Upload
trimaulana
View
111
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
Direktori Pembiayaan Aksi Mitigasi di Perkotaan: Indonesia EDISI I
Direktori Pembiayaan
Aksi Mitigasi di Perkotaan: Indonesia
EDISI I
Penerbit: PAKLIM – Program Advis Kebijakan untuk Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim
c/o Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
Gedung B Lt. 5, Jl. DI Panjaitan Kav.24
Jakarta 13410 – Indonesia
T +62 21 851 7186
F +62 21 851 6110
I www.paklim.org
Penulis: Chitra Priambodo
Tezza Napitupulu
Editor: Natasha Kindangen
Noordiana Kamilya S.
Verena Streitferdt
Disainer: Tri Yudho S.
Cetakan ke-1 Juni 2011 Cetakan ke-2 Juli 2011 Cetakan ke-3 Juli 2011 Copyright © PAKLIM 2011 Isi merupakan tanggung jawab penulis.
Direktori ini dikonsultasikan dan didukung oleh:
BAPPENAS KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM
KEMENTERIAN
DALAM NEGERI
KEMENTERIAN
KEUANGAN
v
Daftar Isi
Bab 1 Kota dan Pembiayaan Perubahan Iklim 1
Bab 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 12
Bab 3 Dana Alokasi Khusus (DAK) 14
Bab 4 Pinjaman melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) 22
Bab 5 Kemitraan Publik Swasta (KPS) 27
Bab 6 Pinjaman/Hibah Luar Negeri yang Dialirkan Melalui Kementerian sebagai bagian dari APBN
32
Bab 7 Contoh “Best Practice” – Kota Blitar 41
Daftar Istilah
Adaptasi Penyesuaian dalam sistem alam atau manusia sebagai respon terhadap rangsangan iklim aktual atau diharapkan atau dampak dari keduanya, yang mengakibatkan kerusakan atau kerugian (UNFCCC, 2006).
Perubahan Iklim Setiap perubahan dari sistem iklim, dari waktu ke waktu, apakah karena variabilitas alami atau karena kegiatan manusia (IPCC, 2001).
Pembiayaan atau
Financing
Dalam konteks skema pembiayaan perubahan iklim (carbon finance), sumber daya yang disediakan untuk aksi/program/proyek yang menghasilkan (atau diharapkan menghasilkan) pengurangan gas rumah kaca (World Bank, 2006).
Pengarusutamaan Dalam konteks tindakan mitigasi perubahan iklim, menyusun intervensi untuk mengurangi sumber atau meningkatkan rosot dari gas rumah kaca ke dalam kebijakan nasional, program dan prioritas (UNDP, 2005).
Mitigasi Intervensi manusia untuk mengurangi sumber atau meningkatkan rosot dari gas rumah kaca. Contohnya termasuk menggunakan bahan bakar fosil lebih efisien untuk proses industri atau pembangkit listrik (UNFCCC, 2006)
1
1 Kota dan Pembiayaan Perubahan Iklim
Kota dan Perubahan Iklim
Pemusatan populasi dan kegiatan perekonomian (misalnya transportasi
dan aktivitas perindustrian) di perkotaan bertanggung jawab atas
konsumsi energi dalam jumlah besar dan merupakan sumber emisi Gas
Rumah Kaca (GRK) yang besar pula. Namun demikian otoritas kota
berada dalam posisi yang pelik untuk merencanakan dan melaksanakan
aksi menanggapi perubahan iklim yaitu:
- Lebih dari 50% penduduk tinggal di daerah perkotaan dan jumlah
ini terus meningkat secara signifikan. Pertumbuhan kota yang
cepat menjadi kota besar atau mega kota telah menghalangi
perencanaan tata ruang yang layak dan memperburuk dampak dari
perubahan iklim.
- Meskipun pembangunan kota merupakan salah satu permasalahan
iklim, namun hal tersebut juga dapat menjadi bagian dari
pemecahan masalah. Kebijakan perkotaan yang konsisten dengan
target nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan
dengan tujuan pembangunan 'pro-pertumbuhan, pro-poor, dan
pro-job' akan memastikan bahwa kota di Indonesia akan menjadi
bagian dari solusi permasalahan.
Aksi dan Pembiayaan Mitigasi yang Tepat
Permasalahan lingkungan seperti halnya mitigasi perubahan iklim di
perkotaan sering tidak dapat ditangani oleh kebijakan yang terkotak
pada bidang tertentu saja. Penanganan yang terfragmentasi dalam hal
mitigasi tidak dapat menyelesaikan masalah sebenarnya. Karena itu
perubahan iklim oleh pemerintah pusat digolongkan ke dalam kebijakan
pengarusutamaan, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terpisah
dengan kegiatan pembangunan sektoral di dalam kota.
2
Oleh karena itu, dalam menyusun strategi perubahan iklim perkotaan
setiap kota dapat mengadakan analisa tentang sumber-sumber emisi
GRK dan potensi pengurangannya dari yang terbesar sampai yang
terkecil dengan dana terkecil sampai yang terbesar. Informasi tersebut
akan membantu menentukan prioritas aksi kebijakan perkotaan yang
mempertimbangkan pengarusutamaan dan konsistensi.
Tabel 1.1 menggambarkan aksi mitigasi yang relevan dan sumber
pembiayaan yang dapat digunakan untuk pelaksanaannya. Sumber-
sumber pembiayaan inilah yang akan dideskripsikan di dalam direktori
ini.
Tabel 1.2 menggambaran perkiraan biaya untuk aksi mitigasi yang
relevan yang diambil dari berbagai studi kasus di berbagai kota.
Biayanya bukan hanya tergantung pada jumlah penduduk kota tersebut
tetapi juga pada struktur kota, kependudukan dan kompleksitas serta
sifat berbagai kegiatan.
Tabel 1.1 Aksi mitigasi yang relevan di perkotaan
Sektor
Sumber dana untuk pembiayaan
APBD (dari DBH, DAU, PAD)
DAK
Akses Pinjaman
Luar Negeri melalui
Kementerian
Investasi Swasta/
KPS
Sampah
- Pengelolaan sampah 3R
- Composting/ pembuatan kompos terpusat
3
- Penggantian sistem open dumping ke sanitary landfill
- Energi dari sampah pada sistem sanitary landfill
Transportasi
- Pergantian moda transportasi
- Penggunaan bahan bakar fosil yang irit
- Kampanye kesadaran masyarakat
Energi
- Efisiensi energi dalam membangunan kota
- Penerangan jalan dengan lampu hemat energi
Perencanaan tata ruang/ penggunaan lahan
- Penghijauan kota
4
Tabel 1.2 Gambaran biaya mitigasi
Sektor
Biaya Investasi/
capex (perkiraan)
Biaya operasional per tahun
Keterangan
Sampah
- Pengelolaan sampah 3R: Pengelolaan sampah 3R terpadu berbasis masyarakat
±300.000 dollar AS
N/A
perkiraan berdasarkan studi kasus di kota Khulna, Bangladesh, populasi: 1,5 juta jiwa
- Composting/ pembuatan kompos terpusat
±50.000 dollar AS
±30.000 dollar AS
perkiraan berdasarkan studi kasus di kota Vientianne, Laos. Populasi: 750.000 jiwa
- Penggantian sistem open dumping ke sanitary landfill yang terpadu
500.000-700.000 dollar
AS
±50.000 dollar AS
perkiraan berdasarkan studi kasus di kepulauan Samoa dan di kota Passi di Filipina. Populasi kota Passi: 80.000 jiwa
- Energi dari sampah pada sistem sanitary landfill
±5 juta dollar AS atau lebih
±500.000 dollar AS atau
lebih
perkiraan berdasarkan studi kasus di kota Huzhou, China. populasi: 2,5 juta jiwa
Transportasi
-Pergeseran moda
5 - 10 juta dollar AS/km
±1,1 juta dollar AS
biaya bisa berubah sesuai
5
transportasi dengan kompleksitas lintasan dan panjang BRT yang akan dikembangkan. Contohnya Trans Millenio di Bogota. Columbia: US$ 5,8 juta/km, Trans Jakarta: 2 juta dollar AS /km
Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) untuk sarana transportasi umum
- Penggunaan bahan bakar fosil yang irit
350.000 dolar AS - 450.000
dolar AS (untuk stasiun
pengisian ulang CNG)
15.000 dolar AS - 20.000
dolar AS (untuk stasiun
pengisian ulang CNG)
perkiraan berdasarkan studi kasus di kota Quetta , Pakistan. populasi: 900.000 jiwa
Pengenalan CNG dan pembangunan stasiun CNG untuk pasokan bahan bakar
- kampanye kesadaran masyarakat
N/A N/A
biaya bisa berubah sesuai dengan kedalaman dan isi program
6
Energi
- Efisiensi Energi dalam membangun kota
bervariasi dari 20.000 dollar AS hingga 200.000 dollar AS /bangunan (fokus pada sistim pencahayaan dan AC)
biaya operasional yang negatif karena penghematan energi
perkiraan berdasarkan studi kasus di kota-kota di berbagai negara (studi kasus IEA)
Rencana tata ruang/ penggunaan lahan
Penghijauan kota
N/A N/A
biaya dapat berubah sesuai dengan jumlah pohon yang akan ditanam, areal yang akan dikembangkan, areal penghijauan serta perencanaan
Sifat dan jenis langkah-langkah mitigasi berbeda-beda dan dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Langkah-langkah jangka pendek yang dapat dikembangkan berupa
proyek serta dapat dicapai dalam jangka waktu yang pendek (1-3
tahun).
2. Langkah-langkah menengah dengan modal sertabiaya operasional
dan perawatan yang cukup besar(jangka waktu menengah, waktu
pengembangan 3-5 tahun, pengoperasian dan perawatan > 5
tahun),
3. Langkah-langkah jangka waktu panjang yang berkaitan dengan
kebijakan jangka panjang seperti perencanaan tata guna lahan/tata
ruang dan transportasi terpadu.
7
Pembiayaan dan Skema Insentif Perubahaan Iklim yang Sedang Dikembangkan
Saat ini ada beberapa bentuk pembiayaan perubahan iklim nasional yang sedang dikembangkan untuk memanfaatkan dana-dana asing terkait aksi mitigasi dan adaptasi: PT Indonesia Green Investment atau Indonesia Green Investment Fund (IGIF) sedang dalam proses pembentukan oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP). PIP dikelola oleh Kementerian Keuangan RI. Keterangan lebih lanjut mengenai IGIF tercantum di Bab 4 mengenai PIP.
Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF) didirikan oleh BAPPENAS untuk memanfaatkan hibah-hibah dalam jumlah kecil yang ada dan komitmen pendanaan dari donor luar negeri dengan cara mengumpulkan sumber pembiayaan tersebut menjadi satu sumber sehingga dapat digunakan untuk membiayai aksi inisiatif karbon rendah dalam skala yang lebih besar.
Saat ini ICCTF didukung oleh DFID (US$ 7.5 juta) dan AusAID (US$ 2 juta). Kegiatan-kegiatan yang saat ini dikembangkan dibawah ICCTF adalah bantuan teknis dan kegiatan peningkatan kapasitas. Diharapkan di masa mendatang ICCTF dapat memberikan fasilitasi investasi dalam aksi mitigasi.
Manajemen ICCTF terdiri dari Komite Pengarah yang dipimpin oleh
BAPPENAS sebagai penyedia kebijakan dan melakukan pengawasan,
dan Komite Teknis yang beranggotakan Kementerian Keuangan dan
BAPPENAS, yang bertanggung jawab untuk menilai proposal proyek
dalam hal pemenuhan persyaratan , kelayakan, kelestarian dan dampak
lingkungan. Komite Pengarah tersebut telah menugaskan UNDP
sebagai Pengelola Dana Sementara (Interim Fund Manager).
ICCTF dirancang dengan dua tahapan pengoperasian: langkah pertama
mendukung dana inovasi (Innovation Fund), yang merupakah dana
pembelanjaan hibah untuk mendukung proyek-proyek perubahan iklim
di kementerian yang tidak tercakup dalam anggaran kementerian.
Sementara langkah kedua direncanakan menjadi Dana Transformasi.
Dana transformasi adalah pendapatan yang dihasilkan oleh dana
8
investasi bergulir. Namun, dana bergulir untuk investasi ini belum
beroperasi. Saat ini dana ICCTF mendanai 3 proyek percontohan
inisiatif perubahan iklim, yakni:
Pelaksanaan konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di
sektor industri‟ yang berfokus pada identifikasi peluang
penghematan energi pada industri baja dan kertas, yang
dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian;
„Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan
Gambut yang Berkelanjutan‟ yang berfokus pada rencana
pengembangan studi untuk mendukung Aksi Mitigasi Nasional
yang Tepat/ Nationally Appropriate Mitigation Action (NAMA) terkait
dengan pengelolaan lahan gambut yang dilaksanakan oleh
Kementerian Pertanian; dan
Program Kesadaran Masyarakat, Pelatihan dan Pendidikan
mengenai PermasalahanPerubahan Iklim bagi Semua Lapisan
Masyarakat dalam hal Mitigasi dan Adaptasi‟ yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat umum, terutama petani dan
nelayan, tentang dampak perubahan iklim, yang dilaksanakan oleh
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
9
Keterangan: Sudah dipraktekkan Akan ditelaah
Gambar 1.1 Pendekatan terhadap Pembiayaan Langkah-langkah Mitigasi
Tertentu
Gambar 1.1 mengilustrasikan proses yang dapat diadopsi oleh
pemerintah kota guna menyeleksi jenis pembiayaan yang sesuai untuk
tiap langkah mitigasi (jangka pendek, menengah dan panjang). Untuk
kegiatan jangka pendek yang mensyaratkan pemenuhan standar
pelayanan minimum (SPM), maka Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) sebagai sumber utama pembiayaan. Sedangkan untuk
kegiatan mitigasi jangka pendek yang berhubungan dengan program
atau target yang ditentukan oleh pemerintah pusat, dapat dialokasikan
melalui DAK dari kementerian tertentu. Langkah-langkah mitigasi
tertentu juga dapat didukung dengan pinjaman/hibah spesifik yang
disalurkan melalui kementerian kepada pemerintah daerah untuk
mendukung gerakan nasional, yang dapat melengkapi DAK.
Sedangkan untuk kegiatan jangka menengah yang keekonomiannya
layak (feasible), dapat menarik partisipasi sektor swasta melalui skema
Kemitraan Publik Swasta (KPS/PPP).
10
1.1 Tujuan dan Batasan Pembuatan Direktori Direktori ini merupakan bagian dari studi perkotaan, perubahan iklim
dan pembiayaan yang dilakukan oleh PAKLIM dan CDIA. Direktori ini
bertujuan untuk memberikan informasi ringkas mengenai sarana
pembiayaan bagi pemerintah kota di Indonesia untuk mendukung aksi
mitigasi di tingkat kota, terutama yang berkaitan dengan kegiatan yang
membutuhkan investasi komersial dan bukan proyek percontohan.
Target pengguna direktori ini adalah para pembuat keputusan dan
pejabat pemerintah kota yang terlibat dalam mitigasi di tingkat kota dan
mencari pembiayaan untuk rencana aksi mitigasi, termasuk diantaranya
pejabat Walikota, BAPPEDA, Badan/Kantor Pengelolaan Lingkungan,
Dinas Transportasi, Dinas Cipta Karya, dst.
Sesuai dengan permintaan APEKSI dan Kementerian Dalam Negeri,
fokus direktori ini juga seyogyanya disebarluaskan kepada khalayak yang
lebih luas, sebagai informasi dan referensi yang sangat bermanfaat.
Oleh karena itu, mekanisme evaluasi tertentu akan bersama-sama
diimplementasikan antara APEKSI dan PAKLIM untuk mengetahui
apakah direktori ini juga berguna untuk kota-kota di wilayah lain dan
apa saja yang diperlukan untuk perbaikan lebih lanjut.. Direktori ini juga
dapat memberikan wawasan berharga bagi pemerintah provinsi/ pusat,
masyarakat sipil, dan kelompok-kelompok yang tertarik.
Dalam hal insentif, ada berbagai jenis insentif yang disediakan
kementerian terkait untuk mendukung tindakan yang dapat
dihubungkan dengan aksi mitigasi, misalnya insentif efisiensi energi dari
Kementerian ESDM. Meskipun demikian, direktori ini menitikberatkan
pada pembiayaan yang dapat ditransfer ke atau diakses oleh kota untuk
membiayai aksi mitigasi di kota tersebut.
11
1.2 Struktur Direktori Direktori ini diawali dengan Bab Pendahuluan yang menjelaskan latar
belakang dan tujuan Direktori. Bab selanjutnya secara garis besar
dibagi antara sumber pendanaan nasional dan internasional yang
menjabarkan tipe, kelayakan, mekanisme dan informasi kontak dari
pembiayaan nasional dan internasional untuk aksi mitigasi dan adaptasi.
Pengembangan Kota di Asia/ Cities Development in Asia (CDIA)
CDIA merupakan prakarsa regional yang didirikan pada tahun 2007 oleh Bank
Pembangunan Asia (Asian Development Bank) dan pemerintah Jerman, dengan dukungan
tambahan dari pemerintah Swedia, Spanyol, dan Austria. Prakarsa ini menyediakan
bantuan bagi kota-kota di Asia yang berukuran sedang untuk menjembatani jurang
antara perencanaan pembangunan dan pelaksanaan investasi infrastruktur. CDIA
menggunakan pendekatan berdasarkan permintaan untuk mendukung identifikasi dan
pengembangan proyek investasi perkotaan dalam kerangka perencanaan pembangunan kota
yang sudah ada, yang menekankan pada kelestarian lingkungan hidup, pembangunan pro-
kemiskinan, tata kelola pemerintahan yang baik dan perubahan iklim.
PAKLIM
Program Advis Kebijakan untuk Lingkungan dan Perubahan Iklim (PAKLIM)
merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Jerman dan Indonesia. Atas nama
pemerintah Jerman, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ)
GmbH membantu pihak pemerintah dan swasta di Indonesia dalam implementasi
PAKLIM. Sebagian dari program tersebut terfokus pada pengembangan strategi iklim
perkotaan yang terintegrasi yang mencakup strategi komprehensif pada adaptasi dan
mitigasi, dan integrasinya ke dalam perencanaan pengembangan kota.
12
2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
2.1 APBD untuk Pembiayaan Aksi Mitigasi Pada tingkat kota, APBD adalah salah satu sumber pembiayaan bagi
aksi mitigasi perubahan iklim. Aksi mitigasi jangka pendek dan
menengah sebaiknya menjadi arusutama dengan proses perencanaan
pembangunan, termasuk proses pengambilan keputusan dari bawah ke
atas melalui Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) pada
Musyawarah Rencana Pembangungan (Musrenbang). Jika Rencana
Kerja Pembangunan Daerah telah disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), dibuatlah Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) guna menyusun alokasi anggaran. Diskusi mengenai kebijakan
anggaran umum dan prioritas penting dilakukan untuk memutuskan
kegiatan apa saja yang dapat dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan dari sumber pembiayaan lainnya.
2.2 Pilihan Mitigasi/Adaptasi Apa Saja yang Dapat Dibiayai?
Efisiensi Energi Pertanian
Pengelolaan Sampah Ketahanan iklim
Transportasi yang berkelanjutan
Pengelolaan Risiko Bencana
Penghijauan wilayah perkotaan
Tata Guna Lahan & Kehutanan
Pengelolaan air limbah Sarana dan Prasarana Umum
2.3 Mekanisme Pembiayaan
Sifat Dukungan Jenis Intervensi Pemrakarsa
Hibah Peningkatan Kapasitas
Kota/Kabupaten
13
Pinjaman Konsep dan Rencana
Provinsi
Mitigasi Risiko Sarana dan Prasarana
Nasional
Lainnya : Transfer Pemerintah Pusat
Pengoperasian dan Pengalihan
Sektor Swasta
Alih Teknologi
2.4 Studi Kasus Nama: Trans Jakarta Busway
Langkah-langkah mitigasi yang dibiayai: aksi mitigasi melalui
pengadaan sarana transportasi umum (Busway) dengan bahan bakar
rendah karbon (Armada Busway menggunakan Compressed Natural Gas)
sebagai bahan bakar)
Peserta: Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta
sumber pembiayaan dan jumlah: APBD DKI Jakarta tahun 2004-
2010 sebesar 3,4 triliun rupiah.
Hal-hal yang dipelajari dari studi kasus ini:
Terdapat temuan bahwa biaya pelaksanaan Busway tidak efisien karena
peningkatan jumlah investasi untuk armada busway dibandingkan
rencana awal. Temuan lain adalah tidak tersedianya pasokan CNG
akibat dari terbatasnya jumlah Stasiun Pengisian Bahan bakar CNG.
14
3 Dana Alokasi Khusus (DAK)
3.1 Apakah DAK itu? Dana Alokasi Khusus atau DAK merupakan aliran dana dari
pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan pemerintah
kota/kabupaten. DAK dialokasikan untuk membantu pembiayaan
fasilitas kebutuhan dasar dan infrastruktur dasar yang diprioritaskan
pada tingkat nasional, termasuk aksi mitigasi terkait dengan
infrastruktur sanitasi, lingkungan hidup, sektor kehutanan dan sektor
energi.
DAK terkait aksi mitigasi dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1 DAK terkait aksi mitigasi
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Alokasi DAK (dalam milyar rupiah)
Tindakan mitigasi yang
berhubungan
Kegiatan (Sumber: Peraturan Kementerian Keuangan No. 216 tahun
2010/PMK No 216/PMK.07/2010) 2010 2011
Infra-
struktur
Sanitasi
357,2 419,6 Infrastruktur
umum
pengolahan
sampah
Untuk mendukung
pembangunan sanitasi selama
RPJM 2010-2014,
ketersediaan pengelolaan
sampah untuk 80% rumah
tangga di perkotaan, dan
untuk mengurangi genangan
akibat dari banjir/ rob pada
22.500 ha di 100 kota yang
strategis (Peraturan Menteri
PU No. 15/2010 tentang
Petunjuk Teknis DAK
Bidang Infrastruktur).
15
Kehutan
an
250 400 Lahan &
Penggunaan
dan
Kehutanan
Untuk mendukung
rehabilitasi lahan kritis di luar
areal konservasi hutan, area
hutan primer, area mangrove,
pengembangan perkebunan
desa dan konservasi lahan
gambut. Hal ini dilaksanakan
di lokasi-lokasi prioritas yang
terpilih – 108 lokasi
(Peraturan Menteri
Kehutanan No P.
03/Menhut-II/2010 –
www.dephut.go.id/files/P03_
2010.pdf).
Lingkun
gan
Hidup
351,6 400 Penghijauan
kota,
Pengelolaan
air limbah
Untuk
mendukung infrastruktur fisik
pada pengelolaan lingkungan
khususnya peningkatan
kualitas lingkungan
hidup, pengurangan polusi air
dan udara, serta sampah,
dan untuk mendukung
pengurangan emisi GRK.
Dukungan untuk
pengurangan emisi GRK
hanya untuk biogas, dan
penghijauan perkotaan
(Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No.
01/2011 tentang Petunjuk
Teknis Pemanfaatan DAK
Bidang Lingkungan Hidup).
Catatan *: Sumber: Arah Kebijakan DAK RKP 2011 (BAPPENAS).
16
3.2 Pilihan Mitigasi/Adaptasi Apa Saja yang Dapat Dibiayai?
Efisiensi Energi Pertanian
Pengelolaan Sampah Ketahanan Iklim
Transportasi Berkelanjutan Pengelolaan Risiko Bencana
Penghijauan Wilayah Perkotaan
Tata Guna Lahan & Kehutanan
Pengelolaan Air Limbah Sarana Prasarana Umum
3.3 Mekanisme Pembiayaan
Sifat Dukungan Jenis Intervensi Pemrakarsa
Hibah Peningkatan Kapasitas
Kota/Kabupaten
Pinjaman Konsep dan Rencana
Provinsi
Mitigasi Risiko Sarana dan Prasarana
Nasional
Lainnya : Transfer Pemerintah
Pengoperasian dan Pengalihan
Sektor Swasta
Alih teknologi
3.4 Kelayakan (Eligibility) Alokasi DAK untuk masing-masing kota didasarkan pada perhitungan
Kriteria Umum, Kriteria Khusus, dan Kriteria Teknis. Kriteria Umum
adalah kapasitas fiskal kota berdasarkan selisih antara APBD kota
dikurangi pengeluaran untuk gaji. Kriteria Khusus adalah berdasarkan
karakteristik khusus kota tersebut, yakni a) terletak di provinsi Papua,
Provinsi Papua Barat dan daerah-daerah yang belum berkembang; dan
b) karakteristik khusus seperti misalnya terletak di daerah pesisir,
perbatasan, daerah rawan, daerah minim pangan, serta daerah wisata.
17
Kriteria Teknis dibuat untuk setiap bidang tertentu melalui pedoman
khusus. Contohnya kriteria teknis untuk DAK di bidang lingkungan
hidup, yaitu misalnya kepadatan penduduk, panjang sungai, lahan,
institusi, area hijau (sejak 2011), volume sampah (sejak 2011). Petunjuk
Teknis DAK Lingkungan Hidup dituangkan ke dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup no. 37/2009 sedangkan Petunjuk Teknis
DAK bidang infrastruktur, yang juga mencakup persampahan,
termaktub di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.
15/PRT/M/2010.
Kota penerima DAK harus menyediakan 10% dana pendamping yang
dialokasikan dalam APBD kota dengan rincian mengenai penggunaan
dana tersebut dalam APBD.
3.5 Mekanisme Langkah 1:
- Pemerintah kota menyediakan data tentang kondisi fasilitas dan sarana serta
prasarana setempat yang dapat diklasifikasikan sebagai sektor yang
diprioritaskan untuk dana alokasi khusus kepada pemerintah pusat
(Kementerian Keuangan). Hal ini merupakan langkah dalam DAK yang
memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah guna berperan
aktif. Untuk proses selebihnya, pengambilan keputusan tetap di
bawah pemerintah pusat.
- Kementerian Keuangan kemudian menggunakan data untuk
menentukan alokasi DAK sesuai dengan sektor dan daerah (lihat
Gambar 2.1). Kriteria umum, khusus dan teknis digunakan untuk
menentukan alokasi DAK.
Langkah 2:
- Kementerian Keuangan, melalui Dirjen Perbendaharaan Nasional
menyediakan dokumen alokasi anggaran DAK untuk provinsi/
kabupaten dan kota yang telah dialokasikan (lihat Gambar 2.2).
18
- Kementerian terkait yang bertanggung jawab atas sektor-sektor yang
diprioritaskan untuk DAK, mempersiapkan pedoman teknis.
Langkah 3:
- Setelah menerima dokumen alokasi anggaran, pemerintah kota yang
diwakili oleh walikota mengatur penggunaan DAK seperti yang
telah diajukan dalam Rencana Daerah (RD) dan Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Walikota mengeluarkan dokumen
pelaksanaan anggaran untuk unit Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang bertanggung jawab atas kegiatan anggaran.
Langkah 4:
- Pemerintah kota wajib mengikuti pedoman teknis yang dikeluarkan
oleh kementerian mengenai pengelolaan kegiatan yang dibiayai oleh
DAK.
Langkah 5:
- Pemerintah kota mengajukan laporan pelaksanaan (di bidang teknis)
kepada kementerian mengenai DAK. Salinan laporan ini
disampaikan sebagai tembusan kepada Kementerian Keuangan,
Dirjen Keseimbangan Fiskal, pada akhir tahun fiskal (pada bulan
Desember setiap tahunnya).
Langkah 6:
- Di tiap kuartal (Maret, Juni, September dan Desember),
walikota wajib menyerahkan laporan kegiatan, realisasi fisik dan
fiskal, dan semua hal kepada Sekjen Kementerian Keuangan.
Laporan ini juga diserahkan pada BAPPENAS dan
Kementerian Dalam Negeri untuk mendapatkan masukan dari
kedua kementerian tersebut. Tingkat provinsi juga menelaah
penggunaan DAK di tingkat kota.
19
Gambar 3.1 Proses dan laporan aliran DAK
3.6 Studi Kasus Nama: DAK untuk pembangunan
Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) yang menghasilkan biogas.
Langkah-langkah mitigasi yang
dibiayai: IPAL biogas untuk
pengolahan air limbah dari industri
tapioka, tahu dan peternakan sapi
Peserta: SKPD yang bertanggung jawab: Kantor Lingkungan Hidup
Jenis pembiayaan dan jumlah: Pembuatan IPAL biogas limbah
tapioka berlokasi di desa Ujunggede, Kec. Ampelgading Kab. Pemalang
(Rp 93,5 juta), Pembuatan 4 unit IPAL biogas limbah sapi Kabupaten
Pemalang (Rp 82,5 juta) dan 1 unit IPAL biogas limbah tahu di Desa
Kauman, Kec. Comal, Kab. Pemalang (Rp 99 juta).
Sumber: PAKLIM, 2010
20
Hal-hal yang dipelajari dari DAK secara umum:
- Penggunaan sarana yang dikembangkan dengan DAK tidak optimal,
antara lain karena a) kapasitas sumber daya manusia, b) terbatasnya
pelatihan dan program peningkatan kapasitas, c) kesiapan
kota/kabupaten untuk menyediakan dukungan aktivitas tersebut
(misalnya penyediaan listrik, dst).
- Kepatuhan: Dilaporkan bahwa kurang dari 50% kota/kabupaten
yang melaporkan kegiatan mereka di tahun 2009.
3.7 Kontak Informasi Umum mengenai DAK
Institusi: Sekretariat Tim Koordinasi Penyusunan Kebijakan, Perencanaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus (TKPKP2E-DAK), BAPPENAS
Alamat: Jl. Taman Suropati No. 2, Jakarta 10310
Telepon: +62 21 3193 4175 Website: www.tkp2e-dak.org
DAK Infrastuktur Sanitasi
Institusi: Direktorat Bina Program, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Alamat: Jl. Pattimura No. 20 Jakarta Selatan 12110
Telepon: +62 21 7279 6578 Website: ciptakarya.pu.go.id
Institusi: Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PPLP), Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Alamat: Jl. Pattimura No. 20 Jakarta Selatan 12110
Telepon: +62 21 7279 7175/6 Website: ciptakarya.pu.go.id
21
DAK Lingkungan Hidup
Institusi: Kepala Bagian Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program dan Anggaran
Alamat: Kementerian Lingkungan Hidup, Gedung B Lantai 2
Telepon: +62 21 858 0104 Website: www.menlh.go.id
22
4 Pinjaman melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
4.1 Pinjaman melalui PIP Pusat Investasi Pemerintah(PIP) merupakan dana kesejahteraan yang
dikelola oleh Kementerian Keuangan Indonesia. Salah satu jasa yang
ditawarkan oleh PIP adalah pinjaman jangka menengah dan panjang
kepada Pemerintah Daerah, termasuk kota dan kabupaten, untuk
membiayai proyek-proyek layanan umum dan sarana prasarana yang
sejalan dengan perencanaan pembangunan dan program
kota/kabupaten.
4.2 Pilihan Mitigasi/Adaptasi Apa Saja yang Dapat Dibiayai ?
Efisiensi Energi Pertanian
Pengelolaan Sampah Ketahanan Iklim
Transportasi Berkelanjutan Pengelolaan Risiko Bencana
Penghijauan Wilayah Perkotaan
Tata Guna Lahan & Kehutanan
Pengelolaan Air Limbah Sarana Prasarana Umum
Sampai saat ini belum ada aksi mitigasi yang dibiayai oleh PIP. Namun
pada dasarnya PIP mendukung sektor-sektor spesifik yang
mengimplementasikan aksi mitigasi, sebagai berikut: energi terbarukan,
pengelolaan sampah dan air limbah, pembangunan sistem transportasi
yang ramah lingkungan.
Indonesia Green Investment Fund (IGIF)
Indonesia Green Investment Fund merupakan suatu prakarsa dibawah PIP
guna memanfaatkan sumber pembiayaan berbasis swasta dan pasar
untuk proyek pengembangan karbon emisi rendah. Dengan modal awal
23
sejumlah kurang lebih 1 milyar dolar AS, PIP mendirikan IGIF sejak
awal tahun 2010 namun proses pendiriannya masih sedang berlangsung.
IGIF bertujuan untuk mengoptimalkan pendanaan dari International
Climate Finance (Pendanaan Iklim Internasional) guna memanfaatkan
bisnis karbon rendah. Pada awalnya IGIF berfokus pada energi
terbarukan dan tata guna lahan yang berkelanjutan, dapat diukur dan
secara komersial layak bagi sektor swasta. Tujuan utama IGIF adalah
menarik peran serta sektor swasta dalam pengembangan sarana
prasarana rendah karbon melalui KPS. Pembiayaan yang dirancang
untuk dialirkan melalui IGIF termasuk gabungan antara hibah,
pinjaman lunak dan ekuitas.
Selama periode awal pendirian IGIF berbagai sumber dana luar negeri
telah berminat untuk berpartisipasi dalam mengalirkan pendanaan
kepada IGIF, yaitu: AFD dari Perancis dengan ± 300-500 juta Euro per
tahun untuk 3 tahun mendatang dalam bentuk pinjaman lunak; dana
DFID untuk pendirian awal dan pengoperasian IGIF; dan dari donor
internasional lainnya, yaitu dari JICA, Korea, dan Islamic Development
Bank. Namun karena pendirian IGIF belum sepenuhnya selesai maka
pendanaan ini belum dalam bentuk komitmen.
4.3 Mekanisme Pembiayaan
Sifat Dukungan Jenis Intervensi Pemrakarsa
Hibah Pembangunan Kapasitas
Kota/kabupaten
Pinjaman Konsep dan Rencana
Provinsi
Mitigasi Risiko Sarana Prasarana
Nasional
Lainnya: Investasi Sektor Swasta
Pengoperasian dan Pengalihan
Sektor Swasta
Alih Teknologi
24
4.4 Kelayakan (Eligibility) - Untuk pinjaman jangka menengah: durasi waktu pinjaman jangka
menengah tidak boleh melebihi jangka waktu masa jabatan
walikota/ bupati. Pinjaman adalah untuk membiayai layanan
umum tanpa mengharapkan pengembalian dari kota/kabupaten.
- Untuk pinjaman jangka panjang: waktu pembayaran akan
berbasis pada pembayaran per tahundan pinjaman ini adalah
untuk membiayai investasi yang harus dikembalikan oleh
kota/kabupaten;
- Baik untuk pinjaman jangka menengah maupun panjang: (i) total
pinjaman pemerintah kota/kabupaten tidak lebih dari 75% dari
pendapatan umum tahun fiskal sebelumnya, (ii) rasio cakupan
hutang tidak lebih dari 2.5, (iii) pemerintah kota/kabupaten tidak
memiliki tunggakan pembayaran dari pinjaman yang ada, dan (iv)
setiap pinjaman jangka menengah dan panjang harus disetujui
oleh DPRD.
4.5 Mekanisme Gambar 4.1 (halaman 25) mengilustrasikan proses pengajuan pinjaman
kepada PIP dan langkah-langkahnya sebagai berikut :
Langkah 1: Pemerintah kota mengirimkan surat resmi permohonan pinjaman kepada PIP.
Langkah 2 dan 3: PIP meminta pemerintah kota untuk memberikan presentasi kebutuhan pinjaman kepada PIP (yang kemudian ditindaklanjuti dengan presentasi)
Langkah 4: Pemerintah kota mengajukan aplikasi pinjaman kepada PIP untuk dievaluasi. Dokumen aplikasi berisi: latar belakang dan tujuan kegiatan
25
yang akan dibiayai oleh pinjaman tersebut, studi kelayakan kegiatan tersebut, skema pembiayaan dan penilaian alokasi risiko.
Langkah 5 dan 6: PIP menyetujui atau menolak aplikasi pinjaman tersebut berdasarkan dokumen aplikasi pinjaman. Bila pinjamannya disetujui, PIP mengirimkan tawaran pinjaman kepada Pemerintah Kota.
Gambar 4.1 Proses Pengajuan Pinjaman pada PIP
4.6 Studi Kasus Nama: Pembangunan Perusahaan Listrik Tenaga Gas untuk dihubungkan pada jaringan listrik di kota Palembang (sudah diajukan)
Langkah-langkah mitigasi yang dibiayai: penyediaan listrik dari pembangkit listrik berbahan bakar karbon fosil rendah
26
Peserta: Pemerintah kota Palembang, PIP
Jenis pembiayaan dan jumlah: pinjaman sejumlah Rp 152,9 milyar dari Kementerian Keuangan, dikucurkan melalui PIP
Proses:
- Pemerintah kota Palembang mengirimkan surat resmi permohonan pinjaman kepada PIP.
- PIP meminta pemerintah kota (kantor Walikota) untuk memberikan presentasi mengenai kebutuhan pinjaman kepada PIP yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian presentasi.
- Pemerintah kota menyerahkan permohonan pinjaman tersebut kepada PIP untuk dievaluasi.
Hal yang dipelajari: PIP telah memberikan 3 pinjaman bagi pemerintah daerah (provinsi dan kota) sejak 2009. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pinjaman adalah kapasitas pembiayaan pemerintah daerah dan kapasitas pengajuan pinjaman: persiapan dokumen kelayakan yang memadai, dan dokumen-dokumen detail lainnya. Hingga kini, pinjaman-pinjaman tersebut masih belum berhubungan dengan aksi mitigasi, tetapi mekanismenya dapat diadopsi sebagai contoh untuk insitusi-institusi lainnya dibawah Kementerian Keuangan, Dana Investasi Penghijauan (Indonesian Green Investment Fund) yang mana saat ini sedang dikembangkan dalam kerangka PIP.
4.7 Kontak Institusi Kepala Divisi Portfolio II, Pusat Investasi Pemerintah,
Kementerian Keuangan
Alamat: Gedung Djuanda I, Lt. 18, Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710
Telepon +62 21 386 1432
Fax +62 21 386 1479
Website www.pip-indonesia.com
Email [email protected]
27
5 Kemitraan Publik Swasta (KPS)
5.1 Apakah KPS itu? KPS merupakan metode pemerintah untuk meningkatkan peran serta
swasta dalam memberikan pelayanan umum. Dalam sebuah proyek
KPS, pemerintah menyusun kemitraan jangka panjang dengan pihak
swasta guna mengembangkan, membangun mengoperasikan dan
memelihara jasa layanan umum seperti pembangunan, pengoperasian
dan perawatan Sanitary Landfill terpadu, atau mengembangkan serta
mengoperasikan sistem transportasi massal. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 13 Tahun 2010, pengelolaan sampah telah tercakup
dalam sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan sebagai KPS.
Ada berbagai macam model KPS yang dapat diterapkan, misalnya
membangun – memiliki - mengoperasikan (Build-Own_Operate/BOO),
membangun – memiliki - mengalihkan (Build-Own-Transfer/BOT),
mengoperasikan dan memelihara, dan menyewa-membangun-
mengoperasikan. Tidak ada batasan sehubungan dengan modalitas PPP
yang dapat digunakan dalam proyek di Indonesia.
5.2 Pilihan Mitigasi/Adaptasi Apa Saja yang Dapat Dibiayai?
Efisiensi Energi
Pertanian
Pengelolaan Sampah
Ketahanan Iklim
Transportasi Berkelanjutan Manajemen Risiko Bencana
Penghijauan Kota Tata Guna Lahan & Kehutanan
Pengelolaan Air Limbah Sarana Prasarana Umum
28
5.3 Mekanisme Pembiayaan
Sifat Dukungan Jenis Intervensi Pemrakarsa
Hibah Peningkatan Kapasitas
Kota/kabupaten
Pinjaman Konsep dan Perencanaan
Provinsi
Mitigasi Risiko
Sarana Prasarana
Nasional
Lainnya : Investasi Sektor Swasta
Pengoperasian dan Pengalihan
Sektor Swasta
Pengalihan Teknologi
5.4 Kelayakan
- Kegiatan-kegiatan KPS diwajibkan untuk menyediakan
pelayanan umum dan mempunyai fitur perbankan dengan
kelayakan teknis, komersial, dan ekonomis yang memadai.
- Sektor-sektor yang layak dalam hukum Indonesia bagi KPS
(Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2010) yakni pelabuhan
udara, pelabuhan laut, jalur kereta api, jalan, penyediaan air/
sistem irigasi, air minum, air limbah, pengelolaan sampah,
teknologi informasi dan komunikasi, listrik dan minyak serta
gas. Proyek KPS adalah proyek berbasis pada lisensi
pemerintah atau persetujuan bersama.
- Instansi pemerintah yang mengadakan perjanjian KPS atau
perihal perijinan badan usaha untuk sebuah proyek KPS
(government contracting agency, GCA) adalah instansi
pemerintah yang berada pada tingkat nasional, provinsi atau
kota/kabupaten (kantor Gubernur pada tingkat provinsi,
kantor Bupati pada tingkat Kabupaten dan kantor Walikota
pada tingkat Kota)
- Seleksi badan usaha untuk bermitra dengan instansi pemerintah
tersebut harus melalui proses tender terbuka.
29
5.5 Mekanisme Suatu KPS dapat diidentifikasikan dan disiapkan oleh pemerintah
(disebut sebagai “proyek permohonan”/”solicited project”) atau dapat
diidentifikasikan dan diajukan kepada pemerintah melalui badan
usaha/pengembang proyek (disebut sebagai “bukan proyek
permohonan”/”unsolicited” project). Gambar 5.1 mengilustrasikan
proses investasi PPP.
Penyaringan proyek mensyaratkan identifikasi dan prioritas akan
kebutuhan jasa layanan publik yang layak dan dapat diwujudkan melalui
suatu skema KPS. Dalam konsultasi publik, GCA sebaiknya
mengundang dan mengumpulkan masukan dari pihak yang
bersangkutan, terutama masyarakat yang berhubungan dengan
pelaksanaan proyek, pengembang proyek, dan pemberi pinjaman
potensial. Studi kelayakan melakukan evaluasi kelayakan teknis,
komersial, dan kontrak, dan memeriksa risiko potensial sebagaimana
juga alokasi risiko antara GCA dan pengembang proyek. Studi
kelayakan juga harus memeriksa apakah proyek tersebut membutuhkan
serta layak menerima dukungan pemerintah, misalnya akuisisi tanah,
dukungan atau jaminan ketidakpastian, dukungan keuangan langsung,
dsb. Proses pengadaan mencakup semua proses tender mulai dari
pra-kualifikasi sampai penandatanganan kontrak. Dalam proses
pelaksanaan, perusahaan proyek (badan usaha) telah didirikan,
pembiayaan telah diatur, dan pengembangan, pembangunan serta
pengoperasian telah diwujudkan. GCA nantinya akan memonitor
jalannya pelaksanaan proyek melalui proses pengawasan sebagaimana
tercantum dalam kontrak kerjasama antara GCA dan pengembang
proyek.
30
Gambar 5.1 Mekanisme proses investasi PPP
5.6 Studi Kasus Nama: Fasilitas ekstraksi dan pembakaran Landfill Gas (LFG) untuk
TPA sampah kota.
Langkah-langkah mitigasi yang dibiayai: mitigasi gas metan dari
Tempat Pembuangan Akhir limbah padat melalui ekstraksi dan
pembakaran LFG.
Peserta: PT Gikoko Kogyo (selanjutnya disebut “Gikoko”), dan
Pemerintah Kota Bekasi, Palembang, Pontianak dan Makassar.
Jenis pinjaman dan jumlah: Investasi untuk setiap lokasi sekitar US$
5 juta.
Proses:
- Ide proyek telah didiskusikan dengan pemerintah kota dan
proposal sudah diajukan oleh Gikoko kepada Pemerintah Kota
(Kantor Walikota sebagai kontak).
Pen
yari
ng
an
Pro
yek
:
Iden
tifi
kas
i d
an p
enen
tuan
pri
ori
tas
Ko
nsu
ltasi
Masy
ara
kat
Studi
Kelayakan
- Teknis,
Komersial,
Kontrak
- Perkiraan
Resiko
- Penentuan
Bentuk
Kerjasama
- Identifikasi
Kebutuhan
akan
Dukungan
Pemerintah
Pen
gad
aan
Pela
ksa
naan
Pen
gaw
asa
n
31
- Gikoko bertanggungjawab atas pendanaan pembangunan dan
pengoperasian fasilitas ekstraksi dan pembakaran LFG.
Sementara pemerintah kota bertugas untuk memiliki dan
melanjutkan mengoperasikan TPA tersebut.
- Tender untuk proyek tersebut dilakukan di Makasar dan
Bekasi, dan Gikoko memenangkan tender untuk melaksanakan
proyek tersebut.Gikoko ditunjuk secara langsung untuk
menjalankan proyek di Palembang dan Pontianak.
- Proyek-proyek ini juga telah mengajukan permohonan untuk
didaftarkan sebagai proyek CDM, karena pendapatan potensial
dari kredit karbon diharapkan dapat meningkatkan kelayakan
pembiayaan proyek tersebut.
Hal yang dapat dipelajari: Pelaksanaan proyek-proyek tersebut
menghadapi kendala yaitu gas metan yang diproduksi lebih rendah
daripada yang diharapkan karena permasalahan teknis dan pemerintah
kota kesulitan dalam memenuhi komitmen mereka untuk menyediakan
limbah organik sesuai target dan mengelola TPA sebagaimana mestinya.
Dukungan pemerintah berupa dukungan peluang/jaminan merupakan
pilihan untuk aksi penyelamatan proyek sejenis.
5.7 Kontak Institusi: Direktorat Pengembangan Kemitraan Publik Swasta,
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Alamat: Jl. Taman Suropati No. 2, Jakarta 10310 Telepon: +62 21 3193 4175 Website: pkps.bappenas.go.id
32
6 Pinjaman/ Hibah Luar Negeri yang Dialirkan Melalui Kementerian sebagai bagian dari APBN
6.1 Pinjaman/ hibah luar negeri melalui Kementerian Pinjaman/ hibah luar negeri untuk membiayai tindakan-tindakan
mitigasi di tingkat Kota/kabupaten merupakan bagian dari APBN
karena pinjaman/ hibah tersebut dikelola oleh Kementerian.
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan, kota/kabupaten tidak boleh menerima
pinjaman/ hibah luar negeri secara langsung.
Pinjaman luar negeri yang merupakan sub-pinjaman untuk pemerintah
daerah disebut sebagai Perjanjian Sub-Pinjaman (SLA). Badan yang
bertanggungjawab atas pembayaran pinjaman tersebut adalah
Kementerian Keuangan di tingkat nasional, sementara pemerintah Kota
/ Kabupaten bertanggungjawab atas pembayaran kepada Kementerian
Keuangan. Ini yang disebut sebagai “pinjaman dua langkah”.
Beberapa inisiatif kegiatan mitigasi dilaksanakan dengan pinjaman luar
negeri yang ada di Kementerian. Pinjaman ini kemudian disalurkan
kepada pemerintah kota sebagai hibah. Contohnya program sanitasi
TPA Sanitary Landfill, pengembangan program ini dilaksanakan melalui
Kementerian Pekerjaan Umum dengan pembiayaan pinjaman luar
negeri dari donor, antara lain KfW dan JICA. Kementerian Pekerjaan
Umum juga mengelola hibah dari AusAID untuk program sanitasi.
33
6.2 Pilihan Mitigasi/Adaptasi Apa Saja yang Dapat Didanai?
Efisiensi Energi Pertanian
Pengelolaan Sampah Ketahanan Iklim
Transportasi Berkelanjutan Manajemen Risiko Bencana
Penghijauan Kota Tata Guna Lahan & Kehutanan
Pengelolaan Air Limbah Sarana Prasarana Umum
6.3 Mekanisme Pembiayaan
Sifat Dukungan Jenis intervensi Pemrakarsa
Hibah Peningkatan Kapasitas
Kota/kabupaten
Pinjaman Konsep dan Perencanaan
Provinsi
Mitigasi Risiko Sarana Prasarana
Nasional
Lainnya : Investasi Sektor Swasta
Pengoperasian dan Pengalihan
Sektor swasta
Alih Teknologi
6.4 Kelayakan
- Sejumlah program nasional yang diprakarsai oleh jajaran
Kementerian dilaksanakan di tingkat Kota/kabupaten.
Pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai
34
program-program tersebut dialirkan melalui dua cara: sebagai
bantuan teknis (hibah) dan sebagai sub-pinjaman pada
pemerintah Kota/kabupaten.
- Kota/kabupaten harus memenuhi persyaratan dan kriteria
tertentu untuk kelayakan sebuah perjanjian sub-pinjaman,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun
2004, Peraturan Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS) No. 005/ M.PPN/ 06/ 2006,
Peraturan Kementerian Keuangan No. 53/ PMK/ 2006 dan
Pedoman Teknis Hibah Luar Negeri/ Permohonan Pinjaman
Badan Perencanaan Nasional (National Planning Agency
Technical Guidance of Foreign Grants/ Loan Application)
2010-2014.
6.5 Mekanisme Mekanisme tersebut mencakup proses pengajuan dan evaluasi yang
terilustrasi dalam Gambar 5.1 dan 5.2. Ilustrasi itu hanya menunjukkan
mekanisme dari sudut pandang permohonanpermohonan dari
Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat tanpa menunjukkan
interaksi/ mekanisme antara Pemerintah Pusat dengan lembaga donor
luar negeri.
Sebelum proses pengajuan, Kementerian terkait meluncurkan program
nasional yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri dimana kegiatan
program nasional tersebut dilaksanakan di tingkat nasional melalui
perjanjian sub-pinjaman. Kementerian kemudian mengundang
partisipasi pemerintah Kota/kabupaten melalui surat resmi. Kota-kota
yang proaktif dan responsif akan dievaluasi sesuai dengan kriteria
kelayakan teknis suatu program.
Berikut proses permohonan sub-pinjaman untuk Kota/kabupaten:
Langkah 1: Pemerintah Kota mengirimkan surat persetujuan dari
Walikota dan DPRD kepada Kementerian. Surat itu menyatakan
35
kesediaan kota tersebut dan persetujuan atas pinjaman kota untuk
mendukung program nasional yang dikelola oleh Kementerian terkait.
Langkah 2: Kementerian mengajukan permohonan pinjaman atas
nama Pemerintah Kota yang kemudian diserahkan kepada
BAPPENAS. Selain formulir permohonan yang telah dilengkapi,
dokumen-dokumen berikut harus tersedia: (i) surat persetujuan
permohonan pinjaman dari Walikota dan DPRD tingkat kota (ii)
Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan (DSKK) (iii) Kerangka Acuan
Kerja (KAK) dan (iv) Daftar Isian Pengusulan Kegiatan (DIPK).
Langkah 3: BAPPENAS meminta informasi dari Kementerian
Keuangan mengenai indikator kapasitas keuangan kota untuk
kelengkapan permohonan pinjaman. Indikator kapasitas keuangan
Kota/kabupaten tersebut berdasarkan informasi yang diterima oleh
Kementerian Keuangan dari Kota/kabupaten.
Langkah 4 dan 5: Tergantung pada kelengkapan dokumen (termasuk
informasi mengenai indikator keuangan kota), permohonan pinjaman
dicatat BAPPENAS dalam Daftar Rencana Pinjaman dan Hibah Luar
Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM). Permohonan pinjaman juga
dicatat dalam Daftar Rencana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri yang
diperbaharui setahun sekali pada bulan November.
Langkah 6: Daftar hibah/ pinjaman luar negeri diteruskan ke
Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nasional.
Langkah 7: Kementerian Keuangan mengirimkan surat resmi
permohonan sub-pinjaman kepada Kementerian terkait dengan
tembusan kepada Pemerintah Kota.
36
Gambar 6.1 Proses permohonan sub-pinjaman
Proses evaluasi permohonan permohonan sub-pinjaman adalah sebagai
berikut:
Langkah 1: Pemerintah kota menyerahkan permohonan pinjaman
kepada Kementerian Keuangan: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Permohonan pinjaman terdiri atas: (i) Studi Kelayakan, (ii) detail
kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman tersebut, (iii) catatan
APBD 3 tahun terakhir, (iv) APBD saat ini, (v) analisa proyeksi APBD
untuk jangka waktu pinjaman termasuk asumsi, (vi) rencana
pembiayaan, (vii) surat persetujuan DPRD, (viii) obigasi pembayaran
lainnya bila masih ada hutang/ pinjaman lainnya, (ix) surat pernyataan
dari Walikota yang berisi pernyataan sebagai berikut: (a) tidak ada
pembayaran hutang terbuka untuk hutang/ pinjaman, (b) kota akan
mengalokasikan dana pendamping dari APBD kota tersebut, (c) kota
akan mengalokasi dana dari APBD untuk pembayaran bulanan selama
37
periode jangka waktu pinjaman, (d) jika kota masih memiliki hutang
terbuka, pinjaman alokasi umum/ bagi hasil akan dipotong secara
proporsional pada pembayaran cicilan tahunan.
Langkah 2: Kementerian Keuangan memeriksa kelengkapan dokumen
permohonan pinjaman.
Langkah 3: Paling lambat 10 hari setelah permohonan pinjaman
diterima, dokumen yang belum lengkap akan dikirim kembali untuk
dilengkapi lebih lanjut.
Langkah 4: Permohonan pinjaman yang telah lengkap dievaluasi dan
proses evaluasi ini memakan waktu 40 hari setelah penerimaan
dokumen yang sudah lengkap.
Langkah 5: Kementerian Keuangan meneruskan dokumen yang telah
lengkap kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mendapat masukan
serta rekomendasi administrasi dan kebijakan. Masukan dan
rekomendasi harus diterima paling lambat 10 hari setelah dokumen ini
diterima oleh Kementerian Dalam Negeri. Bila masukan belum juga
diterima dalam jangka waktu tersebut, Kementerian Keuangan akan
melanjutkan memproses permohonan pinjaman itu tanpa menunggu
masukan dan rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri.
Langkah 6 dan Langkah 7: Bila pinjaman ditolak, Kementerian
Keuangan akan mengirim surat resmi kepada Pemerintah Kota. Bila
disetujui, Kementerian Keuangan akan mengeluarkan Daftar Rencana
Pinjaman Daerah (DRPD).
38
Gambar 6.2 Proses evaluasi
6.6 Studi Kasus Nama: Penurunan Emisi di
Kota-Kota – Pengelolaan
Sampah (Emission Reduction
in Cities – Solid Waste
Management)
Langkah-langkah mitigasi
yang dibiayai: Penggantian
TPA sistem open dumping dengan sistem Sanitary Landfill yang dapat
diperluas menjadi Sanitary Landfill dengan Penangkap Metana.
Peserta: Pemberi dana: KfW, Kementerian terkait: Kementerian
Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya. Tiga kota yang
Kementerian Dalam
Negeri: Direktorat
Jenderal Administrasi
Keuangan Daerah
Sumber: PAKLIM, 2010
39
sudah terdaftar untuk studi kelayakan adalah Malang, Jambi, dan
Jombang.
Jenis pembiayaan dan jumlah: Bantuan teknis dan pinjaman lunak
kepada pemerintah Indonesia (diwakili Kementerian Keuangan) dan
pelaksanaan kegiatannya dilakukan oleh Kementerian PU (sebagai
executive agency) sejumlah 25 juta Euro. Pemerintah kota akan menerima
hibah dan bantuan teknis.
Proses:
- Direktur Jenderal Cipta Karya memprakarsai program untuk
mengembangkan TPA Sanitary Landfill di beberapa kota di
Indonesia dimana para donor berkomitmen untuk mengalirkan
dana melalui pinjaman dan hibah kepada Kementerian Pekerjaan
Umum untuk melaksanakan program tersebut. Pemerintah kota
hanya menerima hibah untuk pengembangan fasilitas Sanitary
Landfill dan bantuan teknis.
- Cipta Karya melakukan kunjungan keliling dan kegiatan
pengembangan kapasitas untuk menarik Pemerintah Daerah
supaya berpartisipasi. Berdasarkan interaksi selama kunjungan
keliling dan evaluasi Cipta Karya mengenai kapasitas kota dan
kinerja program pembangunan, Cipta Karya menghubungi
Pemerintah Daerah yang tertarik dan memberikan informasi
mengenai program yang ditawarkan dan donor yang ada.
Pemerintah Daerah yang tertarik harus melakukan kontak
proaktif dengan Cipta Karya untuk keterangan lebih lanjut dan
berpartisipasi dalam program tersebut.
- Salah satu program adalah Penurunan Emisi di Kota-Kota –
Pengelolaan Sampah. 11 kota terdaftar pada tahap awal, setelah
melewati tahap pra-feasibility study di 11 kota tersebut, maka 3
kota (Malang, Jambi, dan Jombang) mendapatkan bantuan untuk
pengembangan TPA ke sanitary landfill. 3 kota (Semarang,
Malang, dan Sidoarjo) mendapatkan bantuan untuk pemilihan
lokasi (site selection) sedangkan sisanya mendapatkan bantuan
pengembangan kapasitas (capacity building).
40
Pelajaran yang bisa diambil: Dana hanya akan digunakan untuk
membiayai perluasan TPA dengan mengkonstuksi TPA sanitary landfill,
instalasi pemilihan, dan instalasi pengomposan; tetapi tidak untuk
pengoperasian TPA tersebut. Pinjaman ini merupakan pinjaman
pemerintah pusat dan dihibahkan kepada pemerintah daerah. Instansi
yang bertanggung jawab untuk pembayaran pinjaman adalah
Kementerian Keuangan dan pemakainya adalah Kementerian PU.
Meskipun tujuan program tersebut adalah mengembangkan TPA
sanitary landfill terpadu, pinjaman ini merupakan katalisator semata yang
tidak dapat mencakup pembangunan sistem terpadu secara total. Peran
serta pihak swasta dibutuhkan untuk mencapai tujuan program
tersebut.
6.7 Kontak
Institusi Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Alamat: Jl. Taman Suropati No. 2, Jakarta 10310 Telepon +62 21 3193 6207 ext. 1105 Fax +62 21 253 3718 Website pendanaan.bappenas.go.id Institusi Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang,
Kementerian Keuangan Alamat: Gedung Prijadi Praptosuhardjo II Lt.2
Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4
Jakarta 10710 Indonesia
Telepon +62 21 384 2234
Website www.dmo.or.id Institusi Direktorat Bina Program, Ditjen Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum Alamat Jl. Pattimura No. 20 Jakarta Selatan 12110 Telepon +62 21 7279 6578 Website ciptakarya.pu.go.id
41
7 Contoh “Best Practice” – Kota Blitar
7.1 Latar Belakang Kota Blitar termasuk kota
sedang dengan jumlah
penduduk 137.000 jiwa dengan
komposisi 50% lahan masih
terbuka terdiri persawahan,
tanah kebon masyarakat,
pertokoan, dan perkantoran
baik. Kondisi lingkungan
mempunyai kecenderungan
semakin tertekan berkaitan dengan perubahan iklim, hal ini dapat dilihat
dari curah hujan yang terus menurun selama sepuluh tahun terakhir dari
rata-rata per tahun 2400 mm/tahun menjadi sekitar 1300 mm/tahun.
Beberapa mata air yang ada debitnya terus merosot dan bahkan
mengering (environmental deterioration) sehingga perlu segera melakukan
langkah antisipasi dalam bentuk program adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim. Untuk program adaptasi, sejak tahun 2009 Kota Blitar
telah mengikuti secara aktif Jejaring Kota Asia dalam Ketahanan
terhadap Perubahan Iklim (Asian Cities Climate Change Resilience Network -
ACCCRN). Sedangkan untuk skenerion mitigasi, digunakan Dana
Alokasi Khusus dan AusAID dalam menangani penurunan ekpose gas
metana dan karbon dioksida. Seluruh program antisipasi dibuat dalam
dua skenario yaitu proyek pilot di Kelurahan Pakunden Kecamatan
Sukorejo sebagai Climate Village dan di skala kota dalam program Blitar
Smart Green City.
42
7.2 Pilihan Mitigasi/ Adaptasi yang Dapat Dibiayai
Efisiensi Energi Pertanian
Pengelolaan Sampah Ketahanan Iklim
Transportasi Berkelanjutan Manajemen Risiko Bencana
Penghijauan Kota Tata Guna Lahan & Kehutanan
Pengelolaan Air Limbah Sarana Prasarana Umum
7.3 Jenis Pembiayaan
Persiapan untuk menangani perubahan iklim dilakukan selama 3 tahun
dengan Total anggaran yg telah di gunakan mencapai lebih dari Rp 35
miliar meliputi DAK, APBD, APBD Provinsi, Hibah Australia,
WASAP D, Bank Dunia, APBN, DBHCT (Cukai Rokok):
Kegiatan Sumber
Pembiayaan Jumlah
Penyusunan studi awal kerentanan (vulnerability assessment)
APBD Rp 100 juta
Sosialisasi perubahan iklim dan lingkungan hidup
APBD Rp 150 juta
Pembangunan instalasi limbah domestik
Bank Dunia (WASAP D)
Rp 5 miliar
Pembangunan instalasi limbah industri kecil
DAK LH, APBN Rp 2 miliar
Revitalisasi atau perbaikan mata air dan lingkungannya
APBD Provinsi Rp 300 juta
Peningkatan sarana penanganan sampah
AusAID Rp 1,4 miliar
Pembangunan sumur resapan
DAK LH Rp 100 juta
43
Peningkatan SDM (Capacity Building)
APBD Rp 75 juta
Pengadaan peralatan laboratorium pemantau udara dan air
DAK LH dan DBHCT
Rp 1,5 miliar
Pengadaan mobil laboratorium lingkungan
DAK LH Rp 325 juta
Persiapan pembangunan rumah susun untuk mengantisipasi hujan ekstrim pada red area Kali Lahar
Rp 300 juta
Pra-studi pembangunan bangunan penampung air yg melimpah di musim hujan
APBD Rp 50 juta
Pembangunan Rumah Susun Sewa Sederhana (RSSS) untuk penduduk di bantaran sungai
APBN Rp 25 miliar (dalam proses tender di Kementerian PU)
Kota Blitar pada tahun 2012 telah mempersiapkan pembangunan
impounding reservoir dengan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah
sekitar 15 M dan mempersiapkan lahan seluas 4 hektar untuk
pembangunan sanitary landfill dalam penanangann final disposal
persampahan dengan perkiraan biaya Rp 30 miliar. Disamping itu,
pemerintah Kota Blitar memulai program restrukturisasi penyediaan air
minum secara besar-besaran guna mencapai target pelayanan air bersih
perkotaan 80% pada tahun 2015 (MDGs) dengan melakukan intervensi
khusus terhadap PDAM guna mengejar ketertinggalan pelayanan air
bersih. Secara khusus Kota Blitar juga telah memulai Program Green
Village atau Climate Village yang diperkirakan memerlukan dana sekitar
Rp 20 miliar selama 4 tahun. Untuk relokasi penduduk red area, telah
disetujui oleh Kementerian PU dua twin block dengan alokasi APBN
sekitar Rp 25 miliar sehingga antisipasi hujan ekstrim yang sangat rawan
untuk masyarakat di bantaran Kali Lahar yang membelah kota Blitar
sebagai aliran Gunung Kelud dapat dihindari.
44
7.4 Kontak Insitusi Kantor Lingkungan Hidup Kota Blitar Alamat Jl. Ciliwung 180, Kota Blitar Telepon +62 342 803 289 Website www.klhkotablitar.net Email [email protected]
Program Advis Kebijakan untuk Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim (PAKLIM)
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH c/o Kementerian Lingkungan Hidup Gedung B Lt.5, Jl. DI Panjaitan Kav. 24 Jakarta 13410 — Indonesia T +62 21 851 7186 F +62 21 851 6110 E [email protected] I www.giz.de | www.paklim.org Kantor Jawa Tengah c/o Badan Lingkungan Hidup Komplek DIKLAT, Jl. Setiabudi No. 201 Semarang 50263 – Indonesia T +62 24 747 5454 F +62 24 746 2191 Kantor Jawa Timur Jl. Raung No. 17 Kelurahan Oro-Oro Dowo, Kecamatan Klojen Malang 65112 – Indonesia T +62 341 325 928 F +62 341 352 869