14
Cerita Si Kabayan: Akankah Abadi? Si Kabayan merupakan Cerita yang bermotif pencarian ketuhanan yang dikemukakan dengan cara yang jenaka, sama seperti Nasrudin Hoja dan Abu Nawas. Snouck Hugronje (1997) paa abad ke 19 menyatakan bahwa cerita Si Kabayan menjadi semacam pusat siklus cerita- cerita jenaka di Nusantara. Kajian pertama terhadap cerita Si Kabayan dilakukan oleh Wijsman (1929) Durachman (2006) melihat cerita Si Kabayan harus dipahami dalam konteksnya, tanpa memposisikan pada konteksnya kita tidak akan memperoleh pemahaman yang akurat. Ia tidak hanya dilihat dalam tradisi lisan, tetapi dilihat pula dalam perkembangan mutakhir. Ia mengalami inovasi-inovasi sebagai upaya ‘pengabadian’. Memandang perkembangan jaman, cerita-ceritanya berkembang amat drastis dari tradisi lisan dalam masyarakat masa lalu kepada masa kini yang menggunakan berbagai media. Si Kabayan : Cerita jenaka/humor. Cerita Si Kabayan dalam tradisi lisan menjadi sumber inspirasi penciptaan cerita Si Kabayan dalam tradisi tulis maupun dalam kelisanan kedua. Cerita Si Kabayan dalam tardisi lisan menjadi semacam blueprint juga dalam tradisi lainnya, akan tetapi cerita Si Kabayan terjadi pula pemutarbalikan terhadapnya (Suwarna, 1985, Abby 1985). Keseluruhan cerita Si Kabayan pada ketiga tradisi itu, apakah yang linier maupun yang tidak linier pada hakikatnya tetaplah sebagai cerita jenaka, sebagai cerita humor. (berdasarkan riset dari yang ditulis oleh 1910 hingga 2012 dan dalam tradisi lisan). Struktur cerita amatlah memiliki kelenturan (felxibility) yang luar biasa. Struktur cerita Si Kabayan dapat diubah, dimodifikasi, bahkan dijungkirbalikan sedemikian rupa tetaplah ia sebagai sebuah cerita jenaka.

Cerita Si Kabayan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kabayan

Citation preview

Page 1: Cerita Si Kabayan

Cerita Si Kabayan: Akankah Abadi?

Si Kabayan merupakan Cerita yang bermotif pencarian ketuhanan yang dikemukakan dengan cara yang jenaka, sama seperti Nasrudin Hoja dan Abu Nawas.

Snouck Hugronje (1997) paa abad ke 19 menyatakan bahwa cerita Si Kabayan menjadi semacam pusat siklus cerita-cerita jenaka di Nusantara.

Kajian pertama terhadap cerita Si Kabayan dilakukan oleh Wijsman (1929)

Durachman (2006) melihat cerita Si Kabayan harus dipahami dalam konteksnya, tanpa memposisikan pada konteksnya kita tidak akan memperoleh pemahaman yang akurat.

Ia tidak hanya dilihat dalam tradisi lisan, tetapi dilihat pula dalam perkembangan mutakhir. Ia mengalami inovasi-inovasi sebagai upaya ‘pengabadian’. Memandang perkembangan jaman, cerita-ceritanya berkembang amat drastis dari tradisi lisan dalam masyarakat masa lalu kepada masa kini yang menggunakan berbagai media.

Si Kabayan : Cerita jenaka/humor.

Cerita Si Kabayan dalam tradisi lisan menjadi sumber inspirasi penciptaan cerita Si Kabayan dalam tradisi tulis maupun dalam kelisanan kedua. Cerita Si Kabayan dalam tardisi lisan menjadi semacam blueprint juga dalam tradisi lainnya, akan tetapi cerita Si Kabayan terjadi pula pemutarbalikan terhadapnya (Suwarna, 1985, Abby 1985).

Keseluruhan cerita Si Kabayan pada ketiga tradisi itu, apakah yang linier maupun yang tidak linier pada hakikatnya tetaplah sebagai cerita jenaka, sebagai cerita humor. (berdasarkan riset dari yang ditulis oleh 1910 hingga 2012 dan dalam tradisi lisan).

Struktur cerita amatlah memiliki kelenturan (felxibility) yang luar biasa. Struktur cerita Si Kabayan dapat diubah, dimodifikasi, bahkan dijungkirbalikan sedemikian rupa tetaplah ia sebagai sebuah cerita jenaka.

Tokoh Si Kabayan memiliki ambivalensi yang sedemikian rupa yang membedakan dengan tokoh-tokoh cerita dalam tradisi lisan yang umumnya hitam dan putih.

Si Kabayan : Tokoh yang Ambivalen

Dalam setiap cerita Si Kabayan selalu digambarkan memiliki ambivalensi. Ia nampak seperti orang bodoh tetapi sangat cerdik bahkan jenius. Ia kadang-kadang digambarkan sangat malas tetapi dengan kemalasannya ia mewujudkan kebriliannya (Si Kabayan

Page 2: Cerita Si Kabayan

Ngala Nangka). Si Kabayan mengajarkan dengan caranya sendiri bahwa hidup itu harus bersyukur dengan apa yang tuhan berikan (Si Kabayan Jajan Es Sirup). Si Kabayan mengajarkan keterbatasan manusia dan ketakterbatasan tuhan (Si Kabayan Maling Nira).

Si Kabayan tidak digambarkan hitam-putih, itu yang membedakan dengan cerita lisan lainnya. Ia kadang digambarkan sebagai tokoh dengan watak-watak yang saling bertentangan bahkan paradoksial sebagaimana dijelaskan Leahy (1993) bahwa dalam hidupnya seringkali manusia mengalami hal-hal yang paradoks karena manusia adalah mahluk paradoks.

Substansi Permasalahan

1. Cinta Sejati, secara implisit maupun eksplisit menyatakan bahwa Si Kabayan dan Si Iteung saling mencintai dan benar-benar sejati dalam kondisi apapaun. (Si Kabayan Menang Undian).

2. Keharusan hidup sederhana, kita tidak boleh bergembira secara berlebihan dan tidak boleh pula mengeluh jika mengahdapi rintangan/ujian hidup (Si Kabayan Jalan-Jalan).

3. Kedewasaan hidup, mengajarkan kita harus berlaku dewasa dan menyindir perilaku orang tua yang kekanak-kanakan (Si Kabayan Ngala Nangka & Si Kabayan Moro Mencek).

4. Kecerdikan hidup, mengajarkan untuk melawan keburukan dengan cara yang cerdik (Jurig Kabayan)

5. Keterbatasan manusia, manusia memiliki keterbatasan dan pada saat yang sma, ia akan memerlukan yang maha tak terbatas (Si Kabayan Maling Nira).

6. Keharusan bersyukur, mengajarkan agar selalu bersyukur dengan apa yang tuhan berikan karena ada kenyataannya manusia selalu mengeluhkan kehidupannya yang selalu kurang, padahal kalau ia bersyukur, ia pasti merasakan bahwa kehidupan adalah membahagiakan semata. (Si Kabayan Jajan Es Sirup).

7. Ketakterbatasan hidup, hidup itu ibarat lingkaran yang tak berujung pangkal (Si Kabayan Melak Cau).

8. Ketulusan dalam menghormati manusia, mengajarkan untuk menghormati manusia dengan tulus bukan berdasarkan pakaian atau yang tampak dari luar saja (Si Kabayan Nyamar Jadi Haji).

9. Keharusan berbuat adil, mengajarkan untuk berbuat adil kepada siapa sesama sekalipun ia miskin (Si Kabayan Ngadeupaan Lincar).

10. Keharusan berbuat jujur, mengajarkan kita untuk selalu jujur (Si Kabayan Dagang Munding).

Pendukung Abadi : Iteung

Page 3: Cerita Si Kabayan

Apapun yang terjadi tokoh ini tidak pernah berpaling dari Si Kabayan.Tokoh pendukung Si Kabayan yang paling hebat, dia sepenuhnya mendukung Si Kabayan karena mungkin juga Si Kabayan adalah cinta sejati Si Iteung begitu pula sebaliknya.

Oposisi Abah

Si Kabayan : Gambaran Fisik

Si Kabayan selalu digambarkan secara fisik bersahaja, ia tidak ganteng, tidak macho, dan tidak atletis, secara fisik memang bukan tipe lelaki idaman, apalagi dengan pakaiannya baju kampret, sarung dan peci lusuh.

Seolah-olah mengatakan bahwa pakaian luar itu tidak penting, yang penting adalah hati pemiliknya.

Si Kabayan : Alegori

Cerita Si kabayan tidak boleh dipandang seperti cerita-cerita populer umumnya yang mencerminkan masyarakatnya secara sederhana. Cerita Si Kabayan harus dipandang sebagai sebuah alegori, metafora panjang.

Cerita Si Kabayan sangat substil menggedor kesadaran kolektif pemiliknya agar memahamai cerita Si Kabayan sebagai suatu yang sangat simbolik, oleh karena itu masyarakat tidak boleh memandangnya sebagai cerita yang hanya mencerminkan kenyataan sosial pada lapis pertama.

Sebagai sebuah alegori, cerita Si Kabayan menggunakan seluruh unsurnya ‘tidak linier’ akan tetapi lebih simbolik. Sejalan dengan pendapat Supardi Djoko Darmono (1997:4) bahwa tidak jarang peralatan sastra tertentu tidak dipergunakan untuk mendapatkan gambaran seperti apa adanya, tetapi justru mengjungkirbalikkannya.

Sifat Masyarakat Sunda yang Terbuka

Masyarakat pemiliknya bisa bertindak sebagai penutur, pencipta, bahkan hanya penikmat saja.

1. Masyarakat Sunda sebagian besar memahami cerita Si Kabayan sebagai cerita rekaan yang diciptakan para leluhur sebagai tamsil.

2. Masyarakat Sunda tidak keberatan ketika Si Kabayan dijungkirbalikan.

3. Masyarakat Sunda tidak keberatan ketika siapapun, termasuk yang bukan orang Sunda untuk menulis.

Page 4: Cerita Si Kabayan

Beberapa Pesoalan

1. Betapa populernya cerita Si Kabayan > menjadi pengetahuan kolektif orang Sunda > menimbulkan masalah baru > hilangnya penutur yang memiliki kualitas pencerita profesional Karena Transmisi cerita tidak hanya turun temurun secara sistematis tetapi juga ditransmisikan secara horisontal antar satu generasi.

2. Gempuran media TV dan Film yang memiliki ambiugitas terhadap tradisi lisan danmMulai menghilangnya tradisi mendongeng sebelum tidur secara berangsur-angsur.

3. Perubahan masyarakat yang tidak bisa dihindari dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Sehingga tradisi cerita secara pelan tapi pasti mulai punah bersama dengan perubahan masyarakatnya.

Agar tradisi itu abadi : Piotr Sztomka (1993)

1. menyediakan (masyarakat) blok bangunan yang sudah siap untuk membentuk dunia mereka.

2. Harus memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada.

3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas, dan kelompok.

4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan, dan kekecewaaan terhadap kehidupan modern.

Lintas Tradisi

Pada awalnya hanya ada dalam tardisi lisan karena saat itu belum mengenal tardisi tulis dan tradisi cetak yang ditansmisikan dari individu ke individu dan berlangsung secara vertikal maupun secara horisontal.

Setelah mengenal huruf latin, maka mulailah cerita Si Kabayan di tulis dalam huruf latin , dicetak dan diterbitkan.

Pada akhir tahun 60an cerita si kabayan berkembang kedalam tadisi kelisanan keuda berupa drama dan film.

1. Cerita-cerita Si Kabayan dalam tradisi lisan akan tetap hidup sampai kapanpun.

2. Cerita-cerita Si Kabayan mengalami transformasi tidak hanya pada tradisi tulis, tetapi juga tradisi kelisanan kedua.

Cerita-cerita Si Kabayan awalnya hidup dalam masyarakat agraris yang salah satu cirinya bersifat lisan, akan tetapi juga hidup dalam

Page 5: Cerita Si Kabayan

masyarakat industri dan terus menyesuaikan perkembangan masyarakatnya. Walau demikian, masyarakat industri yang ada tidak sepenuhnya meninggalkan ciri masyarakat agraris.

Pola Tradisi Lisan

1. Si Kabayan mendapat perintah / dimintai pertolongan, kemudian Si Kabayan mengerjakannya sesuai dengan tafsirnya sendiri, hingga Si Kabayan menjelaskan dan penjelasannya membuat pihak lain terhenyak : Si Kabayan ngala nangka, Si Kabayan ngala tutut.

2. Si Kabayan menghadapi suatu kesulitan, ia mencari akal untuk memperdayai pihak lain dan keberhasilannya memperdayai orang lain : Si Kabayan mayar hutang.

3. Si Kabayan mendapat kesulitan, ia melakukan sesuatu dengan trial and error secara berulang-ulang, pihak lain menyerah ketika menghadapi Si Kabayan : Si Kabayan neangan jodo

4. Si Kabayan menjalani sesuatu, pihak lain keheranan mengapa demikian, Si Kabayan menjelaskan : Si Kabayan nyorang tanjakan.

Ciri : Penggunaan dialog yang mendominasi

Konteks Penuturan Cerita Si Kabayan : Umumnya dituturkan dalam obrolan atau seuatu penjelas untuk melukiskan sesuatu. Jarang sekali orang secara sengaja menuturkan cerita Si Kabayan misalnya untuk mengawali suatu acara seperti, berkaitan dengan ini seringkali ada anggapan bahwa Si Kabayan itu bodoh.

Proses Penciptaan : Pada umumnya cerita itu diciptakan secara spontan ketika cerita-cerita itu dituturkan, namun dasar spontanitas penciptaan cerita Si Kabayan adalah skema sesuai pendapat sweeney (1980: 39-40) bahwa penciptaan dalam masyarakat tradisional melayu bersifat skematik.

Pemaknaan Cerita : Pada umunya cerita Si Kabayan lebih bersifat simbolik. Ini yang belum banyak dipahami masyarakat Sunda umumnya, masyarakat selama ini lebih banyak memahami cerita Si Kabayan hanya dari segi denotasi, masyarakat sering melihat cerita Si Kabayan bukan sebagai alegori.

Fungsi Cerita : Si Kabayan seolah-olah memberi legitimasi tertentu, fungsi lainnya lebih ke fungsi memaksa berlakunya norma-norma sosial dan lata pengendali sosial, fungsi lainnya adalah fungsi didaktis dan fungsi hiburan.

Karakteristik : Cerita Si Kabayan dalam tradisi lisan berkaitan erat dengan ciri-ciri masyarakat agraris yang cenderung kolektif dan tidak individualis, namun juga menghargai perbedaan. Padahal banyak cerita Si Kabayan yang lebih individual dan dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyrakat.

Page 6: Cerita Si Kabayan

Si Kabayan digambarkan tidak memiliki keinginan.

Tradisi Tulis (Kumpulan cerita, Komik, Cerpen)

Ciri : Memiliki struktur sederhana tidak berbeda dengan struktur tradisi lisan.

Konteks Penuturan : terjadi lebih pada perluasan hipogram atau ekspansi, artinya cerita dalam tradisi tulis umumnya hanya perluasan salah satu unsur atau beberapa unsur teks.

Teks merupakan transformasi terikat, teks tersebut hanya semacam penulisan/transkripsi dari cerita lisan, namun teks semacam itu harus tetap dipandang sebagai teks transformasi.

Teks merupakan transformasi bebas, teks yang menjadikan teks cerita Si Kabayan dalam tradisi lisan hanya sebagai sumber atau dasar penciptaan.

Proses Penciptaan : Pada umumnya teks cerita Si Kabayan dalam tardisi lisan menjadi skema penciptaan teks cerita Si Kabayan dalam tradisi tulis. Dasar penciptaannya adalah skema cerita yang telah mereka miliki secara intuitif.

Pemaknaan Cerita : Dalam tradisi tulis sudah disadari bahwa cerita Si Kabayan adalah alegori, masyarakat memperlakukan teks cerita Si Kabayan dalam tradisi tulis sebagai metafora panjang.

Fungsi Cerita : Si Kabayan dalam tradisi tulis lebih berfungsi sebagai alat pendidikan/didaktis. Selain itu umumnya berfungsi sebagai hiburan.

Walaupun demikian, berkembangnya teks Si Kabayan dalam tradisi tulis tidak menyebabkan cerita Si Kabayan dalam tradisi lisan mati, Kedua tradisi ini hidup dan berkembang bersama-sama secara simultan. Ini tampaknya menggambarkan bahwa masyarakat kita belum sepenuhnya berada pada tahap keberaksaraan yang mantap. Sekalipun demikian, hal ini juga menunjukan kedua tradisi akan hidup bersama-sama.

Tradisi Kelisana Kedua (drama dan film)

Ciri : Yang paling menonjol dari teks Si Kabayan dalam tradisi ini adalah kuat/dominannya dialog, terutama kaitannay dalam dialog antara Si Kabayan dengan tokoh lainnya.

Struktur Cerita : umumnya sederhana seperti pada tardisi lisan namun terjadi perluasan hipogram terutama perluasan watak dan perilaku Si kabayan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang

Page 7: Cerita Si Kabayan

dihadapinya. Dalam tradisi ini Si Kabayan selalu menang atau dimenangkan seperti pada tradisi awalnya.

Konteks Penuturan (Film) : Menggunakan bahasa Indonesia, karena audiesnnya tidak terbatas pada orang Sunda saja.

Pemaknaan Cerita : Tradisi simbolik diteruskan dalam tradisi ini, hanya umunya lebih cair karena mempertimbangkan publik yang lebih luas, baik dari segi wilayah maupun keragaman publik.

Proses Penciptaan : Bagaimanapun skema cerita Si Kabayan yang ada dalam repertoar para penulis skenario atau naskah drama mendasari proses penciptaannya. Artinya, skema cerita Si Kabayan yang sudah dimiliki secara intuitif ini jadi dasar bagi mereka dalam kreativitasnya menulis naskah drama/skenario film.

Persoalan : Makin langkanya orang/penutur yang dapat menuturkan cerita Si Kabayan dalam masyarakat luas, karena proses transmisi kelisanan tidak berlangsung alamiah dan wajar. Sekalipun demikian, harus ada upaya sistematis untuk menciptakan proses transmisi kelisanan itu alamiah dan wajar.

Dalam masyarakat Sunda yang agraris pun tradisi lisan proses transmisi sudah tidak berlangsung dengan baik. Masyarakat lebih dimabukkan oleh tontonan televisi yang menyebabkan tradisi lisan tidak kokoh lagi, apalagi tadisi tulis yang belum mengakar dan tradisi membaca yang sangat minim.

Sebenarnya televisi atau media lainnya memiliki daya jangkau dan efeknya sangat luar biasa, bisa membantu mengembangkan tradisi lisan secara kreatif.

Simpulan :

1. Karakteristik teks Si Kabayan dalam tradisi lisan berkaitan dengan ciri masyarakat agraris yang sangat menonjol adalah lisan atau bersifat kelisanan.

2. Teks cerita Si Kabayan dalam tradisi tulis tidak sepenuhnya lepas dari tradisi lisan.

3. Teks cerita Si Kabayan dalam tradisi kelisanan kedua menunjukan pengulangan karakteristik dalam tardisi lisan, akan tetapi kelisana kedua melibatkan media maka karakteristiknya berkaitan dengan efek media bagi masyarakat , antaranya dalam persoalan penyebaran yang massal dan luas.

4. Teks cerita Si Kabayan memang dapat hidup berdampingan secara baik dalam ketiga tradisi tersebut. Untuk menjaga harmoni diantaranya perlu upaya yang menyeluruh dan sistematis yang memberi ruang pada masing-masing tradisi

Page 8: Cerita Si Kabayan

untuk hidup dan berkembnag secara simultan dengan tradisi lainnya. Ketiga tradisi itu bila direkayasa secara menyeluruh dan sistematis bisa saling melengkapi. Upaya saling melengkapi itu menjadi perekat yang dapat menumbuhkan ketiga tradisi tersebut tumbuh dan berkembang secara kreatif dan wajar.

Cerita Si Kabayan menimbulkan efek riang sehingga suasana pun jadi segar. Oleh karena itu, ceritanya bukan hanya dituturkan ketika sedang bercanda ria, tetapi juga di tuturkan dalam forum-forum resmi dan dalam suasana formal sebagai selingan agar suasananya tidak teralu formal atau kaku.

Struktur cerita Si Kabayan umumnya sederhana baik dari segi alur, tokoh, dan latar. Transformasi yang terjadi berupa ekspansi dan konversi. Proses penciptaannya didasari oleh skema. Makna umumnya tentang kearifan menghadapi hidup. Fungsinya berkaitan dengan pengesahan kebudayaan, alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, alat pengendali sosial, alat pendidikan, hiburan da meprotes ketidakadilan dalam masyarakat.

Cerita Jenaka

Fang (1991:14) mendifinisikan secita jenaka sebagai cerita tentang tokoh lucu, menggelikan atau licik dan licin.

Zaidan, dkk (1991: 23) mengartikan cerita jenaka sebagai cerita olok-olok atau kelakar, cerita penghibur yang mengandung kelucuan, perbandingan, atau sindiran.

Si Kabayan, Ua Lengser dan Si CepotSebenarnya, dalam khasanah sastra Sunda, tokoh lucu, humoris atau jenaka tidak hanya Si Kabayan. Di samping Si Kabayan sebagai tokoh jenaka, terdapat dua tokoh Ua Lengser dalam Cerita Pantun atau Cepot dalam cerita wayang. Namun, kedua tokoh tersebut –Ua Lengser, Si Cepot- berbeda dengan Si Kabayan. Memang, Si Kabayan bukan satu- satunya tokoh yang membuat orang Sunda tertawa karena lelucon- leluconnya (Rosidi, 1984: 32).

Namun keduanya tidak memiliki banyak segi “Kontroversi” seperti yang dimiliki Si Kabayan. Keduanya juga bukan subjek dari satu cerita, tetapi cenderung menjadi tokoh pelengkap suatu cerita. Berbeda dengan Si Kabayan yang selalu menjadi subjek cerita.

Page 9: Cerita Si Kabayan

1. Kategori lelucon orang bodoh dan orang pintar tampaknya tidak memadai. Harus ada kategori berikunya yang berkaitan dengan lelucon orang unik/tokoh unik seperti yang ditunjukan Si Kabayan > Paradoks.

2. Masyarakat sebaiknya tidak memahami cerita Si Kabayan hanya dari segi denotasi. Masyarakat harus menyadari bahwa cerita Si Kabayan diabdikan pada makna-makna tertentu. Oleh karena itu, cerita Si Kabayan tidak terikat ruang dan waktu tertentu. Masyarakat harus menyadari bahwa tokoh Si Kabayan bukanlah prototip manusia manapun. Ia hanya ‘manusia gagasan’ yang diciptakan masyarakat pemiliknya sebagai metafora. Oleh karena itu, cerita-cerita Si Kabayan harus dipahami sebagai alegori.

3. Diharapkan ada perekaman cerita Si Kabayan secara menyeluruh dan lengkap. Setelah itu dlakukan pengkajian yang mendalam terhadapnya. Kemudian dilakukan transformasi sesuai dengan sasaran pembaca/penikmat yang dituju. Dengan demikian cerita Si Kabayan akan tetap hidup seperti sudah terbukti selama ini.

1. Struktur cerita Si Kabayan pada umumnya sederhana. Semua peristiwa terfokus pada apa yang dilakukan, dialami, dan diucapkan Si Kabayan. Ketiadaan penyebutan latar yang eksplisit menunjukan yang terpenting dalam ceritanya bukan persoalan cerita ini mencerminkan peristiwa-peristiwa yang terikat oleh ruang dan waktu tertentu. Akan tetapi lebih mementingkan makna/gagasan dibalik peristiwa, perilaku, dan ucapan Si Kabayan khususnya dan tokoh-tokoh lain umumnya.

2. Proses penciptaan pada umunya didasari oleh skema yang telah penutur/pengarang/pencipta miliki secara intuitif. Skema tersebut juga menunjukan proses pelisanan yang sempurna.

3. Makna cerita Si Kabayan terutama berkaitan dengan bagaimana mengarifi kehidupan atau bagaimana menghadapi kehidupan dengan arif. Kearifan hidup juga terutama diletakan dalam kontras antara keterbatasan manusia dan ketakterbatasan tuhan.

4. Fungsi cerita umumnya menekankan pada fungsi pengesahan kebudayaan dan pemaksan berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengenendali sosial. Fungsi berikutnya yang juga dominan adalah fungsi didaktis dan fungsi hiburan.

Makna

Secara umum adalah mengarifi kehidupan. Kehidupan manusia itu dihadapkan pada keterbatasan-keterbatasan. Akan tetapi,

Page 10: Cerita Si Kabayan

keterbatsan-keterbatasan itu selalu berada pada bingkai ketakterbatasan tuhan.

Manusia dewasa itu seharusnya memiliki arah/tujuan hidup yang jelas. Kejelasan itu membuatnya tidak mudah tersesat. (Si Kabayan ngala nangka)

Hendaknya kita tidak mudah tertipu oleh keadaan tertentu. Oleh karena itu, dituntut kejelian memandang sesuatu. Kejelian itu akan membuat kita berada pada rentangan antara kikir dan murah. (Si Kabayan mayar hutang)

Mencintai itu cukup sekedarnya. Oleh karena itu tidak boleh berlebihan. Ketika berlebihan kita akan terbentur pada keterbatasan kita sebagai manusia yang bermuara pada ketakterbatasan tuhan. (Si Kabayan maling kalapa)

Kebiasaan manusa yang suka membesar-besarkan persoalan. Kebiasaan ini biasanya didorong oleh ketakutan yang berlebih. Oleh karena itu, jalan terbaik adalah menghadapi hidup secara realistis. (Si Kabayan ngala tutut)

Kemalasan manusia ini mudah mendorong manusia untuk memperdayai manusia lainnya. (Ulah Kabayan)

Keikhlasaan kita dalam menjalani hidup yang akan membawa hidup kita lebih proporsional. Keihkhlasan juga akan membantu kita menyadari keterbatasan manusa dengan ketakterbatasan tuhan. (Si Kabayan jadi Sufi)

Kehati-hatian dalam menjalani hidup. Hidup tidak boleh dijalani penuh ketakutan atau juga menganggap enteng hidup. Hidup diantara kedua ekstrim tadi. (Si Kabayan dan Iteung Tersayang)

Kekuasaan yang cenderung korupsi. Siapa pun ketika memegang kekuasaan akan cenderung menyalahgunakan kekuasaan itu, termasuk orang-orang yang semula tertindas oleh kekuasaan. (Gual-Guil)

Ketulusan dalam menjalani hidup. Jika kita tulusu, kita akan cenderung lebih proporsional dalam hidup. Ketulusan juga akan cenderung membawa kita pada upaya menjaga fitrah. (Guru Kabayan)

Pengendalian diri manusia yang sejalan dengan fitrah manusia. (Si Kabayan Bola Cinta)

Hirup mah Heuheuy jeung Deudeuh

Pandangan hidup Si Kabayan, bagaimana pendapat Si Kabayan dalam memandang hidup. Sehingga, karena pandangan hidupnya ini kita bisa menyaksikan dirinya bisa menjalani hidup, selain penuh keriangan, juga begitu santainya. Bahkan saking riang dan santainya dia, dalam pandangan kita nampaknya Si Kabayan seperti tengah bermain-main dengan hidupnya.

Page 11: Cerita Si Kabayan

Bagaimana pandangan dirinya mengenai kebahagiaan dan kesedihan. Juga tentang ‘masalah’ , hal yang selama ini selalu dianggap sebagai sebuah momok serius karena hal tersebut selalu menjadi penghalang manusia untuk menggapai kebagahagiaan, malah sebaliknya, sellau membuat manusia berada dalam kesedihan.

Menurutnya kesedihan itu memang untuk ditertawakan. Terlebih lagi, bagaimanapun kesedihan merupakan resiko hidup yang akan, harus dan selalu kita ahdapi. Lantas kenapa kesedihan sampai harus ditangisi? Apalagi, bila kita mau menghitungnya. Dibanding kegembiraan, sesungguhnya kesedihan itu jauh lebih banyak kita dapatkan. Jadi sepanjang hidup kita harus menghabiskan waktu dengan tangisan?

Hakikat hidup sendiri sebenarnya sekedar untuk menhadapi dua persoalan, kalau tidak Heuheuy ya Deudeuh. Heuheuy sebagai bahsa simbolis untuk segala pengalaman hidup yang dapat menggembirakan manusia. Keberadaan harta, tahta dan wanita merupakan tiga contoh dari penjelmaan heuheuy. Sebaliknya deudeuh adalah bahasa simbolis dari segala pengalaman hidup manusia yang bersifat mengecewakan. Segala masalah yang menimpa manusia merupakan wujud dari deudeuh. Kesedihan dan kecemasan adalah contohnya.

Sebaiknya diri kita jangan sampai terlalu mengistimewakan Si Heuheuy