21
B A T U B A R A Energi mempunyai peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, energi menjadi salah satu faktor masukan ekonomi yang sangat penting dalam proses produksi, selain faktor modal, tenaga kerja, bahan baku dan teknologi. Menjelang akhir abad ini, Indonesia menghadapi masalah energi yang sangat serius. Khususnya energi yang berasal dari minyak bumi. Selama ini minyak bumi menjadi tumpuan utama dalam pembangunan nasional, baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber pendapatan. Akan tetapi keadaan tersebut tidak dapat diandalkan pada masa mendatang karena keberadaan minyak bumi di Indonesia akan habis. Oleh karena itu perlu dicari sumber energi alternatif yang dapat digunakan. Indonesia dikaruniai potensi batubara berkualitas baik yang sangat melimpah. Sejalan dengan kebijakan diversifikasi energi, batubara memiliki peluang sangat besar untuk menggantikan peranan minyak bumi. SEJARAH PERTAMBANGAN BATUBARA INDOONESIA Pengusahaan batubara Indonesia telah berlangsung lama. Tambang batubara pertama dilakukan di Pengaron, Kalimantan Timur pada tahun 1849 oleh NV.Oost Borneo Maatsnhappij. Kemudian disusul oleh tambang batubara swasta lainnya di daerah pelaron pada tahun 1888. Di Sumatera, tambang batubara pertama kali beroperasi adalah tambang batubara Ombilin di Sawah Lunto pada tahun 1892. Kemudian disusul oleh tambang batubara Bukit Asam di Sumatera Selatan pada tahun 1919. Pada tahun 1968, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1968 tambang batubara Ombilin, Bukit Asam dan Mahakan\m di Kalimantan Timur menjadi Unit produksi di bawah Perusahaan Negara Tambang Batubara. Tetapi pada tahun 1970, unit produksi Mahakam di tutup. Hal ini disebabkan mulai digunakannya mesin diesel di sektor perhubungan dan pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya menggunakan batubara. Pada tahun 1973, setelah terjadi krisis minyak bumi, perhatian dunia mulai beralih ke batubara sebagai bahan bakar. Sejak saat ini timbul rencana untuk mengembangkan Tambang Batubara Bukit Asam secara besar-besaran. Oleh karena itu berdasarkan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1980, unit produksi Bukit Asam berubah statusnya menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam (persero) yang terpisah dari Perusahaan Negara. Dalam rangka penyesuaian bentuk BUMN terhadap UU No. 9 Tahun 1969, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1984 status Perusahaan Negara Tambang Batubara berubah menjadi Perum Tambang Batubara. Dengan alasan peningkatan efisiensi dan penyederhanaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1990, Perum Tambang Batubara dilebur dan dibubarkan kedalam PT. Tambang Batubara Bukit Asam. PENGERTIAN DAN BATASAN BATUBARA Batubara adalah benda padat yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen dalam kombinasi kimia bersama-sama dengan sedikit sulfur dan nitrogen. Terdapat di lapisan kulit bumi yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami metamorfosis dalam waktu relatif lama. Batubara merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan selain minyak dan gas bumi serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar energi maupun bahan baku industri. Sifat terpenting batubara berhubungan dengan pembakaran. Proses pembakaran batubara dalam kondisi udara, yaitu semua zat yang mudah terbakar, akan terbakar dan sisanya berupa abu. Dan proses pembakaran tanpa udara sering disebut karbonisasi dihasilkan kokas, tar, dan produksi lain. Dalam proses pembakaran batubara akan mengurai menjadi : 1. Uap air 2. Zat terbang terdiri dari : a. Gas, yaitu H2, CO, CO2, dan hidrokarbon ringan b. Cairan dan hidrokarbon berat c. Tar, terdiri dari senyawa hidrokarbon berat 3. Kokas, berupa padatan karbon 4. Abu, terdiri dari oksida anorganik 1

Abu Batu Bara

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Abu Batu Bara

B A T U B A R A

Energi mempunyai peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan

kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, energi menjadi

salah satu faktor masukan ekonomi yang sangat penting dalam proses produksi, selain

faktor modal, tenaga kerja, bahan baku dan teknologi.

Menjelang akhir abad ini, Indonesia menghadapi masalah energi yang sangat

serius. Khususnya energi yang berasal dari minyak bumi. Selama ini minyak bumi menjadi

tumpuan utama dalam pembangunan nasional, baik sebagai sumber energi maupun sebagai

sumber pendapatan. Akan tetapi keadaan tersebut tidak dapat diandalkan pada masa

mendatang karena keberadaan minyak bumi di Indonesia akan habis. Oleh karena itu perlu

dicari sumber energi alternatif yang dapat digunakan.

Indonesia dikaruniai potensi batubara berkualitas baik yang sangat melimpah.

Sejalan dengan kebijakan diversifikasi energi, batubara memiliki peluang sangat besar

untuk menggantikan peranan minyak bumi.

SEJARAH PERTAMBANGAN BATUBARA INDOONESIA

Pengusahaan batubara Indonesia telah berlangsung lama. Tambang batubara

pertama dilakukan di Pengaron, Kalimantan Timur pada tahun 1849 oleh NV.Oost Borneo

Maatsnhappij. Kemudian disusul oleh tambang batubara swasta lainnya di daerah pelaron

pada tahun 1888. Di Sumatera, tambang batubara pertama kali beroperasi adalah tambang

batubara Ombilin di Sawah Lunto pada tahun 1892. Kemudian disusul oleh tambang

batubara Bukit Asam di Sumatera Selatan pada tahun 1919.

Pada tahun 1968, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1968 tambang

batubara Ombilin, Bukit Asam dan Mahakan\m di Kalimantan Timur menjadi Unit

produksi di bawah Perusahaan Negara Tambang Batubara. Tetapi pada tahun 1970, unit

produksi Mahakam di tutup. Hal ini disebabkan mulai digunakannya mesin diesel di sektor

perhubungan dan pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya menggunakan batubara.

Pada tahun 1973, setelah terjadi krisis minyak bumi, perhatian dunia mulai

beralih ke batubara sebagai bahan bakar. Sejak saat ini timbul rencana untuk

mengembangkan Tambang Batubara Bukit Asam secara besar-besaran. Oleh karena itu

berdasarkan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1980, unit produksi Bukit Asam berubah

statusnya menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam (persero) yang terpisah dari

Perusahaan Negara. Dalam rangka penyesuaian bentuk BUMN terhadap UU No. 9 Tahun

1969, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1984 status Perusahaan

Negara Tambang Batubara berubah menjadi Perum Tambang Batubara. Dengan alasan

peningkatan efisiensi dan penyederhanaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56

Tahun 1990, Perum Tambang Batubara dilebur dan dibubarkan kedalam PT. Tambang

Batubara Bukit Asam.

PENGERTIAN DAN BATASAN BATUBARA

Batubara adalah benda padat yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen

dalam kombinasi kimia bersama-sama dengan sedikit sulfur dan nitrogen. Terdapat di

lapisan kulit bumi yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami

metamorfosis dalam waktu relatif lama.

Batubara merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan selain minyak dan

gas bumi serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar energi maupun bahan baku

industri.

Sifat terpenting batubara berhubungan dengan pembakaran. Proses pembakaran

batubara dalam kondisi udara, yaitu semua zat yang mudah terbakar, akan terbakar dan

sisanya berupa abu. Dan proses pembakaran tanpa udara sering disebut karbonisasi

dihasilkan kokas, tar, dan produksi lain. Dalam proses pembakaran batubara akan

mengurai menjadi :

1. Uap air

2. Zat terbang terdiri dari :

a.Gas, yaitu H2, CO, CO2, dan hidrokarbon ringan

b. Cairan dan hidrokarbon berat

c. Tar, terdiri dari senyawa hidrokarbon berat

3. Kokas, berupa padatan karbon

4. Abu, terdiri dari oksida anorganik

1

Page 2: Abu Batu Bara

Dalam proses pembakaran batubara, tahap-tahap yang terjadi sebagai berikut:

1. Pemanasan partikel batubara yang berasal dari radiasi, konveksi dan

konduksi dari lingkungan.

2. Pengeluaran zat terbang.

3. Pencampuran zat terbang dengan oksigen dan reaksi pembakarannya.

4. Difusi oksigen ke dalam sisa arang dan pembakarannya.

Reaksi pembakaran tersebut adalah reaksi antara oksigen dengan unsur-unsur

dalam batubara yang dapat terbakar seperti karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur, yang

akan menghasilkan CO2, H2O, NO dan SO2.

Sifat kimia dari batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah unsur kimia yang

terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya. Faktor dan kondisi yang menyebabkan

perubahan pada batubara yakni bakteri pembusuk, temperatur, tekanan dan waktu.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

Batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses

pembusukan, pemampatan dan proses perubahan sebagai akibat bermacam-macam

pengaruh kimia dan fisika. Proses pembentukan dari sisa tumbuh-tumbuhan menjadi

gambut, kemudian menjadi batubara muda sampai batubara tua dalam dua tahap :

1. Tahap Biokimia, merupakan tahap awal dari proses pembatubaraan. Pada

tahap ini menjadi proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan yang disebabkan

oleh bekerjanya bakteri anaerob. Karena produk warna dari proses ini

adalah gambut, maka tahap awal pembatubaraan sering di sebut

penggambutan (peatification)

2. Tahap Geokimia, proses inilah yang di sebut proses pembatubaraan

(coalification). Bertambah gelapnya warna dari massa pembentukan

batubara, naiknya kekerasan dan perubahan tekstur. Pada proses ini terjadi

perubahan dari gambut menjadi lignit, sub bituminus dan akhirnya antrasit

menjadi meta antrasit.

Adapun urutan pembentukan batubara sebagai berikut :

1. Gambut

Tumbuhan yang telah mati akan mengalami dekomposisi sebagian dan

terakumulasi dalam payau. Gambut ini masih tercampur dengan lumpur

pada waktu pengambilannya, sehingga kandungan airnya antara 80-90%.

Gambut yang telah dikeringkan di udara terbuka mengandung air antara

5%–6%. Gambut tersebut akan menjadi bahan bakar yang lebih baik

tetapi nilai kalornya kecil. Gambut kering dapat di buat menjadi briket

dengan proses tekan ataupun dengan mengunakan zat pengikat seperti tar.

2. Lignit

Merupakan suatu nama yang digunakan untuk produk kualifikasi gambut

tahap pertama. Lignit biasanya mengandung sedikit material kayu dan

mempunyai struktur yang lebih kompak di banding gambut. Lignit segar

yang baru di tambang mempunyai kandungan air antara 20 – 24% dengan

nilai kalor 3056-4611 kalori/gram sedangkan untuk lignit bebas air dan

abu berkisar antara 10000-11111 kalori/gram.

3. Sub bituminus

Jenis batubara ini biasanya berwarna hitam mengkilap seperti kilapan

logam tetapi karakternya sering berubah. Pada waktu di tambang

kandungan airnya mencapai 40% dengan nilai kalor sekitar 4444–6111

kalori/gram.

4. Bituminus

Tingkatan-tingkatan batubara, khususnya sebagai bahan bakar dengan

nilai kalor antara 4444–8333 kalori/gram. Batubara bituminus perlu

dikategorikan ke dalam beberapa sub-kelas akibat peran dan

keragamannya, yaitu :

a. Bituminus dengan kandungan zat terbang tinggi

b. Bituminus dengan kandungan zat terbang menengah

c. Bituminus dengan kandungan zat terbang rendah

Khususnya untuk batubara yang mengandung zat terbangnya menengah

biasanya di sebut batubara semibituminus. Hal ini disebabkan tingginya

kandungan karbon padat yang mengakibatkan sedikit sekali asap selama

pembakaran. Batubara ini umumnya digunakan untuk meningkatkan

2IV - 1

Page 3: Abu Batu Bara

jumlah uap panas yang diinginkan. Batubara ini digunakan untuk kokas

dan pabrik gas di amerika Serikat.

5. Semiantrasit

Batubara semiantrasit merupakan batubara yang memiliki karakter antara

batubara bituminus yang kandungan zat terbangnya tinggi dengan antrasit.

Kandungan zat terbang batubara ini berkisar antara 8 – 14 % dengan

demikian batubara ini lebih mudah terbakar dibandingkan antrasit dengan

warna nyala sedikit kekuning-kuningan.

6. Antrasit

Pada umumnya antrasit di sebut batubara keras. Sifat antrasit ditentukan

oleh susunan keteraturan molekul dan derajat kilap, maka antrasit

menyala perlahan-lahan serta nilai kalor tinggi antara 7222 – 7778

kalori/gram dengan nyala biru pucat dan bebas asap.

KOMPONEN-KOMPONEN DALAM BATUBARA

1. Air

Air dalam batubara di bagi menjadi dua bagian yaitu air bebas (free moisture),

air yang terikat secara mekanik dengan batubara dan mempunyai tekanan uap

normal dimana kadarnya dipengaruhi oleh pengeringan dan pembasahan selama

penambangan, transportasi, penyimpanan dan lain-lain. Air lembab (moisture in

air dried) yaitu air yang terikat secara fisika dalam batubara dan mempunyai

tekanan uap di bawah normal.

2. Karbon, Hidrogen dan Oksigen

Karbon, hidrogen dan oksigen merupakan unsur pertama pembentukan

batubara. Dari ketiga unsur ini dapat memberikan gambaran mengenai umur,

jenis dan sifat-sifat dari batubara.

3. Nitrogen

Kandungan nitrogen dalam batubara umumnya tidak lebih dari 2%. Nitrogen

dalam batubara terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada ikatan

karbon.

Sulfur

Sulfur dalam batubara terdapat sebagai berikut :

Sulfur besi dan sering di sebut sebagai pirit sulfur

Sulfur sulfat dalam bentuk kalsium sulfat dan besi sulfat

Sulfur organik

A b u

Abu yang terbentuk pada pembakaran batubara berasal dari mineral-mineral

yang terikat kuat pada batubara seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida,

kalsium oksida, titan oksida dan oksida alkali. Mineral-mineral ini tidak

menyublim pada pembakaran di bawah 925oC. Abu yang terbentuk ini

diharapkan akan keluar sebagai sisa pembakaran.

Klor

Pada umumnya logam-logam alkali seperti natrium, kalium dan litium terikat

sebagai garam klorida, sedangkan kadarnya antara 0,3 – 0,4%.

JENIS BATUBARA

Secara mikroskopis batubara dapat dibedakan dari band, yaitu Bright Coal dan

Dull Coal. Slopes (1919) membedakan Bright Coal menjadi vitrain dan clarain dan Dull

Coal menjadi durain dan fusain untuk Charcoal fosil. Keempat macam batubara tersebut

digambarkan sebagai berikut :

1. Vitrain : ‘band’ tipis, mengkilap, uniform dan mempunyai tekstur seperti kaca.

2. Clarain : laminated shine kurang mengkilap dari vitrain

3. Durain : keras granular, permukaannya suram, abu-abu kecoklatan (dull coal)

4. Fusain : powder, suram, hitam ‘char coal like’

KLASIFIKASI BATUBARA

Klasifikasi batubara bertujuan untuk mengelompokan batubara menurut jenis

dan kualitasnya. Selain itu klasifikasi batubara bertujuan untuk memenuhi keinginan

produser, konsumen, serta ahli-ahli teknologi yang menggunakan batubara.

Klasifikasi batubara biasanya berdasarkan analisis proksimat, analisis ultimat

dan nilai kalor. Klasifikasi batubara yang dipergunakan adalah :

3IV - 1

Page 4: Abu Batu Bara

1. ASTM Classification

Klasifikasi ini merupakan penggolongan standar bagi Amerika Serikat,

mulai berlaku sejak tahun 1938. Pertama kali diperkenalkan American

Standard Association and American Society for Testing Material. Cara

ini berdasarkan proses pembentukan batubara dari lignit sampai

antrasit. Klasifikasi ASTM memerlukan data sebagai berikut :

a. Persen karbon padat “dmmf’ (dry mineral matter free)

( ))]55,0()08,1()[(100

15,0

belerangxabuxlembabair

belerangxpadatKarbon

++−−

x 100%

b. Persen zat terbang “dmmf”

100% - %karbon padat “dmmf”

c. Nilai kalor “mmmf “ (mois mineral matter free)

)]55,0()08,1[(100

)50()8,1(

belerangxabux

belerangxxkalornilai

+−−

x 100%

2. International Classification

Menurut sifat fisik dan lingkungan pembentukannya batubara di bagi

menjadi tujuh golongan, yaitu : fusit, vitrit, durit, pseudo, cannel coal

dan boghead. Tujuh golongan ini dirumuskan oleh kongres batubara

international haarlem, Belanda. Sedangkan menurut analisis kimianya

klasifikasi internasional digunakan untuk menentukan nomor kode

yang terdiri dari tiga angka, yaitu :

a. Angka pertama menyatakan kelas 1-9 yang dapat ditentukan dari zat

terbang dan nilai kalor.

b. Angka kedua menyatakan kelas 0 – 3 yang dapat ditentukan dari

roga indeks dan nilai muai bebas.

c. Angka ketiga menyatakan sub kelas 0 – 5 yang dapat ditentukan dari

hasil dilatometer dan type kokas gray king assay.

Dalam klasifikasi internasional diperlukan data sebagai berikut :

a. Persen zat terbang “daf”

Zat terbang “ adb” x

)(100

100

abulembabair +−

b. Nilai kalor dalam satuan kalori/gram “maf” (moist ash free)

Nilai kalor “adb” x air−100

100

c. Sifat coking batubara

3. National Coal Board Classification

Cara ini berdasarkan metode Coal Rank Code (CRC) yang

membutuhkan data zat terbang dan gray king assay, yaitu :

a.Persen zat terbang “dmmf” (dry mineral matter free)

100% - % karbon padat ‘dmmf”

Karbon padat “dmmf” :

)]55,0()08,1()[(100

)15,0(

belerangxabuxlembabair

belerangxpadarKarbon

++−−

x 100%

b. Type kokas dan gray king assay

ANALISIS DAN PENGUJIAN BATUBARA

4IV - 1

Page 5: Abu Batu Bara

Analisis dan pengujian batubara digunakan untuk kualitas terhadap contoh

batubara yang mewakili selama tahapan eksplorasi dan kelayakan dari proses

penambangan batubara hingga tahapan preparasi dan contoh siap di analisis.

1. Analisis proksimat

Merupakan analisis terhadap senyawa yang terkandung di dalam batubara,

meliputi kadar air, abu, zat terbang dan karbon padat yang berfungsi untuk

menentukan kualitas batubara.

2. Analisis ultimat

Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam batubara,

meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang berfungsi

untuk menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu proses

pengolahan ataupun kualitas batubara.

3. Analisis lainnya

Meliputi nilai kalor dan kadar klorida.

4. Analisis titik leleh abu

5. Analisis komposisi abu

Bertujuan untuk mengetahui kadar oksida-oksida logam yang terdapat dalam

abu batubara.

6. Analisis bentuk sulfur

7. Pengujian batubara

Bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik dari batubara, meliputi

berat jenis, nilai muai bebas dan nilia ketergerusan.

MANFAAT BATUBARA

1. Batubara sebagai bahan bakar langsung

a. Bahan bakar pada ketel uap

b. Bahan bakar untuk industri semen

c. Penggunaan batubara pada industri kecil

d. Penggunaan batubara pada rumah tangga

2. Batubara sebagai bahan bakar tidak langsung

a. Proses gasifikasi

b. Pencairan batubara

c. Pembriketan

d. Suspensi

3. Batubara bukan sebagai bahan bakar

a. Sebagai elektroda

b. Sebagai reduktor

c. Sebagai bahan baku industri kimia

4. Pemanfaatan sisa pembakaran batubara

a. Abu batubara dapat digunakan dalam industri bahan bagunan,

industri semen portland.

b. Gas batubara dapat digunakan sebagai bahan dasar kimia.

KARAKTERISTIK BATUBARA

Sifat fisik dan komposisi kimia batubara sangat berbeda-beda, apakah masih

berbentuk endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan. Perbedaan ini disebabkan

oleh kondisi pembentukan gambut, perubahan-perubahan yang terjadi selama masa waktu

geologi, cara-cara penambangan dan pengolahan yang telah dialaminya. Dalam beberapa

hal pencucian dan pengolahan dapat memperbaiki karakteristik ini, sehingga batubara

tersebut menjadi dapat dimanfaatkan. Beberapa karakteristik batubara yang diperbaiki

lewat pencucian adalah :

1. Menghasilkan produk yang lebih uniform

2. Distribusi ukuran yang optimum

3. Kandungan moisture optimum

4. Mengurangi kandungan mineral

Moisture (AIR)

Air yang ada di batubara akan ikut terangkut atau tersimpan bersama batubara. Bila

banyaknya dalam jumlah besar, akan meningkatkan ongkos atau mendatangkan kesulitan

pada penanganannya. Misalnya adanya air permukaan akan menyebabkan batubara lengket

dan akan menyulitkan pada hopper atau chute pada waktu menggerusnya. Adanya moisture

akan menurunkan nilai panas dan sebagian panas juga hilang pada penguapan air.

Air pada batubara terdapat pada :

1. Permukaan dan didalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture) atau

air permukaan

5IV - 1

Page 6: Abu Batu Bara

2. Rongga-rongga kapiler disebut inherent moisture

3. Pada kristal-kristal partikel-partikel mineral yang ada pada batubara disebut air

hydrasi

4. Bagian organic dari batubara disebut air dekomposisi

Air permukaan mempunyai tekanan uap normal (air biasa), sedangkan inherent moisture

yang berada di dalam pori-pori, tekanan uapnya lebih rendah dari normal. Air total adalah

jumlah air permukaan dan inherent moisture dari batubara pada waktu analisis.

Volatile Matter (Zat Terbang)

Porositas

Berat Jenis

Grindability dan Friability

Grindability adalah ukuran mudah sukarnya batubara digerus menjadi berbutir halus untuk

penggunan bahan bakar bubuk (pulverized coal) dibandingkan dengan batubara standar

yang dipilih sebagai grindability 100. Dengan demikian batubara akan lebih sukar digerus

bila index grindability-nya lebih kecil dari 100.

Weathering

Komposisi Ukuran

Kekuatan

Abrasiveness

Impurities Batubara

Impurities yang terbentuk di dalam batubara dapat diklasifikasikan :

- Impurities yang akan membentuk abu

- Impurities yang mengandung sulfur

Impurities lain seperti fosfor dan garam tertentu sering juga ada.

Dari segi pencucian batubara, impurities dapat diklasifikasikan lagi sebagai : inherent

impurities dan extraneous impurities. Inherent Impurities menyatu dengan batubara dan

tidak dapat dipisahkan, sedangkan extraneous impurities tersegregasi dan dapat dipisahkan

dengan cara-cara pencucian yang ada.

1. Mineral Matter (MM)

Semua batubara mengandung MM. Residu dari mineral ini setelah batubara

dibakar, disebut abu. Batubara yang mengandung abu sangat tinggi pada

penggunaan biasa disebut bone coal, carbonaceus shale atau black slate.

Material pembentuk abu yang menyatu dengan batubara disebut inherent

mineral matter (sebanyak 2% dari total abu). Bagian ini berasal dari unsur-

unsur kimia yang telah ada pada tumbuh-tumbuhan asal batubara. Extraneous

mineral matter adalah material pembentuk abu yang berasal dari luar dari

tumbuh-tumbuhan asal batubara. Bagian terbesar dari abu berasal dari detrital

matter yang mengendap ke dalam endapan batubara, endapan berkristal yang

masuk bersama air ke dalam rekahan-rekahan dan cleavege, pada masa selama

atau sesudah pembentukan batubara. Umumnya teridiri dari slate, shale,

sandstone atau limestone yang berukuran mikroskopis sampai membentuk

lapisan yang agak tebal. Batubara yang ditambang juga membentuk unsur

mineral matter ini dengan shale, sandstone, clay dan material lain berasal dari

atap atau lantai endapan yang ikut tergali.

Rumus empiris yang dapat digunakan untuk menentukan mineral matter dari

data-data analisis abu dan unsur lain.

- Formula Parr Asli (North America) :

MM = 1,08 A + 0,55 Stot

- Formula Parr Modifikasi (North America) :

MM = 1,13 A + 0,47 Spyr + Cl

- Formula King-Maris-Crossley (KCM) yang direvisi

oleh National Coal Board (Britain) :

6IV - 1

Page 7: Abu Batu Bara

MM = 1,13 A + 0,5 Spyr + 0,8 CO2 – 2,8 Sabu + 2,8 Ssul + 0,31 Cl

- Formula British coal Utilization Research association

(BCURA) :

MM = 1,1 A + 0,53 Stot + 0,74 CO2 – 0,36

- Formula Standards Association of Australia :

MM = 1,1 A

- Formula National Institute for Coal research (South

Africa) :

MM = 1,1 A + 0,55 CO2

Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dengan :

MM = Mineral matterA = AbuStot = Sulfur totalSpyr = Sulfur piritSabu = Sulfur yang tertinggal di abuSsul = Sulfur surfatCO2 = Karbon dioksidaCl = Clor

Umumnya 95% dari mineral matter yang ada pada batubara adalah shale,

kaolin, sulfida dan grup klorida.

2. Abu

Abu adalah residu yang berasal dari mineral matter hasil dari perubahan

batubara. Komposisi kimianya berbeda dan beratnya lebih kecil dari mineral

matter yang ada di dalam batubara asalnya. Komponen unsure-unsur abu yang

utama :

- Natrium

- Kalsium

- Magnesium

- Kalium

- Aluminium

- Silikon

- Besi

- Sulfur

Disamping itu ada unsure-unsur minor atau trace yang ada di dalam batubara

mengingat factor-faktor berikut ini :

a. Adanya beberapa unsur minor dapat menjadi kunci yang membantu

ahli geokimia mempelajari lebih lanjut tentang pengendapan

batubara dengan diikuti sejarah geologi dari batubara. Misalnya

Boron telah digunakan sebagai indicator tingkat salinitas dari

lingkungan selama proses pembentukan batubara.

b. Arsenic, selenium dan mercury, sering ada dalam jumlah trace di

batubara dan dapat berbahaya pada lingkungan jika ia dibebaskan

pada waktu pembakaran batubara.

c. Batubara mungkin dapat digunakan sebagai sumber logam jarang

(rare element). Misalnya sekarang ini abu dianggap sebagai sumber

potensial dari gallium dan germanium, dua unsure yang merupakan

bahan semikonduktor.

3. Sifat-sifat dari Abu Batubara

Sifat lebur abu

Ash Fusion Test adalah prosedur standar untuk menentukan tingkah laku

abu pada temperatur tinggi. Pada uji ini contoh berupa abu batubara

dibuat berbentuk piramid sisi tiga dan pemanasannya dari 900oC sampai

1600oC di dalam atmosfer reduksi. Ada 4 temperatur yang dicatat pada

saat terjadi perobahan bentuk piramid asal yaitu perobahan bentuk asal,

spherical, hemispher dan cair.

Temperatur perubahan ini merupakan pegangan terbaik untuk mengetahui

unjuk kerja abu di dalam lingkungan tungku dimana ia dibakar. Ada 3

titik penting yang semuanya ditentukan di dalam atmosfir reducing :

- Temperatur deformasi awal, yaitu temperatur dimana

contoh terlihat mulai membundar atau menekuk pada apex pyramid.

- Temperatur pelunakan yaitu temperatur dimana contoh

telah melebur membentuk tumpukan bulat

- Temperatur lebur, temperatur dimana leburan contoh

mulai menyebar membentuk lapisan tipis.

7IV - 1

Page 8: Abu Batu Bara

AFT diukur dalam 2 kondisi yaitu kondisi oksidasi dan kondisi reduksi.

Pengukuran dibawah kondisi oksidasi biasanya menunjukkan harga yang

lebih besar, tergantung pada keberadaan beberapa komponen abu seperti

besi oksida. Besi oksida mempunyai efek fluxing (sifat sebagai flux atau

bahan imbuh) yang berbeda bilamana dalam bentuk teroksidasi dan

tereduksi.

b. Viskositas slag

Kandungan Sulfur

Sulfur umumnya terdapat dalam kebanyakan batubara, jumlahnya dapat bervariasi mulai

dari jumlah yang sangat kecil (traces) sampai 4% atau lebih. S terdapat 3 bentuk utama

adalah :

1. Sulfur Piritik (FeS2), jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi

dalam abu, terjadi baik sebagai makrodeposit (lensa, veins, joints, balls dsb)

dan mikrodeposit (partikel-partikel halus yang terdisseminasi).

2. Sulfur Organik, jumlahnya sekitar 20 – 80 % dari sulfur total dan secara kimia

terikat dalam substansi batubara, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat

(dan sulfida) selama proses pembatubaraan.

3. Sulfur sulfat, kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat, jumlahnya

sangat kecil kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi.

Makrodeposite dari sulfur piritik dapat dihilangkan dengan proses pencucian, sementara

mikrodeposit dari sulfur organik dan sulfat sulit dihilangkan.

Sifat-sifat Plastis Batubara

Apabila batubara bituminous dipanaskan, ia akan mengalami suatu seri perubahan fasa :

1. Partikel batubara melunak (pada temperatur + 400oC) dan mencair.

2. Akan terjadi pemuaian segera setelah partikel menyatu dan melebur

3. Pemuaian berhenti pada temperatur disekitar 500oC ketika batubara kehilangan

plastisitasnya dan mulai membeku membentuk struktur porous yang disebut

kokas.

Tingkah laku batubara antara temperatur pelunakan dan temperatur pembekuan kembali

(resolidification) umumnya disebut sifat plastis dari batubara. Plastisitas akan teramati

ketika telah terjadi proses dekomposisi, mula-mula terjadi proses depolimerisasi batubara,

diikuti dengan munculnya produk cair yang akan merubah komponen lain menjadi plastis

dan gas yang membentuk gelembung-gelembung. Ketika gelembung-gelembung lewat

melalui pori-pori besar dan rekahan dari partikel batubara, ia melawan tahan dari batubara

plastis tersebut. Hasilnya seluruh batubara memuai (swell). Pemuaian berhenti ketika

batubara kembali membeku ketika produk cairselanjutnya terdekomposisi membentuk zat

terbang.

Sifat Muai(Swelling)

Swelling properties diukur dengan free swelling index (FSI) yaitu ukuran pembesaran

volume batubara apabila ia dipanaskan dibawah kondisi pemanasan tertentu. FSI

digunakan untuk meramalkan kecenderungan batubara membentuk kokas bila dipanaskan

pada alat tertentu. Batubara yang FSI-nya 2 atau kurang, bukan merupakan coking coal

yang baik, sedangkan yang menunjukkan index antara 4 sampai 8 akan menunjukkan sifat

coking yang baik (FSI dapat mulai 0 – 9).

METODE ANALISIS

ANALISIS GRAVIMETRI

Gravimetri merupakan analisis konvensional yang penentuan jumlah zatnya

berdasarkan pada jumlah penambangan. Selain penimbangan contoh dilakukan pula

penimbangan hasil reaksi, baik berupa endapan maupun gas yang terjadi. Berdasarkan

dasar dan analisisnya gravimetri di bagi menjadi :

1. Cara pengendapan

2. Cara Penguapan

3. Cara Elektrogravimetri

ANALISIS TITRIMETRI

Merupakan analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan yang

diketahui kepekatannya secara teliti dan direaksikan dengan larutan contoh yang akan

ditetapkan kadarnya. Penggolongan metode titrasi :

8IV - 1

Page 9: Abu Batu Bara

1. Reaksi Metatetik, meliputi :

a. Titrasi Asidi-Alkalimetri

b. Titrasi Pengendapan

c. Titrasi Kompleksometri

2. Reaksi Redoks, meliputi :

a. Titrasi Permanganatometri

b. Titrasi Yodo/Yodimetri

c. Titrasi Serimetri

d. Titrasi Dikromatometri

ANALISIS INSTRUMEN

Merupakan suatu cara analisis kuantitatif atau kualitatif yang menggunakan

detektor sebagai pengganti ketajaman mata sehingga hasilnya lebih baik dan lebih teliti.

1. Spektofotometer

Merupakan analisis jumlah berdasarkan tua-mudanya warna larutan

yang tergantung pada kepekatannya itu sendiri dan didasari oleh

hukum Lambert-Beer, yakni Bila suatu cahaya monokromatis melalui

suatu media yang transparan maka bertambah turunnya intensitas

cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah tebalnya dan

kepekatan media.

2. Spektrofotometer Serapan Atom

Merupakan suatu teknik analisis zat yang berdasarkan pada absorbsi

sinar oleh atom bebas.

PROSEDUR ANALISIS

PREPARASI DAN PENENTUAN AIR BEBAS

Preparasi merupakan persiapan contoh yang dilakukan sedemikian rupa

seihngga menjadi contoh yang siap di analisis. Beberapa tahap dalam preparasi contoh

batubara. Pengamatan contoh dilakukan untuk mengetahui ciri khas dari batubara, meliputi

:

a. bentuk contoh : bongkahan atau halus

b. warna contoh : coklat, hitam atau coklat kehitaman

c. kilap : mengkilap, campuran mengkilap atau kusam

d. kotoran : resin, clay atau pirit

e. kekerasan : keras atau lunak

PENGERINGAN DAN PENENTUAN AIR BEBAS

Pengeringan dilakukan pada suhu kamar atau pada oven pengering dengan suhu

maksimal 40oC dan air bebas dapat ditentukan bersama-sama pada saat pengeringan.

Metode : ASTM Designation D.2013-86

Prinsip : Kadar air bebas di dapat dari selisih bobot contoh batubara

asal dengan batubara yang telah dikeringkan pada suhu

kamar.

Alat dan bahan :

a. pan pengering

b. neraca analitik

c. contoh batubara

Prosedur :

a. Ditimbang batubara asal pada pan pengering yang telah

diketahui bobotnya.

b. Dibiarkan di udara terbuka atau pada suhu kamar sampai

bobotnya konstan (A).

c. Di timbang sampai bobot tetap dengan selisih penimbangan

0,1% per jam.

d. Di gerus sampai dengan lolos saringan 8 mesh dan dibiarkan

pada suhu kamar sampai beratnya konstan (B).

e. Di timbang sampai selisih penimbangan 0,1% per jam.

Perhitungan :

Kadar air bebas = 100

)100( AB − + A %

Keterangan : A = kadar air bebas pada contoh asal

B = kadar air bebas pada contoh 8 mesh

9IV - 1

Page 10: Abu Batu Bara

PENGGERUSAN

Di bagi menjadi dua tahap, yaitu :

a. Penghancuran, yaitu menggerus contoh sampai lolos saringan

nomor 4 atau nomor 8 menggunakan alat “Jaw Crusher” atau “Roll Mill”

kemudian dilakukan pembagian berat.

b. Penghalusan, yaitu contoh di gerus pada alat “cofffe Mill” atau

“Cup Mill” untuk mendapatkan contoh yang lolos 60 mesh.

PEMBAGIAN CONTOH

Alat-alat yang digunakan adalah “Machanical Divider” atau “Splitter” atau

kombinasi keduanya. Sedangkan yang paling sederhana dengan cara “Coning” atau

“Quartering”.

ANALISIS PROKSIMAT

1. Penentuan kadar air lembab

Residual moisture atau inherent moisture adalah air yang terikat di dalam

batubara. Pemanasan pada suhu sedang diperlukan karena air tersebut terikat kuat pada

komponen-komponen batubara.

Motode : ASTM Designation D. 3173-92

Prinsip : kadar air lembab di dapat dari selisih bobot contoh yang

dipanaskan pada suhu 105oC pada waktu standar

105oC

Reaksi : Batubara ----------> batubara kering + H2O

Alat dan bahan :

- Oven pengering

- Botol timbang, T = 2,4 cm D = 4,2 cm V = 15,10 ml

- Neraca analitik

- Eksikator

- Spatulla

- Contoh batubara

Prosedur :

- Timbang batubara + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke

dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

- Dipanaskan dalam oven pengering pada suhu 105–110oC

selama + 1 jam.

- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.

Perhitungan :

Kadar air lembab = %100xa

ba −=

Keterangan :

a = Berat contoh asal

b = Berat contoh setelah dipanaskan / dikeringkan

2. Penentuan kadar abu

Metode : ASTM Designation D. 3174-98

Prinsip : Contoh batubara diabukan pada kondisi standar sampai

sempurna

800oCReaksi : Batubara ----------> abu + CO2 + H2O

Alat dan bahan :

- Muffle furnace atau pembakar Mecker

- Cawan porselin diameter 38 mm, tinggi 34 mm, Volume 20 ml

- Eksikator

- Neraca analitik

- Spatulla

- Contoh batubara

Prosedur :

- Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan

porselin yang telah diketahui bobotnya.

10IV - 1

Page 11: Abu Batu Bara

- Panaskan dalam oven pada suhu rendah, kemudian perlahan-

lahan suhu dinaikan sampai 750 - 800oC.

- Pemanasan diteruskan sampai contoh sempurna menjadi abu

(berat konstan).

- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.

Perhitungan :

Kadar abu = %100xcontohberat

abuberat

3. Penentuan kadar zat terbang

Metode : British Standard (BS. 1016)

Prinsip : Contoh batubara dipanaskan tanpa oksidasi pada kondisi

standar, kemudian dikoreksi dengan air lembab.

900oCReaksi : Batubara ----------> kokas + zat terbang

Alat dan bahan :

- Vertikal electric Tube Furnace khusus zat terbang (Mecker burner

atau Muffle Furnace).

- Cawan silika dengan tutup :

~ Volume 10,15 ml

~ Diameter 23 mm

~ Tinggi 40 mm

- Nichrom Wire (untuk kaitan/pegangan cawan)

- Neraca analitik dan dessicator

- Stop Watch

- Contoh batubara

Prosedur :

- Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan

yang telah diketahui beratnya, kemudian di tutup.

- Pasangkan pada kaitan kawat nichron, panaskan dibagian atas

furnace (+650oC) selama 2 – 3 menit. Kemudian pemanasan

diteruskan selama tepat 7 menit pada suhu 950 + 20oC (untuk

contoh yang mengalami sparking, pemanasan pada suhu 650oC

dilakukan selama 5 – 10 menit, kemudian pemanasan diteruskan

selama tepat 6 menit pada suhu 950 + 20oC).

- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.

Perhitungan :

Kadar abu = %100xa

ba −= - kadar air lembab

Keterangan : a = berat contoh asal

b = berat contoh setelah dipanaskan

4. Penentuan karbon padat

Prinsip : kadar karbon padat diperoleh dari selisih antara air

lembab, abu dan zat terbang

Perhitungan :

Kadar karbon padat = 100% - (kadar air lembab + kadar abu + kadar zat

terbang)

ANALISIS BENTUK SULFUR

Metode : ASTM Designation d. 2492 – 90

Prinsip : Sulfur yang terkandung dalam batubara dipisahkan dengan

asam klorida, residu yang tertinggal di ekstrak dengan asam

nitrat untuk melarutkan pirit dan diukur dengan AAS.

Reaksi : Batubara + HCl -------- H2SO4 +

FeS.S

FeS.S + 8 HNO3 -------- Fe(NO3) + 5

NO + 2 SO4 + 4 H2O

H2SO4 + BaCl2 -------- BaSO4 + 2

HCl

Alat dan bahan :

- Refluks

- Erlenmeyer 300 ml

- Penangas listrik

11IV - 1

Page 12: Abu Batu Bara

- Corong

- Kertas saring

- Spektrofotometer Serapan Atom

- Contoh batubara –60 mesh

- HCl 2 : 3

- HNO3 1 : 7

- Larutan standar besi 1000 ppm

- Air brom

- NH4OH pekat

- Indikator metil orange

- HCl pekat

- BaCl2 10%

Prosedur :

1. Ditimbang + 5 gram contoh batubara –6 mesh ke dalam

erlenmeyer.

2. Dibubuhi 50 ml HCl 2 : 3 dan direfluks dengan pendingin

tegak selama 30 menit mendidih dan dinginkan.

3. Kemudian disaring dengan kertas saring No. 40 dan residu

dimasukan kedalam erlenmeyer untuk penetapan pirit serta

filtrat ditampung untuk penetapan kadar sulfat sulfur.

1. Penentuan Pirit Sulfur

a. Residu ditambahkan 50 ml HNO3 1 : 7 kedalam erlenmeyer, direfluks

selama 30 menit mendidih lalu disaring kedalam labu ukuran 250 ml.

b. Diimpitkan dan diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom.

c. Hasil dari SSA adalah SFeS2 (sulfur firit)

2. Penentuan Sulfat Sulfur

a. Fitrat yang ditampung dibubuhi dengan sedikit air brom (Br2 (p)) sampai

berwarna kuning, kemudian dididihkan untuk menghilangkan air brom +

10 menit.

b. Ditambahkan 50 ml NH4OH pekat sampai sempurna kemudian disaring

dengan kertas saring No. 40, endapan yang dihasilkan di buang.

c. Fitrat di bubuhi dengan indikator metil orange dan dinetralkan dengan

tetesan HCl (p) sampai berwarna merah.

d. Dididihkan kemudian diendapkan dengan 25 ml BaCl2 10% sampai

pengendapan sempurna.

e. Endapan berupa BaSO4 diperam selama 2 jam di penangas atau

didiamkan semalam.

f. Endapan disaring dengan kertas saring No. 42.

g. Residu dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui

bobotnya lalu diperarang, dipijarkan, dan diabukan sampai sempurna

(dibakar), sisa pembakaran berupa BaSO4 (padat).

h. Didinginkan dan ditimbang.

Perhitungan :

Kadar Pirit Sulfur : %100xcontohbobot

ppmxfpxfk

Kadar Sulfat Sulfur :

738,13xcontohbobot

SulfatBabobot −

Keterangan : fk = faktor kimia (FeS.S / Fe)

Fp = faktor pengenceran

3. Penentuan Kadar Sulfur Organik

Prinsip : Kadar sulfur organik dapat diketahui dengan selisih antara

sulfur total dengan pirit sulfur dan sulfat sulfur.

Perhitungan : Kadar Sulfur Organik : % S total – ( %S - SO4 + %S - FeS.S )

PENENTUAN NILAI KALOR

Metode : ASTM Designation D. 2015 – 93

Prinsip : Batubara dibakar dalam bomb kalorimeter pada kondisi

standar, panas yang dihasilkan dihitung dari kenaikan

suhu setelah pembakaran, dikurangi beberapa nilai

koreksi.

12IV - 1

Page 13: Abu Batu Bara

Reaksi : Batubara -------- abu + CO2 + H2O + SO3 + NO2 + a

kalori

SO2 + H2O -------- H2SO4

2 NO2 + H2O -------- 2 HNO3 + O2

H2SO4 + HNO3 + Ba(OH)2--- BaSO4 + Ba(NO3)2 +

H2O

Ba(NO3)2 + Na2CO3 --------- BaCO3 + 2

Na2CO3

Na2CO3 + HCL 2 NaCl

+ H2O + CO2

Alat dan bahan :

- Satu unit alat Bomb Kalorimeter

- Cawan Kwarsa

- Kawat nikrom

- Piala gelas 400 ml

- Buret 50 ml

- Kertas saring

- Pemanas listrik

- Gelas ukur 2000 ml

- Contoh batubara –60 mesh

- Oksigen

- Ba (OH)2 0,1 N

- Na2CO3 0,1 N

- HCl 0,1 N

- Indikator Methyl orange

- Indikator Phenolpthalein

Prosedur :

- Ditimbang + 1 gram contoh batubara –60 mesh ke dalam cawan

kwarsa, lalu kawat nikrom dikaitkan pada bomb kalorimeter dan

dicelupkan ke alam contoh.

- Bomb diisi dengan 5 ml air dan ditutup rapat kemudian dialiri gas

oksigen dengan tekanan 30 atm selanjutnya dimasukan kedalam

vessel yang sudah berisi air sebanyak 2000 ml.

- Alat dinyalakan , bila suhu vessel dan suhu jacket sudah sama

maka suhu awal dicatat.

- Tombol fire ditekan sampai terjadi kenaikan suhu yang cukup

drastis hingga konstan, lalu dicatat suhu akhir.

- Alat dimatikan dan air dalam bomb ditampung ke dalam piala

gelas 400 ml dan diencerkan sampai 100 ml.

- Larutan dididihkan lalu dititrasi oleh Ba(OH)2 dengan indikator

phenolpthlein kemudian ditambahkan 10 ml Na2CO3 lalu dititrasi

dengan HCl 0,1 N dengan methyl orange sebagai penunjuk.

Perhitungan :

Nilai Kalor =

contohbobot

bToTaxairN −− )(

Keterangan : N = Nilai air

Ta = suhu air

To = suhu awal

b = total nilai koreksi

KADAR ULTIMAT

1. Penentuan kadar karbon dan hidrogen

Metode : ASTM Designation D.3178-89

Prinsip : Karbon dan hidrogen dioksidasikan dalam combustion tube,

gas hasil oksidasi dialirkan melalui penyerap H2O dan

penyerap CO2 kemudian ditentukan secara gravimetri.

Reaksi :

Pada penyerap H2O : n H2O + Mg(ClO4) ---- Mg(ClO4)n

H2O

Pada penyerap CO2 : CO2 + 2NaOH ---- Na2CO3 +

H2O

13IV - 1

Page 14: Abu Batu Bara

Alat dan bahan :

- Satu unit alat Combustion Furnace

- Neraca analitik

- Contoh batubara –60 mesh

- Gas oksigen

- Penyerap H2O yaitu anhidrat Mg (ClO4)

- Penyerap CO2 yaitu Natron asbestos

Prosedur :

- Alat disiapkan.

- Disiapkan rangkaian penyerap dan dirangkaikan pada combustion

tube.

- Rangkain penyerap dibiarkan selama 15 menit, kemudian di timbang

dan dihubungkan dengan pipa pembakaran.

- Di timbang contoh batubara –60 mesh ke dalam combustion boat

yang telah diketahui bobotnya.

- Combustion boat dimasukkan ke dalam pipa pembakaran yang telah

dipanaskan pada suhu 850 – 900oC.

- Aliran gas oksigen dijalankan dengan kecepatan 50 – 100 ml/menit

dan dibiarkan furnace bergerak sampai tepat berada di atas contoh.

- Motor dimatikan dan dibiarkan furnace tepat berada di atas contoh

selama 45 menit.

- Rangkaian penyerap dipisahkan dari pipa pembakar dan didinginkan

lalu ditimbang.

Perhitungan :

Kadar Hidrogen = contohbobot

xa 19,11 x 100%

Kadar Karbon = contohbobot

xb 289,27 x 100%

Keterangan : a = pertambahan bobot penyerap H2O

b = pertambahan bobot penyerap CO2

2. Penentuan Kadar Sulfur dengan Metode Suhu Tinggi

Prinsip : Contoh dialiri gas oksigen membentuk SO3 pada proses

pembakaran SO3 ditangkap dengan H2O membentuk H2SO4

yang selanjutnya dititrasi oleh Na2B4O7 .

Reaksi : Batubara + O2 -------- abu + SO3 + Cl2

SO3 + H2O2 -------- H2SO4

Cl2 + H2O2 -------- 2 HCl

2 Na+ + SO42- -------- Na2SO4

Na+ + Cl- -------- NaCl

Alat dan bahan :

- Satu unit furnace high temperature

- Neraca analitik

- Cawan perahu

- Buret 50 ml

- Gelas ukur

- Contoh batubara – 60 mesh

- H2O2 1%

- Na2B4O7 0,0500 N

- Indikator MM : MB

- Hablur Al2O3

Prosedur :

- Ditimbang 0,5 gram contoh batubara kedalam cawan perahu

kemudian ditutupi dengan hablur Al2O3.

- Contoh kemudian dimasukan kedalam furnace yang telah diset

suhunya 1350oC, kemudian dialiri gas O2 sampai flow meter

menunjukan angka 12 - 15 (5 ml/menit).

- Vakum dinyalakan dan flow meter diatur sampai 9,3–10,5 (4

ml/menit)

- Disiapkan 100 ml larutan H2O2 kedalam botol penyerap yang telah

ditambahkan indikator MM : MB, selanjutnya dipasang di furnace.

- Setiap dua menit contoh didorong agar pembakarannya sempurna.

14IV - 1

Page 15: Abu Batu Bara

- Analisis dihentikan sampai larutan berwarna ungu.

- Larutan dimasukan kedalam erlenmeyer lalu di titar dengan Na2B4O7

0,0500 N.

Perhitungan :

Kadar sulfur total = %100603,1

xcontohbobot

xNxV

Keterangan : V = volume Na2B4O7

N = normalitas Na2B4O7

3. Penentuan Kadar Nitrogen Cara Kjeldahl

Metoda : ASTM Designation D. 3179 – 89

Prinsip : Contoh didestruksi dengan asam sulfat pekat

menghasilkan (NH4)2SO4 dengan penambahan KOH

maka NH3 akan dibebaskan selanjutnya dapat dititrasi.

Reaksi : Batubara + H2SO4 + K2SO4 + CuSO4 -- (NH4)2SO4

(NH4)2SO4 + 2 KOH ------- NH4OH + K2SO4

NH3 + H3BO4 ------- NH4H2BO2

NH4H2BO4 + HCL ------- NH4Cl + H3BO3

Alat dan Bahan :

- Satu unit alat destruksi

- Labu Kjeldahl

- Buret

- Pipet 25 ml

- Contoh batubara

- Indikator MM : MB

- Hablur CuSO4

- Hablur Selen

- Hablur KMnO4

- H3BO3

- HCl 0,1 N

- KOH 50%

Prosedur :

- Ditimbang 1 gram contoh batubaa kedalam labu Kjeldahl yang telah

berisi 10 gram K2SO4, 0,7 gram CuSO4, dan 0,3 gram selen

kemudian ditambahkan 25 ml H2SO4 lalu dihomogenkan.

- Larutan dideduksi sampai larutan berwarna hijau jernih.

- Larutan didinginan, dibubuhi KMnO4 dan didestruksi sampai larutan

berwarna hijau jernih.

- Didinginkan dan dimasukan kedalam alat destilasi dan ditambah air

suling.

- Pada saat mendidih ditambahkan KOH 50% sampai larutan

berwarna coklat.

- Amoniak yang terbentuk ditampung dengan larutan H3BO3 yang

telah dibubuhi indikator MM : MB.

- Destilasi dihentikan sampai volume larutan menjadi 250 ml.

- Larutan dititar dengan HCL 0,1 N sampai berwarna lembayung.

- Dilakukan blanko.

Perhitungan :

Kadar Nitrogen =

%100014,0)(

xcontohbobot

xNxba −

Keterangan : a = volume HCl contoh

b = volume HCl blanko

N = normalitas HCl

4. Penentuan Kadar Oksigen

Kadar oksigen dapat ditentukan dari selisih antara kadar abu, kadar hidrogen,

nitrogen, karbon dan belerang.

Perhitungan : 100% - ( %abu + %N + %C + %S + %H )

ANALISIS KOMPOSISI ABU

15IV - 1

Page 16: Abu Batu Bara

1. Penentuan LOI (lost on ignition)

Prinsip : Contoh batubara umumnya mengandung senyawa organik dan

anorganik. Dengan pemanasan 900 – 925oC dapat diketahui

kadar zat hilang di bakar dengan menghitung selisih bobot

sebelum dan sesudah pemanasan.

Alat dan bahan :

- Cawan porselin

- Furnace

- Eksikator

- Contoh abu batubara

Prosedur :

- Di timbang + 1 gram contoh abu batubara ke dalam cawan

yang telah di ketahui bobotnya.

- Cawan dipijarkan ke dalam furnace pada suhu 900 – 925oC

selama 1 jam kemudian didinginkan dan ditimbang.

Perhitungan :

Kadar LOI =

contohbobot

pemanasansesudahbobotpemanasansebelumbobot −

2. Penentuan Kadar SO3

Prinsip : Sulfat di endapkan dengan BaCl2 berlebih dalam suasana asam

dan panas. Endapan yang terbentuk di timbang sebagai BaSO4.

Reaksi : SO42- + BaCl2 ------ BaSO4 + 2 Cl-

Alat dan bahan :

- Kaca arloji

- Piala gelas 400 ml

- Pemanas listrik

- Corong

- Meker

- Furnace

- Abu batubara

- Larutan BaCl2 10%

Prosedur :

- Di timbang +0,5 gram abu batubara ke dalam piala gelas 400

ml dan ditambahkan air suling.

- Ditambahkan 10 ml HCl pekat, di tutup dan dididihkan (larut).

- Diencerkan sampai 50 ml, dididihkan sampai larut.

- Di saring dengan kertas saring No. 40, larutan di tampung dan

dipanaskan sampai mendidih.

- Ditambahkan BaCl2 10% sambil di aduk dan dibiarkan di atas

hot plate sampai mendidih.

- Disaring dengan kertas saring No. 42 dan di cuci dengan air

panas, lalu endapan diperarang, dipajarkan dan diabukan.

Perhitungan : contohbobot

xSulfatBabobotx %100343,0 −

3. Penentuan Kadar Silikat

Prinsip : Silikat dapat ditetapkan dengan cara pengurangan bobot

pemijaran senyawa yang tidak larut oleh aqua regia dengan

pemijaran senyawa yang tidak larut dalam asam florida.

Reaksi : SiO2 + aqua regia -------------

Oksida logam lain + aqua regia ------ garam-I + H2O +

NO

SiO2 + 4 HF ---- SiF4 + 2H2O

Alat dan bahan :

- Piala gelas

- Pemanas listrik

- Kaca arloji

- Cawan platina

- Corong

- Furnace

16IV - 1

Page 17: Abu Batu Bara

- Neraca analitik

- HNO3 pekat

- HCl pekat

- H2SO4 1 : 1

- HF

Prosedur :

- Ditimbang + 0.5 gram abu batubara dan dimasukan kedalam

piala gelas.

- Dibilas dengan air dan ditambahkan 15 ml HCl pekat, 5 ml

HNO3 pekat, dan 10 ml H2SO4 1 : 1.

- Ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai keluar asap

putih.

- Dipanaskan kembali sambil digoyang-goyangkan selama 2–3

menit.

- Didinginkan dan diencerkan dengan air sampai 75 ml serta

dibubuhi 10 ml HCl pekat.

- Dipanaskan sampai mendidih, lalu disaring dengan kertas

saring No.42.

- Dicuci dengan HCl encer beberapa kali, lipat kertas saring dan

dimasukan kedalam cawan platina, diperarang, dipijarkan,

didinginkan dan ditimbang.

- Abu dibasahkan sedikit dengan air suling, lalu dibubuhi 2 – 3

tetes H2SO4 1 : 1.

- Dibubuhi 5 – 10 ml HF dan dipanaskan sampai kering,

dipijarkan, lalu didinginkan dan ditimbang.

Perhitungan :

Kadar SiO2 = %1002 xcontohbobot

SiOBobot

4. Penetapan Kadar K2O, Na2O, MgO, CaO, Al2O3, Fe2O3, MnO, P2O5, dan TiO2

Prinsip : Sejumlah abu batubara dilarutkan dengan HF pekat dan

HNO3 pekat, serta dioksidasi dengan HClO4. Kandungan

logam-logam tersebut dapat diketahui dengan memeriksa

larutan tersebut dengan spektrofotometer dan

spektrofotometer serapan atom.

Reaksi :

SiO2 + 4 HF ---------- SiF4 + 2 H2O

Logam + HNO3 ---------- garam nitrat +

NO2 + H2O

Logam –o + HClO4 ---------- garam –I

Alat dan bahan :

- Neraca analitik

- Piala teflon

- Pemanas listrik

- Labu ukur 100 ml

- HF

- HNO3 pekat

- HClO4

Prosedur :

- Ditimbang + 0.2 gram contoh, dimasukan kedalam piala teflon

lalu dibilas dengan air suling.

- Ditambah 3 ml HNO3 pekat dan 3 ml HClO4, Lalu dipanaskan

sampai hampir kering.

- Dibubuhi 5 ml HNO3 pekat lalu dipanaskan sampai mendidih.

- Diencerkan dengan air suling sampai volume 40 ml, dipanaskan

sampai mendidih lalu didinginkan.

- Larutan dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml, diimpitkan dan

dikocok.

a. Penetapan kadar K2O, Na2O, Al2O3, MgO, MnO, dan Fe2O3 dengan Spektrofotometer Serapan Atom

17IV - 1

Page 18: Abu Batu Bara

Prinsip : Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus

sama. Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar

mengandung Li+ 2000 ppm dan Sr2+ 3000 ppm yang berfungsi

untuk mengatasi gangguan kation.

Alat dan bahan :

- Labu ukur 25 ml dan 100 ml

- SSA Varian techtron AA-5

- Pipet 5 ml

- Labu semprot

- Larutan induk

- Air suling

- Larutan Li+ 2000 ppm

- Larutan Sr2+ 3000 ppm

- Larutan HNO3 1 : 24

Prosedur :

- Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 ml dan 100 ml.

- Kedalam labu ukur 100 ml masing-masing ditambahkan 20 ml

larutan Li+ dan 10 ml larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 ml

ditambahkan 5 ml larutan Li+ dan 2.5 ml larutan Sr2+.

- Diimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan

spektrofotometer serapan atom.

Perhitungan :

Kadar =

%100tan1000

tanx

contohbobotxdarsAx

fkxfpxdarsppmxcontohAxlabuvolume

b. Penetapan Kadar TiO2 dengan Spektrofotometer

Prinsip : Dalam suasana asam sulfat, Titan dioksida dapat membentuk

kompleks berwarna kuning hijau dengan hidrogen perioksida

sehingga dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada 400

nm.

Reaksi :

TiO2 + H2SO4 ----------- TiOSO4 +

H2O

TiOSO4 + H2O2 ----------- H2SO4 +

TiO3 (kuning)

Alat dan bahan :

- Labu ukur 25 ml

- Pipet 5 ml

- Spektrofotometer

- Labu semprot

- Larutan induk

- Larutan H2SO4 1 : 1

- Larutan H3PO4

- Larutan H2O2 3%

Prosedur :

- Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 25 ml

- Ditambah 2,5 ml H2SO4 1 : ! ; 1,25 ml H3PO4, dan 2,5 ml H2O2 3%

- Dibilas dan diimpitkan dengan air suling

- Diperiksa dengan Spekrofotometer pada 400 nm.

Perhitungan :

Kadar TiO2 =

contohbobotxdarsAx

fpxdarsppmxcontohAxlabuvolume

tan1000

%100tan

c. Penetapan Kadar P2O5 dengan Spektrofotometer

Prinsip : Dalam Suasana asam nitrat, difosfor pentaoksida dapat membentuk

kompleks berwarna kuning dengan amonium molibdat, sehingga

dapat ditetapkan dengan spektrofotometer pada 460 nm.

18IV - 1

Page 19: Abu Batu Bara

Reaksi : H3PO4 + 12 (NH4)2MoO4 + 21 HNO3 ----------

(NH4)3PO4.12 MoO3 + 21 NH4NO3 + 12 H2O

Alat dan bahan :

- Labu ukur 50 ml

- Pipet 5 ml

- Pipet serologi

- Spektrofotometer

- Larutan HNO3 1 : 24

- Larutan amonium vanadat 0,25 %

- Larutan amonium molibdat 3%

Prosedur :

- Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 50 ml, ditambah 5

ml amonium molibdat 3%.

- Ditambahkan 5 ml amonium vanadat 0,25%, lalu diimpitkan dengan

HNO3 1 : 24.

- Diperiksa dengan Spektrofotometer dengan 460 nm

Perhitungan :

Kadar P2O5 =

%100tan1000

tanx

contohbobotxdarsAx

fpxdarsppmxcontohAxlabuvolume

ANALISIS LAINNYA

Penentuan Kadar Klor cara Eschka

Metode : ASTM Designation D. 2361 – 91

Prinsip : Kadar klor dalam batubara dapat ditentukan dengan

melebur contoh batubara dalam campuran Eschka dan

dioksidasikan pada suhu standar. Ion klorida

yangterbentuk ditentukan secara Argentometri.

Reaksi :

Batubara + MgO + Na2CO3 --------

Cl-

Cl- + AgNO3 --------

AgCl + NO3-

AgNO3 + KCNS --------

AgCNS + KNO3

6 KCNS + Fe2(SO4)3 --------

Fe(CNS)2

Alat dan bahan :

- Cawan porselin

- Muffle furnace

- Buret 50 ml

- Gelas ukur 50 ml

- Piala gelas

- Kertas saring No. 40

- Corong

- HNO3 1 :1

- KCNS 0,025 N

- AgNO3 0,025 N

- Nitrobenzena

- Indikator feri amonium sulfat

- Campuran Eschka

Prosedur :

- Ditimbang + 1 gram batubar yang berukuran –60 mesh

kedalam cawan yang telah berisi 3 gram campuran eschka,

diaduk dan ditutup dengan 2 gram eschka.

- Dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 800 oC selama 3

jam lalu didinginkan.

- Dilarutkan dengan air suling panas sampai 100 ml, lalu

ditambahkan 50 ml HNO3 1 : 1 kemudian disaring. Bila

larutan jernih, maka tidak perlu di saring, larutan keruh karena

19IV - 1

Page 20: Abu Batu Bara

kadar abu yang tinggi maka diperlukan penyaringan untuk

mendapatkan larutan yang jernih.

- Larutan ditambahkan 20 ml AgNO3 0,025 N dan didiamkan

selama 15 menit lalu ditambahkan 10 ml nitrobenzena

kemudian diaduk selama 1 menit.

- Larutan dititrasi dengan KCNS 0,025 N dengan indikator feri

amonium sulfat.

- Dilakukan analisis blanko, untuk analisis blanko, prosesnya

sama dengan di atas, sampel yang digunakan sebanyak + 5

gram eshka yang dipanaskan dalam muffle furnace dan

selanjutnya sama.

Perhitunan :

Kadar Klor =

%100)(0886,0

xcontohbobot

abx −

Keterangan : b = volume blanco

a = volume contoh

PENGUJIAN SIFAT FISIKA BATUBARA

1. Penentuan Berat Jenis

Metode : ASTM Designation D. 167 – 79

Prinsip : Berat jenis batubar dapat diketahui berdasarkan

perhitungan bobot per volume dengan menggunakan

piknometer dan larutan typol.

Alat dan bahan :

- Piknometer vacum 50 ml

- Pipet ukur 25 ml

- Neraca analitik

- Corong kecil

- Kuas kecil

- Spatulla

- Larutan typol 0,03 %

Prosedur :

- Di abuat larutan typol 0,03% dan di ukur berat jenisnya setelah

tidak ada gelembung udara.

- Piknometer di isi dengan larutan typol sampai penuh dan

kemudian di timbang.

- Larutan typol di pipet, sampai setengah dari volume piknometer.

- Di timbang + 1 gram batubara ukuran –60 mesh, dikeringkan

dalam oven pada suhu 105 – 110o C selama satu jam.

- Setelah dingin, perlahan-lahan dimasukkan kedalam piknometer

dengan menggunakan corong kecil dan kuas.

- Dibiarkan sampai semua contoh mengendap dalam larutan typol

selama satu malam atau di vakum dalam eksikator.

- Piknometer di isi kembali dengan larutan typol sampai penuh dan

kemudian di timbang.

Perhitungan :

Berat jenis : )(ker

ker

abingBobot

typolbjxingbobot

−−

Keterangan : a = bobot piknometer + larutan typol

b = bobot piknometer + larutan typol +

contoh

2. Penetapan Nilai Muai Bebas (Free Swelling Index-FSI)

Metode : ASTM Designation D. 720-91

Prinsip : Contoh batubara dipanaskan secara tepat tanpa oksigen dan

nilai muai bebas dari contoh tersebut dapat diketahui

dengan membandingkan kokas yang terbentuk dengan

gambar standar yang bernilai dari 1 – 9.

Alat dan Bahan :

- Cawan porselin khusus ubtuk penentuan nilai bebas.

- Muffle furnace khusus untuk penentuan nilai muai bebas.

20IV - 1

Page 21: Abu Batu Bara

- Stopwatch.

- Neraca Analitik

- Spatula

- Tang crucible

Prosedur :

- Di timbang + 1 gram batubara berukuran –60 mesh ke dalam

cawan porselin yang telah diketahui bobotnya.

- Cawan beserta isinya di ketuk-ketuk sebanyak 12 kali agar

permukaannya menjadi rata.

- Cawan tersebut dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 815

– 825oC selama 2 ½ - 4 menit.

- Cawan diangkat dan didinginkan di udara terbuka.

- Hasil pemanasan dibandingkan dengan profil standar.

3. Penetapan Hardgrove Grindability Index (HGI)

Metode : ASTM Designation D.409-93a

Prinsip : Batubara di gerus pada mesin HGI pada kondisi standar dan

hasilnya di saring dengan saringan yang berukuran 200

mesh. Nilai HGI dapat di hitung dari jumlah batubara yang

tidak lolos saringan 200 mesh. Semakin tinggi nilai HGI

semakin mudah batubara di gerus.

Alat dan bahan :

- Saringan yang berukuran 14, 28 dan 200 mesh.

- Mesin Hardgrove Grindability Index.

- Mesin penyaring rotap.

- Naraca analitik.

- Neraca teknis

- Plastik

Prosedur :

- Di timbang + 50 gram batubara yang berukuran –14 + 28 mesh.

- Dimasukkan ke dalam mesin HGI yang telah dibersihkan

sebelumnya dan di putar sebanyak 60 kali.

- Hasilnya di saring dengan menggunakan saringan 200 mesh

dengan bantuan alat rotap.

- Batubara hasil penyaringan yang tidak lolos saringan 200 mesh

dimasukkan ke dalam plastik kosong yang telah diketahui

bobotnya dan kemudian di timbang.

Perhitungan :

HGI =

15017,0

1549,2)200( +− meshsaringanlolostidakcontohasalcontoh

Keterangan : Angka-angka di dalam rumus di dapat dari perhitungan

kalibrasi alat dengan contoh standar.

21IV - 1