25
GEOLOGI REGIONAL KOTA SEMARANG 2.1 Keadaan Umum Wilayah Semarang Secara geografis, wilayah Kotamadya Semarang, Propinsi Jawa Tengah terletak pada koordinat 110º16’20’’ - 110 º 30’29’’ Bujur Timur dan 6 º 55’34’’ - 7º 07’04’’ Lintang Selatan dengan luas daerah sekitar 391,2 Km2. Wilayah Kotamadya Semarang sebagaimana daerah lainnya di Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan yang silih berganti sepanjang tahun. Besar rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Semarang utara adalah 2000 - 2500 mm/tahun dan Semarang bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar antara 58 - 338 mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 - 131 mm/bulan. Temperatur udara berkisar antara 240 C sampai dengan 330 C dengan kelembaban udara rata – rata bervariasi antara 62% sampai dengan 84%. Sedangkan kecepatan angin rata – rata adalah 5,9 Km/jam. Batas batas Kota Semarang meliputi : v Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa, dengan panjang garis pantai ± 13,6 km v Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang v Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak v Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal

Geologi Regional Kota Semarang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: Geologi Regional Kota Semarang

GEOLOGI REGIONAL KOTA SEMARANG

2.1 Keadaan Umum Wilayah Semarang

Secara geografis, wilayah Kotamadya Semarang, Propinsi Jawa Tengah terletak pada koordinat

110º16’20’’ - 110 º 30’29’’ Bujur Timur dan 6 º 55’34’’ - 7º 07’04’’ Lintang Selatan dengan luas

daerah sekitar 391,2 Km2. Wilayah Kotamadya Semarang sebagaimana daerah lainnya di

Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan yang silih berganti

sepanjang tahun. Besar rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Semarang utara adalah

2000 - 2500 mm/tahun dan Semarang bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan

curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar antara 58 - 338

mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah

hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai

bulan September dengan curah hujan antara 58 - 131 mm/bulan. Temperatur udara berkisar

antara 240 C sampai dengan 330 C dengan kelembaban udara rata – rata bervariasi antara 62%

sampai dengan 84%. Sedangkan kecepatan angin rata – rata adalah 5,9 Km/jam. Batas batas

Kota Semarang meliputi :

v  Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa, dengan panjang garis pantai ± 13,6 km

v  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang

v  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak

v  Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal

Secara administrasi, Kota Semarang terdiri dari 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Letak kota

Semarang hampir berada di tengah – tengah bentangan panjang kepulauan Indonesia dari arah

Barat ke Timur.

2.2 Topografi Daerah Semarang

Kota Semarang memiliki ketinggian beragam, yaitu antara 0,75 – 348 m di atas permukaan laut,

dengan topografi terdiri atas daerah pantai/pesisir, dataran dan perbukitan dengan kemiringan

lahan berkisar antara 0% – 45%.

2.3 Morfologi Daerah Semarang

Page 2: Geologi Regional Kota Semarang

Morfologi daerah Semarang berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat

dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:

a.  Dataran rendah

                 Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai. daerah bagian barat daya

merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai

dengan kemiringan lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara antara

0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 - 275 m dpl. Luas penyebaran

sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah Semarang. Dataran rendah membentang sejajar

garis pantai Laut Jawa, dengan lebar 2,5 km – 10 km, dengan   10 m di atas permukaan air laut.

Daerah iniketinggian tempat  membentuk kawasan luapan banjir pada sisi sungai dengan

aluvial hidromorf yang berupa kerikil, pasir, lanau dan lempung.Pertemuan dengan garis pantai,

endapan aluvial membentuk delta berupa pasir, lanau dan lempung. Akibat gelombang dan

pasang surut air laut, maka endapan tersebut menyebar ke arah Timur Laut dan Barat Daya, dan

membuat garis pantai semakin maju.

b.  Daerah Bergelombang

                 Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah

sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5 -

10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 - 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2.

(17,36%) dari seluruh daerah Semarang.

c.   Daerah Dataran Tinggi

            Merupakan bagian Satuan Wilayah Sungai Kali Garang yang berhulu di Kaki Gunung

Ungaran. Anak sungai berpola meranting, dan masih terus mengikis tegak lurus kebawah kearah

hulu dengan kuat, membentuk daerah yang mempunyai derajat erosi yang tinggi dan luas.

d.  Daerah antara,

            Terletak diantara Daerah rendah dan Daerah Tinggi. Morfologi daerah antara ini,

umumnya berupa daerah perbukitan dengan kelerengan yang sedang hingga terjal.

Ø Perbukitan Berlereng Landai

                      Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai

bentuk permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 - 15 % dengan ketinggian

Page 3: Geologi Regional Kota Semarang

wilayah 25 - 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah

Semarang.

Ø Perbukitan Berlereng Agak Terjal

                      Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang

agak terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 30%, ketinggian tempat antara 25 - 445 m

dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah Semarang.

Ø Perbukitan Berlereng Terjal

                      Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang

terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 - 50%, ketinggian tempat antara 40 - 325 m dpl.

Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah Semarang.

Ø Perbukitan Berlereng Sangat Terjal

                      Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang

sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 - 70%, ketinggian tempat antara 45 - 165

m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2(0,58%) dari seluruh daerah Semarang.

Ø Perbukitan Berlereng Curam

                      Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang

curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 - 300 m dpl. Luas

penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah Semarang.

2.4 Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan di wilayah Kotamadya Semarang terdiri dari wilayah terbangun (Build Up

Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan dan jasa, kawasan industri,

transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri dari tambak, pertanian, dan kawasan

perkebunan serta konservasi.

2.5 Susunan Stratigrafi

Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang - Semarang (RE. Thaden,

dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :

1.     Aluvium

               Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai litologinya

terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau

Page 4: Geologi Regional Kota Semarang

lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3

m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.

2.     Batuan Gunung api Gajah Mungkur

               Batuannya berupa lava andesit, berwarna abu-abu kehitaman, berbutir halus,

holokristalin, komposisi terdiri dari felspar, hornblende dan augit, bersifat keras dan kompak.

Setempat memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joint).

3.     Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk)

        BatuanGunungapi Kaligesik berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus,

komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.

4.     Formasi Jongkong

               Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi

Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm,

menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan

keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur

vesikuler (berongga).

5.     Formasi Damar

               Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir

tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik,

felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna

kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung,

berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi

volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari

andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut - membundar tanggung, agak keras.

6.      Formasi Kaligetas

                 Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar,

setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir

Page 5: Geologi Regional Kota Semarang

tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt,

batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut - menyudut tanggung,

porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh.

Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus - kasar,

porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam

keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan,

halus - sedang, porositas sedang, agak keras.

7.      Formasi Kalibeng

                 Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-

abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat,

porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam

keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan

kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa

dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak.

8.      Formasi Kerek

                 Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan

batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu

lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni. Lapisan tipis

konglomerat terdapat dalam batu lempung di K. Kripik dan di dalam batupasir. Batu gamping

umumnya berlapis, kristallin dan pasiran, mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m.

2.6 Struktur Geologi

Struktur geologi yang terdapat di daerah Semarang umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar

normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat - timur sebagian agak

cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan

sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan

Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.

Geseran-geseran intensif sering terlihat pada batuan napal dan batu lempung, yang terlihat jelas

pada Formasi Kalibiuk di daerah Manyaran dan Tinjomoyo. Struktur sesar ini merupakan salah

Page 6: Geologi Regional Kota Semarang

satu penyebab daerah tersebut mempunyai jalur “lemah”, sehingga daerahnya mudah tererosi dan

terjadi gerakan tanah.

2.7 Gerakan Tanah

Dari hasil analisis kemantapan lereng diketahui bahwa tanah pelapukan batu lempung

mempunyai sudut lereng kritis paling kecil yaitu 14,85%. pelapukan napal sudut lereng kritisnya

adalah 19,5% , Pelapukan batu pasir tufaan mempunyai sudut lereng kritis 20,8% dan pelapukan

breksi sudut lereng kritisnya 23,5%. Berdasarkan analisis di atas maka daerah Kotamadya

Semarang dapat dibagi menjadi empat zona kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona Kerentanan

Gerakan Tanah sangat Rendah, Rendah, Menengah dan Tinggi.

1.     Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah

                 Daerah ini mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terjadi gerakan tanah.

Pada zona ini sangat jarang atau tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama

maupun gerakan tanah baru, terkecuali pada daerah tidak luas di sekitar tebing sungai.

Merupakan daerah datar sampai landai dengan kemiringan lereng alam kurang dari 15 % dan

lereng tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat

mengembang. Lereng umumnya dibentuk oleh endapan aluvium (Qa), batu pasir tufaan (QTd),

breksi volkanik (Qpkg), dan lava andesit (Qhg). Daerah yang termasuk zona kerentanan gerakan

tanah sangat rendah sebagian besar meliputi bagian utara Kodya Semarang, mulai dari

Mangkang, kota semarang, Gayamsari, Pedurungan, Plamongan, Gendang, Kedungwinong,

Pengkol, Kaligetas, Banyumanik, Tembalang, Kondri dan Pesantren, dengan luas sekitar 222,8

Km2 (57,15%) dari seluruh daerah Semarang.

2.     Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah

                 Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terjadi gerakan tanah.

Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami gangguan pada lereng

dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi

kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai. Kisaran kemiringan

lereng mulai dari landai (5 - 5%) sampai sangat terjal (50 - 70%). Tergantung pada kondisi sifat

fisik dan keteknikan batuan dan tanah pembentuk lereng. Pada lereng terjal umumnya dibentuk

oleh tanah pelapukan yang cukup tipis dan vegetasi penutup baik cukup tipis dan vegetasi

Page 7: Geologi Regional Kota Semarang

penutup baik, umumnya berupa hutan atau perkebunan. Lereng pada umumnya dibentuk oleh

breksi volkanik (Qpkg), batu pasir tufaan (QTd), breksi andesit (Qpj) dan lava (Qhg). Daerah

yang termasuk zona ini antara lain Jludang, Salamkerep, Wonosari, Ngaliyan, Karangjangkang,

Candisari, Ketileng, Dadapan, G. Gajahmungkur, Mangunsari, Prebalan, Ngrambe, dan Mijen

dengan luas penyebaran 77,00 km2 (19,88%) dari luas daerah Semarang.

3.     Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah

                 Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terjadi gerakan tanah.

Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah

sungai, gawir tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif

kembali akibat curah hujan yang tinggi. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5 - 15%)

sampai sangat terjal (50 - 70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan

tanah sebagai material pembentuk lereng. Umumnya lereng mempunyai vegetasi penutup

kurang. Lereng pada umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmk), perselingan batu lempung dan

napal (Tmkl), batu pasir tufaan (QTd), breksi volkanik (Qpkg), lava (Qhg) dan lahar (Qpk).

Penyebaran zona ini meliputi daerah sekitar Tambakaji, Bringin, Duwet, Kedungbatu, G.

Makandowo, Banteng, Sambiroto, G. Tugel, Deli, Damplak, Kemalon, Sadeng, Kalialang,

Ngemplak dan Srindingan dengan luas sekitar 64,8 Km2 (16,76%) dari seluruh daerah

Semarang.

4.     Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi

                 Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada

zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru

masih aktif bergerak akibat curah hujan tinggi dan erosi yang kuat. Kisaran kemiringan lereng

mulai landai (5 - 15%) sampai curam (>70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan

batuan dan tanah. Vegetasi penutup lereng umumnya sangat kurang. Lereng pada umumnya

dibentuk oleh batuan napal (Tmkl), perselingan batu lempung dan napal (Tmk), batu pasir tufaan

(QTd) dan breksi volkanik (Qpkg). Daerah yang termasuk zona ini antara lain: Pucung,

Jokoprono, Talunkacang, Mambankerep, G. Krincing, Kuwasen, G. Bubak, Banaran, Asinan,

Tebing Kali Garang dan Kali Kripik bagian tengah dan selatan, Tegalklampis, G. Gombel,

Page 8: Geologi Regional Kota Semarang

Metaseh, Salakan dan Sidoro dengan luas penyebaran sekitar 23,6 km2(6,21%) dari seluruh

daerah Semarang. 

Page 9: Geologi Regional Kota Semarang

STUDI DAMPAK GERAKAN TANAH DAERAH GOMBEL LAMA DAN TINJOMOYO

ABSTRAK

Armandho, dkk. 2008. Studi Dampak Gerakan Tanah Daerah Gombel Lama dan Tinjomoyo.

Makalah. Program Studi teknik Geologi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. 

Di Semarang sering terjadi longsoran pada jaringan jalan, jaringan pengairan dan jaringan

permukiman. Longsoran tersebut sering mengakibatkan kematian maupun kerusakan tempat

tinggal, untuk itu diperlukan penanganan khusus dalam menghadapi bencana tanah longsor ini.

Daerah di Semarang yang sering mengalami longsoran adalah daerah Gombel lama dan

Tinjomoyo. Longsoran didaerah tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain kondisi

geologi, morfologi, litologi, iklim dan aktivitas manusia. Tercatat tahun 2002 dan 2006 terjadi

longsoran besar didaerah tersebut dan menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar.

Kondisi geologi pada daerah tersebut terletak didaerah yang memiliki kelerengan yang curam

sehingga bidang gelinciran dari tanah tersebut semakin besar. Litologi daerah tersebut terdiri dari

batulempung, batulanau dan breksi vulkanik, dimana posisi breksi vulkanik terletak diatas

batulempung sehingga membebani lempung dan akibatnya lempung akan lebih mudah untuk

tergelincir. Aktivitas manusia yang membebani daerah rawan longsor tersebut dengan

membangun rumah bahkan hotel membuat daerah tersebut semakin berbahaya.

Untuk meminimalisir terjadinya longsoran pada daerah tersebut dapat dilakukan dengan metode-

metode geologi teknik, khususnya dalam merekayasa kondisi lahan tersebut, misalnya dengan

mengendalikan air permukaan, ataupun dengan memperkuat daya ikat tanah.

Kata kunci : gerakan tanah, dampak, mitigasi, penyebab

Gerakan Tanah di Daerah gombel lama dan Tinjomoyo

Berdasarkan hasil pengamatan kami menemukan beberapa bukti bahwa pada daerah pengamatan

sering terjadi gerakan tanah, berikut adalah bukti-buktinya :

STA 1 berlokasi di Bendan Dhuwur, dekat UNIKA. Lokasi ini dibagi menjadi dua lokasi

pengamatan yaitu lokasi pengamatan 1 (LP 1), dan lokasi pengamatan 2 (LP 2). Proses denudasi

yang terjadi disini adalah degradasi yang didorong oleh transport, yaitu proses perpindahan

bahan rombakan terlarut dan tidak terlarut karena erosi dan gerakan tanah. Pada daerah

Page 10: Geologi Regional Kota Semarang

pengamatan proses yang dominant adalah adanya gerakan tanah. Gerakan tanah ini terjadi karena

adanya perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, datar atau miring dari kedudukan

semula. Hal ini terjadi karena ada gangguan kesetimbangan pada saat itu. Berikut adalah hasil

analisa dari data pengamatan saat di lokasi :

a. LP 1

Daerah ini sering mengalami amblesan, walaupun sering diperbaiki (diaspal kembali)

namun akan kembali lagi rusak. Amblesan ini terjadi karena adanya gerakan ke arah

bawah yang relatif tegak lurus, yang menyangkut material permukaan tanah atau batuan

tanpa gerakan ke arah mendatar dan tidak ada sisi yang bebas. Dapat disebabkan karena

terlampau berat beban dan daya dukung tanah kecil. Juga bisa karena pemompaan air

tanah jauh melampaui batas, sehingga pori-pori yang tadinya terisi oleh air tanah akan

mampat. 

Garis kuning putus-putus tersebut sengja ditandai oleh petugas karena daerah tersebut

sering ambles. Kemudian di sisi kanan jalan terdapat creep berupa tiang miring. Creep ini

merupakan aliran massa (tanah) batuan yang ekstrim lambat, tidak dapat dilhat, hanya

akibatnya akan tampak seperti tiang listrik, pohon bengkok. Pada LP 1 hanya ditemukan

adanya tiang miring.

b. LP 2

daerah ini dekat dengan LP 1 pada STA1. Kenampakan yang dapat kita lihat adalah

adanya jalan yang patah. Jalan di LP 2 ini sering mengalami patah atau putus yang amat

parah, sehingga bisa menyebabkan kecelakaan apabila dilewati oleh sepeda motor.

Patahan ini terjadi karena nendatan (slump) yaitu adanya pergerakan massa tanah atau

massa batuan yang gerakannya terputus-putus atau tersendat-sendat dari massa tanah atau

batuan ke arah bawah dalam jarak yang relatif pendek, melalui bidang lengkung dengan

kecepatan ekstrim lambat.

Litologi pada STA 1 ini adalah breksi, lempung, dan lanau. Tata guna lahannya untuk

warung, toko-toko, sarana transpotasi darat, perkebunan (biasanya pisang), dan

pemukiman.

Dari hasil penelitian tersebut dilakukan analisis data yang telah didapat dilapangan, yaitu

daerah pengamatan merupakan daerah yang memiliki pergerakan tanah yang cukup

dominan, ini ditandai dengan ditemukannya bukti-bukti pergerakan tanah. Creep dapat

Page 11: Geologi Regional Kota Semarang

dibuktikan dari adanya tiang listrik yang miring, hal ini semakin diperkuat oleh kondisi

jalan raya disekitar tiang listrik tersebut bergelombang, hal ini menunjukkan adanya

rayapan tanah pada daerah tersebut.

Lokasi rawan longsor cukup banyak dijumpai pada daerah tersebut, hal ini dapat dilihat

dari hasil tumpukan material lepas sedimen yang terakumulasi dibawah lereng, hal ini

menunjukkan bahwa material lepas tersebut merupakan produk dari longsoran itu sendiri.

Dari pengamatan kondisi geologi pada daerah tersebut didapatkan hasil yaitu terdapatnya

gejala adanya sesar, hal ini semakin diperkuat oleh data sekunder yang kami peroleh.

Sesar tersebut diasumsikan berarah barat-timur dan menerus kearah tenggara. Dengan

adanya struktur sesar pada daerah tersebut, bisa dipastikan bahwa daerah itu memang

sangat rawan longor. Zona sesar merupakan zona yang lemah, dimana batuan pada

bidang sesar tersebut memiliki daya ikat yang lemah, sehingga ikatan antar partikel

batuan akan sangat mudah untuk terlepas dan ketika ikatan itu terlepas maka sejumlah

material sedimen yang terlepas tadi akan tergelincir kebawah dan mengakibatkan

terjadinya longsoran.

Dari pengamatan geomorfologi daerah penelitian didapati hasil yaitu terjadinya proses

denudasi yang cukup dominan, hal ini dilihat dari adanya pelapukan batuan, longsoran,

dan rayapan. Tata guna lahan di daerah penelitian banyak digunakan sebagai permukiman

penduduk, lapangan golf, bahkan terdapat pula hotel yang didirikan diatas bukit yang

rawan longsor. Vegetasi pada daerah tersebut sudah banyak dipangkas untuk kebutuhan

permukiman penduduk, sehingga akar tanaman yang berfungsi untuk mengikat partikel

tanah dan mengontrol kandungan air dalam tanah tidak bisa menjaga tanah agar tetap

kuat. Tanah memiliki daya dukung dimana tanah akan tetap bisa bertahan dan tidak

mengalami longsoran, tetapi ketika tanah tersebut berada pada kelerengan yang cukup

curam, kondisi litologi batuan yang tidak terlalu kuat maka daya dukung tanah tersebut

akan berkurang. Inilah yang terjadi pada daerah gombel lama dan tinjomoyo, dimana

daya dukung tanah yang tidak terlalu stabil dibebani oleh bangunan-bangunan penduduk,

sehingga tanah tidak kuat menahan beban dan runtuhlah tanah tersebut sebagai longsoran.

Dari pengamatan litologi didapati hasil yaitu batuan penyusun daerah tersebut didominasi

oleh batulempung dan breksi vulkanik. Kontak antara batuan yang berbeda dansitas

tersebut mengakibatkan terjadinya longsoran jenis gelinciran (slide) ataupun jenis

Page 12: Geologi Regional Kota Semarang

robohan.(falls). Penyebaran longosran pada daerah gombel lama sejajar arah kontak

antara dua batuan tersebut, yaitu umumnya berarah baratdaya. Berdassarkan analisis

mineral lempung tersebut, didapati hasiil yaitu batulempung mengandung mineral kaolin,

kuarsa dan montmorilonit, dimana mineral-mineral tersebut merupakan minral yang

mudah mengembang (swelling). Mekanisme terjadinya longsoran dapat diasumsikan

sebagai berikut, yaitu terjadinya penjenuhan air tanah pada breksi vulkanik, hal ini

disebabkan oleh sifat batulempung yang immpermeable tidak dapat dilalui oleh air tanah,

sehingga air tanah terakumulasi pada breksi vulkanik. Breksi vulkanik yang telah jenuh

dengan air akan bertambah beratnya sehingga pembebanan terhadap batulempungpun

bertambah. Kemiringan lereng yang curam mempercepat terjadinya runtuhan breksi

vulkanik ataupun longsoran batulempung.

Dari pengamatan dilapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa iklim pasti akan mempunyai

pengaruh yang cukup besar dalam hal terjadinya longsoran, dimana pada musim penghujan

dipastikan kandungan air tanah akan bertambah dan hal tersebut dapat mempercepat terjadinya

longsoran. Aktivitas manusia seperti mendirikan bangunan diatas daerah rawan longsor juga

merupakan percepatan dari terjadinya longsoran tersebut.

Mitigasi Bencana Tanah Longsor

Dari sekian banyak penyebab terjadinya longsoran di daerah Gombel lama dan Tinjomoyo, maka

dapat dilakukan analisa dalam hal mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Mitigasi bencana

yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Relokasi Penduduk

Salah satu penyebab terjadinya longsoran adalahadanya pembebanan tanah yang

berlebihan yang diakibatkan oleh banyaknya rumah penduduk yang dibangun diatas

daerah rawan longsor, sehingga untuk mengatasi hal tersebut pemerintah harus bertindak

serius untuk merelokasi penduduk yang ada pada daerah tersebut. Merelokasi penduduk

bukan perkara mudah, dari hasil wawancara dengan penduduk setempat, mereka

mengaku bahwa mereka tidak ingin pindah karena tidak ada biaya. Agar kedua belah

pihak tidak merasa saling dirugikan maka sudah selayaknyalah pemerintah memberikan

ganti rugi yang layak untuk penduduk setempat.

Page 13: Geologi Regional Kota Semarang

Memperkuat Struktur Tanah Untuk melakukan hal tersebut ilmu geologi rekayasa sangat

dibutuhkan dalam kaitannya dengan merekayasa semaksimal mungkin untuk bisa

menjadikan struktur tanah yang lepas tadi menjadi erat kembali. Penguatan struktur tanah

dapat dilakukan dengan membangun konstruksi penahan longsor yang terdiri dari

timbunan tanah berbutir yang diberi tulangan berupa pelatpelat baja strip dan panel untuk

menahan material berbutir. Konstruksi ini umumnya ditempatkan pada bagian ujung kaki

lereng dan dipasang pada dasar yang kuat di bawah bidang gelincir.

Mengendalikan Air Permukaan

Air permukaan mempercepat terjadinya erosi permukaan sehingga batuan mudah longsor.

Ilmu geologi rekayasa juga dibutuhkan disini, dimana denga kemampuan geologi kita

dapat melakukan penyemenan pada pori-pori tanah yang porous sehingga tanah tidak

tidak mudah dimasuki air. Penanaman tumbuhan juga bisa dilakukan untuk menyerap air

permukaan yang berlebihan. Lekukan yang terdapat di sepanjang lereng juga harus

dipotong atau diisi dengan semen agar tidak terjadi genagan air disana.

Page 14: Geologi Regional Kota Semarang

Letak geografi Kota Semarang merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai

Utara, koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang

dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan

dan Barat menuju Kabupaten Kendal.

Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º, 5′ –

7º, 10′ Lintang Selatan dan 110º,0’ – 1100,35′ Bujur Timur dengan luas wilayah mencapai

37.366.838 Ha atau 373,7 Km2.

A. GEOMORFOLOGI

Menurut Nugroho dan Dwiyanto (1998), secara geomorfologi kota Semarang dn

sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan, antara lain :

1. Satuan Dataran Pantai

Satuan ini menyebar secara lateral mulai bagian timur sampai barat sepanjang pantai

dengan lebar 500m hingga 1000m. Sebagian besar digunakan sebagai areal budidaya

Page 15: Geologi Regional Kota Semarang

tambak, tanaman bakau dan jika tidak difungsikan areal ini akan berubah menjadi rawa

yang dipengaruhi oleh pasang surut. Elevasi satuan ini berkisar 0,5m – 1,5m dengan

kelerengan kurang dari 3 %.

2. Satuan Dataran Aluvial

Satuan ini memiliki penyebaran dari timur trimulya, Bangetayu, Pedurungan tengah

kemudian ke arah barat tengah kota di Mluyu Barat, Widoharjo, Karangturi, dan

Wonodri. Di bagian barat melempar dari panggung , Tambakharjo, Tugurejo, dan

Mangkang. Satuan ini memiliki elevasi 1,00m – 4,00m dengan kelerengan 3 – 4 %.

3. Satuan Dataran Limpasan Banjir

Satuan ini menyisip pada dataran pantai dan dataran aluvial yaitu sepanjang aliran sungai

di wilayah Semarang timur, Semarang utara, dan sebagian wilayah Semarang barat. Di

bagian tenggara dijumpai di sekitar kali pengkol.

4. Satuan Perbukitan Lereng Curam

Satuan ini disebut sebagai Satuan Perbukitan Vulkanik Karanganyar Gunung- karang

Kumpul dengan kelerengan 3 – 10 % dan elevasi 25- 150m di atas permukaan laut.

5. Satuan Perbukitan Bergelombang

Satuan lereng sedang ini melempar di sekitar Gunung Pasepan, Gunung Bubak, dan

Tinjomoyo dengan kelerengan 15 – 30 % serta elevasi 150 – 300m

6. Satuan Dataran Tinggi

Satuan ini disebut juga Plato dengan penyebaran di wilayah Banyumanik, Gunungpati,

dan Mijen. Kelerengan dri 15 % dengan elevasi 150 – 300m.

B. STRATIGRAFI

Stratigrafi daerah Ungaran dapat dikelompokkan menjadi beberapa formasi yang secara

umum termasuk kelompok batuan vulkanik dan batuan sedimen. Formasi yang ada yaitu :

1. Formasi Kerek ( Tmk)

Litologi batu lempung berwarna abu-abu muda – tua, gampingan sebagian bersisipan

dengan batu lanau, batupasir mengandung fosil moluska dan koloni koral. Tersingkap di

Banyumanik, sebelh timur Ungaran, Lembah terdiri dari perselingan batu lempung napal,

batu pasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batu gamping Kali Kripik, Kali Kreo,

dan Kali Garang serta di sekitar Jabungan.

Page 16: Geologi Regional Kota Semarang

2. Formasi Kerek ( Tmk)

Formasi ini Formasi Klibeng (Tmpk), Formasi ini terletak secra tidak selaras diatas

Formasi Kerek dengan litologi terdiri dari Napal pejal di bagian atas dan setempat

mengandung karbon, napal sisipan batu pasir tufan dan batugamping. Tersingkap di

sekitar lembah kali kreo, kali kripik dan kali garang serta di Tembalang, Meteseh,

Ruwosari, lembah kali pengkol bade.

3. Formasi Kligetas (Qpkg)

Formasi ini terdiri dari breksi vulkanik antara lain lava, tuvan dan batulempung.

Umumnya telah mengalami pelapukan cukup intensif menghasilkan material tanah

berwarna coklat kemerahan, tersingkap di Tembalang, Banyumanik, Grobogan,

Wonorejo. Daerah aliran sungai Prigsari.

4. Formasi Damar (Qtd)

Formasi ini terletak tidak selaras di atas Formasi Kalibeng dan terdiri dari mineral

feldspar dan mineral mafic, sebagian tufa, sebagian gampingan.Singkapan dijumpai di

Kedung Mundu, Karanganyar, dan Ngadirejo.

5. Endapan Aluvium (Qa)

Terdiri dari kerikil, pasir kerakal dan lanau dengan tebal 1 – 3 m yang merupakan

endapan sungai. Tersingkap di Lembah Kali Pengkol dan sekitarnya.

C. STRUKTUR GEOLOGI

Wilayah Ungaran dan sekitarnya merupakan daerah yang cukup komplek struktur

geologinya, terutama didominasi oleh sesar turun. Sesar geser dijumpai berarah timur laut

– barat daya yang melalui Gunung Genting hingga Rowosari. Sedangkan dua sesar turun

melengkung dijumpai relatif pararel melalui badarejo melewati Gunung Turun hingga

sebelah utara Karang Manggis di satu sisi dan sesar Kramas, Gombel hingga Jatibarang

di sisi yang lain. Sesar turun yang relatif kecil dijumpai di Kaligarang, Srondol dan

Gadjah.