BRS Profil Kemiskinan Kepri Maret 2014

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BRS Kemiskinan Kepri

Citation preview

  • Berita Resmi Statistik No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014 1

    Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kepulauan

    Riau pada Maret 2014 sebanyak 127,80 ribu orang (6,70 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah

    penduduk miskin pada September 2013 yang sebanyak 119,08 ribu orang (6,35 persen), secara

    absolut mengalami peningkatan sebanyak 8,7 ribu orang atau naik sebesar 0,35 persen.

    Selama periode September 2013 - Maret 2014, penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat 6,6

    ribu orang, sementara di daerah perdesaan juga mengalami penambahan sebanyak 2,2 ribu orang.

    Secara relatif persentase penduduk miskin daerah perkotaan mengalami peningkatan 0,30 poin

    selama periode September 2013 - Maret 2014, yaitu dari 5,79 persen menjadi 6,09 persen.

    Sementara di perdesaan persentase penduduk miskin naik sebesar 0,65 poin, yaitu dari 9,21 persen

    menjadi 9,86 persen.

    Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan

    komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2014,

    sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 67,01 persen,

    sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2014

    adalah sebesar 33,99 persen.

    Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan

    adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, dan telur ayam ras, sedangkan di daerah

    perdesaan adalah komoditas beras, rokok kretek filter, ikan tongkol/tuna/cakalang, dan gula pasir.

    Untuk komoditi bukan makanan, kontribusi terbesar terhadap Garis Kemiskinan adalah biaya

    perumahan, listrik, dan bensin baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan.

    Pada periode September 2013 Maret 2014, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

    Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan perbedaan, tetapi nilai kedua indeks tersebut masih tetap

    rendah. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin masih dekat dengan

    garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin masih rendah.

    BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

    PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2014

    No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014

  • Berita Resmi Statistik No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014 2

    1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau, September 2013Maret 2014

    Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada periode September

    2013-Maret 2014 mengalami kenaikan sebanyak 8,7 ribu orang, yaitu dari 119,08 ribu

    orang pada September 2013 menjadi 127,80 ribu orang pada Maret 2014. Persentase

    penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 0,35 poin, yaitu dari 6,35 persen menjadi

    6,70 persen pada periode tersebut.

    Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan bertambah sebanyak 6,6 ribu orang, dari

    90,81 ribu orang pada September 2013 menjadi 97,38 ribu orang pada Maret 2014.

    Sementara di daerah perdesaan, penduduk miskin naik sebanyak 2,2 ribu orang, dari 28,27

    ribu orang pada September 2013 menjadi 30,42 ribu orang pada Maret 2014.

    Tabel 1.

    Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin

    di Provinsi Kepulauan Riau Menurut Daerah, September 2013-Maret 2014

    Daerah/Tahun

    Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah

    penduduk

    miskin

    (000 Org)

    Persentase

    penduduk

    miskin Makanan Bukan

    Makanan Total

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    Perkotaan

    September 2013*) 264.851 140.727 405.578 90.81 5,79

    Maret 2014 276.268 145.465 421.733 97.38 6,09

    Perdesaan

    September 2013*) 276.638 88.135 364.773 28.27 9,21

    Maret 2014 290.776 94.295 385.071 30.42 9,86

    Kota+Desa

    September 2013*) 266.779 132.124 398.903 119.08 6,35

    Maret 2014 278.616 137.184 415.800 127.80 6,70

    *) angka September 2013 diolah dengan menggunakan hasil proyeksi penduduk

    Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi September 2013 dan Maret 2014.

  • Berita Resmi Statistik No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014 3

    2. Perubahan Garis Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau, September 2013Maret 2014

    Banyak sedikitnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis

    Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata

    pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2013-

    Maret 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,24 persen, yaitu dari Rp.398.903,- per kapita

    per bulan pada September 2013 menjadi Rp. 415.800,- pada Maret 2014. Pada periode

    yang sama, perkembangan garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat 3,98 persen dan

    di wilayah perdesaan meningkat sebesar 5,56 persen.

    Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis

    Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat

    bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan

    makanan. Pada Maret 2014, peranan GKM terhadap GK sebesar 67,01 persen, sedangkan

    pada September 2013, peranan GKM terhadap GK sebesar 66,88 persen. Di daerah

    perkotaan, peranan GKM terhadap GK terlihat meningkat, yaitu dari 65,30 persen menjadi

    65,51 persen, sebaliknya di perdesaan, peranan GKM terhadap GK terlihat menurun dari

    75,84 persen menjadi 75,51 persen.

    Komoditas makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada

    Maret 2014, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar

    24,47 persen di perkotaan dan 34,90 persen di perdesaan. Selain beras, komoditas makanan

    lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Makanana dalah rokok

    kretek filter (13,33 persen di perkotaan, 14,56 persen di perdesaan), telur ayam ras (5,975

    persen di perkotaan, 3,94 persen di perdesaan), dan gula pasir (3,41 persen di perkotaan,

    8,29 persen di perdesaan).

    Untuk komoditas bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang

    cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Bukan Makanan, yaitu 31,67 persen di perkotaan

    dan 41,70 persen di perdesaan. Komoditas bukan makanan lainnya yang berpengaruh

    cukup besar pada Garis Kemiskinan Bukan Makanan antara lain: biaya yang dikeluarkan

    untuk listrik (17,41 persen di perkotaan, 10,49 persen di perdesaan), bensin (13,82 persen

    di perkotaan, 10,84 persen di perdesaan), perlengkapan mandi (5,70 persen di perkotaan,

    6,21 persen di perdesaan).

  • Berita Resmi Statistik No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014 4

    Tabel 2. Peranan Komoditi Makanan Terhadap Garis Kemiskinan Makanan

    di Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2014

    Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi Maret 2014.

    Tabel 3.

    Peranan Komoditi Non Makanan Terhadap Garis Kemiskinan Bukan Makanan

    Di Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2014

    Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi Maret 2014.

    Komoditi Perkotaan (%) Perdesaan (%)

    (1) (2) (3)

    1. Perumahan 31,67 41,70

    2. Listrik 17,41 10,49

    3. Bensin 13,82 10,84

    4. Perlengkapan Mandi 5,70 6,21

    Komoditi Perkotaan (%) Perdesaan (%)

    (1) (2) (3)

    1. Beras 24,47 34,90

    2. Rokok Kretek Filter 13,33 14,56

    3. Telur Ayam Ras 5,97 3,94

    4. Daging Ayam Ras 8,93 0,37

    5. Gula Pasir 3,41 8,29

    6. Mie Instan 4,71 3,08

    7. Bawang Merah 2,42 2,78

    8. Tongkol/Tuna/Cakalang 2,77 5,62

  • Berita Resmi Statistik No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014 5

    3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

    Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk

    miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari

    kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan

    kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari

    kemiskinan.

    Pada periode September 2013 - Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

    dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan adanya koreksi. Indeks Kedalaman

    Kemiskinan turun dari 1,02 pada September 2013 turun sedikit menjadi 0,94. Hal

    sebaliknya terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang naik dari 0,26 menjadi 0,27

    pada periode yang sama (Tabel 4). Walaupun Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks

    Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan, tetapi kedua angka indeks tersebut masih

    rendah, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin masih dekat

    dengan garis kemiskinan, dan ketimpangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin masih

    rendah.

    Di daerah perkotaan pada periode September 2013 - Maret 2014, Indeks

    Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,04 menjadi 1,00, sebaliknya Indeks Keparahan

    Kemiskinan mengalami kenaikan, yaitu dari 0,27 menjadi 0,31 (Tabel 4).

    Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Kepulauan Riau menurut Daerah, September 2013 Maret 2014

    Tahun Kota Desa Kota + Desa

    (1) (2) (3) (4)

    Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

    September 2013 1.04 0.93 1.02

    Maret 2014 1.00 0.61 0.94

    Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

    September 2013 0.27 0.21 0.26

    Maret 2014 0.31 0.09 0.27

    *) angka September 2013 diolah dengan menggunakan hasil proyeksi penduduk

    Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi September 2013 dan Maret 2014.

  • Berita Resmi Statistik No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014 6

    Di daerah perdesaan pada periode September 2013 - Maret 2014, Indeks

    Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,93 menjadi 0,61, begitu pula dengan Indeks

    Keparahan Kemiskinan turun dari 0,21 menjadi 0,09 (Tabel 4). Kedua angka indeks di

    perdesaan lebih rendah daripada di perkotaan, hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata

    pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan relatif makin mendekati garis kemiskinan.

    Pada Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan

    Kemiskinan daerah perkotaan lebih tinggi dari perdesaan. Dengan demikian, dapat

    disimpulkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan lebih jauh

    dari garis kemiskinan dibanding daerah perdesaan, dan ketimpangan pengeluaran

    penduduk miskin perkotaan lebih besar dibanding daerah perdesaan.

  • Berita Resmi Statistik No. 47/07/21/Th.IX, 1 Juli 2014 7

    4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

    a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

    kebutuhan dasar (basic needs approach). Kemiskinan dipandang sebagai

    ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan

    bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, Dengan pendekatan ini, dapat

    dihitung Head Count Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total

    penduduk.

    b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri

    dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan

    Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara

    terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk

    yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis

    Kemiskinan.

    c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan

    minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari.

    Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-

    padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-

    buahan, minyak dan lemak, dll).

    d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk

    perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar

    non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di

    perdesaan.

    e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2014

    ini adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Modul Konsumsi bulan

    Maret 2014 dan September 2013. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil

    survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk

    memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan

    makanan.