45
PERMAINAN TRADISIONAL JAWA Bermain, merupakan sebuah kegiatan yang sangat akrab dengan kehidupan manusia. Pada saat-saat mnusia berada dalam proses pembentukan diri-dari kanak-kanak menuju dewasatidak satupundiantara induvidu manusia yang tidaka mengenal “Permainan”. Dalam kajian para ilmuan social dan humaniora, mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Masalahnya adalah, di (Globalisasi) sekarang ini? Apakah sudah ditinggalkan kerena pengaruh menbanjirnya berbagai jenis permainan yang baru yang lebih cocok dengan kehidupan masa kini? Ataukah masih bertahan, tetapi hanya jenis permainan tradisional tertentu dan di tempat tertentu pula? Dalam era kesejagadan ini muncul pula pertanyaan, relevankan apabila permainan tradisional anak digali kembali dalam kaitannya dengan semakin dominannya permainan baru dalam kehidupan anak?. Sementara itu parmainan baru yang telah meransek jauh dalam kehidupan bermain anak-anak, selain mempunyai indikasi akan senakin menjauhkan anak-anakdari hubungan-hubungan perkawanan yang personal ke impersonal. Juga menyebabkan menipisnya orientasi wawasan anak komunalistik ke induvidualistik. Sementara itu disadari pula sebagian ilmuan social dan humaniora tentang adanya peran yang tidak kecil dari permainan

34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

PERMAINAN TRADISIONAL JAWA

Bermain, merupakan sebuah kegiatan yang sangat akrab dengan kehidupan

manusia. Pada saat-saat mnusia berada dalam proses pembentukan diri-dari

kanak-kanak menuju dewasatidak satupundiantara induvidu manusia yang tidaka

mengenal “Permainan”. Dalam kajian para ilmuan social dan humaniora,

mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Masalahnya adalah, di (Globalisasi)

sekarang ini? Apakah sudah ditinggalkan kerena pengaruh menbanjirnya berbagai

jenis permainan yang baru yang lebih cocok dengan kehidupan masa kini?

Ataukah masih bertahan, tetapi hanya jenis permainan tradisional tertentu dan di

tempat tertentu pula?

Dalam era kesejagadan ini muncul pula pertanyaan, relevankan apabila

permainan tradisional anak digali kembali dalam kaitannya dengan semakin

dominannya permainan baru dalam kehidupan anak?. Sementara itu parmainan

baru yang telah meransek jauh dalam kehidupan bermain anak-anak, selain

mempunyai indikasi akan senakin menjauhkan anak-anakdari hubungan-

hubungan perkawanan yang personal ke impersonal. Juga menyebabkan

menipisnya orientasi wawasan anak komunalistik ke induvidualistik. Sementara

itu disadari pula sebagian ilmuan social dan humaniora tentang adanya peran yang

tidak kecil dari permainan tradisional anak dihadirkan, dan perkenalannya

kembali lewat penelitian-penilitian, dan kajian-kajian ilmiah.

Page 2: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

PERMAINAN TRADISIONAL ANAK

PERSPESTIK ANTROPOLOGI BUDAYA

Salah satu gejala mencolok yang muncul dalam tiga dasawarsa terakhir di

Indonesia adalah maraknya berbagai macam bentuk mainan (toys) dan permainan

(game) yang berasal dari luar negeri. Arus ini terasa deras mengalir dalam

dasawarsa terakhir, ketika di beberapa kota besar di Indonesia muncul toko-toko

yang begitu besar, namun khusus hanya menjual mainan anak-anak, terutama

boneka-boneka berbagai tokoh dalam dalam film kartun. Melihat cirri-cirinya

jelas bahwa berbagai jenis mainan disitu merupakan produk budaya asing,

terutama budaya Amerika Serikat dan Jepang. Gelombang masuknya unsur

mainan asing ini terasa semakin sejalan dengan dibukannya tempat-tempat

permainan elektronik dibanyak pusat pertokoan dan gedung-gedung bioskop.

Gejal semacam ini membuat perusahaan-perusahaan yang terjadi di kota-kota ini

menjadi terasa begitu cepat, dan ini menimbulkan bebagai macam reaksi di

kalangan warga masyarakat.

Page 3: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

PERMAINAN TRADISIONAL ANAK DALAM KAJIAN

ANROPOLOGI

Permainan anak berbagai gejala sosial-budaya sebenarnya sudah cukup

lama menjadi perhatian para ilmuwan sosial, seperti ahli anropologi, sosiologi,

dan psikologi. Berbagi macam prespektif juga telah mereka gunakan dan

kembangkan dalam studi mereka terhadap gejala tersebut. Namun menariknya,

belum ada kesempatan tentang definisi dari “permaian” itu sendiri (Schwartzman,

1976:291), padahal dalam kajian ilmiah setiap konsep harus jelas maknanya, agar

dapat terbangun pengetahuan yang sestematis tentang gejala yang dipelajari. Oleh

karena itu tidak mudah sebenarnya untuk membicarakan dan menganalisis

fenomena permainan anak ketika perangkat konstektual yang diperlukan juga

belum juga berkembang. Kesulitan ini semakin bertambah ketika kita harus

mengunakan perangkat konstektual dari Indonesia, yang seringkali tidak memiliki

istilah-istilah untuk hal-hal yang seharusnya ada istilahnya yang dalam bahasa lain

ada namanya.

Sebagai contoh, kata “permainan” dalam bahasa Indonesia. Kata ini dapat

digunakan untuk berbagai macam bentuk permainan, yang dalam bahasa Inggris

dibedakan, misalnya play dengan game, kata ‘game’dapat diterjemahkan menjadi

‘permainan’, tetapi makna yang muncul dalam benak kita jika itu menggunakan

kata ‘pertandingan’ tidak dapat persis sama dengan yang muncul jika kita

menggunakan ‘game’. Kata-kata ‘children’s game’ tepat diterjemakan menjadi

‘permainan anak-anak’ bukan ‘pertandingan anak-anak’. Kesulitan dalam soal

perangkat konseptual ini semakin meningkat seiring denga meningkatnya

kerumitan dalam analisis. Oleh karena itu, merambah dunia permainan anak-anak

dengan menggunakan prespektif ilmu sosial-budaya di Indonesia, bagaikan

merambah kawasan hutan belantara dengan beraneka ragam flora dan fauna yang

kita belum memiliki peta serta perangkat klasifikasinya untuk memahami dunia

flora dan fauna tersebut,sehingga disamping terasa sangat menarik dan

menyenangkan, juga terasa begitu berat tantangan yang kita hadapi.

Disini kita tidak bermaksud untuk membangun perangkat konseptual

untuk menganalisis permainan anak-anak di Indonesia ataupun mengemukakan

Page 4: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

sebuah definisi tetang apa yang dimaksud dengan “permainan”, karena seperti

halnya konsep ”kebudayaan”, istilah tersebut juga dapat didefinisikan dengan

bebagai macam cara dari sudut pandang yang berbeda. Namun demikian, definisi

“permainan” yang banyak dianut oleh para pakar adalah yang dilontarkan oleh

Huizinga, yang terkenal lewat bukunya Homo Ludens (1955). Huizinga berupaya

untuk mengungkapkan ciri atau sifat “bermain” dalam kegiatan manusia dengan

mendefinisikan play, bermain, dolanan, sebagai: “(a) a voluntary activity existing

out-side “ordinary” life; (b) totally absorbing; (c) unproductive; (d) occurring

within a circumscribed time space; (e) ordered by rules; (f) characterized by group

relationships which surround themselves by secrecy and disguise” (1955: via

Schwartzman, 1975). Dengan definisi ini, maka berbagai kegiatan manusia

sebenarnya mengandung unsur bermain. Bahkan “bermain” itu sendiri juga ada

dalam kegiatan hewan-hewan, sehingga bagi Huizinga “bermain” sudah ada

sebelum adanya “kebudayaan”.

Meskipun definisi ini sudah banyak dikenal, namun di Indonesia kajian

tentang permainan anak tidak banyak yang menyebut-nyebut pendapat Huizinga

ini. Oleh karena itu, di sini tidak akan membahas lebih jauh masalah perangkat

konseptual untuk menpelajari fenomena bermain dalam kehidupan manusia. Saya

memilih memaparkan berbagaimacam prespektif yang telah digunakan oleh para

ahli serta berbagai kesimpulan yang telah mereka tarik dari kajian mereka tentang

“permainan”. Hal semacam ini menurut hemat saya akan lebih bermanfaat bagi

upaya untuk mengembangkan lebih lanjut kajian tentang permainan tradisional

anak di masa-masa yang akan datang di Indonesia.

Jika diperhatikan berbagai leteratur asing (terutama yang berbahasa

Inggris) akan kita temukan berbagai kesimpulan yang telah mereka rumuskan ber-

kenaan dengan dengan “permainan anak-anak”. Berbagai dari kesimpulan tersebut

mengatakan bahwa pada dasarnya bebagai kegiatan “bermain” merupakan: (a)

suatu persiapan untuk menjadi dewasa (b) suatu pertandingan, yang akan

menghasilakan yang kalah dan yang menang; (c) perwujudan dari rasa cemas dan

marah; (d) suatu hal yang tidak sangat penting dalam masyarakat ( Schwartzman,

1976).

Page 5: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

Kesimpulan ini sedikit banyak mencerminkan perspektif-perspektif yang

digunakan dalam memahami dan menjelaskan fenomena permainan anak.

Kesimpulan pertama menunjukan perspektif fungsional. Kesimpulan kedua

perspektif permainan, dan kesimpulan ketiga perspektif psikologis.

A. Perspektif fungsional: Bermain Sebagai “Persiapan Menjadi Orang

Dewasa”.

Pendapat bahwa permainan adalah aktivitas peniruan dan persiapan untuk

menuju kehidupan orang dewasa banyak dianut oleh para ahli antropologi yang

banyak melakukan penelitian pada bebagai masyarakat dengan kebudayaan relatif

sederhana. Pendapat seperti ini menunjukan perspektif funsional mereka dalam

mempelajari permainan anak-anak. Dilihat dari sudut pandang ini kegiatan

bermain merupakan kegiatan yang bersifat funsional untuk proses enkulturasi dan

sosialisasi anak-anak. Enkulturasi disini dimaksudkan sebagai proses penanaman

nilai-nilai, atau proses menjadikan nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat

diterima, dipahami, diyakini kebenarannya dan kemudian dijadikan pembimbing

perilaku atau bertindak oleh warga suatu masyarakat, sedang sosialisasi adalah

proses mengenalkan dan menbiasakan anak pada berbagai induvidu lain, berbagai

kedudukan sosial dan peran, berbagai kategori sosial, kelompok dan golongan,

serta nilai, norma, dan aturan yang berlaku dalam berinteraksi dengan induvidu

dan kelompok tersebut.

Pandangan funsional ini dikemukakaan oleh Bronislaw Malinowski, ahli

antropolgi pelopor teori Fungsionalisme. Dia berpendapat bahwa “permainan”

perlu diketahui nilai pendidikannya, dan lebih dari itu juga hubungannya dengan

fungsinya untuk “preparation for economic skills”, pembekalan keterampilan-

keterampilan ekonomi (malinowski, 1960:170). Berbagai permainan anak,

misalnya: “pasaran”, ”dokter-dokteran”,”sekolah-sekolah” dan sebagainya, yang

biasa disebut “role play” ( main peran ), merupakan contoh dari permainan anak-

anak yang mempunyai fungsi mempersiapkan anak-anak untuk memainkan peran

yang sebenarnya ketika mereka dewasa nanti. Permainan ini menurut Goerge H.

Mead juga merupakan sebagian dari kondisi-kondisi yang memungkinkan si anak

melakukan “objectivication of the self” ( Mead, 1934 ). Melalui kegiatan bermain

Page 6: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

anak-anak akan dapat membayangkan dirinya berada dalam berbagai kedudukan

dan peran, dan dengan demikian dia akan dapat membangun karakternya. Dalam

bermain, seorang anak harus memperhatikan anak-anak yang lain yang berbeda

perannya, tetapi berinteraksi dengannya. Menurut Mead, ketika si anak mulai

dapat berperilaku sebagai orang lai, maka dia sedang berada dalam proses

menjadi “an organic memberof society” (1934: 159).

Kajian lain yang mengunakan perspektif enkulturasi-fungsional dilakukan

misalnya oleh Smilansky (1968) atas kegiatan bermain dikalangan anak-anak

Israel, Afrika Utara dan Timur Tengah. Jenis permainan tertentu dikalangan anak-

anak Israel, melakukan penipuan, dan merupakan sebuah cara untuk mengatasi

beberapa keterbasan si anak. Dengan permaianan ini “a richer reproduction of

adult life is made possible”, anak-anak memiliki kemungkinan melakukan

reproduksi kehidupan orang dewasa lebih kaya, lebih bervariasi (1968:7).

Terlepas dari kepopuleran pendekatan ini, serta sebagai hasilkajian penting

dan menarik hasilnya, kritik tetap dilontarkan terhadapkajian-kajian yang telah

dilakukan dengan sudut pandang fungsional ini. Salah satu kritik tersebut

mengatakan, pendapat bahwa “permainan”memiliki fungsi melakukan proses

enkulturasi untuk anak-anak sebenarnya tidak banyak diuji secara serius

( Schwartman, 1976 ). Tampaknya, kepopuleran pendapat ini lebih dikarenakan

oleh kemudahannya untuk dimengerti dari pada kebenaran empirisnya.

B. Perspektif Permainan: Bermain ( play ) Sebagai ‘Permainan’ ( game).

Kajian tentang permainan anak dengan perspektif “permainan” ini banyak

dikerjakan oleh para ahli folkor di akhir abad 19. Hasilnya lebih banyak bersifat

deksripsif. Artinya, para ahli mengambarkan jenis-jenis permainan yang ada

dengan berbagai macam peralatannya, sedang proses-proses sosial dari permainan

itu sendiri banyak terlupakan. Disini mereka umumnya beranggapan bahwa

‘game’ (permainan) adalah wujud yang paling jelas dari ‘play’. Jadi perhatian

para ahli lebih diarahkan pada kegiatan bermain yang terstuktur, seperti yang

biasa kita lihat dalam ‘permainan’. Oleh karena itu pula, dimasa itu ‘bermain’

dalam arti luasyang mencakup berbagai perilaku yang tidak terstruktur,yang diluar

‘permainan’ tidak mendapat perhatian yang memadai dari para ahli antropologi

Page 7: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

dan ahli folkor atau permainan rakyat. Pengertian bermain dimasa itu memang

masih terbatas pada ‘permainan’ ( game ).

Dengan sudut pandang semacam ini para ahli kemudian melakukan berbagai

studi perbandingan untuk mengetahui hubungannya dengan keadaan masyarakat

dan kebudayaan di masa lampau. Dengan asumsi-asumsi yang sedikit-banyak

etnosentris, atau Eropasentris, para ahli sering kali memandang permainan ini

sebagai sisa-sisa dari kegiatan orang dewasa pada masyarakat-masyarakat primitif

di masa lampau. Selain itu, sebagai ahli juga mencoba untuk mengetahui

persebaran berbagai macam bentuk permainan, untuk kemudian merenkonstruksi

sejarah persebaran manusia dan kebudayaan di muka bumi. Di sini banyak

digunakan metode perbandindingan unsur kebudayaan untuk melihat berbagai

persamaan dan perbedaan antar unsur tersebut dan kemudian menentukan

hubungannya.

Meskipun berbagai studi semacam ini mampu memberikan gambaran yang

meluas dan lintas-budaya, namun kajian ini ternyata juga memiliki kelemahannya,

yaitu kurang memperhatikan ‘permainan’ itu sendiri, karena perhatian terlalu

banyak diberikan pada konteks. Juga, deskripsi para ahli tentang permainan pada

umumnya adalah mengenai permainan orang-orang dewasa, sehingga berbagai

jenis permainan anak-anak yang ada dalam berbagai kebudayaan kurang

memperoleh perhatian dan jarang dilaporkan.

C. Perspektif Psikologis: ‘bermain’ Sebagai Wujud Kecemasan dan

Kemarahan.

Perspektif psikologis ini memandang kegiatan bermain anak-anak sebagai

fenomena seperti tes proyektif (projective test), yang dapat memperlihatkan

kecerdasan-kecerdasan mereka serta sifat-sifat galak mereka yang diduga

bersumber pola-pola pengasuh anak dalam suatu kebudayaan. Kaajian permainan

dengan prespektif ini adalah yang dilakukan oleh Robert dal Sutton-Smith (1963)

Dua ahli ini mengembangkan hipotesis yang menjelaskan hubungan-

hubungan antara jenis permainan, dengan variable pola asuh anak dan variable

budaya lainnya. Hipotesa yang dilakukannya mengatkan bahwa “conflict

engendered by the specific child-training procedures of a culture leads to and

Page 8: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

interest and involvement in specific types of game activities which pattern this

conflict in the roles-reversals sanctioned by the game rules”. Keterlibatan

induvidu dalam permainan ini pada akhirnya akan membuat dia mampu

mewujudkan perilaku-perilaku yang mempunyai nilai funsional dan berguna

dalam kebudayaannya (Schwartzman, 1976: 296).

Ahli alin yang melakukan penelitian dalam jalur ini adalah R.R Eifermann

yang mencoba mengetahui perbedaan antara sifat-sifat anak di desa dengan anak-

anak dikota dengan memperhatikan permainan permainan yang ada dikalangan

mereka. Hipotesanya mengatakan bahwa anak-anak di perdesaan yang memiki

banyak kesempatan untuk terlibat dalam dunia orang dewasa dibandingkan

dengan anak kotatidak akan mengalami konflik yang begitu keras, sehingga

mereka juga akan kurang begitu tertarik pada ‘competitive games’ yang dibangun

atas dasar komflik. Hipotesa ini kemudian diujikan pada anak-anak Israel (1972a;

1971b).

Terlepas dari manfaat yang dihasilkan oleh studi-studi tentang permainan

yang semacam ini, perspektif psikologis dengan berbagai upaya untuk menguji

secara ketat hipotesa-hepotesa yang dirumuskan ternyata kemudian lebih banyak

menghasilkan temuan empirisdari pada terobosan teoritis. Tidak mengherankan

jika banyak ahli yang kemudian meninggalkan pendekatan pendekatan ini dan

mencari pendekatan yanga lain yang dianggap lebih mampu memberikan

pemahaman baru yang lebih mendalam.

Perspektif psikologis yang lain tampak mislanya dalam kajian yang

memustkan perhatian pada permainan anak-anak dan hubungan dengan

pertumbuhan jiwa dan nalar anak-anak. Penelitian pada jalur ini anyak diilhani

oleh penelitian Jean Piaget mengenai perkembangan moral dan nalar anak-anak.

Piaget lain meneliti bagai mana anak-anak belajartentan aturan-aturan untuk

bermain kelereng. Dia kemudian membahas tentang tahap-tahap perkembangan

proses konseptuelisasi dalam diri anak. Dua proses penting yang terjadi dalam diri

anak berkenaan denga permainan yang mereka lakukan adalah akomodasi dan

asimilasi. Dua proses ini selalu ada dalam setiap tindakan, namun berbeda dalam

prosesnya. Artinya, dalam tindakan tertentu proses akomodasi adalah yang

mendominasi, sedang dalam tindakan yang lain proses asimilasi yang lebih

Page 9: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

dominan. Dalam tindakan yang lain, dua-duanya bisa berjalan seiring dan

seimbang (Schwartzman 1976: 310)

D. Perspektif Adaptasi: ’Bermain’ Sebagai peningkatan Kemampuan

Beradaptasi.

Dalam kerangka pemikiran adaptasi ini penelitian para ahli tentang ‘bermain’

tidak hanya terbatas pada makhluk manusia, tetapi juga berbagai jenis binatang

lainnya. Asumsi dibalik pendekatan semacam ini adalah bahwa aktivitas makhluk

pada dasaranya mempunyai funsi tertentu, dan karena salah satu masalah penting

yang menyangkut keberlangsungan hidup suatu spesies adalah masalah adaptasi,

maka tentunya ‘bermain’ juga mempunyai fungsi dalam kerangka adaptasi

makhluk tersebut. Perspektif ini sebenarnya agak dekat dengan prespektif

funsional, akan tetapi berbeda karena dalam prespektif adaptasi ini fungsi bermain

tidak hanya bersifat sosial dan cultural, akan tetapi juga ragawi (physical).

Ada dua teori terpenting berkenaan dengan adaptasi makhluk lewat ‘bermain’

ini, yaitu teori ‘arousal’ dan teori ‘educational’. Walaupun tampak saling

berlawanan, akan tetapi pada dasarnya kedua teori saling melengkapi.teori arousal

menjelaskan fenomena bermain dalam kerangka janka pendek, sedangkan teori

‘pendidikan’ (educational) diberikan untuk memberikan pemahaman yang

bersifat jangka panjang. Dalam teori arousal dikatakan bahwa setiap organisme

pada dasrnya berusaha mempertahankan “an optimal level of arousal”, dan ini

berarti bahwasetiap makhluk pada dasarnya selalu menginginkan perubahan-

perubahan. Dengan adanya ‘arousal’ yang membawa pada perubahan dalam

pikiran dan dunia materi ini maka setiap makhluk selalu berada dalam situasi yang

selalu ‘berubah’, dan ini menghindarkan mahkluk dari rasa bosan. “Ketidak-

bosanan” ini dilihat daru sudut pandang adaptasi ternyata memang bermanfaat

sebab kebosanan “may be dangerous to the organism because, in a semi comatose

state, it is susceptible predation. Animals relive boredom by playing…” (Lancy,

1980: 480).

Teori kedua, yaitu teori pendidikan, pada dasarnya tidak jauh bebeda dengan

pendekatan funsional di atas. Menurut teori ini ‘bermain dapa “serve as an

educational medium to exercise and improve the young animal’s survival and

Page 10: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

reproductive skills” (Lancy, 1980: 480). Mengingat hasil penelitian dengan

kerangka teori ini tidak jauh berbeda dengan nada pendekatan Fungsionalisme,

maka penjelasan tentang teori ini tidak saya paparkan lagi disini.

Penelitian mengenai funsi ‘bermain’ berkenaan dengan keberlangsungan

hidup makhluk inipada dasrnya memberikan landasan yang kokoh bagi setiap

upaya untuk mempertahankan kehadiran fenomena ‘bermain’ dalam kehidupan

manusia. Ternyata, ‘bermain’ bukanlah suatu kegiatan yang tidak ada artinya,

terutama bagi upaya membekali anak-anak dengan kemampuan tertentu agar

dapat bertahan hidup dalam lingkungannya. Dengan ‘bermain’ anak-anak, atau

generasi baru sesuai dengan spesies akan memperoleh berbagai kemampuan,

keterampilan, dan pengetahuan yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup

spesies mereka, tanpa harus merasa jemu ketika berada dalam proses mempelajari

ketrampilan dan diajari pengetahuan baru tersebut.

Page 11: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

KAJIAN PERMAINAN TRADISIONAL ANAK DI JAWA

Kajian tentang pemainan tradisionalanak di Indonesia umumnya belum

sangat berkembang. Tetapi terlihat perhatian yang cukup besar dari kalangan

ilmuwan terhadap fenomena budaya ini, kecuali dari kalangan tertentu. Namun

demikian perhatian yang cukup serius telah diberikan oleh pemerintah melalui

Badan Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional yang telah berada di bawah naungan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Semenjak tahun 80-an telahdilakukan

penelitian yang ditunjukkan terutama untuk mengiventasi dan mendokumentasi

berbagai jenis permaian anak Indonesia. Dengan keterbatasan tenaga dan dana,

toh beberapa Balai Kajian Jarahnitra yang cukup kuat (misalnya Balai Kajian

yang berada di Yogyakarta) akhirnya berhasil menerbitkan berbagai hasil

penelitian tentang permainan anak ini, dab bahkan kemudian juga

menyelenggarakan sebuah lokakarya “Dolanan Anak-anak” di tahun 1993, setelah

sepuluh tahun sebelumnya menyelenggarakankegiatan pameran dan peragaan

bebagai jenis permainan anak, yang diserai dengan ceramah dan diskusi tentang

“Transformasi Nilai Budaya Melalui Permaian Anak-anak”.

Bebagai jenis penelitian dari Balai Kajian Jarahnitra ini pada umumnya masih

berada pada tingkat melukiskan atau menceritakan tentang bagaimana suatu jenis

permaian dimainkan oleh anak-anak (Depdibud, 1080/1981; Yunus, 1981/1982).

Kajian semacam ini jelas memberikan manfaat bagi setiap upaya pelestarian

tradisional anak ini, namun demikian jika diskripsi etnograsis tidak dilanjutkan

dengan analisis yang lebih dalam tentang mengapadan jenis permainan anak

tetentu tetep bertahan atau hilang, maka kajian semacam ini tidak akan dapat

memberikan masukan tentang strategi-strategi yang dapat ditempuh olehpihak-

pihak yang berkepentingan untuk tetap menghidupkan beberapa permainan anak-

anak tertentu yang dipandang penting bagi pendidikan.

Beberapa kajian yang dilakukan belakangan tampaknya berupaya mengatasi

kelemahan ini (lihat Sumarsih, 1993/1994; Sukirman, 1993, Tashadi, 1993)

dengan mengemukakan berbagai pertanyaan yang lebih analitis, yang jawabanya

dapat memberikan banyak masukan bagi upaya pelestarian dan pengembangan

permainan anak-anak tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan

Page 12: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

menunjukan fungsi dari permainan anak-anak tradisional tersebut berkenaan

dengan pewarisan nilai-nilai budaya yang ada dalam suatu masyarakat. Permainan

tradisional anak-anak Jawa misalnya, dikatakan mengandung nilai-nilai budaya

tertentu serta mempunyai fungsi melatih permainannya melakukan hal-hal yang

akan penting nantinya bagi kehidupan mereka di tengah masyarakat, sepeti

nantinya bagi kehidupan masyarakat, seperti misalnya melatih cakap hitung

menghitung, melatih kecakapan berfikir, melatih bandel (tidak cengeng), melatih

keberanian, melatih bersikap jujur dan sportif dan sebagainya (Tashadi, 1993: 57-

59).

Studi tentang permainan anak yang lain berusaha mengetahui proses-proses

perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan dampaknya terhadap berbagai jenis

permainan tradisional anak di Jawa. Salah satu faktor yang ditemukan menjadi

penyebab semakin surutnya permainan anak-anak di Jawa adalah masuknya

pesawat televisi di daerah perdesaan. Dengan bebagai tayangan acara yang

menarik dan tidak membutuhkan tenaga untuk menikmatinya, tontonan dari

pesawat televisi secara langsung menjadi hal yang lebih disukai oleh anak-anak

ketimbang berbagai permainan anak-anak yang tidak semuanya menarik dan

menyenangkan untuk dimainkan (Sujarno, 1997/1998).

Bebarapa jenis lain yang juga dianggap telah memberiakan sumbangan pada

semakin jarangnya permainan tradisional anak-anak Jawa dimainkan misalnya:

lahan bermain anak-anak yang semakin mengecil, kalau tidak hilang sama sekali,

terutama daerah-daerah perkotaan, dan meningkatnya kwalitas trasportasi antar

desa dengan kota, yang membuat anak-anak remaja lebih suka pergi bekerja di

kota, sehingga di desa tidak banyak lagi anak-anak mementaskan permainan

tradisional anak-anak (Sujarwo, 1996/1997).

Kajian ini merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi upaya kita

memahami fenomenapermainan tradisional anak-anak Indonesia dengan segala

dinamikanya. Sayangnya, kajian ini umumnya lemah dalam hal kerangka

konseptual untuk analisis, serta metode penelitinya, sehingga hasil hasil analisis

yang dipaparkanya tidak selalu meyakinkan. Pembenahan kerangka teoritis serta

peningkatan mutu metode pengumpulan datanya merupakan suatu hal yang perlu

dilakukan untuk memperbaiki kualitas hasil penelitian semacam itu dimasa-masa

Page 13: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

yang akan datang. Jika tidak dilaksanakan dikhawatirkan tidak akan ada

peningkatan mutu masukan yang dapat memberikan untuk upaya-upaya

melestarikan unsur-unsur yang masih dianggap masih relevan dan penting dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 14: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

PEMAINAN TRADISIONAL ANAK :

PERUBAHAN DAN PELESTARIAN

Menguatnya arus globalisasi di Indonesia membawa pola kehidupan dan

hiburan baru mau tidak mau memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan

sosial budaya masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya kelestarian berbagai

ragam permainan tradisional anak-anak. Situasi semacam ini bagi sementara

kalangan membuat berbagai jenis permainan tradisional anak sebagai asset budaya

semakin terasa perlu diperhatikan kehadirannya. Pandangan semacam ini sejalan

dengan pendapat sejumlah ilmuwan sosial dan budaya di Indonesia, yang

mengatakan bahwa permainan tradisional akan membuat unsur-unsur kebudayaan

yang tidak dianggap remeh karena permainan ini memberikan pengaruh yang

tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di

kemudian hari (Budisantoso, 1993; Moedjono dan Sulistyo; 1993; Sukirman,

1983; 1993; Suharsimi, 1993). Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap

sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu

pada suatu kebudayaan. Oleh karena itu permainan tradisional anak-anak juga

dianggap sebagai aset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk

mempertahankan keberadaanya dan identitasnya di tengah kumpulan masyarakat

yang lain.

Sementara itu, kenyataan dilapangan dewasa ini memperlihatkan adanya

tanda-tanda yang “kurang menggembirakan”, yakni semakin jarangnya permainan

tradisional anak-anak tersebut ditampilakan. Jenis-jenis permainan anak tetentu

ternyata sudah mulai jarang dimainkan dan makin lama tampaknya akan semakin

tidak dikenal, serta diperkirakan akan “punah”, sehingga muncul kekhawatiran

dikalangan masyarakat akan kemungkinan munculnya dampak negatif dari

kepunahan tersebut terhadap kehidupan masyarakat dan kebudayaannya. Lahirlah

kemudian hasrat untuk melestarikan dan mempertahankan kehadiran permainan

anak-anak ini dalam kehidupan masyarakat. Keinginan untuk melakukan

pelestarian ini tampaknya juga kuat oleh kerinduan akan masa kanak-kanak atau

masa lampau yang biasanya dianggap penuh dengan kenangan indah, serta

kekhawatiranakan kemungkinan tercabutnya suatu masyarakat tertentu dari akar-

Page 15: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

budayanya. Reaksi semacam ini perlu disambut dengan baik, karena hal ini

memperlihatkan masih adanya perhatian terhadap kebudayaan itu sendiri.

Jika kita mempehatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada fenomena

permainan tradisional anakdi Jawa, dan mungkin juga Indonesia pada umumnya,

kita melihat paling tidak tiga pola perubahan, yakni: (a) menurunnya popularitas

jenis-jenis permainan tradisional tertentu dan (b) munculnya jenis-jenis permainan

anak tertentu, dan (c) masuknya jenis-jenis permainan baru yang modern.

”Menurunnya popularitas” ini berupa semakin tidak dikenalnya jenis-jenis

permainan tradisional tertentu karena sudah jarang dimainkan lagi, yang mungkin

pada akhirnya akan sampai pada “kepunahan” jinis permainan tersebut.

“Munculnya jenis permainan” tertentu adalah diciptakannya jenis permainan

anak-anak yang baru dengan pola yang mirip dengan jenis-jenis permainan anak-

anak tradisional. Gejala semacam ini terlihat misalnya di Yogyakarta (lihat tulisan

saya di bagian akhir). “Masuknya jenis permainan baru yang modern” sangat jelas

terlihat terutama dikota-kota besar di mana berbagai macam permaian (geme)

dengan peralatan elektronik modern diber itempat khusus yang begitu luas,

sebagaimana bisa kita dapatkan di “Timezone”.

Melihat berbagai macam perubahan ini kita tidak perlu memberi reaksi

negatif, karena perubahan ini merupakan sebuah proses alami yang tidak dapat

dicegah. Reaksi yang lebih tepatadalah bagaimana memfaatkan unsur-unsur

permainan baru yang masuk dan memikirkan pelestarian berbagai jenis permaian

tradisional anak, agar generasi-genersi mendatang tetap dapat mengetahui

berbagai jenis permaian di masa-masa nenek moyang mereka.

Dalam buku ini Sukirman dkk. Telah mencoba melakukan pelestarian

permainan tradisional anak di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan cara

melakukan pendoku mentasian. Hasilnya kemudian diedit oleh Sumintarsih,

seorang master dalam bidang antropologi yamng kini bekerja di Balai Kajian

Sejarah dan Nilai Tradisional, sebagai suatu bentuk upaya melestarikan salah satu

unsur kebudayaan yang dipandang penting, yakni permainan anak, tulisn

Sukirman yang telah diedit ini patut kita sambut gembira kedatangannya, karena

hasil ini tidak hanya akan bermanfaat bagi upaya pelestarian saja tetapi juga

kajian-kajian yang lebih akademik dan teoritis. Dengan tersediannya data

Page 16: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

mengenai permainan anak ini, akan dapat dilakukan kajian-kajian secara historis,

sosiologis dan antropologis, tentang perubahan sosial-budaya yang berkait dengan

permainan anak-anak tersebut.

Page 17: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

PENUTUP

Adalah suatu peryataan yang tidak mungkin untuk diingkari, yaitu bahwa

‘bermain’ mempunyai fungsi adaptif dalam kehidupan hewan, termasuk manusia,

sedang dikalangan manusia fungsi tersebut menjadi lebih luas lagi karena bermain

juga mempunyai fungsi sosio-kultural. Dalam konteks inilah, permainan anak-

anak merupakan sebuah fenomena sosial-budaya yang mempunyai makna

simbolis. Bermain dan permainan tidak hanya mempunyai efek ragawi, karena

‘bermain’ dan ‘permainan’ itu sendiri adalah symbol-simbol dan sekaligus juga

proses simbolik yang terus menerus dimaknai, ditafsirkan, dan karenanya juga

mempengaruhi kerangka permaknaan yang dimiliki manusia.

Dengan berbagai macam kekhasan yang ada padanya, permainan anak-anak

tidak lagi dimaknai sebagai sekedar permainan, tetapi juga sebagai salah satu

unsure darisistem budaya tertentu yang memiliki fungsi ‘membedakan’ system

tersebut dengan system budaya yang lain. Permainan anak-anak disini menjadi

salah satu –meminjam istilah dari linguistic- distinctive feature sebuah system

budaya. Dia menjadi salah satu pemberi identitas pada system budaya tersebut.

Ketika proses globalisasi yang akan membawa efek homogenisasi cultural

melanda suatu mastarakat, permainan anak-anak lantas dirasakan memiliki makna

cultural yang penting, karena dengan berbagai macam cirri khasnya permainan

anak-anak ini akan dapat member identitas pada kebudayaannya. Dengan kata lain

permainan anak-anak merupakan salah satu unsure kebudayaan yang sedikit

banyak mampu mempertahankan kemajemukan budaya, yang terancam oleh

homogenisasi cultural dari proses penyejagadan (globalisasi). Di sini oermainan

anak-anak dapat menjadi asset budaya yang berharga dalam pembentukan

identitas budaya sebuah komunitas, masyarakat ataupun sebuah bangsa.

Permainban nak-anak dengan demikian mereupakan unsure budaya yang

pentingbukan hanya dalam konteks physical survival suatu masyarakat tetapi juga

bagi cultute survivalnya.

Di tengah arus globalisasi yang makin deras. Yang tidak mungkin dibendung

kehadirannya, yang dampaknya pasti juga akan terlihat pada keberlangsungan

hidup permainan anak-anak dalam suatu masyarakat, maka permainan nank-anak

Page 18: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

dapat digunakan sebagai ajang pengolahan dan penafsiran kembali unsure-unsur

budaya lama untuk digabungkan dengan unsure-unsur budaya baru. Permainan

anak-anak di sini dapat dimanfaatkan menjadi lahan proses akulturasi. Dia dapat

dijadikan wadah bagi setiap proses keatif menciptakan unsure-unsur budaya baru

dengan identitas budaya local. Memanfaatkan potensi permainan nak-anak yang

semacam inilah kiranya yang merupakan tantangan kita di masa-masa yang akan

datang.

Page 19: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

PERMAINAN TRADISIONAL

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Ada banyak jenis permainan tradisional yang tersebar di wilayah Daerah

Istimewa Yogyakarta, baik itu permainan yang masih sering dimainkan maupun

yang sudah jarang dimainkan, bahkan banyak yang sudah tidak dikenal lagi.

Jenis-jenis permainan yang berhasil dideskripsikan ada 40 di antaranya berasal

dari Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta; Kecamatan Depok Kabupaten Sleman;

Kecamatan Imogiri dan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul; Kecamatan Galur

Kabupaten Kulon Progo; dan Kecamatan Pojong Kabupaten Gunung Kidel.

Selanjutnya jenis-jenis permainan tradisional tersebut ditampilkan sesuia dengan

kategorisasi menurut pola permainannya, yaitu:

1. Bermain dan bernyanyi, dan atau dialog

2. Bermain dan olah piker

3. Bermain dan adu ketangkasan

Untuk pengidentifikasian jenis-jenis permainan, maka setiap jenis permainan

akan diuraikan dalam urutan yang sama yaitu:

a. Nama permainan

b. Hubungannya dengan sesuatu peristiwa, kapan dan dimana dimainkan

c. Latar belakang sosia-budaya

d. Latar belakang sejarah perkembangannya

e. Peserta atau pelaku permainan yang mencakup: jumlah, jenis kelamin,

usia, dan kelmpok social, peralatan yang diperlukan dalam permainan

f. Lagu pengiring permainan

g. Jalannya permainan, meliputi: persiapan, pengaturan permainan, tahap

permainan, dan konswekwnsi kalah-menang

Guna memperjelas jalannya permainan, pada permainan tertentu disertakan

gambar (sket) dan syair lagu pengiring.

Page 20: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

BERMAIN DAN BERNYANYI DAN ATAU DIALOG

Permainan anak dengan pola bermain bernyanyi dan atau dengan berdialog

yang dimaksudkan adalah pada waktu permainan itu dimainkan diawali atau

diselingi dengan nyanyian, dialog, atau keduanya; nyanyian atau dialog menjadi

inti dalam permainan tersebut. Permainan anak yang dilakukan dengan bernyanyi,

dengan irama tertentu sambil bertepuk tangan atau dengan gerakan-gerakan fisik

tertentu; mengucapkan kata-kata, hal-hal seperti itu adalah sesuatu yang disukai

anak-anak. Pola permainan seperi itu pada umumnya dilakukan secara kelompk,

dan permainan ini mayoritas dimainkan oleh anak perempuan. Sifat permainan

pada umunya rekreatif, interaktif, yang mengekspresikan pengenalan tentang

lingkungan, hubungan social, tebak-tebakan, dan sebagainya. Permainan dengan

bernyanyi, berdialog ini, melatih anak dalam bersosialisasi, bersifat responsive,

berkomunikasi, dan menghluskan budi. Berikut ini jenis-jenis permainan yang

termasuk dalam kategori pola bermain dengan bernyanyi, dan berdialog.

Page 21: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

CUBLAK-CUBLAK SUWENG

Permainan ini dikenal juga dengan nama cublek-cblek suweng. Dinamakan

Cublak-cublak Suweng mungkin karena pada mulanya yang dicublek-cubek

(ditonjok-tonjokan) adanya seweng (subang) yang terbuat dari tanduk (biasa

disebut uwer). Pemainan biasa diamainkan pada sore dan malam hari (saat bulan

purnama) dengan mengambil tempat di halaman rumah atau di emper (teras)

rumah. Permainan ini kecuali bersifat rekreatif juga mendidik anak untuk menjadi

pemalu (clingus), berani, aktif, mengambil prakarsa, serta mudah bergaul. Tidak

diketahui dimana dan kapan permainan ini muncul pertama kali. Namun, yang

jelas permainan ini hidup di pelosok Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pemain Cublak-cublak Suweng berkisar antar 5 – 7 orang anak dengan

umur berkisar 6-14 tahun. Bagi yang masih berumur 6 – 9 tahu adalah masih

belajar, sedangkan bagi yang berumur 10 – 14 tahun adalah melatih adik-adiknya

yang maih kecil. Permainan Cublak-cublak Suweng memerlukan perlengkapan

sperti suweng (subang) tanduk yang disebut uwer. Bila benda ini sulit didapatkan,

maka diganti dengan kerikil, biji-bijian, atau apa saja yang basarnya mendekati

subang. Selain perlengkapan tersebut, Cublak-cubak suweng dinyayikan para

pemain sewaktu permaian berlangsung, Syair lagu Cublak-cublak Suweng adalah

sebagai berikut:

Cublak-cubak Suweng,

Sewenge ting gelender,

Mambvu ketudhung gudel,

Pak Empong orong-orong,

Pak Empong orong-orong,

Sir sir plak dhele kalpak ora enak,

Sir sir plak dhele kalpak ora enak

Misalnya pemain berjumlah tujuh orng anak (A, B, C, D, E, F,dan G). setelah

dilakukan undian dengan jalan sut maka G-lah yang dadi, sedangkan A, B, C, D,

dan F berstatus mentas. G kemudian duduk timpuh dan bertelungkup dilantai atau

tanah dikelilingi oleh pemain mentas. Salah seorang diantara pemain mentas

ditunjik menjadi Embok’. Kedua belah tangan para pemain mentas tadi diletakkan

Page 22: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

di punggung G dalam posisi telapak tanga diatas, begitu para pemain mentas

mulai memyayikan lagu ubalk-cublak Suweng, maka si Embok memegang ‘uwer’

di tangan kanan dan ditempatkan secara berurutan pada semua telapak tangan para

pemain mentas. Pada saat lagu sampai kalimat ‘Pak Empong orong-orong’

semua semua telapak tangan digemgam. Kemudian, pada saat nyantian sampai

kalimat ‘Sir sir plak dhele kalpak’, semua peserta tangannya menggenggam

tetapi telunjuk menjulur keluar dan melakukan gerakan seolah-olah menyisir gula

antara telunjuk kiri dan telunjuk kanan. Perbuatan ini berarti bahwa para pemain

minta kepada G agar menebak dimana letak uwer, dan apabila tidak ketemu

seolah-olah maka mereka menertwakannya. Sedangkan, pada saat lagu sampai

pada kalimat ‘Pak Empong orong-orong’ yang kedua, dia menegakkan badannya

dalam posisi duduk bersimpuh, dan melihat pada gengaman tangan para para

peserta mentas. Dia berusaha menebak dimana letak uwer yang dijalankan oleh

Embok tadi. Apabila G menebaknya tidak tepat, maka G dadi lagi dan permainan

diulang dari awal lagi. Sedangkan apabila menebaknya tepat, maka pemain

tertebak menggenggam tadi berganti menjadi pemain dadi dan G menjadi pemain

mentas. Demikian seterusnya, dan pemain berakhir apabila mereka merasa bosan.

Page 23: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

DHOKTRI

Kata Dhoktri diduga berasal dari kata dhatri yang merupakan singkatan dari

legendha dan utri, keduanya nama jenis makanan tradisional Jawa yang terbuat

dari tepung beras. Dugaan ini berdasar pada alasan begitu serngnya nanma-nama

makanan tersebut disebut dalam lagu-lagu yang mengiringi permainan ini. Namun

begitu, kata Dhoktri dapat berasal dari singkatan kodhok dan utri. Kodhok berarti

katak. Alasan kedua ini mendasarkan diri pada adanya kata kodhok disebut juga

lagu iringannya. Pendapat ketiga mengatakan bahwa sebebenarnya kata dhokri

berasal dari kata gotri, yaitu besi bundar yang berguna sebagai peluru.

Pemain dhoktri dapat dilakukan kapan saja diinginkan, dapatpagi, siang,

maupun sore hari. Dhoktri merupakan permainan yang dapat digunakan sebagai

sarana bermasyarakat bagi anak berumur sekitar 7 – 8 tahun, bersifat sederhana,

dan tidak mengandung banyak peraturan.

Dhoktri dapat dilakukan oleh 3- 8 orang anak, namun sesungguhnya oleh

dua orang anak dua orang anakpun dapat pula, namun kurang meriah. Sedangkan

apabila lebih dari 8 oranag anak akan terlampau banyak. Apabila calon pemain

berjumlah lebih dari 8 orang anak, maka sebaiknya dipecah menjadi dua

kelompok. Pemain Dhoktri dapat laki-laki saja, perempuan saja atau laki-laki dan

perempuan secara bersama-sama. Tetapi pada umumnya anak-anak lebih suka

apabila dilakukan oleh jenis kelamin yang sama. Permainan Dhoktri ini dilakukan

oleh anak berumur 8 – 14 tahun. Tetapi agar permainan berjalan seimbang maka

biasanya terbagi menjadi dua kelompok umur yaitu kelompok umur 8 – 10 tahun

dan kelompok 11 – 14 tahun. Permainan ini bukanlah permainan khas golongan

tetentu maupun wilayah tertentu.

Permainan ini membutuhkan perlatan yang sangat sederhana. Peralatan

yang diperlukan adalah kreweng atau wingko (pecahan tembikar) atau batu kecil

sebanyak jumlah pemain dikurangi satu dan sebuah bau yang lebih besar yang

berfungsi sebagai kodhok (katak). Tempat bermain berupa segi empat atau

bulatan bergaris tengah kurang lebig 40- 100 sentimeter. Tempat ini kemudian

terbagi sejumlah peserta. Selain itu diperlukan pula sebidang halaman untuk

bersembunyi.

Page 24: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

Permainan Dhoktrin disertai lagu pengiring yang dinyanyikan bersama tyanpa

iringan instrument. Lagu Dhoktrin dinyanyikan saat permainan berlangsung.

Adapun syair lagu adalah sebagai berikut:

Dhoktrin leghenda nagasari, ri,

Riwul owal-awul jenang katul, tul,

Tolen alen-alen jadah manten, ten,

Titenana besuk gedhe dadi apa, pa,

Podheng mbako enak mbako sedheng. Dheng,

Dhengok eyak-eyok kaya kodhok.

Jalannya permainan

Setelah anak-anak yang ingin bermain berkumpul, mereka lalu

mempersiapkan tempat bermaun berupa bulatan atau segi empat bergaris tengah

40 – 100 cm. kemudian bulatan atau segi empat tadi dibagi-bagi dalam peta petak

sesuai dengan jumlah peserta permainan. Kemudian mereka mencari pecahan

tembikar atau batu kecil sebanyak jumlah peserta dikurangi satu, dan sebuah batu

yang lebih besar. Batu yang besar ini berfungsi sebagai kodhok (katak) dalam

permainan.

Sebelum permainan dilanjutkan maka harus diketahui peraturan permainan

yang sudah lazim yaitu:

1. Barang siapa yang ketempatan kodhok maka dianggap kalah.

2. Pemain yang kalah wajib menyusun pecahan tembikar / batu kecil

milik peserta yang menang dengan batu kodhok diatasnya, sementara

itu pemain yang menang bersembunyi.

3. Begitu selesai menghitung batu tadi amaka yang kalah tadi secepatnya

mencari pemain yang bersembunyi.

4. Bila yang bersembunyi telah ditemukan semua, maka permainan

dimulai kembali.

Pertama-tama semua pemain (missal A, B, C, D, E, dan F) duduk

mengitari bulatan/segi empat yang telah terbagi menjadi ena bidang sesuai dengan

jumlah pemain. Satu diantaranya memegang batu besar (kodhok). Para pemain

menyanyikan lagu Dhoktrin sambil menggerakan batu kecil/pecahan tembikar dan

Page 25: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

batu kodhok ke pemain di sebelah kanannya. Apabila nyanyian berahir pada kata

kodhok maka berhenti pula sirkulasi pecahan tembikan/batu kecil beserta batu

kodhoknya. Di ruang siapa tempa berhentinya batu kodhok itu maka pemain

itulah yang dadi (kalah). Misalnya batu berhenti pada C, maka A, B, D, E dan F

segera berlari bersembunyi di halaman rumah tersebut (tidak boleh keluar dari

halaman rumah). C sebagai pemain yang kalah wajib mengumpulkan/menumpuk

batu kecil/pecahan tembikar beserta batu kodhoknya terletak paling atas. Setelah

selesai menyusun, C segera mencari pemain yang bersembunyi. Apabila semua

peserta yang bersembunyi telah ditemukan, maka berahirlah permainan ini.

Selanjutnya apabila masih diinginkan permainan dapat dimulai lagi dari

permulaan, dan batu kodhok berada pada pemain yang baru saja kalah.

Kewajiban bagi pemain yang kalah adalah menyusun batu/pecahan

tembikar dan batu kodhok serta mencari lawannya yang bersembunyi sampai

ketemu. Di samping itu dapat pula ditambah dengan kewajiban menyanyi.

Sedangkan bagi yang menang ia harus menyembunyikan diri dan berusaha agar

tidak dapat ditemukan oleh pemain yang kalah. Bila ada hukuman menyanyi maka

pihak yang menang berhak menentukan judul lagu yang harus dinyanyikan oleh

pihak yang kalah.

Page 26: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

DHAKON

Kata Dhakon kemungkinan berasal dari kata dhaku dan mendapat akhiran

an. Dhaku berarti mengaku bahwa sesuatu itu miliknya. Jadi dalam permainan ini

dikandung tujuan bahwa si pemain berusaha mengaku bahwa sesuatu itu adalah

miliknya. Permainan Dhakon adalah betul-betul murni permainan ank-anak.

Permainan ini dilaksanakan pada aat tidak ada kesibukan. Jadi dapat pagi, siang,

sore, maupun malam hari. Di mana permainan ini akan dilangsungkan juga tidak

menjadi masalah, karena permainan ini tidak memerlukan tempat yang luas.

Dapat dilakukan di lantai, di halaman rumah, di teras rumah, di atas balai-balai

atau meja. Bahkan permainan ini dapat dilakukan mengerjakan pelajaran lain,

misalnya momong ataun masak di dapur.

Permainan berlatar kehidupan bertani. Jadi disini digambarkan bagaimana

lumbung. Sawah yang tidak digunakan dinamakan bera. Sawah yang hasilnya

sangat kurang dinamakan ngacang nandur kacang. Jadi permainan ini bersifat

mendidik bagaimana cara mengelola rumahtangga yang baik. Cara hidup berumah

tangga yang baik haruslah hemat, ulet, dan teliti.

Pada mulanya dhakon adalah permainan anak petani. Namun dalam

perkembangan selanjutnya ternyata dhakon telah baik derajat menjadi permainan

priyayi dan bangsawan, dan akhirnya sejarang dhakon telah menjadi permainan

seluruh lapisan masyaraka. Diceritakan pada masa menjalankan perang melawan

Belanda, keluarga Pangeran Diponegoro sering bermain dhakon di Kubu

Sambiroto, Kulon progo. Guna mengenang hal tesebut maka dimusium Sasana

Wiratama Tegalreja kini terdapat sebuah alat bermain dhakon. Bukti lain yang

menunjukan bahwa dhakon adalah permainan para bangsawan adalah adanya alat

bermain dhakon berukir buatan zaman Sri Sultan Hamengkubuwana VII. Sampai

dengan awal abad XX permainan Dhakon atau bermain dhakon di tanah/lantai.

Akan tetapi memasuki tahun 1940-an permainan dhakon mulai kehilangan daya

tarinya. Walaupun begitu permainan dhakon masih hidup sampai sekarang.

Pemain dhakon berjumlahdua orang. Permainan dhakon sebenarnya

adalah semestinya anak perempuan dan biasanya paling muda berumur 8 tahun

hingga dewasa. Namun kadang banyak terdapat anak laki-laki juga bermain

Page 27: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

dhakon. Permainan ini ini melatih anak untuk ulet, hemat, dan teliti. Anak dilatih

untuk selalu megejar untung dan menabung di lumbung. Tidak boleh ngacang

apalagi bera.

Alat permainan dhakon dinamakan dhakon. Berhubung dhakon adalah

permainan dari anak petani hingga anak raja, maka dhakon pun beragam menurut

kemampuan empunya. Ada yang terbuat dari temabaga atau kayu berukir, kayu

sengonbiasa tanpa hiasan ukiran, membuat lubang dari tanah, sampai hanya

berupa gambaran bulatan dari kapur/batu merah di lantai semen. Pada perinsipnya

ada lubang untuk sawah ada lubang untuk lumbung. Lubang untuk sawah terdiri

dari dua baris, masing masing berjumlah 5, 7, 9, atau 11, dan terletak diantara dua

lumbung, lubang untuk sawah lebih kecil daripada lubang untuk lumbung,

sedangkan untuk isinya dapat digunakan benik (buah baju), kecik (biji sawo),

klungsu (biji sawo), kerikil, kecik tanjung (biji tanjung), dam lain sebagainya.

Jumlah isian ini tergantung dari jumlah jumlah lubang sawahnya.

Bila dhakon berswah tujuh maka isinya sebanyak 7 x 7 x 2 = 98 biji, bila

bersawah sembilan maka isinya = 9 x 9 x 2 = 162 biji, bila sawah berjumlah

sebelas lubang maka diperlukan isian sebanyak 11 x 11 x 2 = 234 biji.

Jalannya permainan

Karena jumlah sawah adalah 9 lubang maka jumlah isian yang disiapkan

adalah 9 biji x 9 biji x 2 pemain = 162 biji. Semua sawah diisi dengan isian

masing-masing sembilan biji. Mula-mula Tini dan Tina melakukan undian dengan

cara sut untuk menentukan siapa yang saku (jalan atau main) terlebih dahulu.

Misalnya yang menang sut adalah Tini, maka Tini saku (main) terlebih dahulu.

Tini mengambil sumua isi sawah A (9 biji), kemudian mengisinya kelubang B, C,

D, E, F, G, H, I, dan lumbung T masing masing sebiji. Kemudian melakukan hal

yang sama dengan Tini mengisinya masing-masing sebiji dari K samapai lumbung

S. Kemudian Tini dan Tina Saku lagi, mengambilnya dari sawah mana terserah

mereka. Misalnya Tini saku dari sawah G, sedangkan Tina saku dari sawah R,

semua sawah diisi kecuali lumbung musuh. Lama-lama salah satu dari mereka

(Tini dan Tina) hanya memilki satu biji, isinya jatuh di sawah yang kosong, ini

disebut andhok, berhenti. Sedangkan yang jatuh pada sawah yang berisi maka

semua biji yang ada di sawah tersebut diambil semua dan meneruskan saku.

Page 28: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

Andhok

Terdapat dua macam andhok yaitu: gotongan dan pikulan dan bedhilan.

Bila Tini jatuh andhok pada sawah sendiri, sedang sawah musuh terletak lurus di

depannya berisi kecik, maka semua kecik tadi diambil Tini dimasukkan ke

lumbungnya ini disebut bedhilan. Pada bedhilan ini kalau andhok kebetulan pada

sawah musuh maka Tini tidak mendapatkan apa-apa. Sedangkan bila terjadi pada

sawah musuh, sedang sawah kiri dan kanannya berisi berisi kecik maka kecik

berada di sawah kiri dan kanan andhok tadi diambil semua dan dimasukkan ke

dalam lumbung Tini. Inilah yang dinamakan gotongan atau pikulan

Bila terjadi andhok pada sawah sendiri, maka yang saku berganti. Jadi bila

Tini jatuh andhok, maka Tina ganti saku. Bila Tina andhok maka Tini ganti saku,

demikian seterusnya. Setelah bergantian saku, maka barangsiapa yang keciknya

habis terlebih dahulu maka dia disebut kalah saku. Ini berarti bila mulai lagi maka

yang kalah saku tadi baru akan saku bila lawannya telah andhok. Dalam keadaan

ini yang menang disebut menang saku.

Ngacang

Bila mulai lagi dan ternyata kecik tidak dapat sembilan semua, ada yang

kurang dan ada yang lebih dari sembilan, maka yang kurang dari sembilan

ditempatkan pada sawah dekat lumbung, dan disebut kacangan. Ini berarti dia

menanam kacang, dan ini berfungsi sebagai lumbung kecil. Dalam hal begini

maka diisi oleh yang memiliki, tidak diisi oleh lawan dan tidak dapat dibedhil

ataupun dipikul. Kacangan ini tidak mungkin dua sawah, tentu hanya satu tempat.

Bera

Bila mulai lagi dan ternyata kekurangan jumlah kecik melebihi sembilan,

misalnya 12 biji, maka terdapat satu sawah yang kosong. Tujuh sawah berisi

masing-masing sembilan biji, sebuah sawah dekat lumbung berisi tiga biji, dan

terdapat sawah kosong. Maka sawah yang kosong disebut bera, danyang berisi

tiga biji disebut kacangan atau menanam kacang. Sawah beratidak diisi oleh

pemiliknya (tidak ditanami) dan juga tidak diisi oleh lawan. Apabila lawan lupa

Page 29: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

sehingga mengisi sawah bera tadi, maka sawah bera berubah menjdi tidak bera,

berarti menjadi sawah hidup. Demikian permainan dilakukan.

Page 30: 34183820 Macam Macam Permainan Tradisional

BERMAIN DAN ADU KETANGKASAN

Jenis permainan ini lebih banyak mengandalkan ketahanan dan kekuatan

fisik, membutuhkan alat permainan walaupu sederhana, dan tempat bermain yang

relatif luas. Permainnanya bersifat kompetitif, yang pada umumnya lebih banyak

dimainkan oleh anak laki-laki. Pola permainan jenis ini pada umumnya berakhir

dengan posisi pemain menang – kalah; mantas – dadi, dan ada sanksi hukuman

bagi yang kalah diantaranya yaitu mengendong yang menang, yang kalah

menyanyi, atai yang kalah ‘dicablek’, yang kalah harus menyerahkan biji

permainnanya, yang kalah mengejar yang menang.