Faktor-Faktor Linguistik Dan Non Linguistik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Embed Size (px)

Citation preview

Faktor-Faktor Linguistik Dan Non Linguistik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Faktor-Faktor Linguistik Dan Non Linguistik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab

I. Pendahuluan Penguasaan bahasa kedua sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor linguistik maupun non linguistik, berbagai teori muncul untuk mengembangkan baik pemerolehan bahasa maupun pembelajaran bahasa. Maka didalam pemerolehan bahasa kedua pembelajar akan berhubungan dengan penguasaan kaidah bahasa kedua. Dalam pemerolehan bahasa kedua akan muncul pertanyaan: apakah kaidah bahasa yang dipelajarinya itu sama dengan kaidah yang ada dalam bahasa ibunya apakah kaidah yang akan dihadapinya itu hanya ada dalam bahasa kedua apakah kaidah kaidah itu digunakan dengan memperhatikan konteks penggunaannya. Melihat pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu, studi pemerolehan bahasa kedua dapat dilihat dari berbagai bidang studi, misalnya linguistik, psikologi, psikolinguistik, sosiologi, sosiolinguistik, analisis wacana, analisis percakapan dan sebagainya. II. Bahasa Pertama Dalam kajian linguistik bahwa seseorang yang mampu berbicara dua bahasa secara bergiliran disebut dwibahasawan, hampir mayoritas masyarakat mempunyai kemampuan untuk menguasi dwi bahasa, bahasa yang pertama kali dikuasai disebut :bahasa ibu, atu bahasa pertama (B1), merupakan bahasa yang pertama kali dia gunakan dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosialnya. kemudian bahasa yang kedua dipelajari disebut bahasa kedua (B2), dan ini diperoleh ketika anak berinteraksi dengan lingkungan nya yang lebih luas. bahasa ketiga, namun istilah ini lebih dikenal dalam istilah linguistik dengan istilah bahasa asing. Jadi pemakaian istilah-istilah bahasa ibu, bahasa nasional dan bahasa asing dan sebagai gantinya bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing tidak hanya taksonomis, melainkan terlebih mempunyai implikasi sosiologis.[1] Lebih jauh penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa

pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh maka pada usia tertentu anak lain atau bahasa kedua (B2) yang ia kenalnya sebagai khazanah pengetahuan yang baru. Bahasa kedua akan dikuasai secara fasih apabila bahasa pertama (B1) yang diperoleh sebelumnya sangat erat hubungannya (khususnya bahasa lisan) dengan bahasa kedua tersebut. Hal itu memerlukan proses, dan kesempatan yang banyak. Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik.[2] Pemerolehan bahasa pertama (B1) sudah barang tentu mempunyai dampak terhadapi anak untuk mendapatkan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apa saja dampak yang kemungkinan muncul akan penulis paparkan dalam tulisan ini.

III. Iterferensi dan Transfer Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara sosial, budaya, maupun linguistik. Berdasarkan aspek linguistik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual (dwibahasa). Setidak-tidaknya masyarakat Indonesia menguasai dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa etnik dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahkan penutur bahasa yang terpelajar tidak jarang menguasai lebih dari dua bahasa, yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan salah satu bahasa Asing. Dengan demikian, terjadilah masyarakat bahasa yang dwibahasawan atau bahkan multibahasawan. Penguasaan dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur bahasa ternyata membawa dampak, yaitu terjadinya transfer unsur-unsur bahasa, baik transfer negatif maupin transfer positif, dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua ataupun sebaliknya. Transfer positif menyebabkan terjadinya integrasi yang sifatnya menguntungkan kedua bahasa karena penyerapan unsur dari suatu bahasa yang dapat berintegrasi dengan sistem bahasa penyerap. Sebaliknya transfer negatif akan melahirkan interferensi, yaitu penyimpangan dari norma-norma bahasa dalam bahasa yang digunakan sebagai akibat pengenalan terhadap bahasa lain. Transfer dalam kontak bahasa dapat terjadi dalam semua tataran linguistik, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.

IV.

Analisis

Kontrastif

sebagai

Prosedur

Kerja

Secara umum memahami pengertian analisis kontrastif dapat ditelusuri melaui makna kedua kata tersebut. Analisis diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkmkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami Moeliono[3] menjelaskan bahwa analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Sedangkan kontrastif diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Perbedaan inilah yang menarik untuk dibicarakan, diteliti. dan dipahami. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan. Secara khusus analisis kesalahan kontrastif atau lebih populer disingkat anakon adalah kegiatan memperbandingkan struktur bahasa ibu atau bahasa pertama (Bl) dengan bahasa yang diperoleh atau dipelajari sesudah bahasa ibu yang lebih dikenal dengan bahasa kedua (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut.Istilah kontrastif lebih dikenal dalam ranah kebahasaan (linguistik). Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa. Linguistik kontrastif membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan dan kemiripankemiripan yang ada. Dari hasil temuan itu, dapat diduga adanya penyimpanganpenyimpangan,pelanggaran-pelanggaran,atau kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan para dwibahasawan. Sudah diterangkan di atas bahwa analisis kontrastif merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara Bl dengan B2. Perbandingan tersebut akan menghasilkan persamaan, kemiripan, dan perbedaan sehingga guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan caracara menyampaikan bahan pengajaran. Di dalam pembelajaran B2 kepada siswa akan dijumpai kebiasaan-kebiasaan B1 digunakan ke dalam B2. Kebiasaan ini bisa berupa sistem B1 yang digunakan ke dalam B2. Padahal kedua bahasa tersebut memiliki sitem yang berbeda. Pentransferan ini disebut sebagai transfer negatif

atau

lebih

dikenal

dengan

interferensi.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab kesalahan berbahasa bersumber pada transfer negatif. Transfer negatif ini sendiri terjadi sebagai akibat penggunaan sistem yang berbeda antara Bl dan B2. Perbedaan sistem bahasa itu dapat diidentifikasi melalui Bl dengan B2. Kesalahan berbahasa dapat dihilangkan dengan berbagai cara, antara lain menanamkan kebiasaan ber-B2 melalui latihan, pengulangan, dan penguatan. Dengan demikian, analisis kontrastif dapat disebut sebagai prosedur kerja. Hal ini disebabkan karena analisis kontrastif meliputi suatu kegiatan membandingkan struktur B1 dengan struk B2 untuk menemukan perbedaan-perbedaan Setelah Anda memahami apa sebenarnya analisis kontrastif, Anda akan memasuki pembicaraan hipotesis analisis kontrastif. Hipotesis diartikan sebagai dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu persoalan. Nah, persoalan yang kita hadapi sekarang adalah persoalan analisis kontrastif. Agar kita mendapatkan gambaran apa dan bagaimana hipotesis analisis kontrastif, marilah kita perhatikan uraian di bawah ini.Perbandmgan antara struktur Bl dengan 82 yang akan dipelajari oleh para siswa menghasilkan identifikasi perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Perbedaan itu merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan kesalahan berbahasa yang dihadapi oleh para siswa. Berpijak dari timbulnya kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa inilah muncul bipotesis analisis kontrastif.Ada dua jenis hipotesis analisis kontrastif. Pertama, hipotesis bentuk lemah. Hipotesis ini menyatakan bahwa analisis kontrastif hanyalah bersifat diagnostik Karena itu analisis kontrastif dan analisis kesalahan harus saling melengkapi. Analisis kontrastif menetapkan kesalahan mana termasuk ke dalam kategori yang disebabkan oleh perbedaan Bl dan B2. Analisis kesalahan berbahasa mengidentifikasi kesalahan di dalam korpus bahasa siswa. Kedua, hipotesis bentuk kuat. Hipotesis ini menyatakan bahwa semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara Bl dengan B2 yang dipelajan oleh siswa. Hipotesis (bahasa ini didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut. ibu). (1) Penyebab utama kesulitan belajar dan kesalahan dalam pengajaran B2 adalah interferensi Bl (2) Kesulitan belajar itu sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh perbedaan antara Bl dan B2. (3) Semakm besar perbedaan antara Bl dengan 62 semakin besar kesulitan belajar yang timbul. (4) Hasil perbandingan antara Bl dan B2 diperlukan untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar B2. siswa.

(6) Bahan pengajaran dapat disusun secara tepat dengan membandingkan kedua bahasa itu, sehingga apa yang harus dipelajan siswa merupakan sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan V. analisis kontrastif. Lingkungan

Pembelajaran bahasa sering hanya memusatkan perhatian pada tingkah linguistik saja dengan mengabaikan tingkah non-linguistiknya. Dalam konteks ini Bloomfield (1933:499) menyatakan bahwa Whoever is accustomed to distinguish between linguistic and non-linguistic behavior, will agree with the criticism that our schools deal too much with the former, drilling the child in speech response phases of arithmetic, geography, or history, and neglecting to train him in behavior toward Metode his Pembelajaran actual Bahasa environment. Kedua.

Ada banyak metode atau cara yang dapat digunakan untuk mempelajari bahasa kedua. Metode atau cara yang dipilih akan tergantung pada seberapa cepat dalam menguasai bahasa kedua itu, dimana kita tinggal dan berapa banyak dana yang dapat kita alokasikan untuk mencapai tujuan kita tersebut. Gabungan dari beberapa metode atau cara di bawah ini tentunya akan memberikan hasil belajar yang lebih optimal dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu metode saja. 1. Pembelajaran di dalam kelas. Ketika kita melaksanakan pembelajaran ba-hasa kedua di dalam kelas, kita dibantu oleh guru yang senantiasa dapat memberikan materi, do-rongan dan umpan balik serta dapat menjadi lawan untuk mempraktekkan kemampuan bahasa kedua kita. Agar dapat menyelenggarakan pembelajaran bahasa kedua yang baik di dalam kelas, guru membutuhkan sumber-sumber pembelajaran bahasa yang otentik. Ini terutama dibutuh-kan ketika kita mempelajari bahasa kedua di negara kita sendiri. Sumber-sumber pembela-jaran bahasa yang digunakan harus otentik dalam hal lafal, intonasi, aksen dan idiom. Tanpa adanya sumber-sumber pembelajaran bahasa seperti itu, akan sangat sulit bagi seorang guru bahasa ke-dua untuk dapat menyampaikan perasaan dan fikiran orang-orang yang menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa pertamanya. Untuk itu ketika mengajar, para guru bahasa kedua sebaik-nya hanya menggunakan rekaman suara yang di-tuturkan oleh penutur asli. Bahan-bahan penga-jaran visual seperti video atau film juga harus me-nampilkan kebudayaan orang kedua yang otentik. Jangan menggunakan video atau film yang hanya menampilkan keindahan negara penutur bahasa kedua, tetapi tidak ada kaitannya dengan masalah kebudayaan orang penutur bahasa kedua. Video atau film seperti itu biasanya ditujukan

hanya

kepada

para

turis

saja.

Selain itu guru/pihak sekolah dituntut untuk mampu menyediakan koran dan majalah dalam bahasa kedua karena merupakan dua sumber ba-caan yang valid dan selalu memberikan informasi 2. terkini mengenai Pembelajaran kebudayaan orang kedua. otodidak.

Metode ini dapat dilakukan dengan cara mem-beli CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua yang banyak di jual di toko-toko buku/kaset atau dapat dipesan on-line melalui Internet. Kelemahan mendasar dari metode belajar ini adalah tidak ada-nya guru yang mendampingi, sehingga ketika sis-wa perlu bertanya, tak ada seorang pun yang da-pat menjawab. Namun demikian CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua sekarang ini telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar sendiri. Keberhasilan siswa di dalam pembelajaran bahasa kedua dengan mengguna-kan metode ini akan sangat tergantung pada ting-kat keseriusan siswa di dalam belajar dan kualitas CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua yang siswa beli. 3. Pertukaran bahasa. Belajar bahasa kedua dengan menggunakan metode ini menuntut siswa untuk mencari penutur asli bahasa kedua yang sedang dipelajarinya dan yang ingin mempelajari bahasa ibu atau bahasa pertama siswa tersebut, sehingga keduanya dapat saling mengajari bahasanya masing-masing. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakses beberapa situs di Internet yang menyediakan jasa tersebut. Altematif lain dari metode ini adalah dengan mencari penutur asli sebagai teman berkorespon-densi. berkorespondensi Seorang guru bahasa kedua harus mendo-rong siswanya untuk kedua. dengan orang penutur bahasa

Dengan berkorespondensi siswa dapat banyak berlatih bagaimana menulis dengan konteks situasi-situasi keseharian. Selain itu siswa akan dapat bertukar fikiran dengan penutur asli bahasa kedua, memahami sikap dan perilakunya yang merupakan gambaran dan budayanya. Korespondensi juga dapat memberikan motivasi kepada pelajar untuk melakukan perjalanan ke luar negeri yang 4. merupakan perjalanan dan metode tinggal selama belajar beberapa yang waktu di luar terakhir. negeri. Melakukan

Dengan melakukan perjalanan ke luar negeri atau bahkan berkesempatan untuk tinggal selama beberapa waktu di luar negeri, siswa akan dapat memahami budaya orang-orang setempat. la dapat melihat dan menyadari persamaan mau-pun perbedaan antara kebudayaan bangsanya dan kebudayaan bangsa yang bahasanya sedang ia pelajari. Selain itu perjalanan ke luar negeri juga akan membuat siswa mampu berkomunikasi menggunakan bahasa kedua dengan lebih baik dibandingkan dengan hanya mengandalkan pembelajaran bahasa kedua di dalam negeri saja,

karena di lingkungan barunya ini siswa mene-mukan tak seorang pun mampu menggunakan bahasa pertamanya, sehingga ia "terpaksa" harus senantiasa menggunakan bahasa kedua untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekelilingnya agar dapat bertahan hidup. Terampil a. dalam berbicara empat dan ketrampilan menulis bahasa bahasa yang berbeda yaitu aktif) kedua. (keterampilan

b. mendengar dan membaca (keterampilan pasif) merupakan tujuan akhir dari setiap pembelajaran Kelas dapat dijadikan sebagai lingkungan yang mendukung terwujudnya pemerolehan bahasa kedua, yaitu bahasa Arab. Asalkan beberapa kondisi tertentu dipenuhi. Kelas tidak harus membatasi diri pada pengajaran kaidah-kaidah bahasa. Pengajaran didalam kelas dapat menyediakan input yang mendorong berlangsungnya proses pemerolehan bahasa kedua. Inputinput c. d. e. g. input yang dapat mendorong difahami menarik berkaitan itu harus kedua disajikan yang dengan secara sedang itu oleh memiliki siswa bagi minat proporsional anda jalani (tidak yaitu cirri-ciri sebagai berikut: input) siswa siswa berlebihan) bahasa Arab. (comprehensible

f. fleksibel dalam penyajiannya (tidak harus disajikan dengan memperhatikan urutan gramatikal) Penulis berharap apa yang telah penulis paparkan di atas dapat membantu anda di dalam proses pembelajaran bahasa Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa kedua, sesuai dengan perkembangannnya maka dua pendapat ini perlu kita cermati bersama, agar aplikasi pengajaran bahasa kedua yaitu arab bisa berjalan sebaik mungkin. KTSP, menggunakan metode pengajaran kontekstual dan berbasis kompetensi. Sedangkan buku penunjang yang lain adalah buku iial'Arabiyyatu Linnasyiin karangan Mahmud Isma'il Shiny dkk, dan buku pelajaran bahasa Arab Ta'lim al-Lughoh al-'Arabiyyah karangan Bapak H.D. Hidayat terbitan PT. Karya Toha Putra. Mengenai metode PBA yang digunakan adalah metode eklektik atau metode gabungan/pilihan. Pemilihan dan penggabungan metode yang digunakan oleh guru kurang bervariasi, terkadang guru kurang bisa menguasai situasi kelas karena siswa yang kurang aktif dalam KBM. Media PBA yang digunakan berupa media berbasis cetak seperti buku teks, multimedia seperti laptop & LCD dengan software (perangkat lunak) berupa tabel qawaid dan lagu-lagu bahasa Arab. Media yang digunakan kurang variatif dan intensitas penggunaanya masih belum

maksimal. Adapun sistem penilaian yang diterapkan oleh guru meliputi penilaian proses dan hasil. Kedua penilaian tersebut mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Penilaian proses dilaksanakan selama KBM berlangsung. Sedangkan penilaian hasil belajar dilakukan setiap selesai pembelajaran factor pendukung penerapan KTSP dalam PBA meliputi factor internal dan eksternal. factor internal yaitu SDM yang bermutu, sarana dan prasarana Sedangkan factor eksternal adalah lingkungan sekolah yang kondusif dan orang tua. Adapun factor penghambat PBA diantaranya: heterogenitas siswa, sarana yang kurang memadai, siswa yang kurang aktif dalam KBM, beban materi banyak, dan jumlah siswa yang banyak (kelas besar). VI. didalam kelas Cazden mengajukan tiga cara, Penyajian yaitu:

Teknik yang dipergunakan oleh seorang guru agar siswa mengalami proses pemerolehan bahasa Scaffolding (menyusun tangga pertolongan). Bahwa proses belajar terjadi berkat pertolongan orang dewasa atau teman main yang lebih mahir. Apa yang semula dipelajari anak dengan bantuan orang yang lebih dewasa, dibelakang hari akan mampu dilakukannya sendiri. Pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang dewasa sebelum anak mampu melakukan sendiri suatu perbuatan inilah yang disebut scaffolding. Dalam definisinya cazden menyatakan ".a temporary framework for construction in progress (1992: 104). Modelling (penggunaan contoh), yaitu dengan mempertunjukan kepada siswa sesuatu melalui penggunaan contoh. Agar siswa mampu membedakan satu cara dengan cara yang lain. Pembimbingan langsung, masih menurut Cazden (1992: 108) ".the adult not only models a particular utterance but directs the child to say or tell or ask.dalam penggunaan bahasa seharihari, misalnya acapkali kita sering melihat orang tua mengangkat tangan kanan anaknya, kemudian tangan kanannya dilambai-lambaikan kekanan dan kekiri sambil mengucapkan "selamat [1] [2] Samsuri, Chaer, Abdul. Analisis 1994. tinggal, Bahasa Linguistik (Jakarta. Umum.( sampai Erlangga. Jakarta: PT 1981) Rineka jumpa.[4] hal. Cipta) 55 hal.66

[3] Moeliono, A.M. 1988. Sikap Bahasa Yang Bertalian Dengan Usaha Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa. Makalah dalam kongres bahasa V. Jakarta [4] Syukur Ghazali. Drs. Et al. Pemerolehan dan Pengajaran Bahasa kedua. Hal. 203