hubungan Internasional, seperti penggunaan perang (kecuali dalam rangka pembelaan diri).

Page 12: Hubungan internasional

Ketika umat manusia memasuki tahap peradaban global, beberapa ilmuwan dan teoritisi politik melihat hirarki institusi-institusi global yang menggantikan sistem negara-bangsa berdaulat yang ada sebagai komunitas politik yang utama. Mereka berargumen bahwa bangsa-bangsa adalah komunitas imajiner yang tidak dapat mengatasi pelbagai tantangan modern seperti efek Dogville (orang-orang asing dalam suatu komunitas homogen), status legal dan politik dari pengungsi dan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, dan keharusan untuk menghadapi pelbagai masalah dunia seperti perubahan iklim dan pandemik. Pakar masa depan Paul Raskin telah membuat hipotesis bahwa bentuk politik Global yang baru dan lebih absah dapat didasarkan pada pluralisme yang dibatasi (connstrained pluralism). Prinsip ini menuntun pembentukan institusi-institusi berdasarkan tiga karakteristik: ireduksibilitas (irreducibility), di mana beberapa isu harus diputuskan pada level global; subsidiaritas, yang membatasi cakupan otoritas global pada isu-isu yang benar-benar bersifat global sementara isu-isu pada skala yang lebih kecil diatur pada level-level yang lebih rendah; dan heterogenitas, yang memungkinkan pelbagai bentuk institusi lokal dan global yang berbeda sepanjang institusi-institusi tersebut memenuhi kewajiban-kewajiban global.

PBB

(Artikel Utama: PBB) PBB adalah organisasi internasional yang mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai “himpunan global pemerintah-pemerintah yang memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional, keamanan internasional, perkembangan ekonomi, dan kesetaraan sosial”. PBB merupakan institusi internasional yang paling terkemuka. Banyak institusi legal memiliki struktur organisasi yang mirip dengan PBB.

Kerja sama internasionalKerja sama internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerja sama internasional, yang meliputi kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar negeri masing-masing.

Fungsi

1. Memperlancar hubungan ekonomi baik dalam bentuk pertukaran hasil produksi dan faktor-faktor produksi serta memperlancar sistem pembayaran antarnegara.

2. Menciptakan kerja sama secara timbal balik antarnegara melalui perjanjian ataupun melalui badan/organisasi internasional.

Hubungan Internasional di Asia Tenggara

Page 13: Hubungan internasional

Juli 10, 2006 oleh Editor

MASALAH LAUT CINA SELATANPASCA LOKAKARYA DI BANDUNGLAUT Cina Selatan (LCS) sudah sering disebut sebagai sumber konflik baru di Asia-Pasifik, jika saja masalah Kamboja terselesaikan dalam waktu dekat ini. Saling klaim berhak atas wilayah di kawasan itu pernah terbukti menjadi bentrok senjata antara Cina melawan Vietnam tahun 1988, makin memperkuat asumsi betapa potensialnya konflik. Wilayah yang membentang seluas 2,3 juta kilometer persegi itu, kaya sumber-sumber alam dan secara geografis amat strategis. LCS menjadi rute vital armada militer ataupun komersial. Jepang, misalnya, memanfaatkan LCS sebagai jalur impor bahan-bahan mentah ekspor berbagai produk manufakturnya. Sekitar 600 juta ton bahan mentah dialirkan ke Jepang, sedangkan 60 juta ton produk manufaktur dikirim setiap tahunnya lewat LCS. Namun jangan melihat potensi konfliknya saja. Ada sisi lain yang memberikan peluang kerja sama di LCS, peluang yang sedang dibahas dalam lokakarya antarnegara sekitar LCS. Keikutsertaan Cina dan Vietnam dalam lokakarya itu memberikan isyarat yang positif. Situasi internasional yang baru memang memberikan peluang lebih besar terjadinya prakarsa kerja sama. Berakhirnya era Perang Dingin memberikan kemungkinan baru, mengubah konflik menjadi kerja sama. Berkurangnya ketegangan internasional telah menyedot perhatian sejumlah negara akan masalah-masalah domestik dan isu keamanan sekitarnya. Oleh sebab itulah ada kecenderungan negara-negara di sekitar LCS menaruh perhatian pada penyelesaian konflik di LCS dengan cara damai. Cara ini bertujuan untuk menjamin berlanjutnya pembangunan dalam negeri masing-masing negara. Bagi Indonesia sendiri, yang tidak terlibat langsung dalam klaim teritorial, sangat mengharapkan kestabilan LCS. Fakta penting adanya pangkalan udara di Natuna, menunjukan perhatian Indonesia untuk memonitor setiap gejolak di LCS. Fakta penting lainnya, yakni menjadi tuan rumah lokakarya LCS, juga menandakan betapa pentingnya LCS sebagai lingkungan strategis bagi Indonesia.

* * *

TETAPI perubahan dunia internasional itu belum menjamin langsung akan tercapainya bentuk kerja sama apa yang sebenarnya akan dituju, dan bagaimana bentuknya. Taiwan, misalnya, beranggapan tidak perlu ada kerja sama keselamatan pelayaran karena soal navigasi sudah melibatkan penggunaan satelit yang tak bisa lagi dikontrol dan dilembagakan lagi sebagai wadah kerja sama. Atau seperti pernah dilontarkan seorang peserta, apakah mungkin kerja sama terjalin sementara masalah kedaulatan wilayah sendiri belum terselesaikan. Salah satu gagasan yang muncul adalah kerja sama di bidang nonpolitis dan tidak kontroversial, untuk menumbuhkan saling pengertian. Namun masih belum jelas apakah, misalnya, pengembangan bersama (joint development), eksplorasi bersama, atau penelitian ilmiah di LCS, hanya berlaku di Kepulauan Spratly atau Kepulauan Paracel. Juga masih dipertanyakan apakah Cina bersedia menyertakan Vietnam ke dalam gagasan kerja sama. Memang membaiknya hubungan Cina-Vietnam akhir-akhir ini, akan berdampak besar. Hasil kongres Partai Komunis Vietnam (PKV) menegaskan kehendak Vietnam berbaik-baik dengan Cina. Beijing pun sudah mengisyaratkan pula bersedia menormalisasi hubungan tahap demi tahap. Namun persoalan LCS tidak hanya menyangkut dua negara itu, ada juga faktor hubungan Taiwan dengan Cina. Pasukan Taiwan digelarkan di Itu Aba, salah satu pulau besar di Spartly. Apakah Cina mau duduk berunding dalam forum kerja sama, padahal Beijing tidak mengakui

Page 14: Hubungan internasional

Taiwan sebagai suatu entitas yang berdaulat. Lalu ada pula kesepakatan antara Taiwan dengan Filipina bulan ini, yang menimbulkan masalah baru karena Cina merasa tersinggung. Antarnegara negara ASEAN juga masih saling klaim kedaulatan di LCS. Malaysia, Filipina dan Brunei mengklaim sebagian wilayah Spratly. Malaysia menggelarkan pasukan di Terumbu Layang Layang. Klaim Malaysia dikontraklaim bukan oleh Cina, Taiwan dan Vietnam saja, tetapi juga oleh dua anggota ASEAN, Brunei dan Filipina. Brunei dan Malaysia saling klaim Louisa Reef. Filipina menjadi negara ASEAN yang mengklaim Spratly dalam wilayah yang terbesar, yakni Kalayan yang terdiri dari sekitar 60 pulau kecil, pulau karang dan atol. Klaim Manila terhadap Kalayan, dengan memasukannya ke dalam Propinsi Palawan, juga mengundang kontraklaim dari Beijing, Hanoi dan Kuala Lumpur. Barangkali perlu diperjelas, pulau-pulau mana yang termasuk. Kepulauan Spratly, dan mana yang bisa disebut sebagai pula yang berdiri sendiri. Mungkin dengan begitu saling klaim atas pulau-pulau di LCS tidak sekaligus melibatkan banyak negara seperti sekarang ini, yang konsekuensinya membutuhkan komunikasi “banyak arah” antarnegara pengklaim. Yang mungkin dipertimbangkan sebagai salah satu faktor berpengaruh lainnya adalah kepentingan AS dan Uni Soviet, dan, dalam batas tertentu, kepentingan India. Meskipun negara adidaya seperti AS dan Uni Soviet secara bertahap mengurangi kehadiran militernya secara fisik, namun ada gejala peningkatan secara kualitatif.

* * *

KITA optimis saja, kendatipun masih ada saling klaim, masih lebih besar lagi peluang bekerja sama. Kerja sama yang tampaknya akan disepakati semua negara di bidang perlindungan lingkungan dan ekologi serta riset ilmiah. Dalam paket kerja sama ini termasuk ekspedisi bersama, sistem pengawasan iklim serta polusi. Kerja sama pengawasan polusi ini penting di masa depan. Polusi bersumber dari kapal laut, benda dan zat yang dibuang ke laut, polusi dari darat, dan polusi akibat eksplorasi serta eksploatasi sumber alam. Jelas dalam bidang-bidang nonpolitis ada kesamaan pandangan, meskipun rinciannya belum tuntas. Soal bentuk, mekanisme dan siapa yang menanggung biaya semua operasi, belum terselesaikan. Lalu, jika sudah ada kemauan untuk bekerja sama dalam bidang tertentu, forum atau institusi apa yang menanganinya. Seperti diakui Indonesia, sejauh ini memang belum ada institusi yang mengatur secara isu LCS kecuali lokakarya berseri. Institusi yang diusulkan Indonesia untuk dipertimbangkan antara lain ASEAN, COST (Committee on Science and Technology), COFAF (Committee on Food, Agriculture and Forestry), ASOEAN (ASEAN Senior Officials on Environment) dan ESCAP (Economic and Social Commission for Asia and the Pacific). Kemudian dimunculkan pula tiga usulan, meskipun belum mengarah pada aksi bersama. Pertama, Malaysia mengusulkan Maritime Consultative Council for the South China Sea (MCCSCS) Kedua, melanjutkan forum seperti lokakarya. Ketiga, membuat satu atau dua program yang jelas, lalu berdasarkan program itu dibuat suatu jaringan. Hasjim Djalal, perintis lokakarya LCS, memperkirakan setidaknya dalam tempo tiga tahun baru bisa dijalankan suatu kerja sama yang mapan. Namun perlu dicatat, gagasan itu pun mengandaikan tidak ada perubahan radikal dalam tatanan politik dan keamanan di sekitar LCS. Yang menarik adalah usulan mengundang Jepang ke lokakarya mendatang mengingat Jepang pengguna LCS yang tidak bisa disepelekan sehingga peranannya dibutuhkan untuk memberikan bantuan finansial dan teknologis. Meskipun ada pandangan untuk mengesampingkan Jepang, dengan dalih forum yang ada sekarang masih mencukupi. Seperti halnya pertemuan informal lainnya, lokakarya

Page 15: Hubungan internasional

ini masih terbatas menghasilkan rekomendasi untuk para pemerintah. Langkah selanjutnya akan tergantung dari pemerintah masing-masing. Apakah, misalnya, rekomendasi akan dilanjutkan dengan perundingan formal, atau pembentukan forum kerja sama, atau menunggu kesempatan lain yang lebih besar. *

KOMPAS, Kamis, 18-07-1991.

MENUNGGU “MACAN BARU” MASUK PANGKALAN militer AS tahun ini harus sudah angkat kaki dari bumi Filipina. Ini berarti takkan ada lagi pangkalan militer AS permanen di Asia Tenggara. Sebagai gantinya beberapa negara Asia Tenggara seperti Singapura dan Malaysia menawarkan tempat perbaikan kapal perang AS. Dengan kata lain Washington masih memiliki akses militer kepada Asia Tenggara. Uni Soviet saingan AS sudah terlebih dahulu mundur dari Asia Tenggara karena sekarang telah bubar. Rusia yang mengambil alih warisan militer Uni Soviet tak lagi seagresif moyangnya dahulu. Bahkan Menlu Rusia Andrei Kozyrev menyatakan akan mengubah fasilitas militer di Cam Ranh. Dua kekuatan besar ini tidak lagi secara fisik hadir di Asia Tenggara. Inilah yang disebut-sebut Menlu Manglapus sebagai “kekosongan kekuatan” (vacum of power). Masalah yang muncul, siapakah yang mengisi kekosongan ini? Siapa “macan baru” yang akan masuk? Sedikitnya dua negara disebut-sebut: Cina dan Jepang. Lalu bagaimana bentuk pengaturan keamanan Asia Tenggara? Pada saat rivalitas AS-Uni Soviet masih ada, masing-masing negara besar menjaga kesimbangan kawasan dengan menempatkan pangkalan di Vietnam untuk Uni Soviet dan Filipina untuk AS. Lalu bagaimana jawaban ASEAN sendiri sebagai perhimpunan yang sudah berusia 25 tahun? Sejumlah pandangan dikemukakan oleh para Menlu ASEAN pada pertemuan tahunannya di Manila. Pada prinsipnya disepakati dialog intensif untuk menyamakan pandangan tentang suatu masalah. KTT ASEAN sendiri sudah memutuskanagar intensif mengadakan dialog politik dan keamanan intra ASEAN sendiri dengan negara mitra dialog. Namun masih juga jadi masalah apakah dialog keamanan itu berlangsung pada forum yang ada seperti ASEAN Annual Ministerial Meeting (AMM) atau Post Miniserial Meeting (PMC). Perdebatan ini masih berlangsung sementara masalah keamanan di Spratly sudah menyita perhatian dan mendesak adanya suatu forum yang mewadahi pembahasan masalah keamanan. Sementara persepsi tentang kekuatan yang akan mengisi Asia Tenggara berbeda-beda di kalangan anggota ASEAN (lihat tulisan lainnya).

Incaran Cina Salah satu negara besar yang paling dekat ke Asia Tenggara adalah Cina. Tidak hanya itu dalam sejarah Cina sudah lama mengincar Asia Tenggara sebagai wilayah pengaruhnya. Sejarah kerajaan di Indonesia mengungkapkan bagaimana tentara Cina mendarat di Jawa dengan misi menaklukan kerajaan yang ada di sini. Kini setelah AS menarik diri dan Uni Soviet tidak lagi terlibat konfrontasi di Asia Tenggara, Beijing memanfaatkan momentum ini. “Mengembangkan persahabatan jangka panjang dan stabil serta hubungan bertetangga baik dan kerja sama dengan ASEAN dan begara-negara ASEAN adalah kebijakan dasar negara (basic state policy) Cina,” ujar Menlu Qian Qichen setibanya di Manila. Pernyataan ini bisa memiliki banyak arti. Cina mungkin memang benar-benar akan mendekati Asia Tenggara dengan mengembangkan kerja sama. Namun ada pula arti lain, Beijing mungkin akan menancapkan pengaruhnya, sehingga di satu sisi tidak dicurigai di sisi lain bisa bebas bergerak. Satu-satunya yang menghubungkan Cina secara langsung adalah konflik di Kepualauan Spratly. Tiga anggota ASEAN - Brunei Darussalam,

Page 16: Hubungan internasional

Malaysia dan Filipina - terlibat dalam klaim Spratly.Dalam kasus ini jelas Cina akan menampakkan seagai negara yang cinta damai. Dua kali ASEAN sudah menjadikan Cina tamu dalam pertemuannya. Pertama di Kuala Lumpur dan berikutnya di Manila. Ini perkembangan yang diinginkan sekali Cina. Bahkan bisa ditebak, Cina ingin dimasukkan sebagai negara mitra dialog, status tertinggi dalam berhubungan dengan ASEAN. Tawaran Cina memasuki ASEAN ini dimulai dengan kerja sama ilmiah dan teknologi, bidang yang aman dari konflik. Mengenai kekosongan kekuasaan di Asia Tenggara, Cina tidak setuju dengan pendapat itu. Namun anehnya juga menentang “kekosongan kekuasaan itu diisi”. Dua kalimat yang bertentangan ini dikemukakan pada peremuan para Menlu ASEAN dengan Cina. Ini cocok dengan ungkapakan seorang diplomat, “Cina itu tidak konsisten. Apa yang dikatakannya tidak sama dengan apa yang dikerjakannya.” Sebagai contoh dalam masalah Spratly, Cina berniat menyelesaikan masalah itu dengan cara damai. Namun juga mengirim pasukan baru ke Spratly serta menjalin kerja sama dengan perusahaan AS, Crestone Energy Corp. untuk eksplorasi minyak. Tindakan bersifat provokatif ini mendapat kecaman Vietnam. Untuk menghilangkan kecurigaan, Cina juga menyatakan menentang hegemoni dan pemaksaaan kekuasaan politik terhadap negara-negara kcil. Bahkan dengan simpatik menyatakan di depan para Menlu ASEAN, “Kami mendukung usulan ASEAN membentuk Zona Perdamaian, Bebas dan Netral (ZOPFAN) serta Zona Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara,” salah satu konsep yang diperjuangkan Indonesia. Kebijakan ke Cina ini mendapat perhatian penuh Vietnam, negara yang pernah jadi sekutu sekaligus musuh bebuyutan. Mengetahui perhatian Cina ke Asia Tenggara meningkat, Hanoi segera mengajukan gagasan menerima Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara. Status observer diberikan para Menlu ASEAN begitu Vietnam dan sekutu dekatnya, Laos, begitu selesai upacara penyerahan dokumen persetujuan kedua negara. Sejumlah pengamat berpendapat, status peninjau ini memberi peluang banyak untuk memperketat hubungan dengan ASEAN sekaligus menjalin hubungan ekonomi lebih dekat. Di sisi lain, Vietnam ingin mengimbangi langkah yang diambil Cina. Dengan demikian status peninjau ini memungkinkan Vietnam mengawasi gerak-gerik Cina ke ASEAN.

Faktor Jepang Aktor lain yang disebutkan sejumlah pengamat bakal mengisi kekosongan itu adalah Jepang. PM Miyazawa dalam suatu kesempatan menyatakan negara-negara Asia perlu memiliki payung organisasi untuk menjamin keamanan dan peramaian kawasan. Pesan Miyazawa ini menandai peranan baru Jepang dalam bidang keamanan setelah kekuatan ekonominya menjulang tinggi tak terkejar negara lain. Namun Tokyo berhati-hati dalam mengajukan formula baru keamanan Asia seiring dengan mengurangnya pasukan AS. Adalah terlalu tergesa-gesa kalu menyatakan Jepang menggantikan peranan AS di Asia dalam bidang keamanan. Langkah ini akan mengundang kecurigaan negara-negara Asia yang pernah dijajahnya. Inilah yang membedakan Cina dengan Jepang. Lagi pula jika Jepang memainkan peranan ini akan sulit melancarkan hubungannya terutama di bidang ekonomi. Oleh sebab itu Jepang akan tetap mendompleng AS. Untuk menunjang langkah ini Jepang bersedia meningkatkan dana bagi pasukan AS yang berada di jepang. Tahun anggaran 1992 jumlah dan untuk pasukan AS mencapai 4 milyar dollar. Diproyeksikan menjadi 7 milyar dollar AS pada tahun 1995. Kekuatan ekonomi Jepang memang bertumpu di luar negeri sehingga makin lama ada kesadaran keamanannya harus dijamin. Salah satu urat nadi ekonomi itu terletak di Asia Tenggara. Kalau dihitung investasi Jepang di ASEAN masih kalah dibandingkan dengan Eropa atau Amerika. Namun jalur minyak dan perdagangan tetap melalui

Page 17: Hubungan internasional

Selat Malaka dan tentu saja Laut Cina Selatan, wilayah yang diramalkan menjadi titik perhatian baru setelah Kamboja.

Faktor Rusia Bagaimana dengan pengganti Uni Soviet? Masihkah ada kekuatan ke Asia Tenggara? Indikasi yang diberikan Menlu Rusia Adrei Koyzrev menunjukkan upaya Rusia masuk Asia Tenggara. Artinya ingin melanjutkan kebijakan bekas Uni Soviet ke Asia Tenggara dalam kapasitas yang bersahabat. Koyzrev menegaskan, Angkatan Laut Rusia akan membantu mempertahankan stabilitas regional, namun bertindak bukan sebagai agen konfonrtasi tetapi berhubngan yang konstruktif. Ada anggapan kehadiran AL Rusia mungkin disambut baik sebagai tandaingan kekuatan Cina, terutama setelah kehadiran AS secara fisik menurun. Pangkalan Cam Ranh sendiri menghadapi Laut Cina Selatan , wilayah yang jadi perhatian karena terlibat enam negara mengklaim Kepulauan Spratly. Menurut Kozyrev, setelah pertemuan dengan Menlu Vietnam Nguyen Manh Cam, kedua pihak mencapai “pengertian jelas” bahwa kapal perang Rusia yang beroperasi dari Cam Ranh Bay takkan berkonfrontasi dengan kapal perang AS atau kekuatan di wilayah itu. Ia menambahkan, kapal Rusia di wilayah itu hanya menjadi unsur penjaga stabilitas. Rusia tampaknya tidak akan begitu saja meninggalkan Asia Tenggara meskipun saat ini posisinya sangat lemah. Setidaknya status sebagai tamu memungkinkannya melangkah dalam kerja sama yang lebih lunak dengan ASEAN seperti di bidang perdagangan. Kekosongan kekuatan, istilah yang banyak digunakan Filipina, memang mengundang berbagai kemungkinan. Filipina, Thailand dan Singapura memangdangnya dari kemungkinan negatif. Artinya ada dua kekuatan yang bisa masuk Cina atau Jepang. Namun tentu saja harus ada aturan mainnya terlebih dahulu. Nah, aturan main ini yang belum ada karena harus ada penyesuaian lebih dahulu. Indonesia memiliki pandangan independen dengan mengeajukan konsep Zona Bebas Damai dan Netral yang sudah disepakati ASEAN. Namun ada anggapan konsep ini sudah kuno, harus dicari kode etik baru.

KOMPAS, Minggu, 26-07-1992. Hal. 9

Tarik Menarik Masalah Keamanan Regional

MASALAH keamanan regional memang menjadi topik menarik dan banyak dibicarakan dalam ASEAN Annual Ministerial Meeting (AMM) ke-25 di Manila yang dilanjutkan dengan Post Ministerial Meeting (PMC), tanggal 21-26 Juli 1992. Pertemuan itu membawa para partisipan dalam acara tarik-menarik masalah cara pembahasan keamanan regional serta persepsi terhadap keamanan. Uniknya di antara anggota ASEAN sendiri belum ada kesepakatan mengenai persepsi ancaman saat ini dan bagaimana menghadapinya. Agaknya diperlukan proses pengendapan untuk saling memahami posisi baru masing-masing. Tarik-menarik itu terjadi terutama setelah Eropa Timur dan Eropa Tengah berubah secara mendasar ditambah dengan berhentinya Perang Dingin. Tentunya keadaan ini menimbulkan beberapa ketidakpastian, seperti memberi peluang pada terjadinya konflik-konflik yang menjurus ke arah terjadinya perang. Walau diakui, perkembangan itu membawa dampak positif bagi kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik, khususnya di bidang ekonomi. Menlu Belgia Juan Abel Matutes sebagai Wakil Komisi ME mencatat, situasi ini justru membuka peluang lebih besar bagi kerja sama perdagangan dan memberikan suasana kompetitif. Bahkan Menlu Korea Lee Sang-Ock menilai, kawasan Asia Timur dan Lautan Pasifik Merupakan dua tempat yang memiliki perkembangan saling ketergantungan ekonomi cukup tinggi. Khusus bagi ASEAN,

Page 18: Hubungan internasional

pada saat ini justru merupakan kesempatan baik untuk meningkatkan kerja sama dan melupakan masa lalu, yaitu melirik dan memperhatikan ancaman besar pada stabilitas dan perdamaian kawasan. Juga banyak disebut, dekade ini menjadi bagian dalam mendekati kondisi sesuai kehendak Deklarasi ZOPFAN tahun 1971, yaitu kondisi yang damai, bebas, dan netral.

***

DI satu sisi, anggapan itu mungkin benar. Setidaknya itu menurut pandangan Indonesia. Beberapa diplomat mengatakan, dalam situasi seperti ini, Indonesia melihat peluang bagi keseimbangan baru dengan meletakkan pendekatan-pendekatan baru bagi negara-negara besar. Bahkan Indonesia memandang, saat ini merupakan kesempatan untuk menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa menggunakan kekuatan militer dan kontak senjata. Namun ternyata, pandangan ini menimbulkan situasi terjadinya tarik-menarik yakni untuk tetap bertumpu pada kemampuan kawasan dengan menyandarkan diri pada kekuatan seperti AS. Karena pandangan itu, Indonesia berpendapat pembicaraan keamanan regional harus dikembangkan dengan landasan konsep ZOPFAN. Diakui, konsep ZOPFAN memang dicetuskan dalam situasi yang berbeda dengan keadaan sekarang. Atau dengan kata lain, konsep itu muncul saat Perang Dingin masih berlangsung dan Uni Soviet pun belum bubar. Indonesia berkeras mengatakan, konsep itu masih bisa tetap berlaku. Alasannya, ASEAN akan tetap memiliki keinginan hidup merdeka, damai, dan netral seperti yang tercetus dalam konsep tersebut. Dengan pandangan ini, Indonesia yakin, konsep ZOPFAN masih relevan. Pendapat ini agaknya didukung Malaysia dan Brunei Darussalam. Menlu RI Ali Alatas menegaskan, tidak perlu lagi menciptakan wahana baru untuk membicarakan dan mendiskusikan keamanan regional. Artinya, untuk tingkat ASEAN, acara itu bisa ditampung melalui pertemuan pejabat tinggi atau SOM (Senior Official Meeting) dan pertemuan tahunan Menteri ASEAN atau AMM. Sedang dialog dengan rekan di luar ASEAN bisa dilakukan melalui ajang PMC. Pendapat ini didukung Masyarakat Eropa (ME) yang diucapkan Menlu Inggris Douglas Hurd dalam sambutan troikanya.

***

NAMUN, konsep itu ternyata tidak disepakati oleh Thailand, Filipina, dan terutama Singapura. Pada pokoknya ketiga negara itu lebih melihat segi negatif ZOPFAN. Ketiga negara itu memandang konsep ZOPFAN merupakan proses jangka panjang. Dan yang lebih hebat lagi, mereka mengatakan ZOPFAN sudah tidak begitu relevan dengan perkembangan zaman. Bahkan mereka pun tidak yakin pada kemampuan ZOPFAN dalam menjamin keamanan dan stabilitas Asia Tenggara. Oleh karena itu, mereka ingin membentuk kerja sama lebih luas yang mencakup kawasan Asia Pasifik, khususnya dengan negara-negara besar. Hal itu dimaksudkan, agar interaksi dalam kerja sama itu bisa mempengaruhi stabilitas keamanan kawasan. Masalah ini menjadi bahan diskusi yang paling menarik dalam diskusi formasi 6+7 PMC. Pembicaraan itu memang lalu tidak hanya masalah keamanan dalam pengertian militer, namun mengarah pada keamanan dalam pengertian komprehensif yang menyangkut seluruh aspek kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik, lingkungan, ataupun kebudayaan. Diskusi semakin hangat setelah Kanada mengusulkan membentuk forum dialog baru tentang keamanan regional yang dinamakan “The North Pacific Cooperative Security Dialog” atau NPCSD. Ide itu muncul setelah Kanada melihat perlunya kerja sama

Page 19: Hubungan internasional

yang kooperatif dalam bidang keamanan, terutama untuk mengatasi berbagai masalah regional seperti sektor ekonomi, narkotika, lingkungan hidup, dan terorisme. Sambil berjalan, diharapkan kerja sama itu menumbuhkan rasa saling percaya yang dimungkinan dari pelaksanaan dialog informal yang konstruktif. Sementara itu pada dasarnya Jepang setuju dengan pendapat Indonesia tentang penggunaan jalur PMC untuk membicarakan keamanan regional. Namun Menlu Taro Nakayama memadang jalur itu saja belum cukup. Menurut dia, pertemuan itu harus bisa menghasilkan dialog politis tentang keamanan yang bisa dirasakan oleh seluruh partai. Untuk itu, Jepang mengusulkan teknik “two-track”. Artinya, jalur yang menggabungkan pendekatan sub regional dengan dialog politis dalam skala yang lebih luas. Jepang menilai, dialog dengan commitment pendekatan sub regional hanya bisa mengatasi masalah dalam satu kawasan. Sementara itu pada saat yang sama, diperlukan pula dialog yang mencakup spektrum lebih luas dan melibatkan berbagai negara. PM Jepang Miyazawa di Washington menekankan, dialog politis dalam skala yang lebih luas ini penting karena pada kenyataannya dewasa ini telah hadir berbagai kerja sama internasional dengan bermacam cara dan tujuan. Karena itu, Wakil Menlu Jepang Koji Kakizawa dalam pertemuan PMC di Manila kali ini menegaskan, ASEAN perlu memiliki forum dialog dalam skala yang lebih luas seperti itu. Menlu Korea Lee Sang-Ock menambahkan, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menelaah kembali cara-cara baru yang bisa digunakan sebagai forum mengkonsultasikan keamanan regional. Walau tanpa menyebut satu bentuk yang jelas, Lee mengatakan, forum itu penting mengingat adanya perubahan regional yang semakin kompleks. Pendapat senada diungkapkan oleh Menlu Australia Gareth Evans. Pada prinsipnya, Australia memandang keamanan regional harus didekati secara multi dimensional. Artinya, menggunakan pendekatan yang melibatkan segi militer atau pertahanan serta dimensi lain, seperti diplomasi, ekonomi, perdagangan, serta berbagai cara untuk menghadapi ancaman. Pendeknya, Australia akan tetap menggunakan kebijakan constructive commitment untuk kawasan Pasifik Selatan dan comprehensive engagement untuk Asia Tenggara. Berakhirnya Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet yang pasti membawa perubahan pola politik dari bipolar ke arah multipolar. Beberapa pengamat mengatakan, AS beberapa tahun terakhir ini telah mengubah pendekatannya terhadap Asia, namun tetap memberi payung penangkal kepada Jepang, Korea Selatan, dan Filipina. Bahkan memperluasnya. AS menegaskan komitmennya untuk tetap hadir di Asia diantaranya melalui akses pangkalan militer seperti yang dilakuka terhadap Singapura. Namun, di tengah perubahan pola politik ini, tampaknya AS merasa terlalu berat dengan tanggung jawab keamanannya. Lalu AS ingin membagi tanggung jawab itu dengan negara-negara Asia. Karena itu, AS berharap negara-negara Asia mampu mandiri dalam menghadapi ancaman militer lokal. Sementara itu, AS hanya akan bergerak bila ada ancaman lebih besar dan potensial. Hanya, kehadiran AS dalam PMC ternyata semakin menjauhkan pembicaraan dari pencapaian hasil maksimal. Hingga akhir pertemuan, tarik-menarik ajang dialog ini tetap terjadi. Tidak ditemukan rumusan resmi tentang ajang atau mekanisme dialog keamanan regional tersebut. Sebuah sumber menyebutkan, pada umumnya setiap negara masih tetap dalam konstalasi pikiran masing-masing tentang rumusan forum dialog keamanan regional. Namun pada umumnya, rata-rata sependapat keamanan regional harus didasarkan pada rasa aman, tenteram, damai, dan netral. Namun yang pasti, dari pertemuan PMC di Manila ini terungkap, seluruh negara tetap menghendaki kehadiran Amerika di kawasan Asia baik secara fisik maupun non fisik. “Demi keseimbangan,” kata mereka.***

Page 20: Hubungan internasional

KOMPAS, Minggu, 26-07-1992. Hal. 9

MENENGOK PERCATURAN POLITIK DI FILIPINA

MABUHAY! Selamat datang! Kata ini yang pertama kali dijumpai, begitu kaki menginjak tanah Filipina. Dan tak perlu berpanjang kata untuk mengenal keramahan masyarakat Filipino yang merupakan perpaduan dari Indo-Melayu, Cina, dan Spanyol. Para Manilenos (baca: manilenios) yang rata-rata lancar berbahasa Inggris itu, memang memberi perhatian istimewa pada tetamu, khususnya tamu asing. Namun mengenang Filipina, kesan muram lalu muncul. Hiruk pikuk, kotor, panas, dan berdebu. Tak jarang wajah Manila, ibu kota Filipina, menjadi muram. Di balik gedung-gedung tinggi nan angkuh dan terbalut semen pudar hingga seolah tak bersahabat dengan alam sekitar itu, wajah Manila bagai gadis manis yang sedang patah hati. Muram, murung, tak bersinar. Keadaan ini jauh berbeda dengan Manila sebelum terkena ‘darah’ bangsa Spanyol. Konon, pada awalnya ada sekelompok rumpun yang berdiam di tepian Sungai Pasig. Sungai ini tepat bermuara di kota Metropolitan Manila atau lebih dikenal dengan sebutan Metro Manila, yang kini terdiri dari Caloocan, Pasay, dan Quezon. Tepi selatan sungai dikuasai Raja Sulayman. Sedang tepi utara diperintah oleh paman Suleyman, Lakandula. Mereka menanami tepian Sungai Pasig dengan bunga-bunga nilad. Tak heran bila di sepanjang sungai itu, lalu dipenuhi warna kuning keemasan. Orang pun lalu menyebut wilayah ini sebagai Maynilad. Namun, keindahan alami itu tiba-tiba runtuh setelah bangsa Spanyol datang. Satu persatu bunga nylad gugur, seiring dengan kematian Raja Sulayman dalam pertempuran di Bangkusay. Nama Maynilad pun hilang. Selanjutnya, Miguel Lopez de Legaspi, pemimpin ekspedisi Spanyol, menyebutnya Manila. Di tangan Legaspi, Manila diubah menjadi replika Eropa. Dan terjelmalah keindahan khas Eropa di Asia. Bahkan pada 24 Juni 1571, Raja Spanyol menyebutnya sebagai “The Noble and Ever Loyal City”. Resmilah Maynilad menjadi Manila.

***

SAYANG, Maynila-ku hilang. Mungkin ucapan itu terlalu memerahkan telinga. Namun kata itu tak bisa lepas dari ingatan begitu mata tertumbuk pada wajah Manila yang sekarang. Kesan kotor dan bau tak terhindarkan. Lebih parah lagi, hampir setiap sudut kota berhiaskan sampah yang berserakan, genangan air, serta aroma yang sama sekali tidak sedap. Tak jelas tempat-tempat mana yang bisa menjadi kebanggaan. Sungai Pasig yang konon pernah menjadi lambang keindahan, sudah pasti tidak lagi menampakkan bekasnya. Tepian sungai yang dulu berhiaskan kemilau emasnya bunga nilad, kini telah berubah fungsi menjadi tempat menjemur pakaian yang strategis. Di sektor ini, wajah Manila lebih banyak dihiasi susunan potongan kayu sederhana yang menjadi bagian dari deratan rumah-rumah penduduk. “Hiasan” ini nyaris membungkus dan menyembunyikan kemegahan Istana Malacanang yang terbelah oleh Sungai Pasig. Sama sekali tidak bijaksana bila menuding para penghuni di tepian sungai itu sebagai perusak keindahan. Filipina pada saat ini memang sedang dalam kesulitan di segala sektor, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Negara dengan 7.107 pulau itu terjepit masalah pengangguran, kelaparan, dan tuna wisma. Setidaknya, negara dengan 62 juta jiwa itu tahun 1991 memiliki 131.315 pencari kerja. Angka itu masih ditambah dengan 35.000 pengangguran sebagai akibat ditutupnya Pangkalan AS di Clark dan Subic. Di sektor pangan, dua per tiga dari 1,1 juta anak mengalami kelaparan dan kurang gizi. Di Metro Manila angka resmi

Page 21: Hubungan internasional

menyebut 2.991 anak jalanan yang tak bertuan. Tangga masuk gedung Legaspi Tower di Metro Manila penuh para tuna wisma yang tidur berjajar dalam segala posisi di malam hari. Negara di ujung utara Kalimantan yang sarat gempa dan taifun itu, pada September 1991 memiliki tambahan tuna wisma sebanyak 23.542 sebagai akibat bencana alam.

***

KEADAAN di atas merupakan cermin yang harus dihadapi oleh Presiden Ramos. Namun ternyata masih banyak hal lain yang musti dibereskan. Seperti dikatakan Dr Julius Caesar F Parrenas, peneliti pada Center of Research and Communication, tentang Miriam Santiago yang sampai sekarang tetap menganggap Ramos curang dalam pemilu lalu. Atau Kardinal Sin yang semula memang menolak Ramos yang beragama Kristen. Namun pada umumnya saingan Ramos pada pemilihan presiden menyatakan dukungan kepadanya, kecuali Santiago. Imelda Marcos, Eduardo Conjuangco, Jovito Salonga dan Ramon Mitra mau menerima kemenangan Ramos. Itu berarti posisi Ramos saat ini kuat sekali, terutama setelah Ketua Majelis Tinggi (Senat) Neptali A Gonzales dan Ketua Majelis Rendah (House of the Representatives) Jose de Venevecia Jr berhasrat kerja sama dengannya. Bila basis Cory berasal dari tuan tanah, Ramos sama sekali tidak memiliki latar belakang itu. Ia berasal dari kalangan birokrat. Ayah Ramos adalah wartawan yang diangkat jadi Sekjen Kementerian Luar Negeri. Jadi basis kekuatan Ramos bukan para tuan tanah melainkan birokrasi dan sejumlah pengusaha. Ini bisa berarti land reform dapat berjalan mulus karena Ramos tidak memiliki kepentingan langsung, berbeda dengan Cory dahulu. Tetapi anehnya hal ini tidak terjadi karena Ramos lebih memfokuskan pada peningkatan produktivitas dan pengurangan kemiskinan ketimbang menekankan pada land reform. Masalah Ramos tidak hanya menyangkut soal kerja sama dengan kaum elit tuan tanah, pengusaha atau politisi karir, tetapi juga menghadapi ancaman dari kaum pemberontak. Yang menonjol tentu saja ekstrem kanan dari tubuh militer yang mengguncang pemerintahan Cory dengan serentetan kudeta. Tokoh sentral pembangkangan dari tubuh militer adalah Kolonel Gregorio “Gringo” Honasan yang kini masih bersembunyi. Baik Parrenas maupun Alexander Magno dari Pusat Studi Dunia Ketiga, University of the Philippines sependapat kekuatan mereka sudah melemah. Antara lain karena isu yang dilontarkan seperti perbaikan taraf hidup serdadu, ekonomi dan pemberantasan korupsi sudah kurang relevan. Ramos begitu terpilih sudah berjanji memberikan sekitar 30 persen kenaikan gaji bagi kalangan militer. Ini berbeda dengan Cory yang dianggap “menelantarkan” militer. Menurut Parennas pembangkang militer ini juga sudah melemah karena ada tiga faksi militer yakni RAM (Reformed the Armed Forces Movement) di bawah Honasan, kelompok loyalis SFP (Soldiers of the Filipino People) dan kelompok YOU (Young officer’s Union). Bagaimana dengan pemberontak komunis ? Parrenas menyatakan, ideologi komunis lagi sekarat. Konon kekuatan bersenjata komunis tinggal sekitar 17.000 dari 100.000 orang. Demikian pula dengan pemberontak Moro yang berhasil dijinakkan pada masa Cory. Ramos tampaknya akan melanjutkan kebijakan terdahulu dengan cara menarik satu kelompok dengan memberi jabatan penting dan membiarkan kelompok lain sehingga kekuatan Moro yang terdiri dari Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan Organisasi Pembebasan Bangsa Moro (BMLO) tak lagi bersatu. Masyarakat muslim sendiri ketika berlangsung pemilihan presiden turut memberikan suaranya.

Page 22: Hubungan internasional

***

SATU lagi kekuatan yang tak bisa diabaikan dalam percaturan politik Filipina yakni gereja. Kebetulan Ramos menjadi presiden pertama dari kalangan non-Katolik. Karena itu, dalam masa pemilihan ia pernah ditolak oleh Kardinal Sin, meski pada akhirnya dia pun secara khusus memberi dukungan . Gereja Katolik selama ini memang tidak pernah melibatkan pihak Protestan, khususnya dalam kebijaksanaan yang berhubungan dengan konsensus Gereja atau yang bertentangan dengan ajaran Gereja. Lembaga ini juga memiliki kedudukan penting dalam pengambilan keputusan. Mantan Presiden Corazon Aquino menegaskan, tidak adanya pemisahan antara gereja dan penguasa negara. Sedang Kardinal Sin mengatakan, politik merupakan kegiatan manusiawi, karena itu memiliki dimensi moral. “Sudah merupakan tanggung jawab gereja untuk mengajak para pengikutnya mengusahakan pemilihan umum yang bersih, jujur, dan adil serta tidak memilih calon yang dikenal sebagai koruptor atau tidak jujur,” jelas Sin. Dengan alasan itu, Sin menegaskan perlunya peranan gereja dalam kehidupan politik. Tugas gereja, lanjutnya, termasuk mengaktifkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. “Gereja Katolik punya hak untuk bersuara, khususnya dalam kebijaksanaan politik yang menyangkut moralitas,” tegasnya. Menyimak penjelasan itu, sudah pasti gereja memang akan menjadi kunci penting dalam masa kepemimpinan Ramos, meski Kardinal Sin sendiri telah menegaskan akan mendukung dan tidak lagi akan memasalahkan soal agama. Namun, yang pasti, Ramos ingin mempersatukan kehidupan politik. Ia pun lalu berusaha mengurangi keterlibatan gereja, karena akan bertentangan dengan upaya pemersatuan ini. Dilihat dari masa kepemimpinannya yang baru berumur 56 hari ketika laporan ini ditulis (ia disahkan 22 Juni 1992), Ramos memang boleh dibilang baru menggeliat dari tidur. Melihat seluruh tantangan itu, lalu memang timbul pertanyaan, mampukah Ramos? Atau akankah Maynilad-ku kembali? “Sana,” kata orang Filipina. “Semoga,” kata orang kita. ***

KOMPAS, Minggu, 16-08-1992. Hal. 9

“EDDIENOMICS”, JURUS EKONOMI GAYA RAMOSAGAKNYA penduduk Manila benar-benar peniru yang baik gaya hidup konsumtif Amerika. Bahasa Inggris dipakai sebagai bahasa pengantar di televisi dan surat kabar, bahkan juga di parlemen. Kedai Mc Donald’s, Pizza Hut, Kentucky Fried Chicken serta Jolibee — yang terakhir milik orang Filipina — tersebar di sudut-sudut jalan. Konon sebuah keluarga yang miskin sekali pun akan menyediakan waktu khusus untuk makan siang di Mc Donald’s. Tidak perduli menyantap hidangan di tempat itu dikenakan pajak. Tampaknya fast food gaya Amerika ini sudah menyatu dengan kehidupan Manila. Buku petunjuk pariwisata mengakui bahwa Metro Manila adalah wilayah paling ke barat-baratan (baca Amerika) di Asia Tenggara. Saking hebatnya pengaruh Amerika, sampai-sampai plat mobil saja persis seperti di Amerika. Kalau di Amerika dicantumkan nama negara bagian, di Manila ditulis “pilipine”! Suasana seperti makmur yang ditampilkan 10 juta penduduk Metro Manila tak bisa mewakili 63 juta penduduk Filipina. Dalam kenyataannya mereka ditekan kesulitan sangat besar. Masyarakat pedesaan terus mengalir ke kota mencari alternatif kehidupan yang lebih baik daripada bekerja di lahan-lahan milik tuan tanah. Padahal penduduk kota berjejal mencari penghidupan. Keinginan mencari hidup lebih baik akhirnya mendorong orang bekerja di negeri orang. “Mereka ingin jadi orang kaya,” ujar Lili, seorang penduduk Manila. Negerinya ditinggalkan untuk mencari dollar AS. Meskipun mereka bersedia

Page 23: Hubungan internasional

bekerja di mana saja, termasuk Lybia, namun tujuan utama tetap hidup di Amerika Serikat, negeri impian pencari keberuntungan. Situasi terakhir ekonomi Filipina bisa dilihat dari pernyataan Ramos di depan Kongres. Sekitar 20 persen keluarga kaya menerima 50 persen total penghasilan negara. Kurang dari 20 persen hanya menerima lima persen. Sekitar 5,8 juta keluarga tidak mendapatkan kebutuhan pokok yang cukup. Tahun 1991, 2,3 juta pekerja kehilangan pekerjaannya, sementara 7,6 juta lainnya bekerja kurang dari 40 jam sepekannya. Angkatan kerja bertambah sekitar 860.000 setiap tahunnya. Dua masalah Ramos mewarisi ekonomi kurang beres dari Corazon Aquino yang memerintah selama enam tahun. Aquino menjadi pahlawan demokrasi karena menumbangkan Marcos melalui people’s power. Ia juga bisa dianggap berhasil menyerahkan tongkat kepresidenan dengan jalan damai. Namun selama berkuasa Cory dibebani berbagai masalah yang tak selesai, salah satunya masalah ekonomi. Aquino tak banyak berprestasi dalam sektor ekonomi. Pembangunan fisik nyaris sangat mininim, kecuali yang patut dibanggakan adalah pembangunan jalan layang di Manila. Meletusnya Gunung Pinatubo, banjir serta gempa susul menyusul malahan membuat gedung-gedung dan jalan yang ada ambruk. Pangkalan udara AS, Clark, yang bisa diganti untuk keperluan komersial rusak sama sekali. Tinggal Subic yang disebut-sebut potensial tapi jelas memakan waktu untuk memanfaatkannya karena banyak masalah ekonomi lain yang lebih penting menunggu Ramos. “Ada dua masalah pokok dalam ekonomi yang dihadapai Ramos,” ujar Dr Julius Caesar F Parrenas dari Center of Research and Communication. Pertama menyangkut infrastruktur ekonomi Filipina yang lemah sama sekali. Dimulai dari masalah langkanya energi, beban ekonomi Filipina merembet ke sana kemari. Energi listrik dan bahan bakar sebagai sarana vital industri sangat kurang sehingga diperkirakan tidak akan mampu memenuhi target pertumbuhan ekonomi 10 persen. “Akibat listrik mahal, timbul biaya ekonomi tinggi,” tambah Parrenas. Rentetan berikutnya, investor terutama dari luar negeri tak mau ambil risiko. Rendahnya investor menjadikan ekonomi mandek. Masalah kedua datang dari luar negeri. Lembaga keuangan dunia, International Monetary Fund mendikte ekonomi Filipina seperti membatasi defisit dan melarang pajak atas nilai tukar peso terhadap dollar. “IMF memang kurang populer di kalangan pejabat pemerintah Filipina,” jelas Alexander R Magno, Direktur Pusat Studi Dunia Ketiga, University of the Philippines.

“Eddienomics” Bagaimana Ramos menghadapi tantangan itu? Seperti rumus lainnya dalam bidang ekonomi, rencana selalu menjanjikan optimisme. Rencananya oleh pers lokal disebut “Eddienomics” meniru istilah Reaganomics di AS. Eddie adalah panggilan akrab Ramos. Ia merencanakan enam tahun pembangunan mulai 1993-1998. Melalui anggaran ini ia bertekad memompa pertumbuhan, merangsang investasi dan menyediakan pelayanan sosial serta program peningkatan produktivitas khususnya di bidang pertanian, perikanan dan buruh. Soal utang luar negeri? Ramos berjanji memacu strategi pertumbuhan untuk memenuhi kewajiban membayar utang. Penjadwalan utang sebesar 4,8 milyar dari 30 milyar sudah dilaksanakannya 24 Juli lalu. Ini berarti Ramos selamat dari pembayaran bunga utang sebesar 1,6 milyar dolllar dalam enam tahun mendatang. Dengan berbagai upaya beban utang terhadap GNP turun dari 94 persen menjadi 66 persen. “Sejak Aquino mulai berkuasa tahun 1986 jumlah utang luar negeri diperkirakan 28 milyar dollar AS. Selama ia berkuasa 16 milyar telah dibayar berikut bunganya. Namun sekarang utang menjadi 30 milyar dollar sehingga ada joke 28 dikurangi 16 sama dengan 30!” tutur Magno. Namun masalah terberat ekonomi Filipina tetap berakar pada pemilikan tanah. Land reform

Page 24: Hubungan internasional

yang dijanjikan Aquino menurut penulis kolom The Manila Standard Calixto V Chikiamco, diabaikan. Akibat monopoli ini pertanian sama sekali tidak produktif bagi seluruh bangsa. Tuan tanah besar yang jumlahnya kurang dari lima persen penduduk Filipina — termasuk keluarga Aquino — hanya mengeruk keuntungan pribadi, tidak peduli ekonomi negara. Menurut Magno, soal tanah ini bisa dipecahkan melalui antara lain pengalihan pemilikan tanah ke petani desa. Transfer tanah semasa Aquino rata-rata tiap tahun hanya 9.691 hektar tetapi tahun lalu sekitar 293.000 hektar didistribusikan ke 173 ribu petani. Kelanjutan landreform pesimis karena bagaimanapun distribusi tanah itu memerlukan kompensasi kepada tuan tanah. Magno menilai salah satu kritik terhadap Ramos, ia tidak menekankan land reform dalam pidato kenegaraan pertama kalinya di depan Kongres. Padahal ia sendiri yang menegaskan akan memerangi kemiskinan. Dalam masalah ini Ramos meminimalkan keterlibatan negara dalam ekonomi. Padahal, kata Magno, ini yang menyebabkan banyaknya utang Filipina karena kebanyakan modal dipinjam dari bank asing. Untuk pemasukan kas negara, Ramos mengeluarkan jurus ekonomi lainnya yakni penggalakkan pajak. Upaya terakhir adalah mengenakan pajak atas rokok dan minuman. Dua usulan ini sempat menjadi polemik hangat. Masalahnya pajak di Filipina sudah sedemikian banyaknya sehingga bila banyak barang dikenakan pajak akan membebani rakyat. Namun bagi lapisan penguasa ekonomi apa pun jurus ekonomi Ramos tidak akan berpengharuh banyak. Bahkan kelompok konglomerat ini dengan basis di Makati semakin menancapkan pengaruhnya. Siapa sebenarnya kelompok penguasa ekonomi Filipina? Magno maupun Perennas berpendapat orang-orang Cina menguasai bisnis besar. Shoe-Mart, jaringan pasar swalayan terbesar juga milik keturunan Cina yang bekerja sama dengan orang Filipina. Shoe Mart termasuk ranking ke-14 dari 1000 perusahaan top Filipina. Keluarga Alaya disebut-sebut pula tokoh keturunan Cina yang “menguasai” Makati, pusat bisnis di Manila. Dapat disebut pula disini keluarga lokal seperti Cojuangco dan Benedicto yang memonopoli perdagangan kelapa dan gula. Mereka juga beraliansi seperti terjadi antara keluarga Disini dengan Westinghouse atau keluarga Benedicto dengan para pedagang Jepang. ***

KOMPAS, Minggu, 16-08-1992. Hal. 9

Pengelolaan Konflik di Laut Cina Selatan JALUR BILATERAL, MULTILATERAL DAN MILITER

PANORAMA dunia pasca-perang dingin ditandai dengan meningkatnya konflik teritorial, menggantikan bentrokan ideologi kelas dunia. Penyerbuan Irak ke Kuwait barangkali termasuk yang spektakulerdan menyadarkan bahwa klaim kedaulatan sangatlah rawan. Perang perbatasan Peru lawan Ekuador juga termasuk contoh paling aktual betapa harga sebuah wilayah sangatlah mahal. Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) tidak terkecuali. Di dalamnya terdapat Kepulauan Spratly dan Paracel yang tergolong titik rawan dalam soal klaim teritorial. Menurut geologiawan asal Bandung, Ediar Usman, Spratly merupakan gugusan pulau-pulau kecil berupa terumbu karbonat yang terbesar di sepanjang LCS, dengan ukuran yang bervariasi. Di bagian pinggir ukurannya relatif lebih besar berjumlah hampir 30 buah, antara lain Spratly, Swallow, Southwest Cay, Dallas dan Nanshan. Sedangkan di bagian pusat bentuknya cekungan berukuran relatif lebih kecil, berupa pulau karang terisolir yang berjumlah sampai ratusan buah. Ketika Perang Dingin memuncak, kawasan itu dipandang dalam arti ideologis. Kini titik beratnya adalah rasa nasionalisme bercampur kepentingan

Page 25: Hubungan internasional

ekonomi. Artinya karena di dalamnya juga mengandung minyak dan gas bumi, maka perebutan wilayah semakin alot antara Cina, Vietnam, Taiwan, Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam. Sedikitnya ada tiga kecenderungan dalam penyelesaian klaim tumpang tindih di Laut Cina Selatan (LCS). Pertama, perundingan bilateral antara yang berkepentingan seperti dilakukan Cina dan Filipina. Kedua, jalur perundingan multilateral di mana semua pengklaim berkumpul bersama baik melalui forum internasional maupun regional untuk menyelesaikan kasus mereka. Ketiga, tidak tertutup kemungkinan laras meriam berbicara lebih keras dibanding adu pendapat di meja perundingan. Bentrokan militer tahun 1988 antara Cina dan Vietnam adalah contoh nyata betapa masih kuatnya kecenderungan ketiga. Bahkan perang kata antara Vietnam dan Cina maupun antara Cina dan Filipina sangat sering berlangsung akhir-akhir ini. Jika perang mulut ini dibiarkan menggantung tanpa saluran penyelesaian politik, titik rawan itu bisa jadi meledak dalam suatu perkelahian militer. Dua negara saja yang terlibat konflik teritorial berupa pulau, daratan atau lautan sudah sulit diselesaikan, apalagi dengan klaim tumpang tindih yang terjadi di Spratly dan Paracel yang melibatkan enam negara. Betapa pelik dan tegang penyelesaiannya. Jalur bilateral Berbagai optimisme berkembang dengan gagasan, jalur pertemuan bilateral lebih efektif dibandingkan multilateral. Taiwan dan Cina tahun lalu mengupayakan eksplorasi minyak bersama dalam suatu pertemuan di Singapura. Perusahaan minyak Taiwan CPC dan perusahaan minyak nasional Cina CNOCC Oktober lalu menjajagi kerja sama di Paracel. Kepulauan Paracel diklaim sedikitnya dua negara, sedangkan Spratly enam negara. Cina dengan Vietnam juga membentuk kelompok khusus untuk membahas pertikaian teritorial seperti diungkapkan Menlu Qian Qichen November lalu. Dikatakan, Cina dan Vietnam sepakat menyelesaikan kasus Spratly secara bilateral. Sekjen Partai Komunis Cina Jiang Zemin dan Persiden Vietnam Le Duc Anh mencapai “kesepakatan oral” untuk menyisihkan isu kedaulatan di Spratly. Bulan Juni 1993, Malaysia dan Vietnam secara resmi menyetujui perjanjian eksplorasi minyak dan gas bumi selama 40 tahun, di wilayah Laut Cina Selatan yang disengketakan enam negara. “Kami berhasil mengubah isu (sengketa) yang potensial menjadi kerja sama di wilayah itu. Kami tentu saja ingin memberi contoh kepada yang lain,” kata Ahmad Kamil Jaafar, Sekjen Kementerian Luar Negeri Malaysia. Cina dan Filipina dua tahun lalu sepakat menyisihkan sengketa atas Kepuluan Spratly, dan bertekad bekerja sama untuk mengembangkan dan mengeksplorasi wilayah itu. Perjanjian ditandai pertemuan antara Presiden Cina Jiang Zemin dengan Presiden Filipina Fidel Ramos di Beijing. Benarkah jalur bilateral bisa menyelesaikan konflik kedaulatan di LCS? Perkembangan akhir-akhir ini memperlihatkan kenyataan sebaliknya. Filipina meningkatkan kehadiran militer ketika ketegangan dengan Cina meningkat. Cina mengecam Vietnam yang sudah menjalin kerja sama penyelidikan kelautan dengan Rusia. Beijing juga mengkritik Hanoi karena mengizinkan perusahaan minyak AS melakukan eksplorasi di perairan yang diklaimnya. Sejumlah bukti itu memperlihatkan kelemahan kesepakatan bilateral. Memang kontak dua negara bisa dengan cepat menyelesaikan pentingnya pemanfaatan kekayaan alam di LCS. Namun tidak tersentuhnya isu kedaulatan yang menjadi inti konflik menyebabkan kesepakatan itu limbung. Terkena sedikit angin, bubarlah kesepakatan itu digantikan kekuatan militer yang berbicara lebih vokal.

Forum multilateral Satu-satunya forum mulilateral yang ditempuh negara yang terlibat konflik adalah Lokakarya Pengelolaan Konflik di Laut Cina Selatan yang sudah berlangsung lima kali di Indonesia. Meskipun pertemuan itu bersifat informal namun tidak menghilangkan bobotnya sebagai forum tukar pikiran dan kerja sama.

Page 26: Hubungan internasional

Kekuatan forum ini terletak pada kelengkapan peserta yang terus menerus hadir walaupun sudah lima kali berjalan sejak 1990. Tidaklah mudah menghadirkan perwakilan sekalipun informal selama lima kali pertemuan membahas masalah yang memang sangat peka. Tokoh akademis atau pejabat dalam kapasitas pribadi turut memberikan argumennya mengenai sikap negaranya dalam membuktikan keabsahan klaimnya. Tidak jarang bila sudah menyentuh soal bagaimana rekomendasi ke pemerintah masing-masing, pertemuan bisa berlangsung sangat panas diwarnai perdebatan sengit. Sejauh ini kesepakatan untuk dijadikan rekomendasi adalah untuk tidak menyelesaikan konflik dengan jalan kekerasan. Rekomendasi ini memang tidak mengikat sehingga sering terjadi ketegangan tak terhindarkan di wilayah yang diklaim masing-masing. Pada pertemuan terakhir di Bukittinggi Oktober tahun silam, hasil lokakarya tak hanya basa basi tetapi sudah mencapai proyek konkret yakni riset bersama di LCS mengenai keaneragaman hayati. Tampaknya forum multilateral ini tidak hanya jalan untuk penyelesaian komprehensif tetapi juga membuka prospek untuk diformalkan seperti diusulkan Menlu Ali Alatas di Bukittinggi. Persoalan semakin pelik jika peserta sudah merupakan wakil negara. Misalnya apakah Cina mau menerima kehadiran Taiwan dalam suatu forum resmi antarpemerintah. Selama ini karena perwakilan bersifat informal, delegasi Cina tidak mengguggat keberadaan Taiwan. Tantangan Indonesia untuk melangkah lebih maju ke arah formalisasi perundingan memang tidak mudah. Namun juga tidak menutup kemungkinan terbuka peluangnya. Masalahnya jalur multilateral lebih mendesak daripada jalur bilateral antara negara yang berselisih karena berbagai kelebihannya. Diharapkan melalui jalur multilateral bisa ditempuh cara pengembangan potensi LCS secara bersama-sama. Proyek yang akan diwujudkan dalam riset oseanografi itu diharapkan menelorkan hasil yakni saling pengertian antarpemerintah. Secara teoritis, jika sudah timbul saling pengertian diharapkan isu inti yakni klaim tumpang tindih di lautan ini bisa ditempuh secara bertahap. Berbagai makalah tentang solusi multilateral sudah diajukan. Misalnya pakar dari Kanada mengambil contoh forum kerja sama di Teluk Maine antara AS dan Kanada. Karena dua negara bersahabat, kerja sama berjalan baik. Namun bila suasana tidak mendukung, seperti terjadi misalnya dalam kerja sama di Laut Baltik, Mediterania dan Laut Hitam, maka hasilnya tak maksimal. Juga hubungan dua negara antara Argentina dan Cile mempersulit kerja sama di Terusan Beagle. Mark J Valencia dan Noel Ludwig dari East-West Center, Hawaii (AS) serta Jon M van Dyke dari University of Hawaii lebih jauh lagi mengajukan gagasan perlunya Spratly Management Authority (Otoritas Pengelolaan Spratly). Suatu dewan yang terdiri negara pengklaim,dan yang bukan pengklaim ditambah kekuatan maritim global merupakan puncak dalam otoritas itu. Otoritas ini dilengkapi dengan sekretariat dan sekjen yang membawahi komite teknis urusan sumberdaya hayati dan nonhayati serta komite lingkungan dankomite keuangan. Langkah militer Berbagai bukti historis diajukan untuk membenarkan klaim setiap pihak. Namun kadang-kadang bila bukti-bukti yang diajukan setiap pihak itu tidak memuaskan atau menyudutkan pihak lain, jalur ketiga sangat mungkin ditempuh. Kedaulatan adalah kebanggaan nasional maka salah satu jalan mempertahankan klaimnya adalah dengan mengirim satuan militer ke wilayah konflik. Pembangunan landas pacu dan pengiriman kapal militer oleh Cina bukan rahasia lagi. Klaim yurisdiksi ini bahkan diperkuat landasan hukum di Cina sendiri sehingga bagi militer adalah sah saja menganggap LCS milik Beijing seluruhnya. Mereka yang mengklaim secara sebagian seperti Filipina, Malaysia atau Brunei dianggapnya merongrong kedaulatan. Bagi negara tetangga Cina, berhadapan dengan naga raksasa ini sangatlah menakutkan. Namun mereka tidak sendiri. Bagi Filipina, keberanian itu dimungkinkan karena

Page 27: Hubungan internasional

keyakinan bahwa Amerika Serikat bahkan mungkin Jepang, takkan membiarkan Cina menjadi kekuatan hegemoni di LCS. Faktor AS dan Jepang serta Indonesia pada tingkat tertentu menjadikan Cina hanya berani main gertak saja. Persoalannya, main gertak ini kalau justru merunyamkan masalah bisa-bisa terlibat bentrokan terbatas, sesuatu yang bakal mempersulit kerja sama mengelola potensi sumber daya alam di LCS. Lebih-lebih penyelesaian masalah kedaulatan.

KOMPAS, Minggu, 19-02-1995. Hal. 3. Foto: 1

Transisi di Myanmar POLITIK “SARUNG” MENGHADAPI “SERAGAM HIJAU”"SAYA ingin Myanmar bebas,” kata tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi (50), yang baru saja lepas dari tahanan rumah setelah hampir enam tahun mendekam. Sepanjang enam tahun itu, Suu Kyi tidak hanya diperintahkan diam di rumah, tetapi juga total tidak boleh berkomunikasi dengan rekan dan para pengikutnya. Ungkapan Suu Kyi menggambarkan keinginan sekelompok masyarakat — bahkan sangat mungkin mayoritas rakyat — akan situasi di negeri itu. Sebagai salah satu tokoh pendiri Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD: National League for Democracy), ia merasakan betapa represifnya rezim yang sekarang ada. Ia adalah wakil tokoh prodemokrasi yang semua kegiatannya dipasung sampai kepada halyang bersifat pribadi. Boleh dikatakan, ia juga mewakili aspirasi kebanyakan aktivis dan 45 juta jiwa rakyat Myanmar. Namun demikian, penilaian yang bernada positif pun muncul terhadap kemampuan rezim militer yang mampu mengendalikan stabilitas politik dan keamanan. Sedikitnya pemerintah yang berjalan tanpa konstitusi — yang disebut juga dengan Dewan Pemulihan Hukum dan Ketertiban Negara (SLORC: State Law and Order Restoration Council) — sudah memperlihatkan prestasi di bidang ekonomi. Keterbukaan ekonomi telah membawa perbaikan secara fisik, tetapi dihadang berbagai konsekuensi perkembangan ekonomi. Tidak hanya sandang dan pangan yang semakin tidak terjangkau, malahan rakyat dikekang dengan berbagai peraturan supaya tidak boleh protes atau mengeluh apa pun, kecuali menelan berbagai kesulitan. Dua arus inilah yang sedang berjalan semakin kencang. SLROC yang mewakili penguasa menyatakan Myanmar kini lebih baik. Banyak kemajuan sudah dicapai. Sebaliknya NLD dengan Suu Kyi sebagai salah satu tokoh pentingnya menganggap langkah represif militer tidak membawa kebaikan bagi mayoritas rakyat. Mereka beranggapan kemajuan hanya bersifat semu dan hanya menguntungkan segelintir orang yakni kubu militer dan mereka yang berkolaborasi dengannya. Pertahankan status quo Rezim berkuasa senantiasa menekankan melalui media massa yang dikontrolnya bahwa empat motto harus dipertahankan agar Myanmar maju. Keempat motto ini bisa disebut sebagai ideologi yang dianut SLORC. Dalam televisi maupun surat kabar motto ini terus dikumandangkan untuk menjaga stabilitas. Keempat motto ini meliputi bidang politik, ekonomi, dan sosial.Di bidang politik ada empat tujuan yang hendak dicapai yakni stabilitas negara, rekonsolidasi nasional (bukan rekonsiliasi seperti gagasan yang diajukan Suu Kyi), munculnya Konsitusi Negara, dan pembangunan negara yang maju dan modern. Di bidang ekonomi, SLORC menentukan pembangunan pertanian, evolusi sistem ekonomi berorientasi pasar, mengundang partisipasi asing, dan prakarsa ekonomi tetap di tangan negara dan rakyat. Sedangkan empat bidang sosial yang ditargetkan rezim militer adalah mengangkat moral bangsa, mengangkat integritas serta melindungi warisan budaya, membangkitkan semangat patriotik,dan menaikkan standar kesehatan dan pendidikan. Tampak sekali bahwa junta militer ingin menunjukkan bahwa merekalah yang benar-benar berjasa dalam pembangunan Myanmar, dan bukannya kelompok sipil maupun

Page 28: Hubungan internasional

kelompok politik lainnya. Lucunya, koran pemerintah seperti The New Light of Myanmar pernah juga mengutip berita asing yang menyebut pemerintahnya sebagai junta militer! Padahal istilah ini sering berkonotasi negatif. Dalam berita lokal, hampir setiap hari lawatan Jenderal Senior Than Shwe dan para jenderal lainnya yang menjabat sebagai menteri dan wakil menteri diberitakan. Diperlihatkan, mereka sedang berpidato pada acara peresmian suatu proyek atau tengah memberikan pengarahan. Kegiatan mereka yang intensif mengandung pesan bahwa mereka sangat sibuk dengan urusan membangun negara. Mereka juga seolah-olah menampakkan diri sangat memperhatikan kebutuhan rakyat mulai dari soal pengairan, transportasi, pendidikan, sampai keamanan negara. Begitu banyaknya kegiatan pejabat Myanmar, sehingga rasanya tidak ada hari tanpa pengarahan dan peresmian proyek. Bahkan yang sangat mencolok adalah berita utama koran berbahasa Inggris, yang diisi dengan kehadiran Than Shwe dengan titelnya “Jenderal Senior” sekaligus Chairman SLORC. Di situ dituliskan ia didampingi para menteri yang dijabat perwira tinggi plus para penyambutnya yang juga menjabat tugas sipil dengan pangkat kemiliterannya. Sehingga hampir separuh dari sebuah berita utama sering diisi dengan nama dan pangkat para pejabat SLORC. Dengan kata lain mereka mewakili aliran politik dengan “seragam hijau” militer. Fenomena liputan pers ini sedikit banyak menggambarkan betapa kerasnya kerja militer. Pesan seperti proganda ini juga merupakan kelanjutan penegasan bahwa SLORC yang dikendalikan militer bisa memberikan sumbangan pembangunan yang berarti. Peranan militer “SLORC menyadari bahwa mereka tak disukai rakyat. Mereka juga sadar tidak mungkin terus-menerus berkuasa karena sifat pemerintahan sekarang adalah darurat,” komentar seorang diplomat Asia. Penahanan Suu Kyi sepanjang enam tahun menyadarkan bahwa sikap rezim selama ini tidak hanya memupuk kebencian rakyat, melainkan juga memperkuat perlawanan kelompok prodemokrasi. Oleh sebab itu Suu Kyi kemudian dibebaskan. Dalam arti legal, seperti diungkapkan Dubes RI untuk Myanmar Mochamad Sanusi, pembebasan itu memang sudah diperkirakan. Dikatakan, semula Suu Kyi ditahan berdasarkan UU No. 3 tahun 1975, yang bisa menahan seseorang tanpa diadili dengan alasan yang bersangkutan bisa “mengancam keselamatan negara”. Tahun 1991 klausul penahanan Suu Kyi diubah lagi dengan menambahkan soal tahanan rumah. Ini artinya, lama penahanan sangat bergantung pada keputusan SLORC. Jika dikaji lebih dekat, pembebasan Suu Kyi adalah bagian dari rencana besar SLORC untuk menanamkan rasa simpati rakyat terhadap rezim itu. Sejumlah penduduk dan diplomat di Yangoon menduga ada suatu “proyek” besar di balik pembebasan Suu Kyi, baik dengan melihat kondisi di dalam maupun di luar negeri. Sampai sekarang belum terungkap apa sebetulnya rencana rezim militer ini. Tampaknya di dalam negeri, peranan militer takkan hilang. Kendati demikian peranan itu mungkin akan mengalami perubahan. Salah satu model yang ditiru oleh junta militer Myanmar adalah ABRI. Menurut Mochamad Sanusi, yang juga dimuat dalam laporan tahunan majalah Far Eastern Economic Review, dwifungsi ABRI menjadi bahan kajian intensif militer Myanmar. Mereka ingin meniru militer Indonesia yang menjalankan fungsi sebagai kekuatan sosial-politik dan keamanan. Yang menarik, tidak hanya peran militer sebagai kekuatan ganda yang ditiru, partai politik semacam Golkar pun sudah dibentuk. Mereka menamakannya Union Solidarity and Development Association (USDA). Di dalamnya terdapat tidak hanya unsur militer yang sudah pensiun, tetapi juga tentara aktif. USDA dibentuk tahun 1993 sebagai pengganti National Unity Party (NUP) yang kehilangan muka setelah kalah dalam pemilu 1990 oleh NLD. Ketika itu militer tidak siap menghadapi keuletan NLD yang disambut rakyat dengan antusias. NUP yang merupakan instrumen militer tidak

Page 29: Hubungan internasional

mendapat dukungan rakyat. Kini militer mempersiapkan betul-betul USDA untuk mengalahkan NLD jika pemilu suatu saat berlangsung di masa depan. Selain itu, mobilisasi kekuatan sipil juga dilakukan oleh USDA.Konon anggota USDA Myanmar ini sudah mencapai tiga juta orang. Bandingkan dengan kekuatan NLD yang kabarnya sudah mencapai sekitar 13 juta aktivis dan simpatisan. Setelah mendengar kabar pembebasan Suu Kyi, aktivis NLD dari berbagai derah segera datang berbondong-bondong ke rumah “sang pemimpin” di Yangoon. Peranan militer ini juga ditekankan dalam penyusunan konstitusi. SLORC mendukung Konvensi Nasional sebagai salah satu forum untuk mempertemukan berbagai aliran politik. Tugas utama konvensi ini adalah menyusun konstitusi untuk peralihan politik ke arah yang stabil dan normal. Dalam konstitusi ini banyak hal yang diadopsi dari Indonesia, terutama soal peranan militer dalam pemerintahan. Jika memakai paham konvensional barat, militer ditempatkan sebagai penjaga keamanan. Mereka tidak boleh masuk dalam politik sipil. Tetapi militer Myanmar tampak tak menghendaki pola demikian. Mereka ingin terjun dalam dunia pemerintahan. Prinsip inilah yang akan dipertahankan di masa depan. Pembebasan Suu Kyi tidak hanya menyangkut posisi tawar-menawar terhadap keinginan itu, tetapi juga menggalang dukungan untuk pertemuan Konvensi Nasional September nanti.

Inginkan perubahan Bagi orang luar, nama Suu Kyi berasosiasi dengan kebebasan dan demokrasi. Pemikiran dan pandangannya pun tidak lepas dari isu demokratisasi dan pembebasan masyarakat dari belenggu junta militer. Ia menginginkan dialog. Ia sangat berminat untuk rekonsiliasi. Pesan perubahan ini tidak hanya merupakan refleksi dari pengalaman penahanan selama enam tahun yang dialaminya, tetapi juga bagian dari tuntutan masyarakat internasional. Suasana pasca Perang Dingin — yang sangat menonjolkan isu hak asasi manusia — menempatkan rezim Myanmar dalam posisi sulit. Jika penahanan dilanjutkan, Myanmar akan semakin terisolasi dari modal dan teknologi. Sebaliknya kalau ia dibebaskan, risiko yang harus dihadapi adalah militer berbagi kekuasaan dengan Suu Kyi dan kelompok NLD yang menjadi idola masyarakat kebanyakan. Suu Kyi yang dibesarkan di luar negeri tampaknya tidak kunjung mengerti bagaimana militer bisa berkuasa tanpa konstitusi dan badan legislatif atau parlemen sejak 1988. “Salah satu keunikan pemerintah Myanmar sekarang, ia berdiri tanpa konstitusi,” komentar seorang pengamat di Yangoon. Gagasan utama Suu Kyi adalah soal rekonosiliasi, demokratisasi, dan pembebasan Myanmar dari segala macam tirani. Ia pernah ditawari untuk keluar negeri sebagai ganti dari tahanan rumahnya. Namun putri pejuang Myanmar, Jenderal Aung San, ini sangat keras pendapatnya. Ia memilih terisolasi dan menderita untuk kebebasan negerinya. Apa sebetulnya yang diinginkan Suu Kyi dengan NLD-nya? Walaupun ayah Suu Kyi sendiri seorang jenderal, kekuasaan militer yang represif dan berkepanjangan telah membangkitkan semangat kelompok ini untuk mendorong kehidupan demokrasi. Ketika ditanya apa makna demokrasi, Suu Kyi menjawab, untuk istilah itu hanya rakyatlah yang lebih tahu. Terbukti dalam pemilu 1990 rakyat mendukung gagasan yang dibawa NLD untuk mengantar pada kemajuan Myanmar. Suu Kyi memang menempati posisi sentral dalam perubahan sosial politik di Myanmar. Perubahan ini jugalah yang bisa mengantar pada perubahan ekononmi. Barat masih memegang ucapan Suu Kyi sebagai indikator apakah akan perlu segera menamam modal secara besar-besaran atau menunda dulu. Sebaliknya negara-negara Asia mengambil sikap lain dengan menjalin hubungan dengan Myanmar. Masalah yang dihadapi oleh NLD saat ini dalam Konvensi Nasional adalah kekuatan mereka tidak sebanding dengan kekuatan pemerintahan. Menurut Kyi Win (76), pihaknya

Page 30: Hubungan internasional

hanya bisa menggalang dua kekuatan dalam melawan lima kelompok propemerintah. “Kita selalu kalah dalam pengambilan keputusan,” kata tokoh tua NLD yang berpangkat kolonel. Pernyataan ini mencerminkan situasi yang rawan bagi NLD dan simpatisannya, karena tidak semua ide bisa masuk dalam konstitusi. Hal ini dipahami Suu Kyi. Karena itu ia meminta rekonsiliasi,dalam arti posisinya dihargai tinggi, dan bukannya dihitung sekadar sebagai satu kelompok kecil di Konvensi Nasional. Rakyat sipil yang biasa memakai sarung kebanyakan mendukung posisi Suu Kyi. Tidak hanya karena ia tokoh karismatis yang tampak menonjol pada tahun 1988, tetapi juga karena rakyat sangat menghargai perjuangannya walaupun sudah ditahan selama enam tahun. Inilah yang semakin menumbuhkan keberanian dan optimisme rakyat dan pendukung NLD, sehingga mereka yakin akan ada perubahan. Seperti diungkapkan Kyi Win, sebenarnya NLD mampu menempuh perjuangan bersenjata, karena ada ratusan anggota militer yang bergabung di NLD, termasuk di dalamnya Jenderal Tin U (mantanKepala Staf AB dan Menteri Pertahanan) yang kini jadi ketua NLD. Namun pada umumnya mereka tidak berseragam lagi, mereka seperti umumnya rakyat Myanmar, mengenakan sarung. Oleh sebab itulah tampak jelas sekali bagaimana seragam hijau militer yang terjun dalam dunia politik di Myanmar, seolah-olah menghadapi rakyat berpolitik yang mengenakan sarung atau longyi (bagi perempuan). Identitas budaya berpakaian ini sudah bisa membedakan mana aliran “sarung” dan mana aliran “seragam hijau”, tidak hanya dari cara berpikir tapi juga kegiatan politik mereka. Rekonsiliasi dan bentrokan dua kekuatan politik inilah yang akan mewarnai perjalanan panjang menuju Myanmar yang demokratis. ***

KARISMA SUU KYI — Pada minggu-minggu pertama setelah pembebasannya, Aung San Suu Kyi muncul setiap hari di depan umum. Karismanya mampu menarik ratusan orang, bahkan pernah lebih dari 1.000 orang, untuk berkumpul di depan rumahnya. Tahun 1988 pidato kampanyenya pernah menyedot massa sampai 500 ribu orang.

RUMAH TAHANAN — Di rumahnya yang cukup luas ini, Suu Kyi mendekam selama enam tahun. Ia terisolasi sama sekali dari dunia luar. Hanya sebuah radio yang menemaninya setiap hari. Suami (Michael Aris) dan kedua anaknya (Kim dan Alexandra) tidak boleh menemani, kecuali setahun sekali, itu pun harus atas izin regim militer.

KOMPAS, Sabtu, 12-08-1995. Hal. 16. Foto: 2

NEGERI DENGAN DUA MATA UANG

SEORANG turis yang baru masuk Myanmar diharuskan menukar 300 dollar AS dengan Foreign Exchange Certificate (FEC). Di mata uang kertas ini tertulis: satu dollar sama dengan satu FEC. Jadi nilainya tidak bergantung pada fluktuasi kurs dollar. Selain itu jangan lupa, FEC ini tak bisa dikembalikan. Belanjakan semuanya atau rugi sama sekali. FEC memang tidak berlaku di luar Myanmar. Mata uang ini hanyaberlaku untuk turis dan orang asing. Lagi pula FEC tidak bisa dipakai untuk membeli makanan di toko-toko biasa, kecuali di toko besar khusus untuk turis. Bayar hotel boleh dengan FEC, tapi naik taksi harus menggunakan mata uang lain, bernama Kyat. Kyat (baca: cat) adalah mata uang resmi bagi penduduk Myanmar.Jika FEC nilainya stabil, maka Kyat punya dua nilai: resmi dan gelap. Menurut informasi, satu dollar AS resminya bernilai 6 Kyat. Tapi jika Anda menukar dollar di pasar gelap

Page 31: Hubungan internasional

nilainya bisa mencapai 80 sampai 100 Kyat! Lalu pemerintah menggunakan nilai yang mana? “Kalau untuk data resmi pakai nilai formal, tapi harga-harga di pasaran menggunakan nilai pasar gelap,” komentar Thein Win, seorang warga Yangoon. Nilai uang yang ganda serta berlakunya dua mata uang memang bisa membuat pusing, tidak hanya orang asing tapi juga penduduk setempat. Akhirnya, seperti diamati Thein Win, semua orang baik pejabat maupun penduduk berlomba-lomba mencari dollar AS. “Saya menyimpan dollar untuk berjaga-jaga dan membeli barang dari luar,” kata Thein Win, direktur Topaz International Ltd. Tambahan lain, dikabarkan ada FEC palsu beredar di masyarakat, entah dari mana asalnya. “Yang penting pemerintah mendapatkan dollar, tidak peduli berapa banyak FEC beredar,” ujar seorang penduduk Yangoon. Situasi ini menambah rumit kondisi moneter yang tampak membutuhkan suntikan lembaga keuangan internasional untuk menjaga stabilitas harga.*** BUKAN hanya mata uang yang memusingkan rakyat Myanmar. Soal bahan bakar pun juga memberatkan. Setiap kendaraan di Myanmar hanya mendapat jatah delapan liter seminggu. “Mana cukup?” ujar seorang sopir taksi. Solusinya adalah membeli bahan bakar di pasar gelap. Konon bensin yang beredar di pasar gelap ini berasal dari para pejabat yang menjual diam-diam ke tempat-tempat penampungan ilegal. Sejumlah pejabat ini kabarnya sering mengambil bahan bakar dari pompa bensin resmi sebanyak-banyaknya. Jatah bahan bakar ini memperlihatkan dimensi lain, betapa Myanmar masih harus bekerja keras dalam membangun ekonomi pasar ala mereka. Tidak adanya konstitusi semakin mempersulit perkembangan bisnis. Meskipun demikian diakui pula bahwa dalam beberapa tahun terakhir SLORC mampu membawa perubahan fisik yang mencolok. Jumlah kendaraan dan gedung-gedung baru di Yangoon merupakan indikator bangkitnya kegiatan ekonomi Myanmar. Gedung baru berupa hotel atau pusat pertokoan tampak sedang dibangun di sejumlah sudut Yangoon. Singapura adalah salah satu negara yang aktif menanam modal di pasar yang potensial ini. Namun keberhasilan pembangunan fisik saat ini di Myanmar membawa konsekuensi lain bagi rakyat. Seperti diakui Thein Win dan banyak diplomat di Yangoon, pembangunan fisik berjalan pesat. Namun, katanya, harga sandang dan pangan semakin tidak terjangkau. Pesatnya harga-harga tidak berimbang dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Seperti diamati Suu Kyi, tingkat inflasi di Myanmar memang sangat membahayakan. Untuk menggambarkan betapa sulitnya ekonomi rakyat, salah satu indikatornya adalah harga makanan. Menurut Thein yang juga diakui Patrick Khan (penduduk muslim Myanmar), antara tahun 1987-1988, untuk sekali makan diperlukan 10 Kyat. Pada saat itu pendapatan normal penduduk sekitar 500 Kyat. “Sekarang untuk sekali makan setiap orang sedikitnya mengeluarkan 100 Kyat. Padahal gaji seorang pegawai kecil sekitar 1.000 Kyat per bulannya,” tutur Thein. Sedangkan gaji kalangan profesional seperti dokter, insinyur, atau pengacara berkisar 5.000 Kyat lebih. Jika kurs satu dollar adalah 80 Kyat, artinya kaum profesional cuma menerima sekitar 63 dollar sebulan (Rp 140.000). *** SITUASI ekonomi riil kehidupan rakyat menunjukkan betapa Myanmar masih menghadapi soal berat di bidang ekonomi. Berbagai berita lokal yang memperlihatkan pembangunan gencar di seluruh pelosok Myanmar belum bisa menyelesaikan soal standar hidup yang makin menurun. Bagi kalangan tertentu, terutama mereka yang dekat dengan militer dan mendapat gaji dollar AS, Myanmar memang surga. Segala kemudahan terbentang luas. Sebaliknya, dari pengamatan di jalan menuju Bagu, misalnya, kemiskinan dan kesulitan rakyat pinggiran sangat terasa. Sawah yang membentang luas (Myanmar terkenal sebagai gudang padi) bahkan sekarang harus berjuang keras untuk memberi makan rakyat. Indikator ekonomi resmi pemerintah tidak selamanya bisa mengukur tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan

Page 32: Hubungan internasional

GNP per kapita sekitar 220 dollar AS, Myanmar tergolong negara miskin. Lebih dari itu, pendapatan negara masih bergantung pada pertanian dengan angka 38,3 persen. Seperti dikutip dalam Myanmar Business & Economic Review (1994), pemasukan dari manufaktur baru 9,2 persen. Walaupun demikian industri batu permata, turisme, dan pertanian masih belum tergali maksimal. Indonesia sebenarnya memiliki peluang besar masuk pasar Myanmar, tetapi saat ini pengusaha Singapura melangkah lebih agresif. Selain potensi alam, semangat nasionalisme di Myanmar juga merupakan potensi besar bagi pengembangan sumber daya manusia. “Saking tingginya nasionalisme ini, maka dulu diperintahkan semua rakyat memakai sarung sebagai pakaian nasionalnya,” komentar Atase Pertahanan RI Kolonel YA Hascaryo. Tak heran, bila kita melihat, pegawai kantor, pedagang, bahkan sopir taksi sekalipun mengenakan sarung. Kesulitan-kesulitan ekonomi ini juga menimbulkan berbagai persoalan bagi Myanmar untuk bergabung dengan ASEAN. Dari segi ekonomi, penggabungan itu memerlukan perbaikan sistem perekonomian dan dukungan keuangan internasional. Celakanya, dunia internasional akan mendukung secara finansial bila ada perbaikan hak asasi manusia dan demokratisasi, termasuk pembebasan tahanan politik. Oleh sebab itulah, kemajuan ekonomi sangat bergantung pada rekonsiliasi politik. Lebih baik lagi jika pemilu yang demokratis sudah berlangsung, walaupun mungkin sekali dimenangkan kelompok politik pro rezim militer. ***

Teks Foto: Kompas/sep

KEMAJUAN EKONOMI — Kemajuan ekonomi mulai terasa di Yangoon, ibu kota Myanmar. Kegiatan bisnis, seperti diakui beberapa pengusaha, mulai pulih. Di pusat bisnis Yangoon, tampak Pagoda Sule berdiri tegak di antara kesibukan ibukota.

KOMPAS, Sabtu, 12-08-1995. Hal. 17. Foto: 1

PANGGUNG DEMOKRASI DI DEPAN RUMAH SUU KYI

TEPUK tangan massa yang berkumpul di depan pintu gerbang kompleks rumah Aung San Suu Kyi terdengar membahana, begitu pengeras suara dipasang di kedua sisi pintu. Teriakan gembira dan tepuk tangan semakin gemuruh, saat Suu Kyi yang bertubuh kecil munculdi atas gerbang dengan sapaannya yang riang. Ia mengingatkan massa agar bekerja keras dan tidak hanya berkumpul di depan pintu rumahnya. “Bekerja lebih penting daripada sekadar bicara,” ujar Suu Kyi. Namun sebagian menjawab bahwa mereka sangat ingin mendengar dan melihat Suu Kyi sehat. Mereka sangat rindu pada Suu Kyi setelah enam tahun tak terlihat. Walaupun secara formal larangan berkumpul lebih dari lima orang masih berlaku, namun ratusan orang masih setia datang pada minggu-minggu pertama pembebasan Suu Kyi. Di depan rumah Suu Kyi yang terletak di University Avenue nomor 54, Yangoon, ini boleh dikatakan telah berubah menjadi panggung demokrasi kecil-kecilan. Massa yang ditemui di sini adalah rakyat jelata. Mereka tidak menunjukkan strata sosial tinggi. Mereka adalah rakyat biasa yang ingin mendengarkan suara dan pesan Suu Kyi. Sungguh mengesankan bahwa mayoritas pendengar setia Suu Kyi adalah wanita, baik tua maupun muda. Mereka rela berjongkok menunggu sekitar satu jam di tengah terik matahari Myanmar atau di tengah siraman hujan. Pertemuan selama 10 menit seperti mengobati keinginan mereka.

Page 33: Hubungan internasional

***

SUU Kyi memang idola rakyat Myanmar yang memimpikan demokratisasi di Myanmar. Sejak kemenangan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) tahun 1990 — yang kemudian dibatalkan militer dengan alasan menimbulkan kerusuhan — rakyat pendukung NLD bermimpi aspirasinya akan diakui. “Militer tidak jelek, yang buruk adalah mereka yang berkuasa,” ujar Kyi Win, kolonel purnawirawan yang kini jadi aktivis NLD. Walaupun mantan militer, Kyi Win juga punya impian soal demokrasidi Myanmar. Sedangkan Soe Win Than, wartawan Kantor Berita Myanmar, berpendapat lain tentang rezim ini. “Semula SLORC ini memang dibenci, namun kemudian mendapat simpati karena berhasil di bidang ekonomi.” Sebaliknya Han Htwe Aung yang setiap hari hadir membantu wartawan asing sangat mengharapkan Suu Kyi segera bertindak. Ibrahim (28), warga Muslim Myanmar, mengaku telah bekerja di Malaysia selama empat tahun ini. “Rezim sekarang rasialis. Mereka tidak memberikan kesempatan kerja kepada warga muslim,” katanya. Ia mengaku di Malaysia mendapatkan gaji lumayan dan bisa pulang setiap tahun selama sebulan. Patrick Khan, warga muslim Yangoon, juga merasakan hal serupa walaupun ia dulu bergerak di sektor swasta. Diskusi politik memang sangat hangat di depan rumah Suu Kyi. Rakyat seperti bebas bicara setelah rumah itu sehari-sehari sejak enam tahun lalu dijaga tentara bersenjata lengkap. Perbedaan pandangan dan beraneka ragam keinginan bermunculan dalam wawancara di depan rumah Suu Kyi. “Panggung demokrasi” di depan rumah Suu Kyi pun terbangun, kendati di dekatnya beberapa tentara tetap berjaga. “Perjalanan Myanmar menuju demokrasi masih jauh,” komentar Konsul RI Bidang Politik, Marchinus Samosir. Pandangannya memang pas dengan situasi Myanmar di waktu mendatang. Agenda yang harus diselesaikan Suu Kyi dan rezim sekarang masih banyak, mulai dari soal persatuan nasional, ekonomi, rekonsiliasi politik, bantuan luar negeri, pemilu, konstitusi, gerapan separatis Karen, soal suku Rohingya dan bahkan aksi melawan pedagang narkotika dari Khun Sha. Beban yang akan dipikul Suu Kyi dan bangsanya memang tidak ringan.Itulah alasannya mengapa Suu Kyi berkali-kali bilang perlu bantuandan simpatiinternasional untuk menangani berbagai persoalan bangsanya. ***

Teks Foto: Kompas/sep

MEMBACA KOMPAS — Meski tak bisa berbahasa Indonesia, Aung San Suu Kyi antusias memperhatikan harian Kompas yang memuat berita pembebasannya. Tampak ia tengah mengamati wajah dirinya yang dimuat harian Kompas edisi 12 Juli, saat ditemui tanggal 21 Juli lalu.

KOMPAS, Sabtu, 12-08-1995. Hal. 17. Foto: 1

PERDEBATAN NILAI-NILAI ASIA DALAM KEAJAIBAN EKONOMI

PERTUMBUHAN ekonomi Asia yang mengesankan tak hanya menjadi perhatian para pengambil keputusan di pemerintahan dan pengusaha, tetapi juga para akademisi. PM Singapura Lee Kuan Yew dan PM Malaysia Mahathir Mohamad sering mengulas kemajuan ekonomi sebagai bagian dari keberhasilan membangun sistem politik baru di Asia yang berbeda dengan Barat. Sedangkan kalangan akademis mempersoalkan apakah pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu merupakan sebab dari logika yang terjadi di Barat. Misalnya karena investasi yang naik, stabilitas politik yang

Page 34: Hubungan internasional

berkesinambungan, atau sebab lain seperti sumber daya alam yang tersedia berlimpah. Misteri tentang sebab-sebab atau faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi sampai soal nilai-nilai Asia (Asian values) yang turut menentukan arah kemajuan ekonomi, menjadi menarik untuk disimak. Dari perdebatan mengenai pengaruh nilai-nilai Asia terhadap keajaiban ekonomi ini setidaknya muncul dua aliran. Pertama, mereka yang yakin bahwa nilai-nilai Asia itu tidak seperti yang disodorkan para pemimpin Asia. Nilai yang mereka anut bersifat universial dan keberhasilannya pun sudah teruji dalam masyakarat lain. Dengan kata lain, mereka meragukan adanya suatu nilai unik Asia yang jadi faktor penunjang booming ekonomi. Kedua, nilai-nilai Asia memang ada dan sangat berpengaruh dalam perubahan sosial ekonomi di kawasan ini. Keyakinan bahwa nilai-nilai Asia atau cara-cara Asia dalam pengelolaan ekonomi itu eksis terlihat dari keberhasilan dalam tiga dekade ini di kawasan Asia. Esensi nilai-nilai Asia Yang menjadi sentral perhatian persoalan nilai-nilai Asia adalah pertanyaan, faktor apa yang menggerakkan masyarakat Asia sehingga mencapai tahap pertumbuhan ekonomi seperti sekarang ini. Tommy Koh, pensiunan diplomat senior Singapura mencatat adanya 10 nilai-nilai positif. Ia antara lain menyebutkan hemat, bersahaja, hormat kepada leluhur dan perhatian yang sangat tinggi terhadap keluarga. Mantan PM Singapura Lee Kuan Yew bahkan mempertentangkan paham sentralitas keluarga sebagai nilai Asia yang sangat penting dibandingkan paham invidualisme yang subur di Barat. Sebuah lembaga yang menamakan diri Komisi Asia Baru - pimpinan pakar asal Malaysia Noordin Sopiee - mengidentifikasi 16 premis dasar dan prinsip-prinsip yang akan menuntun aspirasi Asia pada tahun 2020. Kembalinya nilai-nilai tradisi yang dipengaruhi agama dan budaya Asia ikut memberikan warna. Michael Haas, salah seorang ilmuwan asal Amerika Serikat, lebih lanjut menghubungkan nilai-nilai itu dalam praktek pemerintah di Asia. Menurut dia ada dua tahap dan enam prinsip yang perlu dipertimbangkan untuk memahami gaya Asia (Asian Way). Haas sendiri menganggap ungkapan Asian Way atau Asian Values dapat dirunut dari ucapan salah seorang pejabat Malaysia, yakni U Nyun. Haas menyatakan, “Tahap pertama terdiri dari keyakinan umum dan orientasi terhadap manusia dan hubungan internasional. Tingkat kedua terdiri dari praktek-praktek dan prosedur yang diikuti dalam situasi kongkret”. Sementara itu Desmond Ball, pakar tentang Asia, mengidentifikasi faktor-faktor yang fundamental bagi budaya Asia. Ball menyingkatnya dengan menyebutkan faktor penghormatan terhadap hirarki dan otoritas, penghindaran konflik dalam hubungan sosial, dan penekanan pada ketertiban dan harmoni. Tema tentang nilai Asia ini memang menarik, sehingga David Hitchcock pun melakukan sebuah penelitian langsung dengan mewawancarai kalangan eksekutif, akademisi, dan pakar di Asia untuk merumuskan persoalan ini. Penulis buku Asian Values and The United States ini akhirnya menemukan bahwa norma-norma Asia meliputi keluarga, rasa hormat terhadap otoritas, komunitarianisme dan kerja sama, komitmen kuat terhadap pendidikan, disiplin diri dan penghargaan terhadap ketertiban, “negara”, dan “generasi tua”. Nilai Asia universal Gubernur Hongkong Chris Patten sebagai seorang praktisi pemerintahan yakin bahwa apa yang disebut nilai-nilai Asia itu tidak khusus. Ia berkeyakinan cara Asia dalam pengembangan sektor ekonomi adalah sama dengan yang pernah berlangsung di Barat. Alasan pertama, faktor sangat penting dalam kebangkitan Asia adalah keyakinan dalam hati dan pikiran ratusan juta warga Asia bahwa hidup “dapat dan harus” dikembangkan untuk mereka dan keluarga. Dalam artikelnya Is There an ‘Asian Way’?, penjelasan teknis bagaimanapun dan kekuatan ekonomi apa yang mendorong keberhasilan Asia adalah tekad untuk memperbaiki keluarga dari kepapaan dan kemiskinan menuju kehidupan yang lebih baik (Survival,

Page 35: Hubungan internasional

1996). Alasan kedua keberhasilan ekonomi adalah kebebasan ekonomi (economic liberty). Patten melihat, meskipun banyak pemerintahan jauh dari sikap toleransi terhadap kebebasan sipil dan politik, banyak pula yang mengakui perlunya memberikan kebebasan ekonomi kepada warga negaranya. Patten menilai, faktor kedua ini yang menjadi kunci keberhasilan ekonomi abad yang lalu, namun harus mempelajari hal baru dari fenomena Asia. Apa yang membuat ekonomi Asia sukses adalah jika pemerintah menghambat perusahaan dengan pajak tinggi, pasar kelas dua, dan mendistorsi ekonomi dengan subsidi dan kontrol, sehingga membuat ekonomi tinggi. Dengan kata lain, masyarakat hidup dengan ekonomi biaya tinggi, namun hidup dengan standar lebih rendah dan pelayanan umum yang tak memadai. Ini bisa berati pula, kata Patten, pengusaha kurang kompetitif di pasar global dan kurang menarik minat investasi dari luar. Alasan ketiga bagi keajaiban ekonomi adalah perdagangan bebas (free trade). Keyakinan terhadap kemajuan dan kebebasan ekonomi telahmembawa masyarakat Asia dalam jalan menuju kemakmuran. Namun menurut Patten, yang lebih penting lagi justru perdagangan bebas. Akses ke Amerika Utara dan Eropa Barat memungkinkan pertumbuhan cepat setelah Perang Dunia II berakhir. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa tiga alasan itu dapat disingkat sebagai keyakinan akan kemajuan, keyakinan akan economic liberty (kebebasan ekonomi), dan keyakinan akan perdagangan bebas. Dari seluruh alasan itu, Patten menilai bahwa tak ada yang bisa dikategorikan nilai Eropa atau Amerika. Keyakinan itu bagian dari sejarah revolusi industri Eropa sehingga bersifat univesal. Nilai Asia unik Anggapan bahwa nilai Asia unik muncul terutama dari para pemimpin dan pakar asal Asia. Gagasan ini sendiri mulai menonjol pertengahan 1980-an. Kemudian awal 1990-an dari berbagai pidato dan tulisan para pemimpin dan tokoh Asia, kajian dan kepercayaan terhadap nilai-nilai Asia sebagai “bahan bakar” pertumbuhan ekonomi semakin gencar. Pada umumnya mereka menyerukan agar kembali kepada nilai-nilai tradisional yang sama bagi masyarakat Asia. Mereka juga menonjolkan perbedaan apa yang disebut nilai Asia dan Barat. Sejumlah pakar Jepang berusaha untuk merekonseptualisasi dan memodernisasi nilai-nilai Asia. Misalnya pakar bernama Yoichi Funabashi beranggapan bahwa kawasan ini bukannya “di-Asiakan kembali” (re-Asianised), namun sedang “di-Asiakan” (Asianised). Funabashi menilai, bukannya kembali kepada nilai-nilai dan prakteklama, namun menciptakan “benih baru sivilisasi campuran yang subur”, di mana akan muncul “sivilisasi Cina dan Indo-Cina dikombinasikan dengan Jepang dan Amerika menjadi satu”. Sejalan dengan argumen itu, muncul tulisan para pejabat dan pakar Cina. Li Xianglu yakin, Asia Timur memeluk nilai-nilai Kong Hu Cu, di mana dukungan terhadap kerja keras, hemat, kesalehan, dan kebanggaan nasional” telah mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran nilai Asia Dari perdebatan pro-kontra apakah nilai-nilai Asia itu universal atau khas, tampaknya fokusnya terlalu disoroti pada konsep-konsep yang berkaitan dengan budaya, agama, sosial, dan ekonomi, bukan pada peran nilai-nilai itu bagi pertumbuhan ekonomi. Sentralitas perhatian bangsa-bangsa di Asia terhadap pentingnya keluarga atau ikatan kekeluargaan hampir memiliki kesamaan, mulai Jepang di belahan utara sampai Indonesia di selatan. Lee Kuan Yew sangat percaya bahwa keluarga dan keutuhan keluarga menjadi sentral dalam kehidupan masyarakat Asia. Demikian pula tatkala menjalankan praktek ekonomi, sulit melepaskan diri dari kultur seperti ini. Bahkan ketika Singapura semakin makmur pun Lee masih menekankan bahwa ikatan keluarga menjadi pilar utama kesejahteraan masyarakat. Praktek yang lahir dalam kegiatan ekonomi berupa kultur senioritas yang kuat dalam bidang usaha. Senioritas ini melahirkan ketertiban dan keharmonisan, karena generasi baru tidak berusaha mematahkan ta-tanan yang sudah tercipta pendahulunya.

Page 36: Hubungan internasional

Beberapa aspek penting nilai yang ada di Asia seperti penghematan, bersahaja, dan kepercayaan akan nasib ikut mempengaruhi seperti halnya nilai-nilai “tidak produktif” yang disebutkan PM Mahathir berupa feodalisme, anti materialisme yang berlebihan, dan perbedaan otoritas berlebihan, yang ikut mempengaruhi pola dan arah pertumbuhan ekonomi. Akhirnya dapat disimpulkan sementara bahwa, betapapun nilai-nilai Asia itu memiliki ciri universalitas namun juga kekhasan tertentu. Nila-nilai Asia hidup bukan di ruang yang vakum, sehingga pengaruh Barat pun tak terhindarkan lagi. Pengaruh luar itu memang diadaptasi sesuai dengan kapasitas kulturnya, sehingga tidak serta merta berubah total. Nilai-nilai yang dibantu Asia itu pun cukup berperan dalam membentuk dan menggerakkan mesin ekonomi negara-negara di Asia. Namun tidak semua nilai-nilai Asia memberikan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi seperti halnya tidak semua nilai-nilai non Asia berpengaruh buruk bagi iklim ekonomi Asia. (asep setiawan)

KOMPAS, Selasa, 11-03-1997. Hal. 22. Foto: 1

ASEAN 30 TAHUNASEAN PENYUMBANG STABILITAS ASIA PASIFIK

DI kawasan Asia Pasifik, sumber instabilitas yang sering disebut-sebut adalah Semenanjung Korea Utara (Korut). Di kawasan ini, warisan Perang Dingin masih hidup. Jurang ideologi antara komunisme radikal dengan kapitalisme masih terlihat jelas. Korut dan Korsel secara resmi masih berada dalam keadaan perang. Selain itu, Jepang, yang menjadi negara besar di kawasan Asia Timur, juga resminya masih dalam keadaan perang dengan Uni Soviet dan pewarisnya Rusia. Meskipun hubungan kedua negara relatif mulus, tapi isu Kepulauan Kuril masih jadi penghambat utama hubungan kedua negara. Sebaliknya kawasan Asia Tenggara dengan kehadiran ASEAN telah dilihat sebagai kawasan yang makin stabil sejak berdirinya ASEAN tahun 1967. Stabilitas telah menjadi ciri utama ASEAN. Kata kunci ini mengingatkan pada trilogi pembangunan Indonesia yakni stabilitas politik, pertumbuhan dan pemerataan. Dengan jumlah penduduk sekitar 300 juta dan sekitar 200 juta tinggal di Indonesia, Asia Tenggara memiliki peran penting dalam memberikan sumbangan bagi stabilitas tak hanya di kawasan ini tapi juga Asia Pasifik. Digunakannya konsep (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) ZOFPAN dan dikukuhkannya Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) telah memberikan ciri dukungan ASEAN terhadap stabilitas keamanan regional. ***

KITA lihat saja dalam masalah konflik Kamboja yang menyita energi ASEAN sangat besar. Banyak pengamat menilai, konflik Kamboja tak lain dari perpanjangan kepentingan negara-negara besar yang terlibat dalam Perang Dingin tahap kedua di Asia Pasifik. Perang saudara di Kamboja yang ditandai dengan penggulingan Raja Norodom Sihanouk oleh berbagai unsur kekuatan pro AS di bawah pengaruh Jenderal Lon Nol tahun 1970. Di belakang Lon Nol adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat, CIA. Lo Nol digulingkan Khmer Merah yang akhirnya dipimpin Pol Pot. Kehadiran Khmer Merah mewakili Cina, salah satu negara besar. Tahun 1978, pasukan yang antara lain melibatkan Hun Sen menyerbu masuk Kamboja dari Vietnam. Vietnam saat itu banyak dinilai dipengaruhi Uni Soviet. Kehadiran Uni Soviet di Kamboja membuat gerah AS. Melalui Thailand, Washington berharap akan ada perimbangan. Jadi konflik Kamboja yang diakhiri dengan penandatanganan perdamaian di Paris tahun 1991, tak lain daripada perpanjangan perang Cina, Rusia dan AS. ASEAN menunjukkan identitasnya dengan mengetengahkan bahwa konflik regional harus

Page 37: Hubungan internasional

diselesaikan secara regional bukan oleh kekuatan asing. Setelah melalui liku-liku diplomasi yang rumit dan menegangkan, Indonesia dan Perancis menjadi ketua bersama dalam menggulirkan penandatanganan perdamaian di Paris. Berakhirnya perang di Kamboja yang melibatkan kekuatan asing menandai dimulainya era perdamaian di Asia Tenggara. Perdamaian itu pun tercipta karena ditopang oleh prakarsa ASEAN. Konflik yang bisa diselesaikan ini telah mendorong iklim pertumbuhan ekonomi yang menjadi ciri kawasan Asia Timur. Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand dan kemudian Filipina adalah “macan-macan muda” Asia yang mencengangkan Eropa dan AS dengan pertumbuhan yang mengesankan. Di sini terbukti bahwa, stabilitas yang diusahakan ASEAN secara langsung berpengaruh terhadap meluasnya kemakmuran di tengah tengah bangsa Asia Tenggara. ***

TIDAK cukup dengan perdamaian di Kamboja, ASEAN melangkah lebih dengan menyentuh hal-hal yang bertetangga secara fisik seperti Laut Cina Selatan. Ketika konflik Kamboja berakhir, banyak yang memperkirakan Laut Cina Selatan (LCS) sebagai kawasan berikutnya yang jadi ajang konflik. Indonesia memulai dengan lokakarya Pengelolaan Potensi Konflik diLaut Cina Selatan tahun 1990 di Bali. Kemudian berturut-turut di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bukittinggi, Balikpapan, dan terakhir di Batam (1996). Serangkaian lo-kakarya yang dihadiri para ilmuwan dan pejabat dalam kapasitas pribadi ini memberikan sumbangsih tak sedikit terhadap pentingnya penyelesaian damai di LCS. Tahun 1992, ASEAN untuk pertama kalinya menggunakan hasil lokakarya di Bandung, yakni ditempuhnya penyelesaian damai dalam konflik di Kepulauan Spratly dan Paracel. ASEAN mendesak agar tidak ditempuh jalan kekerasan di kawasan yang mengandung cadangan minyak dan mineral itu. Meskipun sampai sekarang, mekanisme penyelesaian secaraformal belum tercapai namun pandangan ASEAN tentang perlunya jalan damai ditempuh dalam klaim tumpang tindih kedaulatan di Laut Cina Selatan sudah menunjukkan betapa pentingnya kawasan itu bagi stabilitas regional. Mengapa demikian? Empat anggota ASEAN - Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina dan Vietnam - terlibat langsung dalam konflik teritorial dengan Cina dan Taiwan. Jika pecah konflik terbuka seperti antara Cina dan Vietnam tahun 1988, terbuka pula intervensi asing yang bisa mengakibatkan instabilitas di kawasan yang sedang tumbuh pesat ini. ***

GAYA ASEAN untuk menyumbangkan stabilitas di kawasan Asia Pasifik juga terlihat dari terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF). Forum yang biasanya berlangsung pada pertemuan tahunan menlu ASEAN dan pertemuan ASEAN dengan mitra dialog ini bisa merangkul AS, Cina dan kemudian Rusia pada satu forum dialog. Bermula dari kerja sama ekonomi, sosial dan budaya, ASEAN meluas untuk membahas isu politik-keamanan Asia Pasifik yang semula sulit dicari forumnya. Persaingan AS-Cina dan Uni Soviet masih berpengaruh dalam tatanan di Asia Pasifik. Namun ASEAN dengan gaya diplomatik yang low profile mampu menampung negara-negara besar itu untuk membahas masalah keamanan. ARF kini menjadi sebuah forum yang secara terbuka membahas masalah-masalah keamanan tanpa terjatuh pada retorika Perang Dingin. Secara tak langsung, pembicaraan soal-soal peka ini dapat menumbuhkan saling percaya untuk memelihara stabilitas politik dan keamanan di Asia Pasifik. Menyebut-nyebut perlunya penyelesaian damai, saling percaya dan menghindari alat kekerasan - yang jadi pilar Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama (TAC = Treaty of Amity and Cooperation) dalam ASEAN - memberikan dampak psikologis pada para politikus dan pengambil kebijakan di bidang militer negara-negara Asia Pasifik. Secara psikologis juga, ASEAN memberikan pengaruh

Page 38: Hubungan internasional

bahwa model di Asia Tenggara ini bisa dijadikan rujukan dalam menangani masalah pelik dan rawan seperti terjadi di Kamboja dan menghadapi tantangan baru. ASEAN telah ikut andil dalam memelihara salah satu jalur yang sangat vital bagi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia.

KOMPAS, Jumat, 08-08-1997. Hal. 4

KARENA KRISIS, NILAI-NILAI ASIA MENDAPAT UJIANADALAH wartawan International Herald Tibune (IHT) Michael Richardson yang mulai mengungkit-ungkit lagi perdebatan lama tentang unik dan tidaknya nilai-nilai Asia dalam krisis ekonomi sekarang. Di harian IHT edisi 15 November lalu, ia mengajukan pertanyaan apakah pemerintahan demokrasi liberal atau sistem lebih otoritarian yang lebih baik dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang? Empat negara Asia Tenggara - Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina - ditimpa musibah jatuhnya nilai mata uang mereka terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Keempat negara itu dan beberapa negara Asia lainnya berbeda sistem politiknya. Namun sebagai bagian dari Asia, karakter dan dinamikanya tak lepas dari “jiwa” Asia. Merosotnya nilai mata uang itu sangat besar artinya. Perusahaan swasta dan negara yang tergantung pembayaran utangnya pada dollar sangat terpukul. Di sinilah karakter bangsa Asia yang tercermin dari empat negara itu diuji keandalannya. Sebenarnya krisis moneter itu tak hanya menimbulkan penderitaan di Asia Tenggara. Namun dampaknya menyebar sampai Hongkong saat pasar modalnya diguncang krisis, Korea Selatan dengan ekspansi konglomerat dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dipanggil bantuannya. Bahkan Jepang juga dilanda getaran itu dengan bangkrutnya perusahaan sekuritas Yamauchi. Pertanyaan yang dilontarkan Richardson memang khas bagi mereka yang dibesarkan dalam alam pikiran Barat. Selalu timbul gugatan apakah kemajuan di Asia itu memang oleh karena nilai-nilai Asia yang tercermin dalam pemerintahan atau kehidupan sosialnya atau memang karena pengaruh Barat dengan nilai-nilai demokrasi liberalnya plus sistem ekonomi kapitalisnya. ***

SEBAGIAN para pemimpin Asia seperti PM Malaysia Mahathir, Deputi PM Malaysia Anwar Ibrahim dan mantan PM Singapura Lee Kuan Yew berpendapat, Asia memiliki nilai-nilai yang berbeda dari nilai yang dibawa Barat. Lee dengan jelas mencontohkan sifat kekeluargaan dan musyawarah sebagai salah satu identitas yang membedakan kultur Barat yang didominasi dengan kebebasan individu dan demokrasi liberal. Senioritas dan hormat kepada orang tua juga termasuk hal yang menonjol dalam budaya Asia. Banyak pengamat Barat beranggapan, nilai-nilai Asia yang dibela para pemimpin Asia itu mengalami batu ujian sangat berat. Bagi Mahathir sendiri krisis ini sangat meresahkannya karena setelah bekerja keras untuk mendongkrak pendapatan per kapita rakyat negaranya, dalam tempo singkat para spekulan uang merontokkannya. Dapat dimengerti betapa ia sangat marah dengan manajer investasi seperti George Soros. Padahal Mahathir sendiri sangat mengharapkan Malaysia memasuki standar sebagai negara maju pada 2020 nanti. Semua rencana telah dibuat kecuali satu, rencana darurat menghadapi krisis yang memperlambat pertumbuhan ekonomi. Mantan Gubernur Hongkong Chris Patten menyebut nilai-nilai Asia itu didasarkan pada tiga proposisi utama (Jurnal Survival, 1996). Pertama, tradisi Kong Hu Cu di Asia yang menekankan penghargaan pada otoritas, kewajiban kolektif atas hak-hak individual dan pentingnya keluarga sebagai basis unit organisasi sosial. Kedua, masyarakat Asia sedang mengembangkan bentuk pemerintahan sendiri dengan mempertahankan tradisi konsensus dan menghormati otoritas. Menurut Chris

Page 39: Hubungan internasional

Patten, argumentasi ketiga adalah rendahnya tingkat kejahatan, rendahnya tingkat ketergantungan kesejahteraan kepada negara, rendahnya tingkat perceraian di banyak negara Asia yang berbeda dari Barat umumnya dan khususnya AS. Anwar Ibrahim menyebutnya nilai Asia adalah kombinasi pencerminan agama Hindu, Islam dan Kong Hu Cu. ***

“NILAI-nilai Asia pada dasarnya adalah demokrasi yang defisit dan ekonomi surplus,” kata David Roche, direktur pelaksana Independent Srategy Ltd, sebuah perusahaan konsultan investasi. Kemudian ia meramalkan, “Keduanya kini memiliki defisit, itulah kesulitannya. Anda memiliki lembaga-lembaga politik yang kurang dewasa dan struktur partai yang tunggal, tak mampu memperdebatkan banyak kasus,” lanjutnya seperti dikutip IHT. Lebih jelas ia menekankan, “Demokrasi adalah alat yang hebat untuk mencapai konsensus dan mendukung kebijakan yang tegas.” Penilaiannya mengingatkan bahwa lembaga-lembaga politik yang bisa menopang kemajuan dan pertumbuhan mesin ekonomi itu sedang mengalami “turun mesin”. Situasi ini memang menyakitkan karena tidak hanya bertaruh soal apakah mata uang Asia bisa mengimbangi lagi dollar AS atau kembali ke jalur cepat pertumbuhan, tetapi juga soal kredibilitas karakter dalam menghadapi kesulitan ekonomi ini. Apakah jalan pintas yang diambil para pemimpin Asia tanpa memperdulikan urun pendapat dari berbagai lapisan masyarakat. Bila melihat ke belakang memang pertumbuhan macan-macan Asia ini mengagetkan Barat. Banjirnya barang-barang Asia, tak hanya datang dari Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura tetapi juga dari Indonesia, Malaysia, Thailand dan kemudian akhirnya Filipina. Jika pertumbuhan negara-negara Eropa rata-rata tak lebih dari dua persen, maka kawasan Asia mengalami booming ekonomi dengan pertumbuhan antara 6-12 persen. Jika momentum pertumbuhan ini dipertahankan, Malaysia berani meramal pada 2020 akan menjadi negara maju, sejajar dengan Barat sekarang. ***

BAGI negara-negara Barat, krisis ini secara tidak langsung membangkitkan lagi peluang masuk untuk mempengaruhi proses pembangunan ekonomi dan politik Asia. Bantuan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia takkan lepas dari paradigma penyelesaian ekonomi rasional ala Barat. IMF datang ke Thailand membawa 17,2 milyar dollar, ke Indonesia 23 milyar dollar AS sedangkan Korea Selatan diberikan “bantuan” darurat sekitar 20 milyar dollar. Persoalannya, kebijakan yang dikeluarkan lembaga keuangan internasional itu akan memaksakan nilai-nilai atau bahkan tradisi ekonomi-politik yang telah hidup mapan dalam periode pertumbuhan. Di satu sisi, resep IMF atau lembaga keuangan Barat akan menjadi penyembuh kemelut finansial negara-negara Asia dalam jangka pendek. Kepercayaan investor asing akan bangkit kembali. Di sisi lain, kedatangan mereka seolah-olah sebuah pesan Asia tak bisa menandingi ekonomi pasar Barat. Dengan kata lain, jangan bertepuk dada dengan “nilai-nilai Asia” yang memelihara pertumbuhan itu tapi sekarang jatuh gara-gara tidak menguasai pasar uang internasional dan fundamental ekonominya rapuh. Tak mengherankan, PM Mahathir sampai bisa menganalisis, jangan-jangan ada “konspirasi” kelompok tertentu di Barat untuk memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Malaysia, Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Bahkan ada kecurigaan pula konspirasi itu akan menjatuhkan perekonomian di kawsan Asia Tenggara khususnya dan Asia umumnya. Di sinilah masuk dimensi politik internasional yang menentukan jalannya pembangunan ekonomi Asia. Anwar Ibrahim dalam bukunya The Asian Renaissance (1996) bahkan menilai, produk murah Asia tak hanya ancaman bagi hegemoni industri Barat tapi juga perasaan jiwanya.

Page 40: Hubungan internasional

Bahkan, tulis Anwar, ada yang melukiskan produk Asia sebagai ancaman menakutkan bagi gaya hidup Barat saat ini bahkan terhadap peradaban Barat itu sendiri. Sebab itulah “keajaiban” Asia Timur menjadi “mimpi buruk” bagi Barat. Mana yang benar antara “teori konspirasi” atau akibat alamiah dari persaingan pasar, yang pasti sistem pemerintahan di Asia serta nila-nilai Asia mendapat ujian. Banyak hikmah yang diperoleh dari krisis ekonomi di Asia yang akhirnya justru bisa menguatkan landasan untuk “menguasai” pertumbuhan ekonomi abad ke-21. Resepnya tentu menggali kekuatan nilai-nilai Asia itu untuk tetap proaktif menilai masa depan termasuk di dalamnya segala macam hambatan yang terlihat maupun terselubung, baik hambatan dari dalam Asia sendiri ataupun dari kelompok yang tak menghendaki Asia “merajai” pasar dunia.

KOMPAS, Minggu, 30-11-1997. Hal. 3. Foto: 1TIGA REVOLUSI DUNIA YANG MENGGESER POLA LAMA

MEROSOTNYA nilai mata uang sejumlah negara Asia terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sangat “menyakitkan” kawasan ini. Tanpa “dosa”apa-apa tiba-tiba sebagian besar rakyat menjadi lebih miskin dari sebelumnya karena krisis moneter itu. Seiring dengan kenaikandollar AS, harga-harga barang dan jasa pun membumbung tinggi tanpa diketahui lagi kapan berakhirnya. Semua akibat itu tak lain karena ekonomi negara-negara yang dulu disebut “macan-macan Asia” sudah mengglobal. Industrialisasidan keterbukaan terhadap ekonomi pasar yang menjadi andalan ajaran kapitalisme telah dirasakan buah pahitnya oleh negara-negara yang semula berada di pinggiran ini. Kalau meminjam istilah Johan Galtung (University of Oslo) dalam artikelnya Suatu Teori Struktural tentang Imperialisme maka perasaan kesal dan kecewa itu yang dirasakan Asia sekarang diakibatkan “kekejaman struktural”. Penguasa dan pengendali struktur itu yang tak lain AS dan negara-negara Eropa Barat akan berusaha mengendalikan negara-negara periferal yang baru berkenalan dengan sistem kapitalisme. Jika sebelumnya “buah manis” kapitalisme itu telah mendorong pertumbuhan tinggi di kawasan Asia, maka kini konsekuensi ekonomi pasar ini telah menimbulkan keguncangan sosial dan politik. Di sinilah tampak apa yang disebut revolusi gagasan ekonomi pasar telah menimbulkan korban karena tidak peduli terhadap sisi-sisi berbahaya ekonomi pasar. Swasta dan pemerintah yang mengutang tanpa kontrol akhirnya menjadikan banyak negara Asia nyaris bangkrut kalau tidak dibantu Dana Moneter Internasional (IMF), sebuah perangkat lembaga keuangan bagian dari ajaran ekonomi pasar. Kekuatan pasar yang telah memaksa ekonomi negara-negara Asia untuk menyusun ulang perkiraan pertumbuhannya itu tak lain akibat dari mewabahnya perdagangan bebas, jargon yang didengung-dengungkan AS dan sahabatnya. Resep inilah yang telah membius banyak praktisi dan teoretisi bahwa dengan ekonomi pasar adalah jalan yang harus ditempuh menuju kemajuan. Dalam kaitan itulah, maka perkiraan sebuah lembaga pemikiran asal AS akan adanya tiga macam revolusiyang berjalan saat ini layak disimak.

Revolusi geostrategis Dalam sebuah laporan berjudul Strategic Assessment 1997 yang diterbitkan Institute for National Strategic Studies (INSS), AS menyebutkan di dunia ini telah terjadi perubahan-perubahan strategis. Di antaranya, pola Perang Dingin sedang digantikan oleh hubungan multiporal asimetris di mana AS sebagai negara paling kuat yang mengendalikan jaringan internasional (lihat skema). Meskipun demikian kekuatan negara lain penting karena berpengaruh di masing-masing kawasan. Salah satu perkembangan menarik dari perubahan geostrategis global seperti

Page 41: Hubungan internasional

diuraikan dalam laporan tersebut adalah kemenangan gagasan demokrasi dan ekonomi pasar (democracy market). AS melihat bahwa gagasan itu diterima di mana pun di dunia, kecuali di Cina, sebagai cara terbaik dalam memimpin masyarakat. Oleh sebab itulah maka INSS membagi tiba kategori negara. Pertama, negara sukses melaksanakan tujuan demokrasi pasar. Kedua, negara yang sedang dalam transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi pasar namun berisiko membeku dengan ekonomi politik dan sebagian sistem politik bebas. Ketiga, negara-negara bermasalah yang tertinggal dari negara lainnya dan bahkan banyak berjuang untuk keluar dari ekstremisne etnik dan religius dan mungkin krisis separatisme. Patut dicatat fenomena dari kemitraan strategis antara AS dan Cina serta Cina dan Rusia. Kemitraan ini secara langsung telah mengeluarkan Cina dari isolasionisme dunia menjadi lebih terbuka terhadap respons dunia. Bahkan muncul pendapat, dengan kemitraan itu Cina takkan lagi berubah menjadi ekstrem karena tidak merasa frustrasi dengan apa yang dinamakan oleh AS sebagai politik pembendungan Cina.

Revolusi teknologi informasi Perkembangan teknologi informasi memang sudah dirasakan sebagian besar lapisan masyarakat di planet bumi ini. Komputer, faksimile, kabel optik fiber, telepon genggam, siaran televisi yang global serta satelit telah mempercepat aliran informasi menembus batas-batas negara tanpa bisa dihentikan. Oleh karena itulah revolusi ini mempercepat penyebaran gagasan-gagasan politik yang semakin membuka mata masyarakat. Sejauh ini sulit diramalkan akan ke mana arah revolusi bidang teknologi ini. Namun satu hal yang jelas bahwa akses terhadap teknologi informasi telah menjadi syarat bagi pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara maju. Data tentang utang yang jatuh tempo di sejumlah negara Asia telah dimanfaatkan pialang perdagangan mata uang di Barat seperti George Soros untuk mengeruk keuntungan dari krisis moneter ini. Di sisi lain, kemajuan komunikasi global ini telah menjadi pintu gerbang bagi lalu lintas kepentingan, budaya dan nilai-nilai dari Barat ke Timur dan sebaliknya. Namun seperti terlihat di berbagai negara, superioritas budaya dalam bentuk produk makanan, musik, novel, dan film telah mengalahkan budaya lain di sebagian negara seperti “macan-macan Asia”. Di samping itu, ketersediaan informasi yang berlimpa ruah, terutama karena adanya jaringan Internet, telah merusak kemampuan pemerintah totaliter untuk mengontrol apa yang didengar, dibaca dan dilihat masyarakat. Kelompok-kelompok yang tidak puas atau bahkan kelompok pembangkang memiliki banyak saluran untuk menyampaikan aspirasinya. Tidak mengherankan, pada masa mendatang, akibat pesatnya teknologi informasi, perang di medan tempur tak lain dari pertempuran berbasiskan informasi. Sudah banyak yang meramal bahwa pertempuran mendatang banyak melibatkan komputer, jaringan Internet, satelit dan telepon satelit. Program-program komputer baik yang berupa virus dan sistem keamanan bakal menjadi ukuran dari kekuatan sebuah negara. Mantan PM Inggris Margareth Thatcher pun pernah membandingkan jika pada era Perang Dingin, tumpukan mesiu dan nuklir jadi andalan, maka pada pasca-Perang Dingin ini senjatanya adalah mata uang, modal dan teknologi.

Revolusi dalam pemerintahan Berbeda dengan lima dekade lalu, wilayah kontrol negarakini sedang menyusut. Di banyak negara maju, kekuasaan dialihkan ke pemerintahan regional atau lokal. Bahkan ada pula yang diserahkan ke sektor swasta, terutama dalam penguasaan sumber daya alam, dana dan manusia. Fenomena ini telah memperkuat kecenderungan menuju masyarakat pluralis. Berkurangnya kekuasaan pemerintah ini terlihat seperti di Rusia, AS, Uni Eropa dan mungkin Cina. Pemerintah

Page 42: Hubungan internasional

pusat cenderung memindahkan lebih banyak otoritasnya ke pemerintah lokal atau regional. Berkurangnya fungsi pemerintahan pusat ini antara lain karena berkurangnya anggaran dan mungkin pula karena krisis anggaran di banyak negara. Tidak mengherankan jika banyak terjadi swastanisasi perusahaan negara seperti di Rusia dan Cina. Alasannya, meningkatkan efektif dan efisensi sehingga bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi. Kekuatan bisnis internasional juga telah meningkatkan kekuatannya dalam berhadapan dengan pemerintahan. Namun demikian tentu saja dalam saat-saat tertentu seperti selama perang, kemampuan pemerintah memobilisasi berbagai sumber untuk mendukungkepentingan nasionalnya masih bisa diandalkan.

Hubungan kekuatan besar Menurut analisis telah terjadi tiga perubahan cepat dalam dekade ini dan hal ini sepertinya banyak menguntungkan negara adidaya seperti AS. Dalam skema hubungan antarkekuatan besar terlihat AS masih berada di poros, tidak seperti pada Perang Dingin dengan dua poros. Salah satu kecenderungan yang muncul adalah, AS akan senantiasa mempertahankan kekuatannya dengan jalan apa pun meskitentu mengorbankan sekutunya. Berbagai perkiraan bahwa Cina dan Rusia masih berusaha untuk mengimbangi atau mengejar ketinggalannya akan dipandang Washington sebagai ancaman. Tentu saja di sini berlaku sebuah aturan di mana negara yang bisa menguasai sumber-sumber strategis maka ia akan menguasai masa depan. Sejauh ini AS paling siap dengan masa depan apalagi dengan krisis moneter seperti sekarang, kekuatan-kekuatan baru di Asia makin sulit mengejar ketinggalannya. 28/12/97

ABAD ASIA-PASIFIK JADI TERTUNDA

RAMALAN akan datangnya Abad Pasifik pada abad ke-21 telah menjadi perbincangan jauh-jauh hari sebelum booming ekonomi di kawasan ini.Prakiraan itu terutama didasarkan pada sumber daya alam, sumberdaya manusia (dua pertiga manusia hidup di Asia), dan potensi yang terkandung di keduanya. Padahal seperti kita lihat sekarang, yang paling menentukan dalam kemajuan suatu bangsa bukannya jumlahnya tetapi kualitasnya. Dengan kata lain, kekuatan sumber daya alam terutama daya kreasi, inovasi dan analisisnya telah menjadi andalan di atas semuanya. Modal intelektual (intelectual capital) itulah yang banyak dibahas saat ini. Makanya pakar manajemen Peter Drucker (Post-Capitalist Society) sangat yakin bahwa ekonomi masa depan adalah ekonomi pengetahuan. Artinya semua aktivitas ekonomi merupakan aktivitas padat ilmu. Kuncinya ada dalam kehandalan sektor pendidikan. Di samping soal sumber daya dan sumber alam, juga terlihat bahwa hampir semua negara besar masa kini dan mendatang, terletak atau bersinggungan dengan kawasan Asia-Pasifik. Amerika Serikat, Cina, Rusia dan Jepang serta macan-macan baru Asia semuanya berada dalam ceruk Pasifik. Inilah yang menjadi dasar mengapa Abad Asia-Pasifik akan munculdi suatu hari di masa depan. Namun dengan krisis moneter yang menghempaskan kepercayaan diri sebagian dari negara-negara Asia maka timbul pertanyaan apakah benar Asia dengan “nilai-nilainya” yang bisa menyaingi AS dan Barat bisa tumbuh berkembang? Dengan kata lain apakah Abad Asia-Pasifik itu akan datang lebih cepat atau lebih lambat atau takkan muncul selamanya karena keinginan AS mempertahankan hegemoninya di ekonomi, politik dan militer global?

***

Page 43: Hubungan internasional

MARK Borthwick dalam buku berjudul Pacific Century mencatatadanya kekuatan Jepang sebagai salah satu motor perkembangan ekonomi di kawasan ini. Namun ia pun melihat bahwa, Jepang yang jadi motor ini juga tergantung kepada AS. Dalam bagian lain ia melihat bahwamesin ekonomi Asia berkembang cepat juga karena terbukanya pasar diEropa untuk ekspansi seperti terlihat dalam semangat ekspor Korea, Hongkong dan Taiwan. Futurolog John Naisbitt dalam Megatrends Asia (1996) atau dalam Megatrends 2000 (1990) sudah wanti-wanti, jika melihat masa depan tengoklah Asia. Dengan berbagai angka dan argumen yang diajukan tentang kekuatan Cina perantauan yang merupakan kekuatan super di Asia, Naisbit sampai pada kesimpulan memang masa depan ini milikAsia. Pakar lain, Lester Thurow yang menulis Changing The Nature of Capitalism dalam buku Rethinking The Future (1997) mengulas bahwa masa depan ada tiga kekuatan: Asia (terutama Jepang) Eropa dan Amerika Serikat. Merekalah yang bakal jadi pilar-pilar dunia. Namun seperti diingatkan Deputi PM Malaysia Anwar Ibrahim dalam The Asian Renaissance (1996), Barat ini alergi dengan produk danjasa dari Asia yang banjir ke Eropa dan Amerika. Jadi jangan harap, supremasi ekonomi-politik bisa direnggut begitu saja dari Barat (baca AS dan sekutunya) kecuali dengan kerja keras dan cerdas. Namun Anwar menginginkan masa depan hubungan Asia dan Barat lebih didasarkan pada hubungan yang sederajat dan bukan rivalitas. Dengan demikian peradaban-peradaban besar ini berlomba memberikan sumbangsih pada peradaban dunia, bukannya bernafsu ingin mendominasi seperti terlihat dari perilaku negara besar saat ini.

***

BILA kita lihat angka-angka ramalan pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan IMF misalnya, betapa suramnya masa depan macan-macan ekonomi Asia Timur dan Asia Tenggara ini. Pemulihan ekonomi ini disebut-sebut berlangsung paling cepat dalam tempo dua tahun. Dengan beban utang yang Korsel sendiri akui sampai 200 milyar dollar AS serta beban utang luar negeri Thailand, Indonesia dan Filipina cukup besar maka di sini faktor struktur internasional yang dikuasai AS dengan mata uangnya menjadi penentu masa depan kekuatan ekonomi di wilayah ini. Namun demikian ujian berat yang datang dari anjloknya nilai mata uang ini tidak mengendurkan semangat akan datangnya masa pencerahan asalkan syarat-syaratnya dipenuhi. Untuk menepis skenario pesimis itulah, mantan PM Singapura Lee Kuan Yew menegaskan, “Keajaiban Asia” takkan jadi “Penyakit Asia”. Ia yakin nilai-nilai Asia dengan berbagai kekuatan dan kelemahannya mampu menjadikan kawasan Asia tetap menjadi primadona ekonomi. Dengan optimis ia menegaskan, “Cina akan melebihi AS dalam pengertian GNP pada abad ke depan. Ini saja bakal menggeser bobot keseimbangan dunia dari Atlantik ke Pasifik. Krisis sekarang di Asia takkan mengubah perspektif historis.” Itu pula yang dilihat Lina Sieg dari Reuters dalam laporannya baru-baru ini. Abad ke-21 yang seyogyanya menjadi Abad Asia-pasifik dengan pusat gravitasi global di kawasan ini karena “keajaiban ekonomi” selama ini masih akan terwujud. Namun meskipun kawasan ini menderita gejolak mata uang dan kebingungan finansial dan mungkin diikuti dengan guncangan ekonomi dan politik, tetapi akhirnya akan pulih lagi dengan dinamisme baru. Jika memang sisi optimisme digunakan untuk melihat lahirnya Abad Asia-Pasifik, maka boleh dengan mudah ditebak masa itu akan tertunda. Penderitaan anjloknya pendapatan per kapita macan-macan Asia sehingga membuat PM Mahathir Mohamad berang ini harapannya berlangsung sementara sebelum matahari pertumbuhan ekonomi yang sehat terbit kembali menyinari Asia-Pasifik. AS sendiri takkan bisa menghentikan laju ekonomi

Page 44: Hubungan internasional

Asia. Sebaliknya, skenario pesimisme memang masih muncul karena adanya suatu kekhawatiran bahwa justru di dalam bidang politik-lah sejumlah negara yang cepat tumbuh ini masih memerlukan reformasi terus-menerus sehingga apa yang sering disebut-sebut sebagai “masyarakat madani” (Civil Society) tumbuh berkembang. (sep) 28/12/97

Tarik Menarik Pada Isu Keamanan Regional

Masalah keamanan regional memang menjadi topik menarik dan banyak dibicarakan dalam ASEAN Annual Ministerial Meeting (AMM) ke-25 di Manila yang dilanjutkan dengan Post Ministerial Meeting (PMC), tanggal 21-26 Juli 1992. Pertemuan itu membawa para partisipan dalam acara tarik-menarik masalah cara pembahasan keamanan regional serta persepsi terhadap keamanan. Uniknya di antara anggota ASEAN sendiri belum ada kesepakatan mengenai persepsi ancaman saat ini dan bagaimana menghadapinya. Agaknya diperlukan proses pengendapan untuk saling memahami posisi baru masing-masing. Tarik-menarik itu terjadi terutama setelah Eropa Timur dan Eropa Tengah berubah secara mendasar ditambah dengan berhentinya Perang Dingin. Tentunya keadaan ini menimbulkan beberapa ketidakpastian, seperti memberi peluang pada terjadinya konflik-konflik yang menjurus ke arah terjadinya perang. Walau diakui, perkembangan itu membawa dampak positif bagi kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik, khususnya di bidang ekonomi. Menlu Belgia Juan Abel Matutes sebagai Wakil Komisi ME mencatat, situasi ini justru membuka peluang lebih besar bagi kerja sama perdagangan dan memberikan suasana kompetitif. Bahkan Menlu Korea Lee Sang-Ock menilai, kawasan Asia Timur dan Lautan Pasifik merupakan dua tempat yang memiliki perkembangan saling ketergantungan ekonomi cukup tinggi. Khusus bagi ASEAN, pada saat ini justru merupakan kesempatan baik untuk meningkatkan kerja sama dan melupakan masa lalu, yaitu melirik dan memperhatikan ancaman besar pada stabilitas dan perdamaian kawasan. Juga banyak disebut, dekade ini menjadi bagian dalam mendekati kondisi sesuai kehendak Deklarasi ZOPFAN tahun 1971, yaitu kondisi yang damai, bebas, dan netral.***

DI satu sisi, anggapan itu mungkin benar. Setidaknya itu menurut pandangan Indonesia. Beberapa diplomat mengatakan, dalam situasi seperti ini, Indonesia melihat peluang bagi keseimbangan baru dengan meletakkan pendekatan-pendekatan baru bagi negara-negara besar. Bahkan Indonesia memandang, saat ini merupakan kesempatan untuk menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa menggunakan kekuatan militer dan kontak senjata. Namun ternyata, pandangan ini menimbulkan situasi terjadinya tarik-menarik yakni untuk tetap bertumpu pada kemampuan kawasan dengan menyandarkan diri pada kekuatan seperti AS. Karena pandangan itu, Indonesia berpendapat pembicaraan keamanan regional harus dikembangkan dengan landasan konsep ZOPFAN. Diakui, konsep ZOPFAN memang dicetuskan dalam situasi yang berbeda dengan keadaan sekarang. Atau dengan kata lain, konsep itu muncul saat Perang Dingin masih berlangsung dan Uni Soviet pun belum bubar. Indonesia berkeras mengatakan, konsep itu masih bisa tetap berlaku. Alasannya, ASEAN akan tetap memiliki keinginan hidup merdeka, damai, dan netral seperti yang tercetus dalam konsep tersebut. Dengan pandangan ini, Indonesia yakin, konsep ZOPFAN masih relevan. Pendapat ini agaknya didukung Malaysia dan Brunei Darussalam. Menlu RI Ali Alatas menegaskan, tidak perlu lagi menciptakan wahana baru untuk membicarakan dan mendiskusikan keamanan regional. Artinya, untuk

Page 45: Hubungan internasional

tingkat ASEAN, acara itu bisa ditampung melalui pertemuan pejabat tinggi atau SOM (Senior Official Meeting) dan pertemuan tahunan Menteri ASEAN atau AMM. Sedang dialog dengan rekan di luar ASEAN bisa dilakukan melalui ajang PMC. Pendapat ini didukung Masyarakat Eropa (ME) yang diucapkan Menlu Inggris Douglas Hurd dalam sambutan troikanya.

***

NAMUN, konsep itu ternyata tidak disepakati oleh Thailand, Filipina, dan terutama Singapura. Pada pokoknya ketiga negara itu lebih melihat segi negatif ZOPFAN. Ketiga negara itu memandang konsep ZOPFAN merupakan proses jangka panjang. Dan yang lebih hebat lagi, mereka mengatakan ZOPFAN sudah tidak begitu relevan dengan perkembangan zaman. Bahkan mereka pun tidak yakin pada kemampuan ZOPFAN dalam menjamin keamanan dan stabilitas Asia Tenggara. Oleh karena itu, mereka ingin membentuk kerja sama lebih luas yang mencakup kawasan Asia Pasifik, khususnya dengan negara-negara besar. Hal itu dimaksudkan, agar interaksi dalam kerja sama itu bisa mempengaruhi stabilitas keamanan kawasan. Masalah ini menjadi bahan diskusi yang paling menarik dalam diskusi formasi 6+7 PMC. Pembicaraan itu memang lalu tidak hanya masalah keamanan dalam pengertian militer, namun mengarah pada keamanan dalam pengertian komprehensif yang menyangkut seluruh aspek kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik, lingkungan, ataupun kebudayaan. Diskusi semakin hangat setelah Kanada mengusulkan membentuk forum dialog baru tentang keamanan regional yang dinamakan “The North Pacific Cooperative Security Dialog” atau NPCSD. Ide itu muncul setelah Kanada melihat perlunya kerja sama yang kooperatif dalam bidang keamanan, terutama untuk mengatasi berbagai masalah regional seperti sektor ekonomi, narkotika, lingkungan hidup, dan terorisme. Sambil berjalan, diharapkan kerja sama itu menumbuhkan rasa saling percaya yang dimungkinan dari pelaksanaan dialog informal yang konstruktif. Sementara itu pada dasarnya Jepang setuju dengan pendapat Indonesia tentang penggunaan jalur PMC untuk membicarakan keamanan regional. Namun Menlu Taro Nakayama memadang jalur itu saja belum cukup. Menurut dia, pertemuan itu harus bisa menghasilkan dialog politis tentang keamanan yang bisa dirasakan oleh seluruh partai. Untuk itu, Jepang mengusulkan teknik “two-track”. Artinya, jalur yang menggabungkan pendekatan sub regional dengan dialog politis dalam skala yang lebih luas. Jepang menilai, dialog dengan commitment pendekatan sub regional hanya bisa mengatasi masalah dalam satu kawasan. Sementara itu pada saat yang sama, diperlukan pula dialog yang mencakup spektrum lebih luas dan melibatkan berbagai negara. PM Jepang Miyazawa di Washington menekankan, dialog politis dalam skala yang lebih luas ini penting karena pada kenyataannya dewasa ini telah hadir berbagai kerja sama internasional dengan bermacam cara dan tujuan. Karena itu, Wakil Menlu Jepang Koji Kakizawa dalam pertemuan PMC di Manila kali ini menegaskan, ASEAN perlu memiliki forum dialog dalam skala yang lebih luas seperti itu. Menlu Korea Lee Sang-Ock menambahkan, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menelaah kembali cara-cara baru yang bisa digunakan sebagai forum mengkonsultasikan keamanan regional. Walau tanpa menyebut satu bentuk yang jelas, Lee mengatakan, forum itu penting mengingat adanya perubahan regional yang semakin kompleks. Pendapat senada diungkapkan oleh Menlu Australia Gareth Evans. Pada prinsipnya, Australia memandang keamanan regional harus didekati secara multi dimensional. Artinya, menggunakan pendekatan yang melibatkan segi militer atau pertahanan serta dimensi lain, seperti diplomasi, ekonomi, perdagangan, serta berbagai cara untuk

Page 46: Hubungan internasional

menghadapi ancaman. Pendeknya, Australia akan tetap menggunakan kebijakan constructive commitment untuk kawasan Pasifik Selatan dan comprehensive engagement untuk Asia Tenggara. Berakhirnya Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet yang pasti membawa perubahan pola politik dari bipolar ke arah multipolar. Beberapa pengamat mengatakan, AS beberapa tahun terakhir ini telah mengubah pendekatannya terhadap Asia, namun tetap memberi payung penangkal kepada Jepang, Korea Selatan, dan Filipina. Bahkan memperluasnya. AS menegaskan komitmennya untuk tetap hadir di Asia diantaranya melalui akses pangkalan militer seperti yang dilakukan terhadap Singapura. Namun, di tengah perubahan pola politik ini, tampaknya AS merasa terlalu berat dengan tanggung jawab keamanannya. Lalu AS ingin membagi tanggung jawab itu dengan negara-negara Asia. Karena itu, AS berharap negara-negara Asia mampu mandiri dalam menghadapi ancaman militer lokal. Sementara itu, AS hanya akan bergerak bila ada ancaman lebih besar dan potensial. Hanya, kehadiran AS dalam PMC ternyata semakin menjauhkan pembicaraan dari pencapaian hasil maksimal. Hingga akhir pertemuan, tarik-menarik ajang dialog ini tetap terjadi. Tidak ditemukan rumusan resmi tentang ajang atau mekanisme dialog keamanan regional tersebut. Sumber Kompas menyebutkan, pada umumnya setiap negara masih tetap dalam konstalasi pikiran masing-masing tentang rumusan forum dialog keamanan regional. Namun pada umumnya, rata-rata sependapat keamanan regional harus didasarkan pada rasa aman, tenteram, damai, dan netral. Namun yang pasti, dari pertemuan PMC di Manila ini terungkap, seluruh negara tetap menghendaki kehadiran Amerika di kawasan Asia baik secara fisik maupun non fisik. “Demi keseimbangan,” kata mereka.*** (rien/sep/27/7/92)

Organisasi internasional adalah suatu bentuk dari gabungan beberapa negara atau bentuk unit fungsi yang memiliki tujuan bersama mencapai persetujuan yg juga merupakan isi dari perjanjian atau charter.

Peran Internasional Indonesia dalam Hubungannya dengan Kepentingan Nasional

KabarIndonesia - Peran Internasional Indonesia Dalam Hubungannya Dengan Kepentingan Nasional Global Village, itulah yang bisa menggambarkan interaksi antar bangsa di dunia saat ini. Global village dapat diartikan sebagai menyatunya negara-negara di dunia dalam satu sistem internasional, dimana satu negara membutuhkan keunggulan negara lain yang diimplementasikan dalam bentuk kerjasama. Hilangnya batas-batas nasional memudahkan pergerakan ekonomi berjalan leluasa seperti jasa, barang, modal, dan manusia yang idealnya nantinya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia dengan kata lain memperbaiki kesejahteraan masyarakat dunia. Selain menjadi indikasi pertumbuhan isu ekonomi juga menimbulkan permasalahan sosial (ketimpangan), keamanan(penyelundupan), lingkungan (polusi dan limbah), HAM (pengabaian hak buruh) dan lainnya.

Sekarang bagaimana usaha Indonesia mampu memainkan perannya di dunia internasional secara maksimal. Untuk mewujudkannya diperlukan kondisi ekonomi, dan stabiltas politik yang kuat di dalam negeri terlebih dahulu dalam menciptakan internal power yang nantinya diperlukan dalam posisi tawar dalam hubungannya dengan negara lain dalam mencapai kepentingan nasional. Kemampuan diplomasi dan

Page 47: Hubungan internasional

meracik kebijakan luar negeri akan menentukan peran serta Indonesia dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional. Kebijakan Luar negeri dikatakan sebagai visi dan misi dimana perencanaanya didasarkan pada pengetahuan atau pun pengalaman baik dalam tindakan maupun tingkah laku dalam hubungan internasional yang mempunyai tujuan untuk mempromosikan dan melindungi kepentingan suatu negara. Sedangkan diplomasi menurut Harold Nicholson adalah Kebijaksanaan politik luar negeri melalui negosiasi dan mekanisme sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan perselisihan atau konflik atau masalah luar negeri. Semakin kuat suatu negara dalam arti tingkat kemajuan dan kemakmuran, maka negara itu makin dipercaya, dihargai dan perhitungkan dalam percaturan internasional yang otomatis mendukung suatu upaya diplomasi. Untuk itu perlulah kiranya kita melihat peran internasional apa saja pada periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang bisa menjadikan Indonesia sebagai the role country setidaknya dalam scop Asia?

Indonesia disebut salah satu negara demokrasi terbesar yang telah sukses memilih presiden secara langsung yang mayoritas penduduknya adalah Muslim yang menjadikan Indonesia dipandang masyarakat internasional sebagai model masyarakat muslim yang moderat. Indonesia sebagai anggota OIC (Organization Islamic Conference) menjadi pendorong bagi perdamaian di Timur Tengah khususnya mendukung Palestina sebagai negara merdeka dari pendudukan zionisme Israel. Indonesia juga menjadi tuan rumah dan pemrakarsa Konferensi Internasional Ulama sedunia pada bulan April 2007 di Bogor. Disini para ulama sedunia menyuarakan penghentian kekerasan di Irak, Lebanon dan Palestina. Pertemuan itu mengeluarkan pernyataan agar Amerika Serikat tidak menjadi pemecah-belah umat Islam di Timur Tengah yang ditenggarai para ulama sebagai alasan tidak terselesaikannya perdamaian di dunia Arab. Indonesia juga mempromosikan Islam yang moderat, toleran, solidaritas, serta meningkatan dialog lintas budaya dan peradaban, karena pada saat ini masyarakat internasional salah persepsi bahwa penyerangan yang dilakukan oleh segelintir orang muslim terhadap kepentingan barat dalam bentuk teror dipahami sebagai benturan antar peradaban, tapi melainkan terjadi karena ketidakadilan dan ketimpangan sosial di dunia.

Peran Indonesia dalam hal HAM yaitu, telah meratifikasi Konvenan Internasional tentang Hak ekonomi sosial dan budaya dan Konvenan internasional tentang hak Sipil dan politik. Kemudian, kepercayaan Internasional kepada Indonesia menjadikan Indonesia sebagai ketua Komisi HAM tahun 2006 dan terpilih kembali menjadi Dewan HAM dalam periode satu tahun 2006-2007. Walaupun begitu Indonesia belum menegakkan HAM secara tegas dengan belum terungkapnya kasus-kasus seperti, Tragedi Tanjung Priok, Talangsari, kerusuhan Mei 1998, tragedi Semanggi dan kematian Munir yang belum juga terungkap.

Di badan PBB Indonesia terpilih bersama Qatar dari kawasan Asia menjadi DK tidak tetap di PBB, namun Indonesia tidak menunjukkan Independensinya dengan ikut menyetujui sanksi terhadap Iran yang dituduh Amerika Serikat (AS) mengoperasikan

Page 48: Hubungan internasional

reaktor nuklir untuk membuat senjata nuklir yang dirasa AS akan mengancam keamanan negerinya. Saya berpendapat Indonesia melakukan itu karena mendapat tekanan dari AS dimana kepentingan nasional Indonesia banyak bergantung kepada AS. Sebagai anggota PBB Indonesia juga telah banyak ikut serta dalam Peace Keeping Operation salah satunya di Lebanon setelah penyerangan Israel baru-baru ini. Dibidang pertahanan Indonesia telah menjajaki kerjasama dalam bidang produksi senjata dengan India dalam pertemuan Komite Bersama Kerja Sama Pertahanan RI-India di Jakarta, 12-14 Juni 2007, yang diharapkan Indonesia mampu menciptakan alat utama sistem persenjataan secara mandiri yang diperlukan dalam menjaga kedaulatan negara dari ancaman pihak luar. Pembelian pesawat tempur dan kapal selam Rusia juga ditempuh agar tidak tergantung dengan negara Barat khususnya Amerika Serikat. Pada isu perlucutan senjata Indonesia sempat menjadi Ketua Komite I pada konfrensi The 2005 Review Conference of States Parties to the Treaty on Non-Proliferation of Nuclear Weapons/NPT) yang berlangsung sejak tanggal 2 Mei 2005 di Markas Besar PBB, New York, yang di ketuai Sudjadnan Parnohadiningrat yang berhasil menyampaikan kertas kerja (working papers) kepada konfrensi itu.

Di bidang ekonomi kunjungan Wapres Jusuf Kalla ke Jepang 22-27 Mei 2007 dan China 6-10 Juni 2007 mengindikasikan ingin ditingkatkannya hubungan dagang kedua negara dimana terutama Cina telah menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia. Kemudian Baru-baru ini juga telah diadakan petemuan D8 di nusa dua Bali, yaitu kerjasama dalam bentuk perdagangan antara Negara-negara berkembang (Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Turki, dan Indonesia). Dalam kerjasama regional ASEAN telah menciptakan kerjasama ASEAN+3 (Korsel, Cina, dan Jepang yang memungkinkan Indonesia mengambil manfaat ekonomi dari pembentukan kerjasama itu. Di forum regional Indonesia juga memprakarsai visi ASEAN kearah ASEAN Community layaknya Uni Eropa sekarang ini dan Common Security dimana ASEAN akan memiliki nilai-nilai bersama sebagai suatu komunitas besar baik ekonomi, kemakmuran, dan keamanan bersama.

Semua peran internasional Indonesia diatas dalam berbagai forum merupakan poin penting untuk meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat internasional dalam ikut menyelesaikan masalah internasional. Bila masyarakat internasional telah hormat dan segan kepada Indonesia, diyakini pihak-pihak luar enggan mengusik Indonesia. Dengan modal kepercayaan itulah Indonesia akan mencapai posisi tawar yang tinggi untuk mencapai kepentingan nasional dalam hubungannya dengan negara lain dan bangsa Indonesia dapat menentukan nasibnya sendiri tanpa didikte pihak lain. Apalagi Indonesia kini memerlukan dukungan dunia internasional agar mendukung keutuhan negara Indonesia dari gerakan separatisme yang sedang gencar menggrogoti keutuhan negara dari dalam. Tidak kalah pentingnya peran Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia merupakan amanah dari pembukaan UUD 1945, yaitu ikut mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Semoga kedepannya bangsa Indonesia akan lebih baik menata diri, memperbaiki kekeliruan yang ada demi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara.

Page 49: Hubungan internasional

Perjanjian internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara.

CONTOH-CONTOH ORGANISASI INTERNASIONAL

Posted February 8th, 2009 by d_vid.martinTugas Kuliah Lainnya PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL

Penggolongan organisasi internasional ada bermacam-macam, menurut segi tinjauan berdasarkan :

A. Kegiatan Administrasi

• Organisasi Internasional Antar Pemerintah (Inter-Govermental Organization) yang lazim disingkat IGO.

Contoh : PBB, ASEAN, SAARC, OAU, NAM, dls.

• Organisasi Internasional Non-Pemerintah (Non-Govermental Organization) yang lazim disingkat NGO.

Contoh : IBF, ICC, Dewan Masjid Sedunia, Dewan Gereja Sedunia, Perhimpunan Donor Darah Sedunia, dls.

B.Ruang Lingkup (wilayah) kegiatan dan keanggotaan

• Organisasi Internasional Global

Wilayah kegiatan adalah global (seluruh dunia), dan keanggotaan terbuka dalam ruang lingkup diberbagai penjuru dunia.

Contoh : PBB/UNO, OKI/OIC, GNB/NAM, dls.

• Organisasi Internasional Regional

Wilayah kegiatan adalah regional, dan keanggotaan hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja.

Contoh : ASEAN, OAU, GCC, EC, SAARC, dls.

C. Bidang Kegiatan (Operasional) Organisasi.

• Bidang Ekonomi

KADIN Internasional

Page 50: Hubungan internasional

• Bidang Lingkungan Hidup

UNEP

• Bidang Kesehatan

WHO, IDF, dls.

• Bidang Pertambangan

ITO.

• Bidang Komoditi (pertanian dan industri)

IWTO, ICO ,dls.

• Bidang Bea Cukai dan Perdagangan Internasional

GATT, dls.

D. Tujuan dan Luas Bidang Kegiatan Organisasi.

• Organisasi Internasional Umum (menyangkut hal-hal umum).

Tujuan organisasi serta bidang kegiatannya bersifat luas dan umum, bukan hanya menyangkut bidang tertentu.

Contoh : PBB/UNO, dls.

• Organisasi Internasional Khusus (menyangkut hal-hal khusus).

Tujuan organisasi dan kegiatannya adalah khusus pada bidang tertentu atau mengyangkut hal khusus saja.

Contoh : OPEC, dan termasuk organisasi-organisasi khusus dibawah naungan PBB, seperti : UNESCO, UNICEF, ITU, UPU, dls.

E. Ruang Lingkup Bidang Kegiatan.

• Organisasi Internasional : Global-Umum.

Contoh : PBB/UNO, dls.

• Organisasi Internasional : Global-Khusus.

Contoh : OPEC, ICAO, IMCO, ITU, UPU, UNESCO, WHO, FAO dan ICRC.

• Organisasi Internasional : Regional-Umum.

Contoh : ASEAN, EC, OAS, OAU, SAARC, GCC, Liga Arab, dls.

Page 51: Hubungan internasional

• Organisasi Internasional : Regional-Khusus.

Contoh : AIPO, OAPEC, PATA, dls.

F. Menurut Taraf Kewenangan (kekuasaan)

• Organisasi Supra-Nasional

• Organisasi Kerja sama.

Contohnya banyak sekali (PBB, ASEAN, OKI, OPEC, dll). Karena semua organisasi internasional dewasa ini adalah didasarkan pada pola kerjasama, bukan pola supra nasional.

G. Bentuk dan Pola Kerjasama.

• Kerjasama Pertahanan-Keamanan (collective security), yang adalah disebut “institutionalized alliance”

Contoh : NATO, dls.

• Kerjasama Fungsional (functional cooperation)

Contoh : PBB, ASEAN, OKI, OPEC, SAARC, OAU, GCC, dls.

H. Fungsi Organisasi

• Organisasi Politikal, yaitu organisasi yang dalam kegiatannya menyangkut masalah-masalah politik dan hubungan internasional.

Seperti halnya ASEAN yang mencanangkan konsep ZOPFAN.

Contoh : PBB, ASEAN, NATO, ANZUS, SAARC, OAU, Liga Arab, dls.

• Organisasi Administratif (administrative organization), yaitu organisasi yang sepenuhnya hanya melaksanakan kegiatan teknis secara administratif.

Contoh : UPU, ITU, OPEC, ICAO, ICRC, dls.

• Organisasi Peradilan (judicial organization), yaitu organisasi yang menyangkut penyelesaian sengketa pada berbagai bidang atau aspek (politik, ekonomi, hukum, sosbud). Menurut prosedur hukum dan melalui proses peradilan (sesuai ketentuan internasional dan perjanjian-perjanjian internasional)

Contoh : Mahkamah Internasional, dls.

Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri

Page 52: Hubungan internasional

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri adalah lembaga negara yang mewakili kepentingan Indonesia secara keseluruhan di negara lain atau pada organisasi internasional. Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri dapat berupa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Konsulat Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI), Konsulat RI, Perutusan Tetap RI pada PBB, maupun Perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara.

Perwakilan RI terdiri atas:

Perwakilan Diplomatik, kegiatannya mencakup semua kepentingan negara RI dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara penerima atau yang bidang kegiatannya meliputi bidang kegiatan suatu organisasi internasional.

Perwakilan Konsuler, kegiatannya mencakup semua kepentingan negara RI di bidang konsuler dan mempunyai wilayah kerja tertentu dalam wilayah negara penerima.

Propaganda

Salah satu teknik propaganda oleh produk pasta gigi dimana senyum bahagia diasosiasikan dengan produk mereka.

Poster dari Angkatan Laut Amerika tentang Jepang yang diasosiasikan sebagai tikus (binatang yang merugikan) mendekati perangkap yang diberi tanda "Angkatan Laut Sipil", sebagai latar belakang peta negara bagian Alaska

Propaganda (dari bahasa Latin modern: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan. ) adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sejumlah orang yang banyak. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.

Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda lebih menyampaikan fakta-fakta yang pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk merubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran yang lebih lanjut untuk kepentingan agenda politik.

Page 53: Hubungan internasional

Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan berpengaruh langsung pada perilaku untuk pencapaian suatu respon yang sama dengan niat yang dikehendaki dari pelaku propaganda.

Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan/kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosial.[1

Propaganda dengan perbuatan (atau propaganda aksi, b. Inggris: propaganda by the deed, b. Perancis: propagande par le fait) adalah sebuah konsep tradisional anarkis, yang berkembang diera akhir abad ke-19, yang mempromosikan tindakan kekerasan secara fisik melawan musuh-musuh politik dan dilakukan baik oleh individu maupun kelompok, sebagai cara untuk memberikan inspirasi terhadap massa dan mendorong terjadinya revolusi.

Tidak ada definisi tunggal mengenai propaganda dengan perbuatan. Propaganda dengan perbuatan dapat terdiri dari banyak bentuk, tetapi dalam kebanyakan kasus, penggunaan kekerasan melawan orang yang dipandang sebagai ancaman bagi kelas pekerja (seperti dalam kasus usaha pembunuhan Henry Clay Frick oleh Alexander Berkman).

Dalam beberapa fakta atas konsep "propaganda dengan perbuatan" ini, gerakan anarkis sering dicap sebagai kekerasan dan "teroris", diawali dengan beberapa pemboman dan pembunuhan di akhir era abad ke-19. Gambaran ini masih tetap melekat sampai saat ini pada setiap anarkis, meski telah banyak dalam pemikiran anarkis modern yang menyatakan bahwa konsep tersebut telah usang.

PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONALMENJADI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

I. Latar Belakang

Hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional dalam sistem tata hukum merupakan hal yang sangat menarik baik dilihat dari sisi teori hukum atau ilmu hukum maupun dari sisi praktis. Kedudukan hukum internasional dalam tata hukum secara umum didasarkan atas anggapan bahwa hukum internasional sebagai suatu jenis atau bidang hukum merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Anggapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai hubungan yang efektif dengan ketentuan dan asas pada bidang

Page 54: Hubungan internasional

hukum lainnya. Bidang hukum lainnya yang paling penting adalah bidang hukum nasional.

Hal ini dapat dilihat dari interaksi masyarakat internasional dimana peran negara sangat penting dan mendominasi hubungan internasional. Karena peran dari hukum nasional negara-negara dalam memberikan pengaruh dalam kancah hubungan internasional mengangkat pentingnya isu bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional dari sudut pandang praktis.

Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat dua teori, yaitu teori voluntarisme,[1] yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara, dan teori objektivis[2] yang menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan negara.[3]Perbedaan pandangan atas dua teori ini membawa akibat yang berbeda dalam memahami hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan teori voluntarisme memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang berbeda, saling berdampingan dan terpisah. Berbeda dengan pandangan teori objektivis yang menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum dalam satu kesatuan perangkat hukum.

II. Teori Keberlakuan Hukum Internasional

A. Aliran Dualisme

Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah.[4]

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh aliran dualisme untuk menjelaskan hal ini:

1. Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional;

2. Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukum internasional adalah negara;

3. Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.

4. Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan

[[[[

Page 55: Hubungan internasional

hukum internasional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan dengan hukum internasional.[5]

Maka sebagai akibat dari teori dualisme ini adalah kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. Dengan demikian dalam teori dualisme tidak ada hirarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena dua perangkat hukum ini tidak saja berbeda dan tidak bergantung satu dengan yang lain tetapi juga terlepas antara satu dengan yang lainnya.

Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut, yang mungkin adalah renvoi.[6] Karena itu dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional.

B. Aliran Monisme

Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia.[7] Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai hubungan yang hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini melahirkan dua pendapat yang berbeda dalam menentukan hukum mana yang lebih utama antara hukum nasional dan hukum internasional.

Ada pihak yang menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham ini dalam teori monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini disebut dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan dalam teori monisme.

Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan kepanjangan tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum internasional hanya sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri.[8] Paham ini melihat bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut:

1. tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara;

2. dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.[9]

[[[[[

Page 56: Hubungan internasional

Monisme dengan primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional.[10] Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional.

Pada kenyataannya kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori dualisme dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya.

III. Perjanjian Internasional sebagai Sumber Hukum InternasionalDalam hukum internasional terdapat beberapa sumber hukum internasional. Menurut sumber tertulis yang ada terdapat dua konvensi yang menjadi rujukan apa saja yang menjadi sumber hukum internasional. Pada Konvensi Den Haag XII, Pasal 7, tertanggal 18 Oktober 1907, yang mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam Piagam Mahkamah Internasional Permanen, Pasal 38 tertanggal 16 Desember 1920, yang pada saat ini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tertanggal 26 Juni 1945.[11]

Sesuai dengan dua dokumen tertulis tersebut yang berisi penunjukan pada sumber hukum formal, hanya dua dokumen yang penting untuk dibahas, yaitu Piagam Mahkamah Internasional Permanen dan Piagam Mahkamah Internasional. Ini disebabkan karena Mahkamah Internasional mengenai Perampasan Kapal tidak pernah terbentuk, karena tidak tercapainya minimum ratifikasi. Dengan demikian Pasal 38 Mahkamah Internasional Permanen dan Pasal 38 ayat 1 Mahkamah Internasional, dengan demikian hukum positif yang berlaku bagi Mahkamah Internasional dalam mengadili perkara yang diajukan dihadapannya adalah:

1. Perjanjian Internasional; 2. Kebiasaan Internasional; 3. Prinsip Hukum Umum;

4. Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan hukum.[12]

Perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh dan diantara anggota masyarakat internasional sebagai subjek hukum internasional dan bertujuan untuk mengakibatkan hukum tertentu.[13]

Dewasa ini dalam hukum internasional kecendrungan untuk mengatur hukum internasional dalam bentuk perjanjian intenasional baik antar negara ataupun antar negara dan organisasi internasioanal serta negara dan subjek internasional lainnya telah berkembang dengan sangat pesat, ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari masyarakat internasional, termasuk organisasi internasional dan negara-negara.

Perjanjian internasional yang dibuat antara negara diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treaties (Konvensi Wina) 1969. Konvensi ini berlaku (entry into force) pada 27 Januari 1980. Dalam Konvensi ini diatur mengenai bagaimana prosedur

[[[[

Page 57: Hubungan internasional

perjanjian internasional sejak tahap negosiasi hingga diratifikasi menjadi hukum nasional.[14]

Banyak istilah yang digunakan untuk perjanjian internasional diantaranya adalah traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant, dan lain-lain. Semua ini apapun namanya mempunyai arti yang tidak berbeda dengan perjanjian internasional.[15]

Dalam praktik beberapa negara perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap pembentukan yakni perundingan, penandatanganan dan ratifikasi.[16] Golongan yang kedua adalah perjanjian yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.[17] Untuk golongan pertama biasanya dilakukan untuk perjanjian yang dianggap sangat penting sehingga memerlukan persetujuan dari dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power). Hal ini biasanya berdasarkan alasan adanya pembentukan hukum baru atau menyangkut masalah keuangan negara. Sedangkan golongan kedua lebih sederhana, perjanjian ini tidak dianggap begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat.

Selanjutnya apa yang menjadi ukuran suatu perjanjian mana yang termasuk golongan yang penting, sehingga memerlukan ratifikasi dari Dewan Perwakilan Rakyat dan perjanjian mana yang tidak di Indonesia.

Proses pembentukan Perjanjian Internasional, menempuh berbagai tahapan dalam pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut:

1. Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2. Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.

3. Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.

4. Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut "Penerimaan" yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.

5. Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan (ratification/accession/acceptance/approval).

[[[[

Page 58: Hubungan internasional

IV. Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia

Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.

Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945 tersebut.[18]

Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang dijabarkan dalam bentuk Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22 Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian internasional selama bertahun-tahun.[19] Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden, tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam prateknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional.

Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah:

Ketentuan Umum Pembuatan Perjanjian Internasional Pengesahan Perjanjian Internasional Pemberlakuan Perjanjian Internasional Penyimpanan Perjanjian Internasional Pengakhiran Perjanjian Internasional Ketentuan Peralihan

Ketentuan Penutup[20]

Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu: 1. Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu

perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional; 2. Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu

perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;

[[[

Page 59: Hubungan internasional

3. Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut;

4. Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan).

Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan para pihak terhadap perjanjian tersebut. Penandatanganan suatu perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat mengikat. Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum perjanjian tersebut disahkan.

Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa (Full Powers).[21] Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa adalah Presiden dan Menteri.

Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa.

Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian interansional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan yang diatur dalam undang-undang.[22]

Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden.[23] Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR.[24] Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.[25]Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:

masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara; kedaulatan atau hak berdaulat negara; hak asasi manusia dan lingkungan hidup; pembentukan kaidah hukum baru;

pinjaman dan/atau hibah luar negeri.[26]

Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggung jawaban atau keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian

[[[[[[

Page 60: Hubungan internasional

internasional tersebut dapat dibatalkan atas permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang No. 24 tahun 2000.

Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa:

”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”

Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.

Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undang-undang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam undang-undang yang lebih spesifik.

Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat lansung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.

Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota. Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.