Upload
rini
View
216
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bisnis ukm kecil dlm aspek
Citation preview
Misi : Membangun Kekayaan Mental Manusia Indonesia Demi Kehidupan Yang Lebih BernilaiSlogan : Bosan kita menderita ! Saatnya Bersama ! Bangun Indonesia !
Cari Artikel Tell A Friend | Contact Us | Sitemap
Home Profil Artikel AW Shop AW Friends AW Chat Q & A T.Motivasi Testimoni Galeri Foto Download
Talk Show: Andrie Wongso Smart Motivation Setiap Hari Senin. Jam 07.05 WIB
Click Here!
Kategori Artikel
Ada Ada Saja
Artikel Anda
Artikel Tetap
AW Corner
AW Inspirational Video
AW Jokes
Business Wisdom
Campus Corner
Cerita Luar Biasa
English Corner
Entrepreneur Corner
Family Corner
Health Corner
Peristiwa Luar Biasa
Serba Serbi
Serba Serbi Olimpiade
Sports Corner
Success Story
Tahukah Anda
Baca Juga
Ponijan Liaw Selasa, 31-Oktober-2006 16:50:33 WIB
The Art Of Communication That Works (2) - Tipe & Gaya Komunikator
Artikel Tetap
Selasa, 17-Pebruari-2009; 08:52:37 WIB Pikat Pelanggan Dengan Reflective Listening ( 0 Komentar ) - Klik Profil Penulis Rating Artikel : Oleh : Ponijan Liaw
Save page as PDF
"Tuhan menganugrahkan dua telinga dan satu mulut kepada manusia." Kalimat itu rasanya sudah berdiam lama dalam ruang kognitif setiap orang. Persoalannya, apakah kalimat itu selesai pada tingkat pengetahuan semata atau sudah sampai pada tingkat aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Ada sebuah fakta yang patut direnungkan dalam hal ini. 80% waktu manusia habis digunakan untuk berkomunikasi. 45% dialokasikan untuk mendengar dan sayangnya terdapat sekitar 75% kata-kata yang dibaikan, disalahpahami dan dilupakan. Sungguh sebuah ironi komunikasi yang seharusnya tidak terjadi jika keterampilan mendengarkan menjadi menu utama dan pertama saat bercengkerama dalam ranah bursa kata ini. Hal ini memberikan sebuah indikasi bahwa 'mendengarkan' menjadi persoalan serius yang tidak dapat diremehkan untuk meraih pemahaman komprehensif dalam sebuah diskusi.
Ternyata terdapat banyak sekali jenis keterampilan mendengar menurut para ahli. Ada yang disebut mendengar aktif, analitis, empatik, kritis, selektif, atentif, apresiatif, sampai dengan reflektif. Kesemua jenis mendengar ini seolah mengingatkan kita bahwa setiap orang sejatinya ingin didengar! Namun, sayang dalam praktiknya, betapa sulit menyatukan teori dengan aplikasi. Betapa masih banyak individu, bahkan profesional korporasi yang belum menyadari bahwa keterampilan satu ini akan meninggikan citra diri dan profit secara permanen dan militan jika dilakukan dengan penuh ketulusan dan keseriusan. Mari kita lihat, bagaimana seorang profesional call center, baik yang bertugas di udara mau pun di darat, masih berdebat dengan pelanggan atau pencari informasi dengan kata-kata sarkastis, emosional, merendahkan sampai dengan menghina. Betapa pelanggan dihadapkan pada situasi terpidana dalam kepedihan. Padahal mereka adalah pengisi pundi-pundi korporasi yang membangun citra positif emiten di lantai bursa. Bercermin dari kejadian itu, terlihat ada persoalan serius dalam hal mendengarkan. Karenanya, teori yang relatif pas untuk kasus ini adalah 'reflective listening' yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja korporasi. Teori ini bermula dari praktek
http://www.andriewongso.com/awartikel-2523-Artikel_Tetap-Pikat_Pelanggan_Dengan_Reflective_Listening
Ponijan Liaw Selasa, 15-Juli-2008 13:33:01 WIB
Kesan Pertama Begitu Menentukan
Ponijan Liaw Senin, 21-Januari-2008 09:15:58 WIB
Komunikasiku Malang, Pelangganku Melayang
Ponijan Liaw Selasa, 11-September-2007 15:34:22 WIB
Komunikasi Berdasarkan Gerak - Pengarah (director)
Pembaca Setia
Dapat MelakukanJumbo size 37.5 x 53 cm
Kepuasan terbesar dalam hidup ini adalah dapat melakukan apa yang dikatakan orang lain tidak
dapat kita lakukan
View Shopping Product
konseling dan psychotherapy yang dilakukan oleh Carl Rogers terhadap pasiennya. Walau pun reflective listening ini pertama kali dipraktikkan di dunia medis, bukan berarti tidak dapat diaplikasikan dalam situasi lainnya, misalnya bisnis. Justru jenis mendengar ini, pakar komunikasi Deborah Tannen menyebutnya sebagai rapport-talk (bicara untuk membina hubungan), akan memberikan feedback yang sangat positif, konstruktif dan empatik dari pelanggan ke profesional korporasi.
Reflective listening adalah sebuah tindakan mengulang secara verbal apa yang didengar dari orang lain. Mengulang apa yang diucapkan dan dirasakan oleh pihak lain akan menunjukkan rasa empati terhadap apa yang dialami oleh sang penutur. Kalimat yang di-rephrase tersebut akan mengubah subyek saya' menjadi kita.' Artinya, ketika seseorang menyampaikan keluh kesahnya secara subyektif, teknik reflective listening akan mengubahnya menjadi keluhan bersama - keluhan kita.' Karena materi keluhan menjadi keluhan bersama. Berdasarkan situasi ini, sang pengeluh akan merasa bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi peristiwa tidak menyenangkan tersebut. Ini adalah reflective listening. Pendengar memberikan rasa empati melalui keterlibatan emosinya terhadap apa yang dialami oleh sang pencetus masalah.
Ada empat komponen yang menjadi syarat minimal dalam melakukan reflective listening: empathy, acceptance, congruence, dan concreteness. Pertama, empathy (empati) mewajibkan pendengar untuk memfokuskan diri pada pemberi keluhan yang tengah menumpahkan saran, kritik atau pun masukan atas apa yang dialaminya. Disini, referensi yang dipakai harus bingkai orang yang tengah menyampaikan keluhan. Dengan demikian, kondisi merasakan' apa yang dialami oleh orang lain akan membuat sang pengeluh mendapatkan sebuah penghiburan. Ternyata, ia dipahami. Hal ini sangat penting, terutama dalam menangani pelanggan yang sedang marah atas sebuah produk atau pelayanan yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Jika rasa empati dikedepankan secara simpatik, niscaya, luapan lahar emosi akan menjadi salju penyejuk di musim panas.
Kedua, acceptance (penerimaan) sangat terkait erat dengan empati. Penerimaan ini memberikan penghargaan kepada setiap orang bahwa mereka sesungguhnya berharga. Artinya, siapa pun yang menyampaikan keluhan atau sejenisnya itu, apakah ia dari strata sosial ekonomi bawah, pelanggan kecil sampai dengan rakyat jelata pengantri raskin sekali pun, harus diterima secara empatik dan simpatik sebagai aset penggerak roda korporasi secara perlahan namun konsisten. Adalah keliru, apabila dalam praktek korporasi, banyak petugas di garda depan mengabaikan hal ini hanya karena melihat penampilan sang pengeluh/pencari informasi yang tidak sesuai dengan standar yang biasa dihadapi. Jika ini terjadi, konsep penerimaan disini menjadi sebuah teori kosong belaka. Sang pencari informasi akan kecewa dan akhirnya pindah ke lain hati (baca: korporasi lain). Karena, di kening setiap orang sesungguhnya terpatri sebuah kalimat make me feel important.'
Ketiga, congruence (harmoni). Harmoni disini merujuk pada ketulusan dan pengertian atas apa yang terjadi pada orang lain. Artinya, jika kita juga merasa kecewa atas apa yang dialami oleh orang yang mengeluh, tunjukkan melalui bahasa nonverbal bahwa hal itu juga terasa sama kadarnya oleh kita. Bahasa tubuh ini harus secara tulus diekspresikan, bukan dibuat-buat. Hal ini akan dengan mudah dilihat dan dinilai oleh orang lain sebagai tulus atau palsu. Melalui praktik harmoni ini (sinkronisasi verbal dan nonveral), ikatan emosional akan semakin kuat terpatri dalam ruang afeksi sehingga pindah ke lain hati akan menjadi pertimbangan dengan urutan terbawah.
Keempat, concreteness (kekonkretan). Poin ini mengacu pada hal-hal yang lebih bersifat spesifik daripada generik. Sebagian pendengar, tanpa sadar atau ketidaktahuan, sering memberikan komentar atas keluhan atau ungkapan orang lain secara generik tanpa menyentuh ke inti keluhan yang menjadi persoalannya. Misalnya, ketika ada orang mengeluhkan soal pelayanan call center yang tidak baik, sering petugas di garda depan mengatakan bahwa hal itu tengah ditangani oleh perusahaan dan memerlukan waktu yang tidak dapat ditentukan kapan selesainya. Ini adalah contoh ketiadaan kekonkretan seperti dimaksud di atas. Lalu, bagaimana mengatasi hal ini? Seharusnya, sang petugas melokalisir persoalan secara fokus. Ia seharusnya mengatakan bahwa call center mengalami gangguan selama 2-3 hari kerja dan akan bisa diatasi dalam 1-2 hari ke depan. Ia mengonkretkan persoalan secara tepat (call center saja) bukan korporasi secara umum yang terlalu rumit meski hanya untuk dibayangkan. Dengan melokalisir persoalan secara sempit dan spesifik, rasanya persoalan akan lebih mudah menemui solusi.
Jika setiap pendengar memiliki empat orientasi minimal dalam reflective listening di atas, empathy, acceptance, congruence dan acceptance, rasanya berjuta keluhan di kolom-kolom surat pembaca selama ini akan mengalami masa surut secara kuantitatif mau pun kualitatif. Semoga begitu adanya!
| Share on Facebook
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Namun, Redaksi JUGA berhak memilih komentar yang akan ditayangkan (yaitu komentar yang sesuai dan positif). Isi
komentar menjadi tanggung jawab pengirim.
Belum Ada Komentar Untuk Artikel Diatas. Posting komentar Anda
( View : 972 | Refer : 0 | Print : 52 | Rate : 9.00 / 3 Votes )
Artikel SelanjutnyaHadirkan Keagungan Tuhan Dalam Kerja - Rabu, 18-Pebruari-2009; 08:40:02Hujan-hujanan (2) - Kamis, 19-Pebruari-2009; 08:40:40Siapakah Penentu Sukses Anda? - Jumat, 20-Pebruari-2009; 10:47:54To Be A Great Best Leader - Sabtu, 21-Pebruari-2009; 09:47:37Melihat Dari Sisi Yang Lain - Rabu, 25-Pebruari-2009; 13:34:40
Artikel SebelumnyaKayu Basah - Senin, 16-Pebruari-2009; 08:32:23Catatan Kecil Di Hari Valentine - Sabtu, 14-Pebruari-2009; 08:49:22Cermin - Jumat, 13-Pebruari-2009; 09:06:25Hope Will Keep Us Alive (01) - Kamis, 12-Pebruari-2009; 15:56:49Antara Anugrah Dan Bencana - Kamis, 12-Pebruari-2009; 08:48:48
AW Jumlah Pengunjung
Total Pengunjung(Sejak 10/10/2006)
2103423
Pengunjung Kemarin 3105
Pengunjung Hari Ini 3018
Online 31
Pengiriman Artikel dan AW Jokes
Jika Anda ingin mengirimkan Artikel, silahkan tekan tombol dibawah ini
Layanan Operator
Sitemap | Contact Us | Privacy Policy Copyright 2007, Andriewongso.com - Action & Wisdom Motivation Training, All Rights Reserved