24
BAB I PENDAHULUAN 1.1; Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjunjung tinggi nilai Hak Asasi Manusia. Dengan dibuatnya dasar hukum di Indonesia, menunjukan bahwa HAM memiliki kedudukan yang tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, penegakan HAM dapat terwujud dengan baik. Berbagai pelanggaran HAM bisa diatasi sesuai dengan hukuman yang sudah ditentukan. Namun ternyata dalam menegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia tidak hanya mengandalkan dasar hukum yang sah saja, karena banyak faktor lainnya yang harus dipertimbangkan. Dan hal tersebut bisa menjadi penghambat dari penegakan HAM yang ada. Paradigma masyarakat tentang pemahaman Hak Asasi Manusia yang kurang merupakan salah satunya, karena adanya kondisi sosial budaya yang berbeda di setiap daerahnya. Serta hambatan lainnya yang bisa memperlambat dalam penegakan HAM. Kondisi seperti inilah yang harus diperhatikan oleh seluruh elemen yang terkait dalam menegakan HAM. Perlu adanya tindakan mutlak untuk meminimalisir hambatan-hambatan yang ada. Agar setiap warna Negara bisa mendapatkan Hak nya dalam menjalani kehidupan. 1.2; Rumusan Masalah 1; Apa yang dimaksud dengan penegakkan hak asasi manusia? 2; Apa hambatan dalam penegakkan hak asasi manusia di Indonesia? 3; Bagaimana upaya meminimalisir hambatan dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesia? 1.3; Tujuan 1; Menjelaskan tentang makna dari penegakan Hak Asasi Manusia. 2; Menjabarkan setiap hambatan yang memperlambat penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 1

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

  • Upload
    asih45

  • View
    56

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

membahas tentang hambatan penegakkan HAM di Indonesia

Citation preview

Page 1: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1;Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjunjung tinggi nilai Hak

Asasi Manusia. Dengan dibuatnya dasar hukum di Indonesia, menunjukan bahwa

HAM memiliki kedudukan yang tinggi dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Sehingga, penegakan HAM dapat terwujud dengan baik. Berbagai

pelanggaran HAM bisa diatasi sesuai dengan hukuman yang sudah ditentukan.

Namun ternyata dalam menegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia tidak

hanya mengandalkan dasar hukum yang sah saja, karena banyak faktor lainnya

yang harus dipertimbangkan. Dan hal tersebut bisa menjadi penghambat dari

penegakan HAM yang ada. Paradigma masyarakat tentang pemahaman Hak Asasi

Manusia yang kurang merupakan salah satunya, karena adanya kondisi sosial

budaya yang berbeda di setiap daerahnya. Serta hambatan lainnya yang bisa

memperlambat dalam penegakan HAM.

Kondisi seperti inilah yang harus diperhatikan oleh seluruh elemen yang

terkait dalam menegakan HAM. Perlu adanya tindakan mutlak untuk

meminimalisir hambatan-hambatan yang ada. Agar setiap warna Negara bisa

mendapatkan Hak nya dalam menjalani kehidupan.

1.2; Rumusan Masalah

1; Apa yang dimaksud dengan penegakkan hak asasi manusia?

2; Apa hambatan dalam penegakkan hak asasi manusia di Indonesia?

3; Bagaimana upaya meminimalisir hambatan dalam penegakkan hak asasi

manusia di indonesia?

1.3; Tujuan

1; Menjelaskan tentang makna dari penegakan Hak Asasi Manusia.

2; Menjabarkan setiap hambatan yang memperlambat penegakan Hak Asasi

Manusia di Indonesia.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 1

Page 2: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

3; Menjelaskan tentang cara untuk meminimalisir hambatan penegakan Hak

Asasi Manusia di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 2

Page 3: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

2.1. Penegakkan Hak Asasi Manusia

Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak

asasi manusia merupakan suatu pengharusan agar warga negara dapat hidup

sesuai dengan kemanusiaannya. Hak asasi manusia melingkupi antara lain hak

atas kebebasan berpendapat, hak atas kecukupan pangan, hak atas rasa aman, hak

atas penghidupan dan pekerjaan, hak atas hidup yang sehat serta hak-hak lainnya

sebagaimana tercancum dalam deklarasi hak asasi manusia tahun 1948.

Penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia merupakan suatu

keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak manapun untuk

melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga juga

ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga negara. Hak asasi tidak sebatas

pada kebebasan berpendapat ataupun berorganisasi, tapi juga menyangkut

pemenuhan hak atas keyakinan, hak atas pangan, pekerjaan, pendidikan,

kesehatan, hak memperoleh air dan udara yang bersih, rasa aman, penghidupan

yang layak, dan lain-lain. Kesemuanya tersebut tidak hanya merupakan tugas

pemerintah tetapi juga seluruh warga masyarakat untuk memastikan bahwa hak

tersebut dapat dipenuhi secara konsisten dan berkesinambungan.

Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya-

upaya penciptaan Indonesia yang damai dan sejahtera. Apabila hukum di tegakan

dan ketertiban di wujudkan, maka kepastian, rasa aman, terntram, atau kehidupan

yang rukun akan dapat terwujud. Namun ketiadaan penegakan hukum dan

ketertiban akan menghambat pencapaian masyarakat yang berusaha dan bekerja

dengan baik untuk memenuhi kehidupan hidupnya. Hal tersebut menunjukan

adanya keterkaitan yang erat antara damai, adil dan sejahtera. Untuk itu perbaikan

pada aspek keadilan akan memudahkan pencapaian kesejahteraan dan kedamaian.

2.2. Hambatan Penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Meskipun bangsa Indonesia telah membuat beberapa dokumen hak asasi

manusia untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, namun dalam

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 3

Page 4: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

perjalanannya masih ada pelanggaran hak asasi. Pelanggaran hak asasi manusia di

Indonesia terjadi karena makin meningkatnya gejala individualistik, materialistik,

dan eksklusif. Pelanggaran ini dapat diatasi atau dikurangi jika ada penegakan hak

asasi manusia. Bangsa Indonesia pun telah berusaha melakukan upaya penegakan

hak asasi manusia, namun banyak hambatan dan tantangan dalam penegakan hak

asasi manusia itu.

Hambatan dan tantangan utama dalam penegakan hak asasi manusia di

Indonesia adalah masalah ketertiban dan keamanan nasional, rendahnya kesadaran

hak asasi manusia, dan minimnya perangkat hukum dan perundang-undangan.

Secara umum hambatan dan tantangan tersebut dikelompokkan menjadi tiga

macam, yaitu secara ideologis, ekonomis, dan teknis.1 Selain itu, dalam

menegakkan pelaksanaan HAM di Tanah Air, banyak sekali berbagai

hambatan, baik yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri.2 Faktor

kondisi sosial-budaya, informasi dan komunikasi serta peraturan perundang-

undangan juga merupakan hambatan penegakkan hak asasi manusia di Indonesia.

Berikut ini penjelasan mengenai hambatan-hambatan tersebut.

1. Secara Ideologis

Perbedaan ideologi sosialis dengan liberalis membuat perbedaan yang

tajam dalam memandang hak asasi manusia. Pandangan ideologi liberal lebih

mengutamakan penghormatan terhadap hak pribadi, sipil, dan politik.

Pandangan sosialis mengutamakan peran negara dan masyarakat.

2. Secara Ekonomis

Penegakan hak asasi manusia memiliki hubungan dengan kondisi

ekonomi masyarakat. Makin tinggi ekonomi masyarakat, maka makin tinggi

pula upaya penegakan hak asasi manusia.

1 Dwi Cahyati AW dan Warsito Adnan, Pelajaran Kewarganegaraan 1, Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2011, hlm 109.2 Atik Hartati dan Sarwono, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2011 hlm 102.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 4

Page 5: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

3; Hambatan dari Luar Negeri

Hambatan yang berasal dari luar negeri antara lain, pengaruh ideologi

Liberalisme. Liberalisme berasal dari kata liberal yang berarti

berpendirian bebas. Liberalisme adalah suatu paham yang melihat manusia

sebagai makhluk bebas. Artinya, manusia memiliki kemauan bebas dan

merdeka serta harus diberikan kesempatan untuk memajukan diri sendiri

dengan merdeka pula. Kaum liberal berkehendak membatasi hak negara untuk

mencampuri urusan ekonomi, kebudayaan, agama, dan sebagainya. Mereka

juga menuntut hak kemerdekaan menulis, menyampaikan pikiran, memeluk

agama, dan menentang rasialisme. Mereka menuntut perdagangan bebas,

persamaan hak bagi wanita, dan hak asasi manusia lainnya.

Dalam bidang politik, kebebasan individu atau partai sangat

ditonjolkan, sehingga dikenal adanya partai oposisi dan mosi tidak percaya

kepada pemerintah yang sedang berkuasa. Apabila hak itu digunakan untuk

memenuhi batas minimum pemerintah di parlemen, pemerintah yang

berkuasa akan jatuh. Akibat lebih lanjut adalah pemerintah menjadi tidak stabil

dan program pembangunan tidak berjalan. Akhirnya upaya untuk

meningkatkan kemakmuran rakyat akan terhambat.

Paham Liberalisme dilaksanakan di Eropa Barat, Amerika Serikat

dan beberapa negara di Asia. Paham ini menghendaki hal-hal berikut.

a; Kekuasaan mutlak mayoritas atas minoritas sehingga dapat terjadi

diktator mayoritas terhadap minoritas.

b; Lebih mengutamakan pemungutan suara mayoritas dalam mengambil

keputusan. Oleh karena itu, kelompok kecil pendapatnya tidak akan

dipertimbangkan dalam pengambilan putusan sehingga bisa

menimbulkan rasa Irustrasi.

4; Hambatan dari Dalam Negeri

Hambatan dari dalam negeri adalah sebagai berikut :

a; Keadaan geografis Indonesia yang luas

b; Wilayah Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang menyebar

di seluruh Nusantara menjadi kendala dalam komunikasi dan sosialisasi

produk hukum dan perundang-undangan. Suatu produk hukum tertentu

yang berskala nasional memerlukan sosialisasi dalam waktu yang relatiI

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 5

Page 6: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

lama. Hal ini sangat diperlukan, sebab penyebaran tingkat kualitas

pendidikan dan kemajuan sosial budaya di Indonesia sangat bervariasi.

Pengaruhnya adalah masalah di wilayah tertentu di Indonesia dapat

menjadi masalah di wilayah yang lain.

5; Faktor Kondisi Sosial-Budaya

Faktor Sosial-budaya memiliki pengaruh terhadap

pelaksanaan Hak Asasi Manusia di suatu Bangsa dan Negara.

Sistem kebudyaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia

adalah sistem kekeluargaan. Pada awal kemerdekaan, atau

pada masyarakat pedesaan, pelanggaran terhadap Hak Asasi

Manusia tidak banyak terjadi karena kesadaran akan nilai-nilai

sosial budaya yang masih tinggi. Hambatan dari factor sosial-

budaya antara lain:

a; Stratifikasi dan status sosial

Stratifikasi dan status sosial yaitu tingkat pendidikan,

usia, pekerjaan, keturunan dan ekonomi masyarakat

Indonesia yang multikompleks. Harus diakui bahwa persoalan

ketersediaan aksess pendidikan di Indonesia masih terbilang rendah. Kini,

pendidikan yang berkualitas sering diasumsikan dengan pendidikan yang

mahal. Hal ini juga menjadi sangat mencolok ketika kebijakan pendidikan

nasional tidak bisa mengantisipasi dampak terburuk dari kapitalisasi

pendidikan.3

Pekerjaan merupakan aplikasi dari mandat eksistensial manusia.

Jaminan dalam dunia kerja juga tidak kalah pentingnya. Maka, segala

bentuk diskriminasi untuk memperoleh upah secara tegas dinyatakan

sebagai bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.

b; Hukum adat atau budaya lokal yang kadang

bertentangan dengan HAM

Hukum adat yang berlaku di masyarakat harus

dihormati sejauh hukum adat tersebut tidak melanggar

hak-hak asasi manusia. Namun, pada kenyataannya masih

terdapat hukum adat yang bertentangan dengan hak asasi

manusia seperti hukum adat di Amole Papua yang

3 Eko Prasetyo, Orang Miskin Dilarang Sekolah, Yogyakarta: Resist Book, 2004.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 6

Page 7: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

mewajibkan pengantin perempuan ketika malam pertama

harus berhubungan dengan saudara pengantin pria

terlebih dahulu atau adat belis di Sumbawa yaitu seorang

pria yang akan menikah harus memberikan sejumlah

binatang kerbau atau kuda kepada keluarga mempelai

perempuan, semakin banyak binatang yang diberikan

kepada keluarga perempuan maka suami dapat bebas

memukul istri.

Hukum adat sendiri, antara lain sebagai berikut :

1 Hukum yang dibuat dengan sengaja;

2 Hukum yang memperlihatkan aspek kerohanian yang kuat, dan

3 Hukum yang berhubungan erat dengan dasar-dasar dan susunan

masyarakat setempat mempunyai sifat-sifat elastik di dalamm

menghadapi kemajuan.

c; Masih adanya konflik horizontal dikalangan masyarakat

Konflik sosial secar terbuka telah terjadi hanya

lantaran perbatasan provinsi, desa, dll. konflik-konflik

komunal ini tentu saja serta merta berakibat kepada kondisi

HAM. Salah satu akibat langsung dari konflik-konflik komunal

tersebut adalah kekerasan yang menyeruak dan

mengorbankan nyawa manusia, terutama kalangan rentan

seperti perempuan, anak-anak dan orang tua. 4

6; Faktor Komunikasi dan Informasi

a; Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai,

hutan,dan gunung yang membatasi komunikasi antar

daerah

4 Hamid Awaludin, HAM Politik, Hukum, & Kemunafikan Internasional, Jakarta: Kompas, Hlm 254.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 7

Page 8: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

b; Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang

belum terbangun secara baik yang mencakup seluruh

wilayah Indonesia

c; Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang

masihsangat terbatas baik sumber daya manusianya

maupun perangkat yang diperlukan.

7; Faktor Peraturan Perundang-undangan

Sejak era reformasi, telah dibentuk peraturan

perundang-undangan tentang HAM, diantaranya adalah

Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang

Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 9

tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di

Muka Umum.

Kelahiran peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia

pada masa reformasi merupakan komitmen dan politik hukum pemerintah

dalam proses penegakan HAM di Indonesia, namun keberadaan undang-

undang ini sebagai payung hukum penegakan HAM di Indonesia ternyata

masih menyisakan sisi-sisi problematik hukum terutama dari sudut substansi,

antara lain :

a; Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia

1; Pasal 1

Pasal 1 tentang pengertian Pelanggaran HAM dinyatakan bahwa

setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara

baik disengaja atau tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan

hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi

manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh undang-

undang ini, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan

mekanisme hukum yang berlaku.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 8

Page 9: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Pengertian pelanggaran HAM dalam pasal ini cakupannya terlalu

luas dan cenderung melebar, sehingga dalam proses hukum di lapangan

akan mengalami kesulitan, apalagi tidak disertai dengan penjelasan yang

cukup. Biasanya pasal yang memiliki cakupan luas harus disertai dengan

penjelasan, sehingga interpretasi hukumnya tidak jamak.

2; Keberadaan Komnas HAM yang diatur dalam Pasal 75 sampai dengan

Pasal 99

Permasalahan yang muncul antara lain :

Pertama, Proses rekruitmen anggota Komnas HAM oleh DPR

sebagai lembaga politik dapat menimbulkan bias politik, karena anggota

legislatif yang merupakan anggota partai politik dipastikan memiliki

“kepentingan” dalam memilih anggota Komnas HAM. Dengan kondisi

seperti ini, “tawar menawar politik” sulit dihindari.

Kedua, Dalam hal jumlah anggota Komnas HAM relatif terlalu

banyak (35 orang) bahkan merupakan satu-satunya lembaga HAM yang

punya anggota paling banyak di dunia. Di negara seperti India, jumlah

anggotanya sebanyak 6 (enam) orang saja, di Philipina sebayak 5 (lima)

orang. Jumlah anggota sebanyak itu akan mempersulit Komnas HAM

dalam mengambil sikap politiknya apalagi untuk menyamakan persepsi

dan visi tentang HAM.

Ketiga, Setting kewenangan dan tugas Komnas HAM di negara

kita lebih banyak berfungsi pada persoalan lapangan, sehingga praktis

persoalan pada level kebijakan sama sekali tidak tersentuh.

Keempat, Persoalan independensi anggota Komnas HAM terkait

dengan mekanisme pemilihan melalui pintu legislatif (DPR) dan

diresmikan oleh Eksekutif (Presiden).

Dalam posisi seperti ini, banyak kalangan yang pesimis terhadap

sifat independensi anggota Komnas HAM, jika sebuah kasus pelanggaran

HAM yang ditangani bersinggungan langsung dengan kepentingan

penguasa.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 9

Page 10: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

3; Dalam UU No.39 tahun 1999 setidaknya terdapat 57 pasal yaitu Pasal

9 hingga Pasal 66 yang memuat berbagai jenis HAM yang wajib

dihormati dan dilindungi oleh pemerintah.

Menurut ketentuan Pasal 1 bahwa pelanggaran HAM adalah setiap

perbuatan yang melawan hukum dengan mengurangi, menghalangi,

membatasi, mencabut hak asasi manusia yang diatur dalam UU ini dan

tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh

penyelesaian hukum yang adil dan benar, maka termasuk kategori sebagai

pelanggaran HAM, tetapi menurut ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2000

dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dinyatakan bahwa Pengadilan HAM hanya

mengadili pelanggaran HAM berat saja, sementara pelanggaran HAM

yang lain diserahkan kepada peradilan umum. Jika kita melihat rumusan

pasal di atas, maka nampak bahwa dari sisi ini sesungguhnya kelihatan

inkonsistensi negara kita dalam mengapresiasi materi yang terdapat dalam

undang-undang HAM yang ada. Mestinya kewenangan Pengadilan HAM

di perluas sesuai dengan tuntutan materi UU HAM itu sendiri.

b; Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan

Hak Asasi Manusia

1; Dianutnya asas Retroaktif

Ketentuan pasal 43 ayat 1 UU nomor 26 tahun 2000

menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang

berat yang terjadi sebelum diundangkannya undang-

undang ini, diperiksa dan diutus oleh Pengadilan HAM ad

hoc yang dibentuk dengan Keputusan Presiden

berdasarkan usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ini berarti UUD Pengadilan HAM berlaku bagi

pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum

diundangkannya undang-undang tersebut, dalam arti

adanya ketentuan berlaku surut atau menganut asas

Retroaktif dan pengawasannya diawasi secara ketat oleh

rakyat.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 10

Page 11: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Dalam hal pembentukan Pengadilan Hak Asasi

Manusia Ad Hoc harus berdasarkan usul dari DPR,

Undang-Undang ini tidak menerangkan lebih lanjut

mengenai prosedur yang harus ditempuh hingga akhirnya

DPR mengusulkan kepada Presiden bahwa “situasi

tertentu” merupakan pelanggaran berat hak asasi

manusia. Hal ini seringkali disalahtafsirkan bahwa DPR-lah

yang berwenang untuk menentukan bahwa suatu

peristiwa merupakan pelanggaran berat hak asasi

manusia atau bukan, padahal sebagai lembaga politik

DPR tidak memiliki kewenangan sebagai penyelidik yang

merupakan tindakan yudisial dan merupakan

kewenangan Komnas HAM seperti yang diatur dalam

Undang-Undang.5

Romli Atmasasmita mengatakan pemberlakuan asas

Retroaktif dalam pelanggaran HAM berat masih dilematis

karena beberapa sebab, yaitu:

a; Pelanggaran HAM merupakan peristiwa baru dalam

sejarah bangsa Indonesia.

b; Pelanggaran HAM yang berat tidak identik dengan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

pidana yang berlaku dan untuk itu pelarangan analogi

masih tetap berlaku.

c; Pemberlakuan surut undang-undang Pengadilan HAM

dengan muatan materi mengenai ketentuan pidana di

satu sisi melanggar asas hukum tidak berlaku surut,

tetapi di sisi lain jika asas hukum tidak berlaku surut

diabaikan berarti KUHP diberlakukan terhadap

pelanggaran HAM berat. Hal ini berarti pelanggaran

HAM berat dianggap sama dengan kejahatan biasa.

d; Pemberlakukan asas Retroaktif memerlukan justifikasi-

justifikasi yang sangat kuat baik dari sisi pertimbangan

filosofis, yuridis, atau sosiologis.

5 Rhona K.M. Smith,dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Jakarta: PUSHAM UII, 2008, Hlm 308.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 11

Page 12: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Dalam hukum pidana asas Retroaktif menimbulkan

suatu kontroversi karena eksistensinya jelas bertentangan

dengan asas Legalitas. Secara prinsip sebagai konsekuensi

diakuinya asas Legalitas, aturan hukum pidana tidak boleh

diberlakukan secara surut. Pasal 1 ayat 1 KUHP secara

eksplisit menegaskan bahwa asas Legalitas merupakan

sendi utama hukum pidana sehingga asas Retroaktif tidak

mendapatkan tempat sama sekali.6

Penolakan penerapan asas retroaktif dalam hukum pidana juga

didasarkan pada alasan bahwa asas reroaktif sesungguhnya bertentangan

dengan keadilan dan membuka potensi kesewenang-wenangan dari

penguasa. Tanpa berpikir terlalu jauh, setiap orang tentu akan dapat

bertanya, apakah bisa dikatakan adil jika seseorang melakukan perbuatan

yang pada saat perbuatan itu dilakukan masih dianggap legal atau tidak

melanggar hukum, tapi kemudian diadili sebagai perbuatan yang

melanggar hukum dan dijatuhi hukuman berdasarkan peraturan yang

keluar setelah perbuatan tersebut dilakukan.

Penerapan asas retroaktif dianggap sama sekali tidak menyediakan

kemungkinan bagi orang untuk mengetahui apa yang harus ia lakukan atau

apa yang tidak boleh dilakukan. Dengan penerapan asas retroaktif orang

juga bisa dikenai konsekuensi hukum atau sanki yang tidak pernah ia

prediksikan sebelumnya pada saat itu melanggar sebuah peraturan. Inilah

mengapa penerapan asas retroaktif yang sifatnya merugikan tersangka atau

terdakwa bertentangan dengan keadilan.

Persoalan ketakutan akan potensi kesewenang-wenangan penguasa

pada hakikatnya adalah akar dari semua persoalan yang dihadapi oleh

penerapan asas retroaktif. Hal ini tampak jelas bila merujuk kepada fakta

sejarah, yang telah menunjukan beberapa praktik kesewenang-wenangan

penguasa dengan menggunakan penerapan asas tertoaktif. Kesewenang-

6 Mahrus Ali dan Syarif Nurhidayat, Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat In Court System & Out Court System, Jakarta: Gramata Publishing, hlm 63.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 12

Page 13: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

wenangan inilah yang kemudian melahirkan empat persoalan yang telah

diuraikan diatas yaitu mencerminkan asa lex talionis, pelanggaran hak

asasi manusia, ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

Itulah alasan-alasan yang dikemukakan oleh mereka yang menolak

penerapan asas retroaktif dalam hukum pidana. Namun kalau pun asas ini

mau diterapkan dalam hukum pidana, penerapannya haruslah memenuhi

kriteria yang rigid dan limitative antara lain :

a; Adanya korelasi antara Hukum Tata Negara Darurat dengan hukum

pidana

Asas retroaktif hanya dapat diberlakukan apabila Negara dalam

keadaan darurat dengan prinsip-prinsip hukum darurat, karenanya

sifat menempatan asas ini hanya bersifat temporer dan dalam

wilayah hukum yang sangat limitative, dengan diberikan suatu

kriteria yang jelas masa berlakunya dan sifat menanganan kasusnya

berdasarkan case by case.

b; Asas retroaktif tidak diperkenankan bertentangan dengan pasal 1

ayat 2 KUHP yang imperative sifatnya, artinya sifat darurat

keberlakuan asas retroaktif yang dibenarkan perundang-undangan

dengan alasan eksepsionalitas ini tidak berada dalam keadaan yang

merugikan seorang tersangka/terdakwa.

c; Substansi dari aturan yang bersifat retroaktif harus tetap

memperhatikan asas lex certa, yaitu penempatan substansial suatu

aturan secara tegas dan tidak menimbulkan multi-interpretatif,

sehingga tidak dijadikan sebagai sarana penguasa melakukan suatu

perbuatan yang dikatagorikan abuse of power.

2; Tidak mengenal daluarsa

Ketentuan mengenai daluarsa diatur dalam pasal 84 KUHP yang

berbunyi Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluarsa :

a; Tenggang daluarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun,

mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan

lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya

lamanya sama dengan daluarsa bagi penuntutan pidana, ditambah

sepertiga;

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 13

Page 14: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

b; bagaimana pun juga tenggang daluarsa tidak boleh kurang dari

lamanya pidana yang dijatuhkan;

c; wewenang menjalankan pidana mati tidak mungkin daluarsa.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pelaksanaan pidana menjadi gugur

karena daluarsa jika pidana yang dijatuhkan kepada terpidana bukan

pidana mati. Bagi terpidana yang dijatuhi pidana mati, aturan mengenai

daluarsa sebagai alasan yang menggugurkan pelaksanaan pidana tidak

dapat diberlakukan kepada terpidana.

Lalu, bagaimana kalau terpidana dijatuhi pidana seumur hidup,

KUHP ternyata tidak mengaturnya. Karena yang secara eksplisit

disebutkan sebagai alasan yang tidak menggugurkan pelaksanaan pidana

karena daluarsa adalah pidana mati, sedangkan pidana seumur hidup tidak

dijelaskan. Dengan demikian, ketentuan mengenai daluarsa dalam KUHP

sebagai alasan yang menggugurkan pelaksanaan pidana memiliki

kelemahan terutama dalam kaitannya dengan pidana seumur hidup yang

dijatuhkan kepada terpidana.

Dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia yang berat, ketentuan dan justifikasi teoritis mengenai daluarsa

dalam KUHP tidak berlaku atau disampingi. Ketentuan pasal 46 undang-

undang tersebut secara eksplisit menyatakan, bahwa untuk pelanggaran

hak asasi manusia yang berat tidak berlaku ketentuan mengenai daluarsa.

Ini artinya, kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang

terjadi pada tahun 1950-an sekalipun akan diproses, diperiksa dan diadili

berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut.

Namun, perlu juga kiranya dipikirkan hambatan yang

memungkinkan muncul jika pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi

pada rentang waktu yang cukup lama terutama jika dilihat dari proses

pengumpulan alat-alat buki. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dipikirkan

juga aturan mengenai ketentuan daluarsa dengan menyebutkan waktunya

secara spesifik dan lebih lama dibandingkan dengan daluarsa dalam

KUHP. Hal ini dirasakan penting karena proses penegakan hukum atas

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 14

Page 15: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang mengatasnamakan hak

asasi manusia pelakuka harus tetap menghormati dan melindungi hak asasi

pelaku. Perlakukan dan perlindungan hukum dalam konteks daluarsa ini

harus dilakukan secara seimbang antara pelaku dan korban.

3; Komnas HAM sebagai penyelidik

Dari kewenangan-kewenangan yang dimiliki Komnas

HAM selaku penyidik, yaitu memanggil pihak pengadu,

korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan

didengar keterangannya mengandung persoalan.

Meskipun Komnas HAM diberikan kewenangan sub poena

berupa memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak

yang diadukan untuk diminta dan didengar

keterangannya, kewenangan tersebut tidak diikuti oleh

saksi hukum bagi pihak-pihak pengadu, korban, atau pihak

yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya

jika tidak hadir atau tidak mengindahkan panggilan resmi

Komnas HAM. Kewenangan sub poena Komnas HAM

tersebut tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai

dengan tersedianya sanksi hukum bagi pihak-pihak yang

menolak atau tidak hadir memenuhi panggilan Komnas

HAM.

4; Perlindungan terhadap saksi dan korban dalam

pelanggaran HAM berat

Perlunya perlindungan terhadap saksi dan korban

dalam pelanggaran HAM yang berat karena kerentanan-

kerentanan yang dihadapi baik sebelum proses peradilan

maupun saat bahkan setelah peradilan dilaksanakan. Tidak

jarang saksi dan korban mendapat terror dari pelaku atau

orang lain suruhan pelaku sehingga saksi dan korban

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 15

Page 16: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

“terpaksa” enggan untuk hadir dan memberikan kesaksian

di persidangan pengadilan.7

Contohnya, pada kasus Teungku Bantaqiah di Aceh

yang menjadi korban kekerasan dari oknum aparat

keamanan pada saat pemberlakuan Daerah Operasi Militer

(DOM), keluarga korban meminta kepada pengadilan untuk

tidak melanjutkan persidangan karena saksi (korban)

sering menerima ancaman teror setiap akan memberikan

keterangan di pengadilan. Bahkan pada hari ketiga

persidangan terjadi pelemparan granat oleh orang yang

tidak dikenal sehingga mencederai 17 orang.

Hak-hak korban pelanggran HAM berat tidak pernah

disinggung kecuali hanya dinyatakan dalam undang-

undang dan peraturan pemerintah. Perlindungan terhadap

saksi dan korban akan memebrikan efek yang besar

terhadap proses peradilan pelanggaran HAM. Dampak yang

paling nyata adalah adanaya jaminan bagi saksi untuk

memebrikan keteranagan tanpa adanya tekanan,

ancaman, gangguan, intimidasi dan segala bentuk lainnya.

Selain adanya hambatan, ada pula kelemahan pokok dalam penegakan

HAM di Indonesia yang menyebabkan penegakan HAM masih bersifat relatif,

didorong oleh unjuk rasa, demonstratif, pertentangan kelompok, dibawah tekanan

negara maju dan didanai oleh beberapa lembaga internasional, belum build-in di

dalam strategi nasional dan belum mewartai Pembangunan Nasional. Kelemahan

pokok tersebut yaitu:8

1; Masih kurang pemahaman tentang HAM

Banyak orang menagkap pemahaman HAM dan segi pemikiran formal

belaka. HAM hanya dilihat sebagaimana yang tertulis dalam “Declaration of

Human Rights” atau apa yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 39 tahun

1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia. Namun, hakikat pemahaman HAM

harus dilihat sebagai suatu konsep yang bersifat multidimensi. Sebab dalam

7 Ibid, Hlm 111.8 Abdul Rozak,dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Prenada Media, hlm. 186.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 16

Page 17: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

pemahaman HAM tertanam di dalamnya konsep dasar “politik, hukum,

sosiologi, filosifi, ekonomi dan realitas masyarakat masa kini, agenda

internasional, yurispudensi analitis, yurispudensi normatif, etika dan estetika”.

Jika makna seperti ini dapat ditangkap melalui suatu proses pembelajaran,

pemahaman, penghayatan dan akhirnya diyakini, barulah kita dapat menuju

kepada suatu proses untuk menjadikan HAM ini sebagai bagian dari kebijakan

nasional. Bagian dari kebijakan nasional, program nasional dan konsistensi.

Tetapi, jangan lupa bahwa HAM yang formal ini adalah barang impor.

2; Masih kurang pengalaman

Didasari atau tidak kita harus akui bahwa HAM sebagai suatu konsep

formal masih terasa baru di masyarakat kita. Kondisi ini mendorong kita harus

membina kerjasama dengan beberapa negara dalam mencari gagasan,

menciptakan kondisi yang kondusif, dan memberikan proteksi perlindungan

HAM, persepsi dan pemahaman bersama seperti ini perlu didorong dan

ditegakkan. Namun, kita harus hati-hati, khususnya dalam menjalin kerjasama,

forum konsultasi, dan berbagai kepentingan tertentu yang sering tidak terasa

bahwa tujuan yang hendak dicapai menjadi melenceng jauh dari tujuan yang

semula diharapkan.

3; Kemiskinan

Kemiskinan adalah sumber kebodohan, oleh sebab itu harus diperangi

dan diberantas. Tema memberantas kemiskinan telah banyak dipersoalkan di

forum-forum nasional, regional dan internasional, tetapi hingga saat ini belum

ada solusinya. Bahkan, ide memberantas kemiskinan hanya mampu

memobilisasi masyarakat miskin tanpa menambah sepeser pun uang ke

kantong-kantong orang miskin. Dari segi HAM seolah-olah konvensi hak-hak

sosial dan ekonomi yang belum diratifikasi oleh Indonesia perlu diwujudkan.

4; Keterbelakangan

Keterbelakangan ini adalah sesuatu penyakit yang kultural dan

struktural. Kultural karena sering sekelompok orang yang terikat dalam satu

budaya yang sama memiliki adat istiadat yang sama dan arah berpikir yang

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 17

Page 18: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

sama pula. Untuk mengatasi diperlukan proses pendidikan dan kebiasaan

menggunakan logika berpikir.

5; Pemahaman HAM masih terbatas dalam pemahaman gerakan

Untuk membangun HAM dalam masyarakat untuk menjaga kerukunan

berbangsa dan bernegara diperlukan :

a; Adanya personil pemerintahan yang berkualitas,

b; Aparat pemerintah yang bermodal dan bertanggungjawab,

c; Terbangunnya publik opini yang sehat atau tersedia sumber informasi

yang jelas,

d; Terbangunnya suatu kelompok pers yang berani dan bebas dalam koridor

menjaga keutuhan bangsa dan negara,

e; Adanya sanksi terhadap aparat yang melanggar HAM,

f; Tersedianya “bantuan hukum” (legal-aid) dimana-mana,

g; Terbentuknya jaringan aparat pemerintahan yang bersih, berwibawa

sehingga bersinergi. Setiap pemikiran, konsep atau rencana yang

ditawarkan.

2.3 Meminimalisir Hambatan Penegakan HAM di Indonesia

1; Pendidikan

Sistem pendidikan telah di buka oleh pemerintah (Negara) untuk

dilengkapi dengan muatan HAM. Kurikulum-kurikulum pendidikan kita di

berbagai jenjang, terutama di univeristas atau perguruan tinggi, sangat

akomodatiif dengan muatan HAM. Khusus di Indonesia dengan mudah kita

melihat betapa kurikulum pendidikan di berbagai perguruan tinggi, telah

memberi tempat yang begitu luas dan leluasa bagi muatan HAM.

Hingga pertengahan tahun 1980-an, pelajaran tentang HAM di

perguruan tinggi, hanya dicantolkan dalam mata kualiah ilmu Negara di

fakultas hukum. Sementara FISIP, HAM dicantolkan dalam mata kualiah ilmu

politik.

Kini HAM, sudah menjadi subyek tersendiri dan diajarkan dengan

berbagai pendekatan. Malah sejumlah perguruan tinggi kita sekarang telah

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 18

Page 19: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

membuka jurusan khusus untuk HAM pada level S-2 dan S-3. Ini adalah

seuah gerakan dahsyat yang menggelindingkan pemahaman tentang nilai-nilai

HAM.

Dengan sistem pendidikan yang amat terbuka ini, di tambah dengan

bangkitnya kelas menengah baru yang terdidik, maka gerakan masyarakat luas

untuk menegakan HAM, memang membuat Negara tidak memiliki

kesempataan berkelit.

Lulusan perguruan tinggi yang mempelajari HAM secara mendalam

ini, telah menebarkan virus gerakan penegakan HAM. Mereka berada dan

tersebar di mana-mana yang membuat sebuah loncatan vertikal dalam

masyarakat kita mengenai perlindungan dan penegakan HAM. Merekalah

yang memutar dynamo pergerakan mesin HAM. Mereka bagai bola salju yang

menggelinding tanpa batas dihentikan. Dan tiap putaran selalu menarik salju-

salju yang lainnya untuk ikut dalam pusaran, hingga menjadi gerakan dahsyat.

Bagi alumni perguruan tinggi yang mendalami HAM dan bergerak di

LSM, telah menambah dahsyat tekanan masyarakat sipil mengenai

perlindungan dan penegakan HAM. Bagi mereka yang bekerja di birokrasi

pemerintah, telah menjadi agen perubahan dari dalam birokrasi mengenai

perlindungan dan penegakan HAM. Sementara yang bergerak di sektor

swasta, aktif memasukan elemen-elemen HAM dalam setiap perencanaan

organisasi mereka. maka persepsi masa lalu yang dimiliki swasta bahwa HAM

adalah urusan politik semata, kini mulai ditinggalkan.

Anak-anak muda yang mendalami HAM secara mendalam di

perguruan tinggi tersebut, adalah anak-anak muda yang penuh idealism karena

dalam tataran praktis, hingga kini HAM belum menjadi sebuah subyek yang

dengan mudah memberikan kenikmatan duniawi.

Namun dalam kondisi serang ini akan berubah drastic untuk kedepan.

Dengan gerakan HAM yang menggelinding dahsyat, masalah pengetahuan

HAM tidak akan berbeda jauh dengan pengetahuan lainnya dalam hal

penghargaan dan penerimaan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 19

Page 20: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

mengenai HAM, sama saja dengan pengetahuan dan keterampilan di bidang

lainnya.

2; Peyempurnaan Peraturan perundang-undangan

Cukup banyak pasal dari UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

HAM yang perlu disempurnakan. Namun ketentuan yang krusial untuk

disempurnakan, bila perlu di hapus adalah prinsip yang bersifat retroaktif dan

kadaluarsa serta diperlukan Hukum Acara tersendiri yakni Hukum Acara

Pengadilan HAM.

Penyempurnaan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,

harus segera dilaksanakan. Sebab ketentuan yang sangat bermasalah inilah

yang merupakan penghambat dibentuknya pengadilan HAM atas dugaan

pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

3; Pembinaan dan Peningkatan Kualitas SDM Aparat Terkait

Guna menghindari jatuhnya korban pelanggaran HAM yang lebih

banyak di saat terjadinya keadaan darurat, dan untuk menciptakan kondisi

yang kondusif bagi penghormatan, penegakan dan penyebarluasan HAM

sebagaimana sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang

HAM, dengan lampiran Naskah Piagam Hak Asasi Manusia, pemerintah,

DPR, TNI/Polri, Komnas HAM, kejaksaan harus secara serius melaksanakan

isi Ketetapan MPR tersebut.9

Di sini Komnas HAM sangat berperan dalam mensosialisasikan HAM

kepada aparat penyelenggara Negara seperti Polri, Jaksa, Hakim, Pengacara,

masyarakat lewat penyuluhan baik formal maupun nonformal.

Dengan telah ditingkatkannya dasar hukum pembentukan Komnas

HAM dari keputusan presiden menjadi undang-undang, diharapkan Komnas

HAM dapat menjalankan fungsinya dengan lebih optimal untuk mencapai

tujuannya sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang. Dengan undang-

undang tersebut, Komnas HAM juga mempunyai subpoena power untuk

9 Binsar Gultom, Pelanggaran HAM, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm 289.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 20

Page 21: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

menyelesaikan pelanggaran HAM. Artinya Komnas HAM harus tegas dan

konsekuen memanggil saksi dugaan pelanggaran HAM. Jika Saksi tersebut

tidak bersedia hadir memberikan keterangan, Komnas HAM harus

menggunakan ‘upaya paksa’ dari Ketua Pengadilan sesuai pasal 95 UU No.39

Tahun 1999 tentang HAM.

Wewenang Komnas HAM menjadi bertambah dengan disahkannya

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Berdasarkan Undang-undang ini, Komnas HAM diberikan mandate sebagai

satu-satunya institusi yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat untuk diteruskan dan

dikembangkan oleh jaksa agung.

Komnas HAM sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka (7)

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah lembaga “mandiri”, yang

kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi

melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi

mengenai HAM.

Tujuan Komnas HAM, sebagaimana disebutkan di atas, adalah

mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan

Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan meningkatkan

perlindungan serta penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia

Indonesia seutuhnya dan mampu berpartisipasi dalam berbagai bidang

kehidupan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi

pengkajian dan penelitian, penyuluhan dan pemantauan, serta mediasi tentang

HAM sesuai Pasal 76 UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM.

Minimnya pemahaman tentang HAM oleh masyarakat maupun aparat

penegak hukum menjadi kendala yang serius sehingga sering terjadi

pelanggaran HAM dalam keadaan hukum darurat harus diatasi oleh

pemerintah.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 21

Page 22: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Cara mengatasinya adalah pemerintah harus berhati-hati dalam

menentukan sesuatu keadaan darurat di suatu wilayah terkait dengan bidang

hukum tata Negara darurat sehingga pemberlakukan status keadaan darurat,

hal itu selalu memenuhi legalitas hukum yang jelas. Pemerintah sering ragu-

ragu untuk menggunakan hak prerogratifnya untuk menerapkan status

keadaan darurat. Entah karena pemerintah takut dituding oleh masyarakat

telah berbuat otoriter atau karena ketidakmampuan dan ketidakberanian untuk

bertindak, atau karena tidak memiliki skill yang memadai untuk itu, atau

karena mempunyai alasan politik tertentu.

Agar penetapan status hukum keadaan darurat di suatu daerah berjalan

efektif, berbagai kebijakan dan tindakan yang harus diambil pemerintah

adalah10 :

a; Pemerintah harus konsekuen terhadap pelaksanaan UU No.39 Tahun

1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan

HAM, sebab hanya kedua peraturan inilah yang dapat menyelesaikan

kasusu pelanggaran HAM di Indonesia.

b; Meningkatkan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan keadaan

hukum darurat yang ditetapkan oleh Presiden sehingga berbagai instruksi

dan prosedur tetap dalam pelaksanaan tugas TNI/Polri tidak akan

merusak sendi-sendi hak asasi manusia.

c; Pemerintah tidak boleh sembarangan menetapkan status hukum keadaan

darurat. Penerapannya harus melalui prosedur hukum yang benar dan

sebisa mungin tidak secara mendadak, dan harus dideklarasikan terhadap

publik, agar terciptanya control pengawasan dari publik.

d; Aparat terkait seperti TNI/Polri, Komnas HAM, Kejaksaan, Hakim perlu

mendapatkan pendidikan formal maupun nonformal khususnya

pengetahuan di bidang Hak Asasi Manusia dan Hukum Tata Negara

Darurat dari Komnas HAM atau pakar/ahli yang membidangi hukum tata

Negara darurat guna menjadi professional ketika melaksanakan tugas di

lapangan.

10 Ibid, hlm. 290

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 22

Page 23: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia masih kurang optimal. Hal

tersebut dikarenakan masih adanya hambatan-hambatan yang menjadikan

tegaknya HAM secara menyeluruh. Hambatan yang paling komplek terdapat

dalam peraturan perundang-undangannya. Seperti dalam UU No. 26 Tahun 2000

tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dari penjabaran setiap pasalnya, akan

timbul Asas Retroaktif, tidak adanya batas daluarsa pengajuan pelanggaran HAM,

peraturan tentang Komnas HAM yang belum jelas dan adanya perlindungan saksi

serta korban yang kurang diperhatikan lebih lanjut.

Untuk itu perlu adanya tindakan yang lebih khusus untuk meminimalisir

berbagai hambatan yang lebih krusial nantinya. Cara meminimalisir hambatan

tersebut bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan tentang HAM kepada

masyarakat, menyempurnakan peraturan perundang-undangan dan melakukan

pembinaan pada aparatur penegakan Hak Asasi Manusia.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 23

Page 24: Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak,dkk. 2010. Pendidikan Kewarganegaraa. Jakarta: Prenada Media.

Atik Hartati dan Sarwono. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Pusat

Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.

Binsar Gultom. 2012. Pelanggaran HAM. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dwi Cahyati AW dan Warsito Adnan. 2011. Pelajaran Kewarganegaraan 1. Jakarta

: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.

Eko Prasetyo. 2004. Orang Miskin Dilarang Sekolah. Yogyakarta : Resist Book.

Hamid Awaludin. HAM Politik, Hukum, & Kemunafikan Internasional. Jakarta :

Kompas.

Mahrus Ali. Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat. Jakarta : Gramata Publishing.

Rhona K.M. Smith,dkk. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Jakarta: PUSHAM

UII.

Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 24