18
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN IMPETIGO I. DEFINISI Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007). II. SINONIM Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005). III. ETIOLOGI Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007). Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 µm, berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari

Askep Anak Dengan IMPETIGO

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Anak Dengan IMPETIGO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN IMPETIGO

I. DEFINISI

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit

(Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan

kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis,

Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).

II.SINONIM

Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau

impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau

cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005).

III. ETIOLOGI

Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik

Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada

impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).

Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 µm, berbentuk

bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal,

berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat

menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas

ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan

tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai

enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin,

lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. (Brooks,

317:2005).

Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai

karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20

produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes)

diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik,

disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 332:2005).

Page 2: Askep Anak Dengan IMPETIGO

IV. EPIDEMIOLOGI

Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat

dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang

dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada

daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada

anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun.

Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).

Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah

menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat

penitipan anak atau juga pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat

penduduk (Cole, 1:2007).

V. FAKTOR PREDISPOSISI

o Kontak langsung dengan pasien impetigo

o Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo

o Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab

o Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat

o Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik

(Sumber Beheshta, 2:2007).

VI. MANIFESTASI KLINIK

1). Impetigo Krustosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama

sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.

Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki),

dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja,

2005; Djuanda, 2005).

Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat

terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih

sering disebabkan oleh Streptococcus.

Page 3: Askep Anak Dengan IMPETIGO

Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian

segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan

serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi

gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm,

disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi

yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).

2). Impetigo Bulosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung.

Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit

berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada

kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi

cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan

meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada

bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla

yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai

dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar,

seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau

lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. (Yayasan

Orang Tua Peduli, 1:2008).

Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang

sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan Orang Tua Peduli,

1:2008).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk

menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa

dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylococcus

dan Streptococcus (Brooks, 332:2005).

Page 4: Askep Anak Dengan IMPETIGO

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama (kronik) dan kulit

kering; penebalan pada lipatan kulit terutama pada dewasa (likenifikasi); pada anak

seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan bagian dalam.

2. Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah, basah; umumnya di daerah selaput

lender atau daerah lipatan.

3. Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang kontak dengan zat-zat yang

mengiritasi.

4. Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel

rambut.

5. Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan dinding)

dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila infeksi

sampai jaringan kulit dalam (dermis).

6. Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi

lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir dan kulit.

7. Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

8. Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal

pada malam hari.

9. Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan,

kaki, dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa

tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama (Cole, 3:2007).

IX. KOMPLIKASI

Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati.

Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien

terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala

berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna

the. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul

(Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).

Page 5: Askep Anak Dengan IMPETIGO

Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang

paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang

pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).

X.PENATALAKSANAAN

1.Terapi nonmedikamentosa

Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai

mengelupaskan krusta dengan handuk basah

Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang

lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak

Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk

mencegah penyebaran local

Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo

krustosa.

Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah

2.Terapi medikamentosa

a. Terapi topikal

Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit

dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo

bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda,

57:2005).

1). Antiseptik

Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama

yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil

penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan

2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003).

Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran

penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003).

Page 6: Askep Anak Dengan IMPETIGO

2). Antibiotik Topikal

Mupirocin

Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak

tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein

dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan

mupirocin topikal yang dibandingkan dengan pemberian eritromisin oral pada pasien

impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil sebagai berikut:

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan mupirocin topikal jauh lebih unggul

dalam mempercepat penyembuhan pasien impetigo, meskipun pada awal kunjungan

diketahui lebih baik penggunaan eritromisin oral, namun pada akhir terapi dan pada

evaluasi diketahui jauh lebih baik mupirocin topikal dibandingkan dengan eritromisin

oral dan penggunaan mupirocin topikal memiliki sedikit failure (Goldfarb, 1-3).

Untuk penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat pada tabel berikut:

Fusidic Acid

Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan

dengan plasebo pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo dan

didapatkan hasil sebagai berikut:

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik

dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid.

Ratapamulin

Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug

Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan

untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin resisten.

Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan

Page 7: Askep Anak Dengan IMPETIGO

peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri

(Buck, 1:2007).

Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia

diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas

dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan

82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi

ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari

ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah

mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan.

Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan

hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo

(Buck, 1:2007).

Dicloxacillin

Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo, namun

akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin

topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila

dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin sebagai terapi topical

pada impetigo sebagai berikut:

(Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007)

b.Terapi sistemik

1). Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)

a.Penicillin G procaine injeksi

Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari

Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari

b.Ampicillin

Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari

Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac

c.Amoksicillin

Page 8: Askep Anak Dengan IMPETIGO

Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari

Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac

d.Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)

Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac

Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac

e.Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac

Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac

2). Eritromisin (bila alergi penisilin)

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc

Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc

3). Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)

Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari

Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari

4). Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya

Pada penggunaan sistemik antibiotik lainnya yang dapat dipertimbangkan adalah,

sebagai berikut:

XI.PENCEGAHAN

Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya :

1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien,

terutama apabila terkena luka.

2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita

3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada

orang lain, setelah digunakan pasien

Page 9: Askep Anak Dengan IMPETIGO

4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat

mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)

5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan

bersih

6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo

7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya.

Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang

panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.

8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi

dan cuci tangan setelah itu.

9. (Sumber: Northern Kentucky Health Department, 1:2005).

XII.PROGNOSIS

Pada umumnya baik.

Page 10: Askep Anak Dengan IMPETIGO

LAPORAN KASUS

SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

I.IDENTITAS PENDERITA

Nama : -

Jenis Kelamin : -

Umur : -

Suku : -

Agama : -

Pekerjaan : -

Alamat : -

II.Keluhan Utama

Luka garukan di regio lumbal posterior dekstra

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Menurut Mbah pasien mulai 10 hari yang lalu pasien mengeluhkan gatal pada regio lumbal

posterior dekstra, tanpa adanya keluhan gatal di daerah lain.

Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan

menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar.

Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang.

Akhirnya pasien berobat ke RSUD dr. SOEBANDI Jember.

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

1. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga yang tinggal bersama pasien saat ini tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

1. Riwayat Pengobatan

Page 11: Askep Anak Dengan IMPETIGO

Pernah berobat ke dokter umum, lalu diberi salep dan tablet, namun keluhan tidak berkurang.

1. Riwayat Alergi

Pasien tidak punya riwayat alergi obat maupun makanan, dan pasien tidak pernah melakukan

pemeriksaan alergi sebelumnya.

III.PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Kesadaran: komposmentis

Keadaan Umum: baik

Kepala/Leher: dalam batas normal

Thorak

Cor: S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal

Pulmo: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, lain-lain dalam batas normal

Abdomen: Soepel, bising usus (+), lain-lain dalam batas normal

Ekstremitas: dalam batas normal

Genitalia: dalam batas normal

1. Status Lokalis

Lokasi : regio lumbal dekstra bagian posterior

Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula berisi cairan keruh, tidak

dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga ditemukan bekas bula yang pecah berupa kulit

yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan pada bagian tepi.

IV.RESUME

Seorang anak laki-laki 16 bulan, dating dengan keluhan utama adanya luka garukan di regio

lumbal dekstra bagian posterior.

Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan

menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar.

Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang.

Akhirnya pasien berobat ke RSUD dr. SOEBANDI Jember.

Page 12: Askep Anak Dengan IMPETIGO

Pada pemeriksaan fisik status lokalis di region lumbal dekstra bagian posterior, didapatkan lesi

kulit berupa papula berisi cairan keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga

ditemukan bekas bula yang pecah berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan

pada bagian tepi.

V.DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis kontak

2. Varicella

3. Karbunkel

4. Furunkel

VI.DIAGNOSIS KERJA

Impetigo Bulosa

VII.USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bila diperlukan dapat melakukan pemeriksaan isi vesikel dengan pengecatan gram, lalu bias dilakukan uji katalase.

VIII.PENATALAKSANAAN

1.Nonmedikamentosa

Menjaga kebersihan, yaitu dengan :

-. Mandi teratur dengan sabun mandi

-. Pakaian, handuk, sprei, sering diganti dan dicuci air panas

-. Pakaian, handuk, sebaiknya hanya digunakan oleh satu orang (tidak untuk digunakan beramai-ramai)

-. Kontrol setelah 5-7 hari

2. Medikamentosa

Sistemik : Eritromisin sirup 250 mg, 3 DD I ct

Topikal : Asam Fusidat

IX.PROGNOSIS

Pada umumnya baik, pada pasien ini 5-7 hari kemudian tidak kontrol mungkin saja sudah tejadi perbaikan sehingga menurut keluarga pasien tidak perlu kontrol.

Page 13: Askep Anak Dengan IMPETIGO

DAFTAR PUSTAKA

Beheshti, 2007, Impetigo, a brief review, Fasa-Iran: Fasa Medical School.

Buck, 2007, Ratapamulin: A New Option of Impetigo, Virginia USA: University of Virginia

Children’s Hospital.

Cole, 2007, Diagnosis and Treatment of Impetigo, Virginia:University of Virginia School of

Medicine.

Djuanda, 2005, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Goldfarb,Randomized Clinical Trial of Topical Mupirocin Versus Oral Eyitromycin for

Impetigo, Ohio: University School of Medicine.

NN, 2007, Primary Clinical Care Manual 2007,

Northern Kentucky Health Department, 2005, Impetigo, Kentucky: Epidemiology Services,

Northern Kentucky Health Department.

Provider synergies, 2007, Impetigo Agents, Topical Review, Ohio: Intellectual Property

Department Provider Synergies LLC.

Suswati. E, 2003, Efek Hambatan Triklosan 2% Terhadap Pertumbuhan Methicillin Resistant

Staphylococcus Aureus (MRSA), Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Yayasan Peduli Orang Tua, 2007, Impetigo, Jakarta Selatan: Yayasan Peduli Orang Tua.