34
UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT SISWA KELAS IX SMP NEGERI 53 PALEMBANG 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan sekolah dasar sembilan tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru. Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Fisika sebagai suatu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya dalam kehidupan sehari-hari, karena Fisika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.

Desain Laboratorium IPA SD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Desair Laboratorium IPA SD Muhammadiyah 1 Malang

Citation preview

Page 1: Desain Laboratorium IPA SD

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT SISWA KELAS IX SMP NEGERI 53

PALEMBANG

1. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM)

melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua jenjang

pendidikan sekolah dasar sembilan tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik

dalam hal ini guru.

Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran

di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan

antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan

semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam

pencapaian prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari

perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-

mengajar. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi

pelajaran.

Fisika sebagai suatu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan

penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya

dalam kehidupan sehari-hari, karena Fisika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji

sesuatu secara logis dan sistematis. Oleh sebab itu dianggap penting agar Fisika dapat

dikuasai sedini mungkin oleh para siswa.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang berhasilnya peneliti (guru) mengajar dalam

pembelajaran bersetting kelompok. Pada pembelajaran bersetting kelompok konvensional-

tradisional, yang dialami oleh peneliti justru dapat merusak minat dan motivasi siswa. Siswa

pandai cenderung mendominasi kelompok belajarnya karena tidak mempercayai teman

sekelompoknya. Mereka dapat pula bersikap sebaliknya, cuek dan malas sebagai akibat

merasa dirugikan oleh pembelajaran bersetting kelompok karena mereka akan bekerja keras

untuk kelompoknya sedang siswa yang kurang pandai akan ikut memperoleh hasil kerja

kerasnya. Jika dilihat dari siswa yang kurang pandai, mereka cenderung menjadi

Page 2: Desain Laboratorium IPA SD

terpinggirkan, rendah diri, dan pasif, karena seringkali pendapat-pendapat mereka tidak

diakomodir oleh siswa-siswa yang lebih pandai. Untuk mengatasi masalah ini peneliti

mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif model TGT (Teams Games

Tournaments) dengan sistem penilaian mengacu pada kinerja kelompok dan kinerja individu

dalam kontribusinya terhadap kinerja kelompok serta dianggap peneliti dapat memotivasi

siswa untuk berperan aktif dan juga menyenangkan dalam proses belajar-mengajar. Karena

pada model ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dimana

semua siswa dalam setiap kelompok diharuskan untuk berusaha memahami dan menguasai

materi yang sedang diajarkan dan selalu aktif ketika kerja kelompok sehingga saat ditunjuk

untuk mempresentasikan jawabannya, mereka dapat menyumbangkan skor bagi

kelompoknya.

2. Rumusan Masalah

2.1 Bagaimana realisasi pembelajaran TGT jika diterapkan pada pelajaran Fisika

siswa kelas IX SMP N 53 Palembang ?

2.2 Bagaimana suasana (dari aspek siswa, guru dan kelas) yang menyertai proses

belajar mengajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53

Palembang ?

2.3 Bagaimana hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar

pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang ?

2.4 Sejauh mana pembelajaran tutorial TGT dapat meningkatkan motivasi belajar

mahasiswa ?

3. Tujuan Penelitian

2.1 Mengetahui realisasi pembelajaran TGT jika diterapkan pada pelajaran Fisika

siswa kelas IX SMP N 53 Palembang.

2.2 Mengetahui suasana (dari aspek siswa, guru dan kelas) yang menyertai proses

belajar mengajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53

Palembang.

Page 3: Desain Laboratorium IPA SD

2.3 Mengetahui hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar

pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang.

2.4 Mengetahui Sejauh mana pembelajaran tutorial TGT dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa.

4. Manfaat Penelitian

Bagi guru :

Diharapkan melalui hasil penelitian ini guru akan mengetahui model

pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

Selain itu guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan profesionalnya

sebagai guru.

Bagi siswa :

Diharapkan dengan selalu aktif siswa mengikuti pembelajaran Fisika akan

berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa Fisikanya.

Melatih berpikir bagi siswa.

Menumbuhkan rasa percaya diri bagi siswa.

Memberikan pengalaman belajar Fisika yang bermakna dan diharapkan dapat

memperbaiki pemahaman konsep siswa.

Bagi sekolah :

Sebagai masukan dalam rangka memperbaiki kegiatan pembelajaran dan

prestasi belajar Fisika di sekolah.

Bagi peneliti lain :

Agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran dan

memiliki keterampilan untuk menerapkannya khususnya dalam pembelajaran

Fisika.

Page 4: Desain Laboratorium IPA SD

5. Tinjauan Pustaka

5.1 Pengertian Belajar dan Mengajar

Belajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti berusaha supaya beroleh ke

pandaian atau ilmu pengetahuan dengan melatih diri (poerwadarmita 1960:22).

Bruner mengatakan bahwa proses belajar terdiri dari tiga episode yaitu :

Informasi

merupakan proses penjelasan, penguraian, atau pengarahan menggenai

prinsip-prinsip struktur pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Transformasi

merupakan suatu proses peralihan atau perpindahan prinsip diatas kedalam

anak.

Evaluasi

merupakan taraf pengukur sampai sejauh manakah pengetahuan

keterampilan dan sikap itu dapat ditransformasikan atau dimanfaatkan bagi

para peserta didik sebagai subjek didik.

Belajar adalah proses perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil dari

pengalaman, bersifat internal dan unik.

Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan (fisik, sosial, cultural,

psikologis) yang memberi suasana bagi tumbuh dan berkembangnya proses belajar,

bersifat eksternal dan rekayasa.

Belajar karena proses pembelajaran lebih terarah dan terkendali dari pada

belajar karena pengalaman semata-mata. Keterarahan dan keterkendalian menuntut

proses pembelajaran untuk menghadirkan pembelajar (instructor) atau guru, atau

bahan belajar tercetak seperti modul, terekam seperti video/audio, dan tersiar seperti

program radio/TV yang bersifat membelajarkan sendiri(self instructional) yaitu

memungkinkan seseorang dapat belajar mandiri tanpa terlalu banyak mengantungkan

diri pada orang lain.

Proses belajar-mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas

daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar tersirat adanya satu

kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang

mengajar.

Page 5: Desain Laboratorium IPA SD

Usman (2000:5) menyatakan proses merupakan interaksi semua komponen

atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lainnya saling

berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Proses belajar-

mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan

siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa

itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.

Istilah ”belajar” dan ”mengajar” adalah dua peristiwa yang berbeda akan tetapi

diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat. Bahkan antara keduanya

terjadi kaitan dan interaksi, saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama

lain dalam keberhasilan proses belajar-mengajar.

Slameto (1995:2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Sejalan dengan hal itu, menurut W.H Eurton dalam Usman (1993:4)

belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat

adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya

sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Hamalik (2001:30) mengemukakan bahwa bukti dari seseorang yang telah

belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku dalam aspek-aspek tertentu seperti

pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan

sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Dari beberapa pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman dan

latihan yang dapat terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya

yang dilihat dalam bentuk penguasaan dan penilaian terhadap pengetahuan, sikap dan

kecakapan.

Usman (1993:6) mendefinisikan mengajar sebagai suatu usaha

mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik, dan bahan

pengajaran sehingga menimbulkan proses belajar pada diri siswa. Selanjutnya

Djamarah (1997:45) menyatakan bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu

proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak

didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses

belajar.

Page 6: Desain Laboratorium IPA SD

Hamalik (2001:48) mendefinisikan bahwa mengajar merupakan usaha

mengorganisasikan lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, guru

berkewajiban menyediakan lingkungan yang segar agar aktivitas belajar menuju ke

arah sasaran yang diinginkan. Dengan kata lain, guru juga bertindak selaku

organisator belajar siswa sehingga tujuan belajar dapat tercapai secara optimal.

Dari beberapa definisi mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar

merupakan suatu proses, yaitu proses pengorganisasian lingkungan disekitar siswa,

agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses

belajar untuk mencapai tujuan yang optimal.

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa

kegiatan belajar dan mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar

merupakan proses perubahan, sedangkan mengajar merupakan proses pengubahan

agar perubahan itu terjadi.

5.2 Hakikat Mata pelajaran Fisika

Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian – bagian dari

alam dan interaksi didalamnya, sehingga Fisika berhubungan dengan pengamatan,

pemahaman, dan peramalan fenomena alam, termasuk sifat – sifat system buatan

manusia. ( Muslim, 2005:1)

Mata pelajaran Fisika adalah mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan

kemampuam berfikir analisis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam

dan penyelesaian masalah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan

menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan

dan sikap percaya diri. ( Depdiknas, 2002:7 )

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Fisika

merupakan salah satu mata pelajaran sains yang di dalamnya mempelajari bagian –

bagian dari alam dan interaksinya, sehingga membutuhkan kemempuan berfikir

analisis secara deduktif dengan menggunakan matematika.

5.3 Minat

Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir

dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan (Sujanto

Page 7: Desain Laboratorium IPA SD

Agus : 1981). Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang

dipelajari dapat dipahami; Sehingga siswa dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya

tidak dapat dilakukan. Terjadilah suatu perubahan kelakuan.

Perubahan kelakuan ini meliputi seluruh pribadi siswa; baik kognitip,

psikomotor maupun afektif. Untuk meningkatkan minat, maka proses pembelajaran

dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami apa yang ada di

lingkungan secara berkelompok.

5.4 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupaka suatu model pengajaran dimana siswa

belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda.

Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan

membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran.

a. Landasan Pembelajaran Kooperatif

Teori motivasi adalah teori yang mendasari pembelajaran kooperatif,

mahasiswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif belajar lebih banyak daripada

kelas yang diorganisasikan secara tradisional (Slavin, 1995 : 16). Menurut teori

motivasi, motivasi mahasiswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada

bagaimana bentuk struktur pencapaian saat mahasiswa melaksanakan kegiatan.

Terdapat tiga struktur pencapaian tujuan seperti berikut ini:

i. Kooperatif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu menyumbang

pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai

jika dan hanya jika mahasiswa lain mencapai tujuan tersebut.

ii. Kompetitif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu membuat

frustasi pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan

tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.

iii. Individualistik, tujuan tiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap

pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa meyakini upaya mereka sendiri untuk

mencapai tujuan.

Page 8: Desain Laboratorium IPA SD

Berdasarkan teori motivasi tersebut, struktur pencapaian tujuan kooperatif

menciptakan situasi dimana keberhasilan individu dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang dnginkan pada

pembelajaran kooperatif anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain

untuk keberhasilan kelompoknya dan yang lebih penting adalah memberi dorongan

pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan yang maksimal.

b. Tujuan Hasil Belajar Siswa

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung.

Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil

belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam

membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang

model ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat

meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang

berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda

sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert

Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan

pembelajaran kooperatif.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,

pembelajaran kooperatif dapat memberi keunggulan baik pada siswa kelompok bawah

maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas

akademik. Siswa sekelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah,

jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan

bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa sekelompok atas akan meningkat

kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan

pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi

tertentu.

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperetif adalah untuk mengajarkan

kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting

untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian

Page 9: Desain Laboratorium IPA SD

besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana

masyarakat secara budaya semakin beragam.

Semetara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam

keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara

individu menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi

kooperatif.

c. Keterampilan Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun

siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut

keterampilan kooperatif. Keterampilaan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan

hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibagun dengan

mengemangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas

dilakukan denga membagi tugas antar kelompok selama kegiatan.

d. Tingkah Laku Mengajar (sintaks)

Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru

menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti

oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal.

Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti

bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama

mereka. Fase terakhir pelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja

kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi

penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

FASE-FASE

TINGKAH LAKU GURU

Fase 1

Page 10: Desain Laboratorium IPA SD

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi belajar siswa.

Fase 2

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan

demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan

kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau

masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya

maupun hasil belajar individu dan kelompok.

e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan

Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses

demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan

bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam

pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberikan

kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu dalam kelompoknya. Jika

pelajaran pembelajaran kooperatif ingin menjadi berhasil, maka materi pembelajaran

Page 11: Desain Laboratorium IPA SD

yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media.

Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu

secara ketat mengelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok. Selain unggul

dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna

untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan

kemampuan untuk membantu teman.

5.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament

Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antara

siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi

menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran

dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok

kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat

secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Ibrahim (2000:8) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberi

keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja

bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi

tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman

sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses ini, siswa

kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan

sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide

yang terdapat di dalam materi tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan

positif dalam kelompok yang menunjukkan siswa memperoleh prestasi belajar yang

lebih baik, dibanding model pembelajaran lama.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Teams-Games-Tournament

(Wartono, 2004:16). Selanjutnya Wartono, menjelaskan dalam Teams-Games-

Tournament atau pertandingan-permainan-tim, siswa memainkan pengacakan kartu

dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim mereka.

Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi

angka. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyan yang

Page 12: Desain Laboratorium IPA SD

relevan dengan materi pelajaran yang dirancang untuk mengetes kemampuan siswa

dari penyampaian pelajaran kepada siswa di kelas. Setiap wakil kelompok akan

mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan

yang sesuai tersebut. Permainan ini dimainkan pada meja-meja turnamen.

Rachmat (2007:1) menyatakan ada 5 komponen utama dalam TGT yaitu:

Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan

pengajaran langsung, ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian

kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang

disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja

kelompok.

Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen.

Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya

dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik

dan optimal pada saat game.

Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor

dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang

menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya

dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

Turnamen

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru

melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.

Penghargaan kelompok

Guru mengumumkan kelompok yang terbaik.

Page 13: Desain Laboratorium IPA SD

Sesuai dengan namanya, model TGT ini mengandung kegiatan-kegiatan yang

bersifat permainan. Secara umum peran guru dalam model ini adalah memacu siswa

agar lebih serius dan semangat , kemudian membandingkannya dengan prestasi siswa

(kelompok ) lain. Dengan demikian dapat ditentukan kelompok mana yang berhasil

mencapai prestasi yang paling baik. Pembelajaran Kooperatif TGT ini merupakan

hasil modifikasi Pembelajaran Tutorial TGT dimana pada saat diskusi kelompok

didesain kelompok-kelompok kooperatif yang diberi istilah model diskusi “berpikir-

berpasangan-berempat” atau think-pair-square, yang dikembangakn oleh Frank

Lyman dan Spencer Kagan (Lie, 2002 : 56). Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel

berikut ini.

Pembelajaran kooperatif

TGT

Aktifitas Guru Aktifitas Siswa

1. Pendahuluan a. Pembelajaran klasikal

bersifat informatif.

Mendengar

b. Relevansi

c. Menyebutkan Tujuan

Khusus

d. Menerangkan Langkah

dan fungsi TGT.

e. Membentuk 4 orang

per kelompok.

f. Memandu siswa dalam

kelompok.

g. Memilih Koordinator

(satu siswa dalam tiap

kelompok, boleh dipilih

oleh anggota kelompok,

setiap siswa suatu saat

harus jadi koodinator),

yang bertugas mewakili

jawaban kelompok pada

sidang pleno.

2. Penyajian, guru a. Menyiapkan beberapa a. Setiap individu

Page 14: Desain Laboratorium IPA SD

mengorganisir dan

memantau PBM

pertanyaan / soal, yang

sudah disiapkan

jawabannya.

menjawab pertanyaan-

pertanyaan untuk

persiapan diskusi

kelompok “berpikir-

berpasangan-berempat”.

b. Mengorganisasikan

diskusi kelompok

“berpikir-berpasangan-

berempat” (semua

kelompok) untuk

menjawab

pertanyaannya.

b. Mendiskusikan

jawaban-jawaban

pertanyaan dalam

kelompok “berpikir-

berpasangan-berempat”

(per kelompok).

c. Mengorganisir sidang

pleno hasil temuan

jawaban tiap-tiap

kelompok yang diwakili

oleh koordinator

kelompok.

3. Penutup a. Memberikan

pertanyaan/ kuis yang

sama kepada tiap tim

untuk dikerjakan

individu.

a. Mencari / menghitung

ulang jawaban yang

benar.

b. Koreksi hasil kuis. b. Siswa kembali ke

kelompok asal/ mula-

mula.

c. Membuat skor

d. Umpan balik/ tindak

lanjut/ ulang lagi dari

awal untuk topik

selanjutnya

Teknik diskusi “berpikir-berpasangan-berempat” memberi kesempatan kepada

siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain

Page 15: Desain Laboratorium IPA SD

dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang

memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas,

teknik ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap

siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik

ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak.

Langkah-langkah teknik ini adalah sebagai berikut.

a. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas

kepada semua kelompok.

b. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.

c. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompoknya dan

berdiskusi dengan pasangannya.

d. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa

mempunyai kesempatan membagikan hasil kerjanya (kerjanya sendiri dan kerja

berpasangan) pada kelompok berempat.

Dalam penilaian pembelajaran kooperatif siswa mendapat nilai pribadi

maupun nilai kelompok. Siswa bekerjasama dengan metode gotong-royong, mereka

saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian masing-masing

mengerjakan tes sendiri-sendiri dan kemudian menerima nilai pribadi. Siswa harus

menunjukkan kemampuannya setelah bekerja dalam kelompok dengan mengerjakan

tes hasil belajar (post-test) secara individual. Hasil post-test sebagai nilai

perkembangan individu dan untuk menentukan skor kelompok. Nilai kelompok dapat

ditentukan dengan beberapa cara. Pertama nilai kelompok dapat diambil dari nilai

terendah yang didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa

diambil dari nilai rata-rata nilai semua anggota kelompok, dari “sumbangan” setiap

anggota. Kelebihan kedua cara tersebut adalah semangat gotong-royong yang

ditanamkan. Dengan cara ini, kelompok bisa berusaha lebih keras untuk membantu

semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun kekurangannya adalah

perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang mampu akan merasa dirugikan oleh

rekannya yang nilainya rendah. Sedangkan siswa yang lemah mungkin akan merasa

bersalah karena membuat nilai kelompoknya rendah.

Page 16: Desain Laboratorium IPA SD

Untuk menjaga perasaan-perasaan negatif tersebut ada cara lain yang dapat

dipilih dan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan aturan sebagai berikut.

SKOR POST-TEST

SUMBANGAN PADA NILAI KELOMPOK

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal

5

1 s / d 10 poin di bawah skor awal

10

0 s / 10 di atas skor awal

20

10 atau lebih di atas skor awal

30

Nilai sempurna

30

Setelah satu siklus penilaian dilakukan perhitungan ulang untuk siklus

berikutnya skor post-test sebagai skor awal baru.

6. Metodelogi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX SMP Negeri 53 Palembang. Jumlah

siswa 30 orang dengan latar belakang sosial ekonomi yang heterogen.

7. Variabel Penelitian

7.1 Variabel bebas : Model Pembelajaran kooperatif TGT

7.2 Variabel terikat : Minat belajar Fisika

8. Instrumen Penelitian

Page 17: Desain Laboratorium IPA SD

8.1 Suasana yang menyertai proses belajar mengajar pembelajaran kooperatif TGT

diamati dengan Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi

Sistematis untuk dosen.

8.2 Umpan balik dan teknik evaluasi proses belajar pembelajaran kooperatif TGT

diungkap dengan hasil skor individu dan skor kelompok saat pembelajaran kooperatif.

8.3 Hasil belajar matematika mahasiswa setelah pembelajaran kooperatif TGT diukur

dengan tes.

Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi

Sistematis untuk dosen, masing-masing itemnya diberi bobot 1 (kurang) ,2 (cukup) ,4

(baik) dan 5 (baik sekali). Bobot 3 (sedang) tidak ada, agar setiap penilaian ada

kecenderungan dan setiap item diberi catatan untuk hasil pengamatan yang tidak

dapat diangkakan, atau kejadian-kejadian yang tidak masuk dalam kategori item

tertentu. Alat ukur Postes berupa paket soal yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda

dengan 5 alternatif jawaban, 5 essay dengan jawaban pendek dan 5 essay dengan

jawaban panjang (terbuka) dengan alokasi waktu 90 menit.

9. Rancangan Penelitian

Faktor Yang Diselidiki

Untuk menjawab permasalahan diatas, ada beberapa faktor yang akan diselidiki.

Faktor-faktor tersebut adalah :

Faktor mahasiswa : Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan

menggunakan pre-tes atau kuis sebelumnya untuk penempatan siswa dalam

kelompok agar dalam satu kelompok ada yang pandai, sedang dan kurang,

sejauh mana keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses belajar individual

dan kelompok diamati dengan pedoman pemantauan proses, dan diselidiki ada

tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa (membandingkan pos-tes target

indikator kinerja) setelah diterapkan strategi pembelajaran Kooperatif Tipe

TGT secara individu maupun kelompok (skor kelompok).

Page 18: Desain Laboratorium IPA SD

Faktor Dosen : Mengamati kinerja dosen sebagai perencana, fasilitator,

koordinator dan evaluator program perkuliahan Kooperatif Tipe TGT, diamati

dengan pedoman observasi sistematis.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri 3 siklus . Tiap siklus

dilaksanakan mulai perencanaan, persiapan tindakan , pelaksanaan tindakan ,

pemantauan, evaluasi individu dan kelompok serta refleksi tindakan, analisis dan

dilakukan penyimpulan-penyimpulan. Siklus I adalah penerapan pembelajaran

kooperatif Jigsaaw II, siklus II adalah penerapan pembelajaran kooperatif TGT,

kemudian dilakukan perbandingan antara keduanya untuk mencari metode yang lebih

tepat untuk diterapkan pada pembelajaran Fisika SMP dan pada siklus ketiga

dilakukan penyempurnaan metode yang terpilih untuk diterapkan sekali lagi dengan

beberapa perubahan dan modifikasi sesuai kebutuhan. Setiap siklus melalui

pentahapan-pentahapan sebagai berikut :

SIKLUS I :

1) Perencanaan

Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus I.

Membuat rancangan/ skenario pembelajaran.

Menyusun tes untuk Siklus I.

Mendesain Pedoman Pemantauan perkuliahan untuk individu maupun

kelompok.

Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan

Tindakan.

2) Persiapan Tindakan

Analisis nilai kuis untuk menempatkan siswa dalam kelompok kooperatif.

Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada

TGT.

Page 19: Desain Laboratorium IPA SD

Mempersiapkan media dan alat bantu yang diperlukan.

Memberikan pengarahan kepada siswa tentang operasional perkuliahan dan

tentang tugas yang akan diberikan.

3) Pelaksanaan Tindakan

Melaksanakan rancangan perkuliahan.

Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode

pembelajaran kooperatif TGT.

Penilaian individu dan kelompok oleh guru.

Pos-tes untuk semua siswa.

4) Observasi

Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan guru

melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa,

sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi

tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis).

Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus I serta

memberikan penilaian kelompok.

5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan,

dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri

tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung,

penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus I.

SIKLUS II :

1) Perencanaan

Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus II.

Page 20: Desain Laboratorium IPA SD

Membuat rancangan/ skenario pembelajaran.

Menyusun tes untuk Siklus II.

Mendesain Pedoman Pemantauan pembelajaran untuk individu maupun

kelompok.

Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan

Tindakan Siklus II.

2) Persiapan Tindakan

Analisis nilai tes siklus I untuk menempatkan siswa dalam kelompok kooperatif

baru atau tetap seperti pembagian kelompok siklus I.

Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada

TGT.

3) Pelaksanaan Tindakan

Melaksanakan rancangan perkuliahan.

Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode

pembelajaran kooperatif TGT.

Penilaian individu dan kelompok oleh guru.

Pos-tes untuk semua siswa.

4) Observasi

Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan guru

melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa,

sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi

tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis).

Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus II serta

memberikan penilaian kelompok.

Page 21: Desain Laboratorium IPA SD

5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan,

dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri

tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung,

penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus II. Pada

akhir siklus kedua dilakukan analisis perbandingan untuk menentukan metode yang

lebih baik dan merancang perkuliahan untuk siklus III.

SIKLUS III :

1) Perencanaan

Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus III.

Membuat rancangan/ scenario pembelajaran.

Menyusun tes untuk Siklus III.

Mendesain Pedoman Pemantauan perkuliahan untuk individu maupun

kelompok.

Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan

Tindakan.

2) Persiapan Tindakan

Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada

TGT.

3) Pelaksanaan Tindakan

Melaksanakan rancangan pembelajaran .

Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode

pembelajaran kooperatif TGT.

Penilaian individu dan kelompok oleh guru.

Page 22: Desain Laboratorium IPA SD

Pos-tes untuk semua siswa.

4) Observasi

Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan dosen

melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa,

sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi

tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis).

Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus III serta

memberikan penilaian kelompok.

5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan,

dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri

tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung,

penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus III. Pada

akhir siklus III dilakukan analisis perbandingan untuk siklus I, II dan III serta

dilakukan penyimpulan-penyimpulan. Selanjutnya disusun laporan akhir.

10. Teknik Pengumpulan Data

Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan menggunakan pre-tes atau kuis

sebelumnya untuk penempatan siswa dalam kelompok agar dalam satu kelompok ada yang

pandai, sedang dan kurang, sejauh mana keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses

belajar individual dan kelompok diamati dengan pedoman pemantauan proses, dan diselidiki

ada tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa (membandingkan pos-tes target indikator

kinerja) setelah diterapkan strategi pembelajaran Kooperatif Tipe TGT secara individu

maupun kelompok (skor kelompok).

11. Teknik Analisis Data

Untuk membandingakan hasil belajar Fisika setelah pembelajaran kooperatif TGT

terhadap target yang ditetapkan guru dipakai uji t.

Page 23: Desain Laboratorium IPA SD

Keterangan:

Xi = rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen

X2 = rata-rata nilai siswa pada kelas kontrol

S1 = simpangan baku kelompok eksperimen

S2 = simpangan baku kelas kontrol

n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen

n2 = jumlah siswa kelas kontrol

Dengan kriteria pengujian terima Ho apabila th <>

h >tt dengan derajat kebebasan untuk derajat distribusi adalah

(n1 + n2 – 2), = 0,05 dan peluang (1 - ).

Dan tolak Ho jika berharga lain.

Analisis lembar observasi dibandingkan dengan jumlah skor dan catatan-catatan

tambahan yang menjadi pertimbangan.

12. Daftar Pustaka

Brookfield, S. 1984. Adult Learners, Adult Education and the Community. Teacher College

Press. New York.

Houle, C. 1961. The Inquiring Mind. University of Madison Press. Madison.

Irawan, Prasetya. 1996. Beberapa Model Tutorial. Komunika Nomor 13. Hal. 6-7.

Johnson, David, Roger Johnson & Karl Smith 1991. Active Learning : Cooperation in the

College Classroom. Interaction Book Company. Edina, MN.

Page 24: Desain Laboratorium IPA SD

Knowles, M. 1975. Self Directed Learning : A Guide for Learners and Teachers. Cambridge

Adult Education. New York.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning (Mempraktekkan Cooperative Learning di ruang-

ruang kelas). Grasindo. Jakarta.

Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. Glencoe Macmillan

Mc Graw Hill. Nem York.

Maryanto. 1998. Pembelajaran Gotong Royong dalam Pengajaran Sains, Matematika dan

Bahasa. (Makalah Seminar Nasional Kerja Sama RECSAM Penang Malaysia dan IKIP

Semarang). Semarang.

Paulina Pannen, Dr., Ida Malati S.,M.Ed., Drh. 1997. Pendidikan Orang Dewasa (Dalam

“Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Paulina Pannen, Dr., Mestika Sekarwinahyu, Dra. 1997. Belajar Aktif . (Dalam “Mengajar di

Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Second Edition. Allyn and Bacon Publisher.

Massachusetts.

Suhito, Drs. 1987. Diagnosis Kesulitan Belajar. IKIP Semarang Press. Semarang

Tamat, T. 1985. Dari Pedagogik ke Andragogik : Pedoman bagi Pengelola Pendidikan dan

Latihan. Pustaka Dian. Jakarta.