Analisis Gaya Bahasa Metafora

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS GAYA BAHASA METAFORA DALAM NOVEL RAUMANEN Karya Marianne Katoppo PENDAHULUAN Pengkajian sebuah karya sastra tidak dapat terlepas dari salah satu bidang ilmunya, yaitu stilistika. Stilistik mengkaji wacana sastra dengan orentasi linguistik. Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulsi dengan arti memanfaatkan unsure dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunannya. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri-ciri yang membedakan atau mempertentanggkannya dengan wacana nonsastra, meneliti deviasi terhadap tata bahasa sebagai sarana literer. Singkatnya, stilistika meneliti fungsi puitik suatu bahasa. Sejak Chomsky membuka pandangan baru dalam linguistik, dengan penerbitan bukunya, Syntactic Structures pada tahun 1957, pengkajian kesusastraan merasakan dampak angin baru melalui stilistik. Analisis stilistik berusaha mengganti subjektivitas dan impresionisme yang digunakan oleh kritikus sastra sebagai pedoman dalam mengkaji karya sastra dengan suatu pengkajian yang relative lebih objektif dan ilmiah. Stilistika lahir karena adanya ekspresi individual. Yang dimaksud ekspresi individual adalah cara tersendiri dari seorang penulis dalam menyatakan atau menggambarkan sesuatu hal dengan mengemukakan bentuk-bentuk asosiasi, perumpamaan, perbandingan, atau kiasan yang tepat.

Sinopsis Novel RAUMANEN Raumanen adalah seorang gadis cantik, rajin, independen. Gadis Manado keturunan Minahasa. Orang tuanya menjunjung bhineka tunggal ika dalam keluarga. Mereka tidak terlalu memikirkan mendapat mantu dari keturunan mana pun. Sementara itu Monang seorang pemuda Batak yang flamboyan, doyan pesta, bermobil sedan mengkilap mewah merek Impla memiliki keluarga yang amat menjunjung tinggi adat istiadat. Monang bahkan diharuskan untuk menikahi gadis berdarah batak murni. Mereka berdua aktif dalam organisasi mahasiswa. Tentu saja lama-kelamaan mereka jatuh cinta. Perasaan yang menyusup perlahan-lahan dan baru mereka sadari

setelah menjungkir balikkan semuanya di dunia mereka. Berbagai tragedi pun terjadi dimulai dari kehamilan Raumanen. Kejadian itu terjadi saat Manen dan Monang berada di puncak. Sementara itu orang tua Monang tetap menginginkan anaknya menikah dengan gadis Batak asli. Tentu saja Manen tidak diterima dalam keluarga mereka. Manen putus asa. Kuliahnya mulai berantakan, kegiatan dalam organisasinya terbengkalai, pertengkaran dengan Monang pun semakin sering terjadi. Terlebih lagi Monang telah dijodohkan dengan seorang gadis Batak. Kehamilan Manen pun membawa efek yang tidak baik bagi tubuhnya, karena jika hamil ia akan menjadi buta, atau anak yang ia lahirkan akan cacat, bahkan membawa kematian bagi keduanya. Maka sore itu ia putuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Analisis gaya bahasa metafora dalam novel RAUMANEN 1. Karena aku baru pindah kemari sesudah keretakan mahligai harapanku dengan Monang. Arti : pernikahan. 2. Dan menyeretku ke dalam jurang kekalahanmu. Arti : kekalahan yang sangat. 3. Harapanku gugur seperti bunga-bunga layu yang menghias rumah tetangga-tetanggaku. Arti : harapan yang telah hilang. 4. Lalu badai menyambar kita, sehingga kita terpisah. Arti : kesusahan yang menghampiri. 5. Kapalku kandas, sedangkan kapalmu berlayar terus tanpa harapan. Arti : kehidupan. 6. Sungguh tak termaafkan, dan pasti menyayat hati istri yang setia. Arti : menyakiti. 7. Kami sudah lama tak berusaha lagi menjembatani jurang di antara kami. Arti : mendekatkan diri / bercakap-cakap. 8. patut istriku cemberut kepadaku, melontarkan tuduhan bisu pada kejantananku. Arti : menyalahkan.

9. Gedung- gedung inilah anak-anakku. Arti : hasil karya. 10. Kemanakah kini kecerahan jiwamu, kegairahan senyummu? Arti : kebahagiaan. 11. Lalu di malam hari, engkau meracuni mimpiku. Arti : ada dalam setiap mimpinya. 12. Di luar, manen terpesona melihat gerobak Monang. Impala mengkilap mewah. Arti : mobil. 13. Monang : Sialan kau , Rik, kau terlalu cepat menyelami niatku yang busuk! Arti : mengetahui niat busuknya. 14. Bandung, kota kembang itu, yang turut menaburkan kuncup belianya ke dalam hati mereka. Arti : menumbuhkan perasaan cinta. 15. Kuntum-kuntum lembayung itu begitu indah terkucil dalam cahaya matahari. Arti : bunga-bunga flamboyan. 16. Sebetulnya Manen menjadi mangsa yang begitu empuk bagi Monang. Arti: sasaran jitu. 17. Betapa indahnya pohon-pohon sesaat sesudah redanya hujan. Berkalung manikam-manikam bening itu, yang menyala seribu warna bila disentuh cahaya cerah mentari. Arti : ditetesi air hujan yang akan membiaskan warna pelangi jika terkena cahaya. 18. Lalu ditiup angina jahil, dan pohon-pohon itu kehilangan permatanya, rakus ditelan tanah tanpa bekas. Arti : pohon-pohon kehilangan butiran air yang kemudian terserap tanah. 19. Kuturun dari pohon flamboyan yang kunaiki tadi, mencoba memetik kuntumkuntum lembayung yang selalu mengelak itu. Arti : kuntum-kuntum bunga flamboyan. 20. Suaranya menderu bagaikan guruh. Arti : suaranya sangat kencang.

Kesimpulan Penggunaan gaya bahasa metafora atau kiasan dalam novel ini menimbulkan efek bagi pembaca, baik itu secara bentuk, makna, maupun rohani. Gaya bahasa ini

menimbulkan citra yang berbeda pada novel ini. Gaya bahasa metafora sebagai pengandaian membuat bahasa dalam novel ini menjadi lebih indah.

TUGAS STILISTIKADosen Pembimbing : Utjen Djussen , M.Hum

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Nilai Tugas Pada Mata Kuliah Stilistika

Ditulis Oleh : Gita Laraswati 2125041312

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2008