55
FRASA 1. Pebgertian Frasa Banyak sering memeprmasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang membedakannya dan ada juga yang mengatakan bahwa keduanya itu sama. Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata adalah adalah satuan gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Frasa adalah satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa. Contoh: 1. gedung sekolah itu

FRASA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FRASA

FRASA

1. Pebgertian Frasa

Banyak sering memeprmasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang

membedakannya dan ada juga yang mengatakan bahwa keduanya itu sama.

Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata adalah adalah satuan

gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Frasa adalah

satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu

kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal

yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut

gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer,

1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri

atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan,

2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya

sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa

disebut frasa.

Contoh:

1. gedung sekolah itu

2. yang akan pergi

3. sedang membaca

4. sakitnya bukan main

5. besok lusa

6. di depan.

Page 2: FRASA

Jika contoh itu ditaruh dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu

jabatan saja.

1. Gedung sekolah itu(S) luas(P).

2. Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).

3. Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).

4. Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).

5. Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).

6. Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).

Jadi, walau terdiri dari dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas

fungsi. Pendapat lain mengatakan bahwa frasa adalah satuan sintaksis terkecil

yang merupakan pemadu kalimat.

Contoh:

1. Mereka (S) sering terlambat(P).

2. Mereka (S) terlambat(P).

Ket: ( _ ) frasa.

Pada kalimat pertama kata ‘mereka’ yang terdiri dari satu kata adalah

frasa. Sedangkan pada kedua kata berikutnya hanya kata ‘sering’ saja yang

termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri dari sua kata dan kata ‘sering

sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kedua katanya adalah frasa karena

hanya terdiri dari satu kata pada tiap jabatannya.

Page 3: FRASA

Dari kedua pendapat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa frasa bisa

terdiri dari satu kata atau lebih selama itu tidak melampaui batas fungsi atau

jabatannya yang berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan.

Jumlah frasa yang terdapat dalam sebuah kalimat bergantung pada jumlah fungsi

yang terdapat pada kalimat itu juga.

Sebelum mengenal lebih jauh tentang frasa, alangkah lebih baiknya jika

mengenal tentang fungsi-fungsi sintaksisi, karena fungsi-fungsi itula yang disebut

frasa. Fungsi sintaksisi ada lima, yaitu Subjek(S), Predikat(P), Objek(O),

Pelengkap(Pel), dan Keterangan(Ket). Dari kelima fungsi tersebut hanya

karakteristik dari Keterangan saja yang tidak mempunyai lawan.

1. Subjek dan Predikat.

1. Bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan

pertanyaan ‘Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat’.

Sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan

subjek. Predikat dapat ditentukan dengan pertanyaan ‘yang tersebut

dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan lain-lain’.

Contoh:

Sedang belajar(P) mereka itu(S).

Fungsi tersebut bisa dibuktikan dengan pertanyaan ‘Siapa

yang sedang belajar? Jawabannya ‘mereka itu’.

2. Berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat

bisa berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.

3. Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel –kah.

Predikat dapat diberi partikel –kal.

Page 4: FRASA

Contoh:

Merka itu(S) sedang belajar(P).

Sedang belajarkah mereka itu?

Merekakah sedang belajar? (salah)

2. Objek dan Pelengkap.

1. Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan

pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan

pengganti nomina.

2. Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif(memerlukan objek)

atau semi-transitif dan pelengkap mengikuti predikat yang berupa verba

intransitif(tidak memerlukan objek).

3. Objek dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah

menjadi subjek.

Contoh:

1. Transitif(memerlukan objek)

1. Orang itu(S) menjual(P). (Salah)

2. Orang itu(S) menjual(P) es kelapa muda(O)

2. Semi-transitif (bisa atau tidak perlu objek)

1. Orang itu(S) minum(P).

2. Orang itu(S) minum(P) es kelapa muda(O).

3. Es kelapa muda(S) diminum(P) orang itu(O).

Page 5: FRASA

3. Intransitif(tidak memerlukan objek).

1. Tidak lengkap. Orang itu(S) mandi(P).

2. Semi-lengkap.

1. Orang itu(S) berjualan(P).

2. Orang itu(S) berjualan(P) es kelapa muda(Pel).

3. Lengkap.

1. Organisasi itu(S) berlandaskan(P). (salah)

2. Organisasi itu(S) berlandaskan(P) kegotongroyongan(Pel).

3. Keterangan.

1. Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat,

objek atau pelengkap.

2. Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.

3. Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek

atau predikat dan pelengkap.

Contoh:

Dulu(Ket) orang itu(S) menjual(P) es kelapa muda(O) di jalan

surabaya(Ket).

2. Jenis Frasa

Page 6: FRASA

Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi

dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur

pusatnya.

1. Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).

Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya, frasa dibagi

menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.

1. Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat

digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu

dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain,

frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.

Contoh:

Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).

Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena

kata mahasiswa adalah unsur pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah

mahasiswa’ adalah frasa endosentris.

Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.

1. Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya

adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya

terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.

Contoh:

1. rumah pekarangan

2. suami istri dua tiga (hari)

Page 7: FRASA

3. ayah ibu

4. pembinaan dan pembangunan

5. pembangunan dan pembaharuan

6. belajar atau bekerja.

2. Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai

unsur pusat juga mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian

frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk

frasa yang bersangkutan.

Contoh:

1. pembangunan lima tahun

2. sekolah Inpres

3. buku baru

4. orang itu

5. malam ini

7. sedang belajar

8. sangat bahagia.

Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atasseperti adalah

unsur pusat, sedangkan kata-kata yang tidak dicetak miring adalah

atributnya.

Page 8: FRASA

3. Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah

unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai

aposisi bagi unsur pusat yang lain.

Contoh:

Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar.

Ahmad, …….sedang belajar.

……….anak Pak Sastro sedang belajar.

Unsur ‘Ahmad’ merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak

Sastro’ merupakan aposisi. Contoh lain:

1. Yogya, kota pelajar

2. Indonesia, tanah airku

3. Bapak SBY, Presiden RI

4. Mamad, temanku.

Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm

frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar

pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu

dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris

apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi

unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris

koordinatif

Page 9: FRASA

2. Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan

distribusi dengan unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi,

frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.

Contoh:

Sejumlah mahasiswa di teras.

2. Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.

Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi

enam.

1. Frasa nomina, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori

nomina. UP frasa nomina itu berupa:

1. nomina sebenarnya

contoh:

pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan

2. pronomina

contoh:

dia itu musuh saya

3. nama

contoh:

Dian itu manis

Page 10: FRASA

4. kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina

contoh:

dia rajin → rajin itu menguntungkan

anaknya dua ekor → dua itu sedikit

dia berlari → berlari itu menyehatkan

kata rajin pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula

dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang

awalnya adalah frasa verba.

2. Frasa Verba, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori

verba. Secara morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks

verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’

untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak

dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.

Contoh:

Dia berlari.

Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis

dapat diberi kata ‘sedang’ yang menunjukkan verba aktif.

3. Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori

ajektifa. UP-nya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak,

alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.

Contoh:

Page 11: FRASA

Rumahnya besar.

Ada pertindian kelas antara verba dan ajektifa untuk beberapa kata tertentu

yang mempunyai ciri verba sekaligus memiliki ciri ajektifa. Jika hal ini

yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah ciri

dominan.

Contoh:

menakutkan (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata ‘sedang’ atau

‘sudah’. Tetapi bisa diberi kata ‘sangat’).

4. Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori

numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan

atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata

bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.

Contoh:

dua buah

tiga ekor

lima biji

duapuluh lima orang.

5. Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan

sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa)

sebagai petanda.

Contoh:

Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras

Page 12: FRASA

ke rumah teman

dari sekolah

untuk saya

6. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung

sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda

klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu

mempunyai predikat.

Contoh:

Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)

Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.

Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, ramlan menyebut frasa

tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata

yang termasuk dalam kategori konjungsi.

 

KLAUSA

1. Pengertian Klausa

Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-

kurangnya terdiri dari subjek (S) dan predikat (P), dan mempunyai potensi untuk

menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Klausa ialah unsur kalimat,

Page 13: FRASA

karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur

inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan,

misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan

kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62.

Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan

gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap,

keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah

P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri

atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. jika tidak

memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian

seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai unsure inti

klausa adalah S dan P.

Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul

misalnya dalam kalimta jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.

Contoh :

Pertanyaan : kamu memanggil siapa?

Jawaban : teman satu kampus S dan P-nya dihilangkan.

Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat! P-nya dihilangkan.

Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan

kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah

mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan

kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai.

Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.

2. Jenis-jenis Klausa

Page 14: FRASA

Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga

dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2)

Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN),

dan (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF).

Berikut hasil klasifikasinya :

1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.

Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir

tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa

tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar

itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut

klasifikasinya :

1. Klausa Lengkap

Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir.

Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :

1. Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :

Kondisinya sudah baik.

Rumah itu sangat besar.

Mobil itu masih baru.

2. Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :

Sudah baik kondisinya.

Sangat besar rumah itu.

Masih baru mobil itu.

Page 15: FRASA

2. Klausa Tidak Lengkap

Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya

dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang

lain dihilangkan.

2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara

gramatik menegatifkan P.

Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.

Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik

menegatifkan P menghasilkan :

1. Klausa Positif

Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang

menegatifkan P. Contoh :

Ariel seorang penyanyi terkenal.

Mahasiswa itu mengerjakan tugas.

Mereka pergi ke kampus.

2. Klausa Negatif

Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan

P. Contoh :

Ariel bukan seorang penyanyi terkenal.

Mahasiswa itu belum mengerjakan tugas.

Mereka tidak pergi ke kampus.

Page 16: FRASA

Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi

secara sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya,

memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa

Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan

bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan 'Dia tidak mengambil sesuatu apapun',

maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil

pisau, melainkan sendok.

3. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.

Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat

diklasifikasikan menjadi :

1. Klausa Nomina

Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa

nomina. Contoh :

Dia seorang sukarelawan.

Mereka bukan sopir angkot.

Nenek saya penari.

2. Klausa Verba

Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa

verba. Contoh :

Dia membantu para korban banjir.

Pemuda itu menolong nenek tua.

Page 17: FRASA

3. Klausa Adjektiva

Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori

frasa adjektiva. Contoh :

Adiknya sangat gemuk.

Hotel itu sudah tua.

Gedung itu sangat tinggi.

4. Klausa Numeralia

Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori

numeralia. Contoh :

Anaknya lima ekor.

Mahasiswanya sembilan orang.

Temannya dua puluh orang.

5. Klausa Preposisiona

Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori

frasa preposisiona. Contoh :

Sepatu itu di bawah meja.

Baju saya di dalam lemari.

Orang tuanya di Jakarta.

6. Klausa Pronomia

Page 18: FRASA

Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi

ponomial. Contoh :

Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.

Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.

4. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat

Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat

dibedakan atas :

1. Klausa Bebas

Klausa bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor.

Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang

berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah

kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan

lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga

kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :

Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.

Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.

Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.

2. Klausa terikat

Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat

mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah

Page 19: FRASA

konsep yang merangkum : pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat

telegram. Contoh :

Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.

Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.

Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.

5. Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.

Oscar Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa.

Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam

kalimat.

Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :

1. Klausa Atasan

Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa

yang lain. Contoh :

Ketika paman datang, kami sedang belajar.

Meskipun sedikit, kami tahu tentang hal itu.

2. Klausa Bawahan

Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur

dari klausa yang lain. Contoh :

Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.

Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.

Page 20: FRASA

3. Analisis Klausa

Klasifikasi dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :

1. Berdasarkan fungsi unsur-usurnya

2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya

3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.

1. Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya

Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel,

dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-

kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-

kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur

fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.

1. S dan P

Contoh : Budi(S) tidak berlari-lari(P) Tidak berlari-lari(P) Budi(S)

Badannya(S) sangat lemah(P) Sangat lemah(P) badannya(S)

2. O dan Pel

P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai

golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan

lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang

mengikuti P itu. Contoh :

Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).

Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)

Page 21: FRASA

3. KET

Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat

diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu

terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang

bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan

dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di

antara P dan O, P dan Pel, karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki

tempat langsung dibelakang P. Contoh :

Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)

Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)

2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.

Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-

unsur klausa ini itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari

analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.

Contoh :

Aku Sudah menghadap Komandan Tadi

F S P O Ket

K N V N Ket

3. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.

Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-

unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan

Page 22: FRASA

bahwa fungsi S terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari

N, fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.

Fungsi-fungsi itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga

terdiri dari makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi

berkaitan dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain. Contoh

:

Dinda Menemani Adiknya Di tempat tidur

Beberapa saat

F S P O Ket 1) Ket 2)

K N V N FD N

M Pelaku Pembuatan Penderita Tempat Waktu

1. Makna Unsur Pengisi P

1. Menyatakan makna "Perbuatan"

Contoh : Dinda sedang belajar

Frase sedang belajar yang menduduki fungsi P menyatakan makna "Perbuatan"

yaitu perbuatan yang sedang dilakukan oleh "pelakunya" yaitu 'Dinda'

2. Menyatakan makna "Keadaan"

Contoh : Rambutnya hitam dan lebat

RUMAH itu sangat besar

Lukanya sangat parah

Page 23: FRASA

Kata-kata hitam, lebat, besar, dan parah semuanya merupakan makna keadaan.

Makna keadaan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Keadaan relatif singkat. Keadaan ini mudah berubah. Misalnya :

Rumah itu sangat bersih

Kami sudah mengantuk

2. Keadaan yang relatif lama dan kecenderungannya tidak mudah

berubah. Keadaan yang semcam ini secara khusus disebut sifat.

Misalnya :

Mahasiswa itu sangat rajin

Perempuan itu ramah sekali

Pohon cemara itu sangat tinggi

3. Keadaan yang merupakan runtutan perubahan keadaan yang

disebut proses. Misalnya :

Hujannya mereda

Pengaruhnya semakin meluas

4. Keadaan yang merupakan pengalaman kejiwaan. Misalnya :

Orang itu dapat memahami keinginan anaknya.

Setiap orang menyukai perbuatan baik

Orang itu sangat sayang kepada binatang

3. Menyatakan Makan 'Keberatan"

Page 24: FRASA

Contoh : Para tamu di ruang depan

Ariel berada diruang baca

Dinda tinggal di luar kota

Kata yang bercetak miring tersebut menjadi unsur pengisi P tidak menyatakan

makna "perbuatan" dan "keadaan" melainkan menyatakan makna "keberadaan".

4. Menyatakan makna "pengenal"

Contoh : orang itu adalah pegawai kedutaan

Mereka adalah imahasiswa Um

Dia adalah teman kecil saya

5. Menyatakan makna "jumlah"

Contoh : Rumah itu dua rumah

Anak orang itu lima

Kaki meja itu empat

6. Menyatakan makana "perolehan"

Contoh : Ariel memiliki mobil

Dinda mendapat hadiah

Sayur-sayuran itu mengandung banyak vitamin

2. Makna Unsur Pengisi S

1. Menyatakan Makna "pelaku"

Page 25: FRASA

Contoh : Seorang perempuan tua membeli beras.

Mahasiswa mengerjakan beberapa tes.

2. Menyatakan makna "alat"

Contoh : Truk-truk itu mengangkut beras.

Sebuah gambar menghiasi kamar kerjanya.

3. Menyatakan makna "sebab"

Contoh : Banjir besar itu menghancurkan kota.

Kamar itu panas karena perapian.

4. Menyatakan makna "penderita"

Contoh : Benda itu dipukulkannya dengan batu lain.

Jalan-jalan sedang diperbaiki.

5. Menyatakan makna "hasil"

Contoh : Rumah-rumah banyak didirikan pemerintah.

Novel itu dikarang oleh pengarang muda dari kalimantan.

6. Menyatakan makna "tempat"

Contoh : Para turis banyak berkunjung ke pantai kutai.

Gua itu belum pernah dimasuki orang.

7. Menyatakan makna "penerima"

Contoh : Seorang ayah membelikan sepeda baru untuk anaknya

Page 26: FRASA

Gadis itu akan dibuatkan rok oleh ibunya

8. Menyatakan makna "pengalaman"

Contoh : Rambutnya hitam dan lebat

Lukanya membesar

9. Menyatakan makna "dikenal"

Contoh : Orang itu pegawai kedutaan

Dia adalah teman saya

10. Menyatakan makna "terjumlah"

Contoh : Kaki meja itu empat

Anak orang itu lima

3. Makna Unsur Pengisi O (1)

1. Menyatakan makna "penderita"

Contoh : Ia menebang pohon.

Seorang laki-laki menurunkan dua koper.

2. Menyatakan makna "penerima"

Contoh : Ahmad membeli buku baru untuk anaknya.

Dinda membelikan baju baru bagi anaknya.

3. Menyatakan makna "tempat"

Page 27: FRASA

Contoh : Banyak turis mengunjungi candi Borobudur.

Petani itu menanam ubi-ubian di tegalnya.

4. Menyatakan makna "alat"

Contoh : Polisi menembak penjahat dengan pistolnya

Ia mengikatkan tali pada sebatang pohon.

5. Menyatakan makna "hasil"

Contoh : Pemerintah membuat jalan-jalan baru.

4. Makna Unsur Pengisi O (2)

1. Menyatakan makna "penderita".

Contoh : Ariel membelikan anaknya buku baru.

2. Menyatakan makna "hasil".

Contoh : Penjahit membuatkan kebaya ibu.

5. Makna Unsur Pengisi PEL

1. Menyatakan makna "penderita".

Contoh : Banyak mahasiswa belajar bahasa jerman.

2. Menyatakan makna "alat".

Contoh : Ia bersenjatakan bambu runcing.

6. Makna Unsur Pengisi KET

1. Menyatakan makna "tempat"

Page 28: FRASA

Contoh : Aku mengitari rumah dari samping.

2. Menyatakan makna "waktu"

Contoh : Bapak kepala daerah pergi ke Jakarta kemarin.

3. Menyatakan makna "cara"

Contoh : Pencuri itu lari dengan skripsi.

4. Menyatakan makna "peserta"

Contoh : Ariel senang bercakap-cakap denganku

5. Menyatakan makna "alat"

Contoh : Anak itu menulis dengan tangan kiri.

6. Menyatakan makna "sebab"

Contoh : Orang itu menjadi gila karena tekanan hidup.

7. Menyatakan makna "pelaku"

Contoh : Senayan mulai dihuni oleh beberapa olahragawan.

8. Menyatakan makna "keseringan"

Contoh : Ariel telah menyerukan kata awas beberapa kali.

9. Menyatakan makna "perbandingan"

Contoh : Ariel sangat pandai seperti kakaknya.

10. Menyatakan makna "perkecualian"

Page 29: FRASA

Contoh : Anak-anak itu tidak boleh masuk kecuali saya.

MAKNA PENGISI UNTUK UNSUR KLAUSA

Predikat subjek Objek (1) Objek (2) Pelengkap Keterangan

Pembuatan keadaan

Keberadaan

Pengenal

Jumlah

Pemerolehan

Pelaku

Alat

Sebab

Penderita

Hasil

Tempat

Penerima

Pengalaman

Dikenal

Terjumlah

Penderita

Penerima

Tempat

Alat

Hasil

Penderita

Hasil

Penderita

Alat

Tempat

Waktu

Cara

Penerima

Peserta

Alat

Sebab

Pelaku

Keseringan

Perbandingan

Perkecualian

 

KALIMAT

1. Pengertian

Page 30: FRASA

Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang kalimat dikemukan. Kalimat

adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan

pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun

tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58).Panjang atau pendek, kalimat

hanya dan harus terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau

berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek,

pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9).

Pendapat laing mengatakan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh

adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6). Menurut

Kridalaksana, kalimat adalah suatu bahasa yang secara relative berdiri sendiri,

mempunyai pola intonasi final, dan baik secara actual maupun potensial terdiri dari

klausa (Kridalaksan dkk, 1984:224). Satu bagian nujaran yang didahului dan diikuti

kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah

lengkap, adalah kalimat (Keraf, 1978: 156).

kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan

kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).

2. Macam-macam Kalimat

Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan dengan: (1) jumlah dan kenis klausa

yang terdapat di dalamnya, (2) jenis response yang diharapkan, (3) sifat hubungan

actor_aksi, dan (4) ada tidaknya unsure negative pada kalimat utama.

1. Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat

dapat dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor.

1. Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu

klausa terikat atau sama sekali tidak mengandung

struktur klausa. Kalimat minor dibedakan atas:

Page 31: FRASA

1. Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul

sebagai lanjutan, pelengkap, atau penyempurna kalimat utuh atau

klausa lain yang terdahulu dalam wacana (Samsuri, 1985:278).

Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor berstruktur

dibedakan atas:

Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan

beberapa bagian dari klausa kalimat tunggal.

Contoh:

Terserah saja. (Penyelesainnya terserah kamu saja)

Kalimat jawaban, yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban

atas pentanyaan-pertanyaan.

Contoh :

(Ada yang kau bawa itu?) Lukisan.

Kalimat sampingan, yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa

terikat dari kalimat majemuk subordinat.

Contoh :

cepat)

Meskipun hujan. (Dia tetap datang)

Kalimat urutan, yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi,

sehingga menyatakan bahwa kalimat tersebut merupakan bagian

kalimat lain. (Samsuru, 1985:263)

Contoh :

Page 32: FRASA

Karena itu, harga minyak naik.

2. Kalimat minor tak berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul

sebagai akibat pengisian wacana yang ditentukan oleh situasi,

dibedakan atas:

Panggilan. Contoh :

Bakso!

Seruan, biasanya terdiri dari kata yang menyatakan ungkapan

perasaan.

Contoh :

Halo!

Judul, merupakan suatu ungkapan topic atau gagasan.

Contoh :

Dampak negative penayangan TV.

Semboyan, yaitu uangkapan ide secara tegas, tepat dan tanpa hiasan

bahasa atau kelengkapan sebuah klausa.

Contoh :

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Salam

Contoh :

Selamat pagi!

Page 33: FRASA

Inskripsi, yaitu kalimat minor tak berstruktur yang berisi

penghormatan atau persembahan pada awal sebuah karya (buku,

lukisan dsb.).

Contoh :

Untuk para pengikrar Sumpah Pemuda 1928.

1. Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas

sekurang-kurangnya satu klausa bebas. Berdasarkan

statusnya, dalam kalimat mayor, pembentuk yang

inti saja. Berdasarkan statusnya, dalam kalimat

mayor, terdapat unsure pembentuk yang inti saja,

berdasarkan jumlah klausa yang terdapat

didalamnya, kalimat mayor dapat dibedakan atas:

1. Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya

menduduki : (a) salah satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau (b) atribut

dari salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.

Contoh :

Yang berkaca mata hitam itu teman saya.

Orang itu badannya sangat gemuk.

Polisi telah mengatakan bahwa kabar itu bohong.

2. Kalimat majemuk koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak

menduduki fungsi sintaksis dari klausa lain (Samsuri, 1985:316).

Contoh :

Semalam suntuk saya tidur di kursi, dan orang-orang itu bermain

kartu.

Page 34: FRASA

Mula-mula dinyalakannya api, lalu ditaruhnya cerek diatasnya.

Dalam perang, kita harus berani membunuh lawan, kalau tidak kita

sendiri yang dibunuh.

3. Kalimat majemuk rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang klausa-

klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan, baik kesamaan subjek, predikat

objek, maupun keterangan.

Contoh :

Rumah itu baru saja diperbaiki, tetapi sekarang sudah rusak.

Saya mengerjakana bagian depan, adik bagian belakang.

Dengan susah payah orang tuaku membangun rumah ini, tetapi

saya tinggal menempati saja.

2. Berdasarkan response yang diharapkan, kalimat dibedakan atas :

1. Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk

untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan

response tertentu. Cirri untuk mengenal kalimat

pernyataan ini yaitu melalui pola intonasinya yang

bernada akhir turun (dalam bahasa lisan) dan tanda

titik (.) seperti ayo, mari; kata-kata persilahkan,

seperti silahkan, dipersilahkan; dan kata larangan

(jangan) (Ramlan, 1981:10).

Contoh :

Cita-cita anak itu sangat mulia.

Saya tidak membawa uang sama sekali.

Page 35: FRASA

Menurut teori Darwin, manusia merupakan keteturunan kera.

2. Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk

untuk memancing response yang berupa jawaban.

Kalimat pertanyaan dapat dikenal dari pola

intonasinya yang bernada akhir naik serta nada

terakhir dan pola intonasi kalimat pertanyaan. Nada

akhir kalimat pertanyaan ditandai dengan tanda

Tanya (?) dalam bahasa tulisan.

Contoh :

Kakak sudah menikah?

Mengapa anak itu tidak tidur?

Siapa pemilik rumah itu?

3. Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk

untuk memancing responsi yang berupa tindakan

(Samsuri, 1985:276-278). Kalimat perintah ditandai

dengan tanda seru (!). tetapi penggunaan seru ini

biasanya tidak dipakai kalau sifat perintah itu

menjadi lemah, demikian juga predikatnya diikuti

oleh partikel-lah. Kalimat perintah dapat bersifat

negative. Untuk menegatifkan kalimat perintah,

digunakan kata jangan yang biasanya ditempatkan

pada bagian awal kalimat. Kaliamat perintah yang

besifat negative beubah menjadi larangan.

Contoh :

Masuklah!

Page 36: FRASA

Marilah kita belajar bersama-sama!

Jangan membuang sampah di sembarang tempat!

3. Berdasarkan hubungan actor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :

1. Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya

berperan sebagai pelaku actor. Subjek kalimat aktif

berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh

predikat. Predikat kalimat aktif tediri atas verba

transitif dan verba intransitive. Afiks yang

digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi

sebagai perdikat kalimat aktif ialah meN- dan ber-

yang dapat dikombinasikan dengan –I atau –kan.

Contoh :

Anak itu memetik bunga di taman.

Ayah membelikan kakak baju baru.

Pembantu itu sedang menyapu halaman.

2. Kalimat pasif adalah kalimat yanmhg subjeknya

berperan sebagai penderita. Subjek dalam kalimat

pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang

dinyatakan oleh predikat kalimat tersebut.

Predikat kalimat pasif terdiri atas verba verba yang berpredikat di-

yang dapat bekombinasi dengan sufiks –i dan –kan, beprefiks ter-,

berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului oleh pronominal persona

(Samsuri, 1985:434)

Contoh :

Page 37: FRASA

Badannya dilumuri minyak.

Kita apakan barang-barang ini?

Tidak terlihat olehku benda yang kau tujukan itu.

3. Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya

berperan baik sebagai pelaku maupun sebagai

penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat

tersebut.

Contoh :

Jangan menyiksa diri sendiri.

Wanita itu berhias di depan cermin.

4. Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan

objeknya melakukan sesuatu pebuatan yang

berbalas-balasan. Verba yang berfungsi sebagai

predikat pada kalimat respirokal adalah verba yang

beprefiks me- yang didahului oleh kata dasarnya,

verba berulang yang berkombinasi dengan konfiks

ber-kan, verba dasar yang diikuti oleh kata baku,

dan saling yang diikuti oleh veba yang berprefiks

me- atau me-i/kan (Samsuri, 1985:198).

Contoh :

Kedua Negara itu tuduh-menuduh tentang pelanggaran perbatasan.

Dua bersaudara itu saling mencintai dan saling menyayangi.

Pemuda-pemuda tanggung itu berbaku hantam d tanah lapang.

Page 38: FRASA

4. Bedasarkan ada tidaknya unsure negative pada klausa utama, kalimat

dibedakan atas :

1. Kalimat firmatif, yaitu kalimat yang berpredikat

utamanya tidak tedapat unsure negative, peniadaan,

atau penyangkalan.

Contoh :

Petani itu membajak sawah.

Di Surabaya diresmikan patung Jendral Sudirman.

Kami mendengar kabar bahwa pemberontakan di Iran sudah berakhir.

2. Kalimat negative, yaitu kalimat yang predikat

utamanya terdapat unsure negative, peniadaan, atau

penyangkalan, seperti tidak, tiada (tak), bukan,

jangan. Unsure negative tidak dipakai di depan

verba, adjektiva, adverbial, dan frase preposisi yang

berfungsi sebagai keterangan. Unsure negatif bukan

pada umumnya dipakai di depan nomina/frase

nomina dan pronominal/frase pronominal. Unsure

negative jangan digunakan untuk menegatifkan

kalimat printah (samsuri, 1985:250)

Contoh :

Sedikitpun aku tidak ingin berbuat jahat.

Bukan buku itu yang saya cari.

Jangan kau biarkan adikmu bergaul dengan dia.

 

Page 39: FRASA

SINTAKSIS

1. Pengertian Sintaksis

Banyak pengertian dan definisi tentang sintaksis. Tentu saja diantara definisi-

definisi yang diberikan oleh para ahli tersebut, memiliki persamaan maupun perbedaan,

baik dalam jumlah aspek yang tercakup di dalamnya, maupun redaksi atau kata-kata yang

digunakannya.

Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi

kelompok kata, kelompok kata menjadi kalimat. Menurut istilah sintaksis dapat

mendefinisikan : bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat,

klausa, dan frasa (Ibrahim, dkk:1). Pendapat lain mengatakan, sintaksis adalah studi

kaidah kombinasi kata menjadi satuan yang lebih besar, frase dan kalimat (Moeliono,

1976:103). Dan definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa satuan yang tercakup dalam

sintaksis adalah frase dan ka1imat, dengan kata sebagai satuan dasarnya. Sintaksis

(Yunani:Sun + tattein = mengatur bersama-sama) ialah bagian dari tata bahasa yang

mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa.

(Keraf, 1978:153). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat

adalah satuan terbesar dalam sintaksis dan setiap bahasa mempunyai kaidah sintaksis

tersendiri yang tidak dapat diterapkan begitu saja pada bahasa yang lain.

Bidang sintaksis (Inggris, syntax) menyelidiki semua hubungan antar kelompok

kata (atau antar-frase) dalam satuan dasar sintaksis itu. Sintaksis itu mnempelajari

hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang kita sebut kalimat

(verhaar, 1981:70).

Istilah sintaksis (Belanda, syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang

membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18).

Page 40: FRASA

Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan para ahli bahasa tersebut, dapat

disimpulkan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan kaidah

kombinasi kata menjadi satuan gramatik yang lebih besar yang berupa frase, klausa, dan

kalimat, serta penempatan morfem-morfem supra sekmental (intonasi) sesuai dengan

struktur sematik yang diinginkan oleh pembicara sebagai dasarnya.

2. Cakupan Sintaksis

Pembahasan sintaksis mencakup frase, klausa, kalimat, dan morfem-morfem

suprasegmental (intonasi). Tetapi, dalam sintaksis, pembicaraan mengenai jenis kata

mutlak diperlukan, karena (1) struktur frase dan kalimat hanya dapat dijelaskan melalui

penggolongan (penjenisan) kata (Ramlan, 1976:27), dan (2) Studi tentang kalimat suatu

bahasa yang merupakan rangkaian yang berstruktur dari kata-kata, tidak akan banyak

artinya tanpa mempelajari yang unsur-unsur itu sendiri (Samsuri, 1985:74). Memang,

kelas (jenis) kata tau kategori kata adalah bagian dari sintaksis (Kridalaksana, 1986:31).

Dengan demikia, aspek-aspek ketatabahasaan yang tercakup dalam sintaksis adalah jenis

kata, frase, klausa, kalimat, dan morfem-morfem

 

Daftar Rujukan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998. Tata Bahasa Baku

Bahasa Indonesia.

Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan

Nasional Universitas Negeri Malang.

Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.

Page 41: FRASA

Samsuri. 1985. Tata Bahasa Indonesia Sintaksis. Jakarta: Sastra Budaya.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: C.V. Kilat Grafika.

Rusnaji, Oscar. Aspek-aspek Linguistik. IKIP Malang.

Wirjosoedjarmo. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya

Rusnaji, Oscar. 1983. Aspek-aspek Sintaksis Bahasa Indonesia. IKIP Malang.

Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.

Alwi, Hasan dan Dery Sugono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan

Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.